kab/kota: Sumenep

  • RSUD Sumenep Kebanjiran, Keluarga Pasien Sibuk Kuras Ruang Rawat Inap

    RSUD Sumenep Kebanjiran, Keluarga Pasien Sibuk Kuras Ruang Rawat Inap

    Sumenep (beritajatim.com) – Hujan deras yang mengguyur Sumenep selama beberapa hari, menyebabkan sejumlah daerah mulai tergenang air. Puncaknya saat hujan deras pada Selasa (13/05/2025). Sejumlah kawasan mulai banjir, termasuk RSUD dr H. Moh. Anwar Sumenep.

    Banjir di rumah sakit plat merah itu terjadi mulai parkiran hingga ruang rawat inap di Paviliun. Akibatnya, keluarga pasien pun disibukkan dengan kegiatan menguras air yang masuk ke ruang kamar inap. Ketinggian air sekitar 30 cm.

    Mereka menguras air dengan alat seadanya, seperti baskom plastik, sapu, juga kain pel. Mereka membuang air yang menggenang di dalam kamar ke selokan.

    “Ya terpaksa kami harus menguras sendiri. Mau gimana lagi. Wong ini sudah berjam-jam belum surut. Kasihan ibu saya, khawatir tambah sakit kalau melihat air masuk ke kamar rawat inap ini,” kata Asik, salah satu keluarga pasien rawat inap di RSUD dr H. Moh. Anwar Sumenep.

    Ia mengaku tidak habis pikir, bagaimana bisa ruang rawat inap kelas VIP juga ikut kebanjiran. Padahal dirinya memilih paviliun untuk ibunya yang sedang dirawat, agar bisa mendapatkan fasilitas lebih baik.

    “Ternyata meski di pavilliun ya kebanjiran juga. Sepertinya di rumah sakit ini memang langganan banjir. Mungkin drainase-nya kurang bagus,” ujarnya.

    Hingga saat ini belum ada tanggapan dari pihak RSUD dr H. Moh. Anwar terkait banjir yang masuk ke ruang rawat inap pasien. (tem/ian)

  • Dirut PT WUS Sumenep: Kalau Tidak Ada Biaya Penyusutan, Kami Pasti Untung

    Dirut PT WUS Sumenep: Kalau Tidak Ada Biaya Penyusutan, Kami Pasti Untung

    Sumenep (beritajatim.com) – Kondisi PT Wira Usaha Sumekar (WUS), salah satu BUMD Sumenep menjadi sorotan karena pada 2025 tidak bisa menyetor ‘dividen’ ke daerah. Alasannya karena pemasukan hanya cukup untuk biaya operasional perusahaan.

    Bidang usaha yang dikelola PT WUS saat ini adalah SPBU. Ada tiga SPBU yang dikelola, yakni SPBU di Kecamatan Kota, Kecamatan Lenteng, dan di Legung Kecamatan Batang-batang. Masih ditambah pom mini khusus solar di Kecamatan Nonggunong Pulau Sepudi, dan di Desa Tamberu Kecamatan Batumarmar Pamekasan.

    Direktur Utama PT WUS, Zainul Ubbadi mengaku dirinya menyadari sepenuhnya tudingan miring yang menyatakan, bagaimana bisa rugi? Kan jual bensin yang sudah jelas ada untungnya karena ada selisih harga antara harga kulak dan harga jual.

    Menurut obet, panggilan akrab Zainul Ubbadi, secara kasat mata, perkiraan orang-orang tersebut memang tidak salah. Namun untuk PT WUS, ada biaya lain yang harus ditanggung, yakni biaya penyusutan. Besarnya 0,5 persen per tahun.

    “Jadi laba perusahaan masih digunakan untuk membayar biaya penyusutan itu. Kalau saja kami tidak harus membayar biaya penyusutan, pasti perusahaan kami untung. Keuntungannya bisa mencapai Rp 350 juta,,” ujarnya.

    Kondisi keuangan perusahaan diperparah dengan piutang masa lalu PT WUS. Sesuai keputusan BPK, karena yang bersangkutan telah meninggal dan ahli waris tidak mempunyai kemampuan untuk membayar, maka BPK melakukan penghapusan hutang.

    “Tapi penghapusan hutang itu bukan berarti hutangnya dianggap lunas. Penghapusan hutang itu di buku, jadi tidak lagi tertulis hutang. Tetapi secara kenyataan, PT WUS tetap harus melunasi piutang itu dengan cara dicicil. Kewajiban ini tentu saja menambah berat beban keuangan perusahaan,” ungkap Obet.

    Karena itu, ia mengatakan bahwa salah satu cara agar PT WUS kembali bisa mendapatkan laba adalah dengan mengelola dana participating interest (PI) perusahaan migas yang pengeborannya masih aktif. Selama ini, PT WUS mengelola PI dari Medco Energy. Namun karena aktivitas pengeboran makin berurang, maka tidak ada lagi dana PI yang bisa dikelola PT WUS.

    Untuk bisa kembali mengelola PI, PT WUS harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Republik Indonesia nomor 37/2016, yang mensyaratkan pemerintah daerah wajib memenuhi paling sedikit memiliki saham 99 persen pada BUMD yang akan mengelola PI dan sisa kepemilikan sahamnya terafiliasi seluruhnya dengan pemerintah daerah.

    Saat ini kepemilikan saham pemerintah daerah pada PT WUS sebesar 75,30 persen. Sedangkan saham lain yang dimiliki PT MMI sebesar 24,20 persen, Perumda Sumekar sebesar 0,45 persen, dan Agus Suryawan sebesar 0,05 persen.

    “Karena itu kami memerlukan penyertaan modal untuk pembelian saham pihak lain, agar nantinya saham yang dimiliki Pemkab sebesar 99,5 persen. Itu baru bisa memenuhi syarat untuk kembali mengelola PI,” paparnya.

    Ia menjelaskan, penyertaan modal itu bukan dalam bentuk suntikan dana, tapi untuk pembelian saham pihak lain. Artinya PT WUS tidak menerima uang dalam penyertaan modal ini.

    “Itu sebabnya kami mengajukan penyertaan modal. Tapi sampai saat ini Raperda penyertaan modal ini belum dibahas DPRD Sumenep. Padahal pengajuan menjadi pengelola PI ini berbatas waktu,” ujarnya.

    Sementara Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumenep, Irwan Hayat membenarkan bahwa Raperda tentang Penyertaan Modal untuk PT. WUS hingga saat ini belum dibahas lebih lanjut, karena masih ada sejumlah pertimbangan di luar aspek administratif.

    “Kami tidak menginginkan Perda ini jadi produk hukum yang malah menimbulkan dampak hukum. Karena itu, kita kaji secara mendalam. Jangan sampai juga sudah kadung keluar modal, tapi pemasukan dari dana PI tetap tidak ada,” tukasnya.  [tem/suf]

  • Kabar Gembira! Ada 734 Lowongan Kerja di Sumenep, Apa Saja?

    Kabar Gembira! Ada 734 Lowongan Kerja di Sumenep, Apa Saja?

    Sumenep (beritajatim.com) – Bagi para pencari kerja di Sumenep, ini ada kabar gembira. Sedikitnya tersedia 734 lowongan pekerjaan yang tercatat di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Sumenep, Madura

    “734 lowongan pekerjaan itu yang tercatat sampai akhir Aprik. Itu ditawarkan berbagai perusahaan, baik dalam maupun luar daerah. Lowongan itu dari berbagai sektor, mulai dari perdagangan, jasa, industri kreatif, hingga pertanian modern,” kata Kepala Disnaker Sumenep, Heru Santoso, Minggu (11/05/2025).

    Menurutnya, angka tersebut menunjukkan trend positif makin diliriknya sumber daya manusia (SDM) yang ada Sumenep oleh perusahaan-perusahaan, baik lokal maupun dari luar daerah.

    “Ini bisa disebut sebagai peluang besar yang harus dimanfaatkan para pencari kerja Sumenep. Para penyedia lowongan pekerjaan mulai melihat Sumenep sebagai penyedia tenaga kerja potensial,” ujarnya.

    Dia mengimbau para pencari kerja di Sumenep untuk aktif mencari informasi melalui kanal resmi milik Disnaker. Sementara pihak Disnaker juga rutin melakukan sosialisasi dan memberikan pelatihan vokasi untuk meningkatkan daya saing para pencari kerja.

    “Tim kami juga aktif turun ke lapangan untuk menyampaikan informasi sekaligus memberikan pelatihan. Jadi kami tidak hanya menunggu, tapi jemput bola,” ungkapnya. [tem/aje]

  • Kantor Desa Pulau Saur Saebus Sapeken Sumenep Disegel Warga, Ini Sebabnya

    Kantor Desa Pulau Saur Saebus Sapeken Sumenep Disegel Warga, Ini Sebabnya

    Sumenep (beritajatim.com) – Warga menyegel Kantor Desa Saur Saebus, Pulau/ Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Madura. Penyegelan dilakukan dengan dengan menutup pagar kantor desa, dipasang kayu melintang dan ditempeli tulisan ‘Disegel Masarakat’.

    Penyegelan tersebut terjadi sejak 8 Mei 2025. Bahkan sejumlah warga setempat sempat menggelar aksi unjuk rasa. Mereka menagih janji mantan kepala desa setempat terkait program sertifikat tanah.

    “Kami kecewa dengan bapak Mohamad Saleh, mantan kepala desa yang diduga sudah melakukan pungli terhadap warga disini,” kata Suayyub, warga setempat yang menjadi korlap aksi saat demo berlangsung beberapa waktu lalu.

    Suayyub menceritakan, ketika masa Mohammad Saleh masih menjabat sebagai kepala desa, para warga telah menyetorkan uang untuk pembuatan sertifikat tanah. Namun, hingga kini, sertifikat yang dijanjikan itu tak kunjung terealisasi.

    “Warga sudah bayar untuk biaya sertifikat tanah, tapi tak kunjung ada kejelasan. Ini bukan sekadar uang, ini soal kepercayaan,” tandas Suayyub.

    Ia mengungkapkan, pada tahun 2024, warga setempat pernah membuat kesepakatan bermaterai yang ditandatangani oleh anak kades lama yang menjabat sebagai bendahara desa. Dalam kesepakatan itu diaebutkan bahwa persoalan sertifikat tanah akan dituntaskan pada tahun 2025.

    “Ternyata sampai saat ini belum ada kejelasan. Karena itulah, kami menyegel kantor desa dan menuntut pertanggungjawaban mantan kepala desa,” ujarnya.

    Ia menandaskan bahwa segel kantor desa yang dipasang bersama massa aksi tidak akan dibuka jika uang masyarakat tidak dikembalikan, atau sertifikat tanah tuntas.

    “Kami tidak akan buka segel kantor, jika sertifikat tidak selesai. Apabila memang tidak ada sertifikat tanah, maka kami meminta uang masyarakat yang nilainya ratusan juta dikembalikan,” ucapnya.

    Menurutnya, aksi masyarakat tidak akan berhenti sampai kasus ini tuntas, dan masyarakat mendapat haknya. Karena dulu masyarakat saat pembayaran sertifikat tanah tak boleh ngutang.

    Sementara Camat Sapaken, Aminullah menjelaskan, masalah itu terjadi ketika Pemerintahan Desa Saur Saebus dipimpin oleh kepala desa definitif. Saat ini jabatan kepala desa diisi Pj Kepala Desa, yakni H. Marjuni.

    “Kami sudah berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama PJ kepala desa agar bisa diwujudkan pelaksanaan PTSL di Saur Saebus,” terangnya.

    Namun BPN belum bisa melanjutkan karena masih ada proses hukum yang berlangsung, karena sebelumnya masyarakat melaporkan ke kepolisian terkait dugaan pungli yang dilakukan oleh mantan Kades Saur Saebus.

    “Kalau Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak (SISMIOP) tuntas sudah sekitar 2022. Semua obyek tanahnya sudah mengantongi SPPT. Tapi belum bisa dilanjutkan ke PTSL untuk sertifkat legal formal pada yang punya tanah, karena masih terganjal proses hukum,” paparnya.

    Selain itu, lanjut Aminullah, menurut keterangan BPN, di tahun 2025 tidak ada PTSL. Karena itu, untuk Desa Saur Saebus dijanjikan PTSL akan dilaksanakan pada tahun 2026, atau maksimal tahun 2027.

    Ia meminta, masyarakat yang melakukan aksi untuk membuka segel Balai Desa Saur Saebus, karena hal itu merupakan fasilitas publik.

    “Kami sudah meminta bantuan pihak kepolisian untuk membuka segel, karena Balai Desa merupakan fasilitas untuk pelayanan masyarakat,” ujarnya. [tem/aje]

  • PT WUS Sumenep Didesak Untuk Dibubarkan, Ini Tanggapan Dirut

    PT WUS Sumenep Didesak Untuk Dibubarkan, Ini Tanggapan Dirut

    Sumenep (beritajatim.com) – PT Wira Usaha Sumekar (WUS), salah satu BUMD Sumenep pada 2024 tidak lagi mampu menyetor dividen ke daerah. Alasannya karena pemasukan hanya cukup untuk biaya operasional perusahaan.

    Bidang usaha yang dikelola PT WUS saat ini adalah SPBU. Ada tiga SPBU yang dikelola, yakni SPBU di Kecamatan Kota, Kecamatan Lenteng, dan di Legung Kecamatan Batang-batang. Masih ditambah pom mini khusus solar di Kecamatan Nonggunong Pulau Sepudi, dan di Desa Tamberu Kecamatan Batumarmar Pamekasan.

    Karena dinilai tidak menguntungkan daerah, mulai muncul desakan dari sejumlah pihak untuk membubarkan PT WUS. Salah satunya dari Aliansi Penyelamat Masyarakat Sumenep (APMS). Mereka meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep membubarkan PT WUS yang dianggap tidak sehat dan hanya menjadi beban pemerintah.

    Tidak hanya APMS. Sorotan tajam juga muncul dari para legislator yang mendesak Pemkab mengevaluasi BUMD yang tidak sehat. Ada tiga BUMD yang dianggap perlu dievaluasi, salah satunya PT WUS. Selain itu PT Sumekar dan PD Sumekar.

    Menanggapi desakan pembubaran tersebut, Direktur Utama PT WUS, Zainul Ubbadi mengatakan bahwa itu bukanlah solusi yang bijak. Ia mengambil perumpamaan sebuah sepeda motor yang mogok karena kehabisan bensin.

    “Masak sepeda motornya yang dibuang? Kan tidak. Harusnya penyelesaiannya ya dibelikan bensin agar bjsa jalan lagi,” ujar Obet, panggilan akrab Zainul Ubbadi, Jumat (09/05/2025).

    Serupa dengan itu, lanjutnya, saat ini yang perlu dipikirkan adalah solusi agar PT WUS bisa kembali mendapatkan pemasukan yang cukup. Salah satunya adalah dengan kembali mengelola dana ‘participating interest’ kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas yang masih aktif berproduksi.

    “Selama ini pemasukan terbesar kami dari dana PI perusahaan migas Medco Energi. Nah sekarang ini sudah tidak ada dana PI karena aktivitas pengeboran Medco semakin turun. Otomatis pemasukan kami ya hanya dari SPBU,” terangnya.

    Untuk bisa kembali mengelola PI, PT WUS harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Republik Indonesia nomor 37/2016, yang mensyaratkan pemerintah daerah wajib memenuhi paling sedikit memiliki saham 99 persen pada BUMD yang akan mengelola PI dan sisa kepemilikan sahamnya terafiliasi seluruhnya dengan pemerintah daerah.

    Saat ini kepemilikan saham pemerintah daerah pada PT WUS sebesar 75,30 persen. Sedangkan saham lainnya dimiliki oleh PT MMI sebesar 24,20 persen, Perumda Sumekar sebesar 0,45 persen, dan Agus Suryawan sebesar 0,05 persen.

    “Karena itu kami memerlukan penyertaan modal untuk pembelian saham pihak lain, agar nantinya saham yang dimiliki Pemkab sebesar 99,5 persen. Itu baru bisa memenuhi syarat untuk kembali mengelola PI,” paparnya.

    Ia menjelaskan, penyertaan modal itu bukan dalam bentuk suntikan dana, tapi untuk pembelian saham pihak lain. Artinya PT WUS tidak menerima uang dalam penyertaan modal ini.

    “Itu sebabnya kami mengajukan penyertaan modal. Tapi sampai saat ini Raperda penyertaan modal ini belum dibahas DPRD Sumenep. Padahal pengajuan menjadi pengelola PI ini berbatas waktu,” ujarnya.

    Sementara Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumenep, Irwan Hayat membenarkan bahwa Raperda tentang Penyertaan Modal untuk PT. WUS hingga saat ini belum dibahas lebih lanjut, karena masih ada sejumlah pertimbangan di luar aspek administratif.

    “Kami tidak menginginkan Perda ini jadi produk hukum yang malah menimbulkan dampak hukum. Karena itu, kita kaji secara mendalam. Jangan sampai juga sudah kadung keluar modal, tapi pemasukan dari dana PI tetap tidak ada,” tukasnya. (tem/ted)

  • BUMD Sumenep Kelola Tiga SPBU Selalu Merugi?

    BUMD Sumenep Kelola Tiga SPBU Selalu Merugi?

    Sumenep (beritajatim.com) – PT Wira Usaha Sumekar (WUS), salah satu BUMD Sumenep yang mengola SPBU, saat ini tengah menjadi sorotan karena tidak mampu menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) setempat.

    Padahal ada tiga SPBU yang dikelola, yakni SPBU di Kecamatan Kota, Kecamatan Lenteng, dan di Kecamatan Batang-batang. Masih ditambah pom mini khusus solar di Kecamatan Nonggunong Pulau Sepudi, dan di Desa Tamberu Kecamatan Batumarmar Pamekasan.

    Direktur Utama PT WUS, Zainul Ubbadi mengakui jika pada tahun 2024 ini pihaknya tidak bisa menyetor dividen (bagi laba perusahaan : red) ke pemegang saham, karena pendapatan yang ada hanya cukup untuk biaya operasional perusahaan.

    “Selama ini pemasukan terbesar kami dari dana participating interest (PI) perusahaan migas Medco Energi. Nah sekarang ini sudah tidak ada dana PI karena aktivitas pengeboran Medco semakin turun. Otomatis pemasukan kami ya hanya dari SPBU,” kata Obet, panggilan akrab Zainul Ubbadi, Kamis (08/05/2025).

    Ia mengungkapkan, selama ini PT WUS tidak pernah absen menyetor dividen sejak 2009 hingga 2023. Total sudah sekitar Rp 34 milyar dividen yang disetor ke Pemkab. “Baru tahun ini kami tidak bisa menyetor dividen, karena itu tadi, tidak ada pemasukan dari PI,” ungkapnya.

    Ketika disinggung terkait pemasukan dari SPBU-SPBU yang dikelola, Obet mengaku dari sisi pembukuan, tetap harus ‘nomboki’ karena ada biaya penyusutan yang harus ditanggung. Biaya penyusutan itu dihitung sebesar 0,5 persen per tahun.

    “Saya paham, hitungan awamnya, masak jualan BBM bisa rugi? Wong harga kulak dan harga jualnya tidak sama. Sudah ada untung dari selisih harga itu. Ini masalahnya kami harus menghitung biaya penyusutan. Jadi laba perusahaan harus dialokasikan juga untuk membayar biaya penyusutan itu,” terangnya.

    Selain itu, lanjutnya, penjualan BBM di SPBU PT WUS terutama yang di luar kota Sumenep tidak seramai yang ada di kota. Sehingga pemasukannya tidak bisa banyak diharapkan.

    Menurut Obet, salah satu jalan keluar agar ada pemasukan lagi ke PT WUS adalah kembali mengelola PI dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas yang aktivitas pengeborannya masih tinggi. Hanya saja untuk bisa mengelola PI itu, PT WUS memerlukan penyertaan modal untuk pembelian saham yang dimiliki pihak lain agar kepemilikan saham Pemkab Sumenep di PT WUS menjadi 99,5 persen.

    “Kalau merujuk pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Republik Indonesia nomor 37/2016, mensyaratkan pemerintah daerah wajib memenuhi paling sedikit memiliki saham 99 persen pada BUMD yang akan mengelola PI dan sisa kepemilikan sahamnya terafiliasi seluruhnya dengan pemerintah daerah,” paparnya.

    Saat ini, kepemilikan saham pemerintah daerah pada PT WUS sebesar 75,30 persen. Sedangkan saham lainnya dimiliki oleh PT MMI sebesar 24,20 persen, Perumda Sumekar sebesar 0,45 persen, dan Agus Suryawan sebesar 0,05 persen. (tem/kun)

  • Sinar Jaya Buka Trayek Baru, Yogyakarta-Surabaya-Madura

    Sinar Jaya Buka Trayek Baru, Yogyakarta-Surabaya-Madura

    Jakarta

    PO Sinar Jaya resmi membuka trayek baru. Trayek baru ini start dari Yogyakarta ke Surabaya, kemudian berakhir di Madura. Trayek ini akan resmi beroperasi mulai tanggal 10 Mei.

    Seperti dikutip dari laman Instagram resmi PO Sinar Jaya, trayek Yogyakarta-Surabaya-Madura ini menawarkan layanan Executive Legrest seats 2-2. Adapun fasilitas di trayek ini meliputi air mineral, toilet, bantal, selimut, entertainment media, hingga 32 kursi dengan legrest atau sandaran kaki.

    Adapun untuk jadwal keberangkatannya, Yogyakarta ke Sumenep, start dari Yogyakarta 10 Mei 2025 dari Terminal Giwangan pukul 15.00 WIB. Sementara dari Madura, jadwal keberangkatannya mulai 11 Mei 2025, tepatnya dari Sumenep pukul 12.00 WIB.

    Tapi perlu dicatat, layanan trayek Yogyakarta ke Madura ini akan melakukan beberapa pemberhentian di agen-agen bus Sinar Jaya. Biasanya untuk mengambil penumpang dari agen terkait.

    Titik pemberhentian ini ada di Prambanan, Kraguman, Bendo, Klaten, Karangwuni, Delanggu, Terminal Kartasura, Kantor Kartasura, Terminal Solo, Medaeng, Hangtuah, Sumur Kepek, Besel, Bangkalan, Tanah Merah, Galis, Blega, Sampang, Pamekasan, dan berakhir di Sumenep.

    Sejauh ini pihak PO Sinar Jaya belum memberitahukan berapakah tarif untuk bus AKAP dengan trayek Yogyakarta-Surabaya-Madura ini. Untuk kepastiannya, calon penumpang bisa mengunjungi agen-agen PO Sinar Jaya terdekat.

    Selain trayek Yogyakarta-Surabaya-Madura, Perusahaan Otobus yang bermarkas di Cibitung Bekasi tersebut juga membuka beberapa rute baru, seperti Bandung-Bali, Jatijajar ke Gresik, dan Bandung Yogyakarta.

    PO Sinar Jaya sendiri dikenal memiliki armada yang banyak dan beraneka ragam, sehingga memudahkan penumpang. Selain itu, bus yang terkenal dengan livery pelangi ini juga disebut-sebut memiliki harga tiket yang kompetitif.

    (lua/rgr)

  • Sudah Jatuh Tertimpa Tangga: 2 Tahun Tak Digaji, 5 Karyawan BUMD Sumenep Tiba-tiba Kena PHK

    Sudah Jatuh Tertimpa Tangga: 2 Tahun Tak Digaji, 5 Karyawan BUMD Sumenep Tiba-tiba Kena PHK

    Sumenep (beritajatim.com) – Nasib lima karyawan PT Sumekar, salah satu BUMD Sumenep ibarat pepatah ‘Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga’. Bagaimana tidak? Sudah hampir 2 tahun ini mereka tidak digaji. Tiba-tiba sekarang malah mendapat kabar mereka di-PHK.

    Kelima karyawan yang diberhentikan adalah Haryono, Agus Pradana, Faridatul Sudiana, Wulandari, dan Siti Ummiana. Mereka diberhentikan dari perusahaan terhitung sejak Januari 2025.

    “Sejak kami mendapatkan surat pemberitahuan pemutusan hubungan kerja pada Januari lalu, hingga saat ini kami belum mendapatkan hak-hak kami yang wajib dibayarkan oleh perusahaan seperti pesangon dan gaji,” kata salah satu karyawan yang di-PHK, Haryono, Rabu (07/05/2025).

    Ia mengungkapkan, sesuai isi surat PHK yang diterimanya, disebutkan bahwa perusahaan memberikan waktu 7 hari kepada karyawan untuk memberikan tanggapan tertulis.

    “Kami berlima sama-sama menolak keputusan PHK itu. Tapi ternyata sampai sekarang tidak ada tanggapan lebih lanjut dari jajaran Direksi,” ujarnya.

    Ia mengungkapkan, dirinya bersama keempat orang lainnya yang juga menerima surat PHK, sudah sempat mendatangi kantor PT Sumekar untuk menyampaikan sanggahan, namun tidak digubris oleh jajaran Direksi.

    “Kami ingin ada mediasi. Kami ingin bertemu dengan Direktur, tapi sampai hari ini belum direspon. Katanya Direksi akan mempertemukan kami dengan pihak ketiga. Tapi sampai sekarang tidak pernah ada,” sesalnya.

    Karena itu, ia bersama sejumlah karyawan lainnya mendatangi gedung DPRD Sumenep untuk mengadukan nasibnya. Tidak hanya kelima orang yang di-PHK, namun juga puluhan karyawan PT Sumekar yang tidak digaji hampir 2 tahun ini.

    Sedikitnya ada 54 karyawan yang tidak dibayar oleh perusahaan yang bergerak di bidang transportasi laut. Ada yang tidak digaji selama 22 bulan, dan ada yang 20 bulan. Selain itu, BPJS kesehatan karyawan PT Sumekar juga sudah 9 bulan ini menunggak.

    Total tunggakan gaji karyawan sekitar Rp 3 miliar. Angka tersebut merupakan akumulasi sejak 2021 – April 2025. Selama kurun waktu itu, para karyawan digaji tiga bulan atau empat bulan sekali.

    Akibat tidak digaji itu, karyawan memilih mogok kerja. Termasuk para ABK Kapal Dharma Bahari Sumekar (DBS) III juga ikut mogok. Sudah 3 minggy ini, kapal yang melayari Kalianget – Pulau Kangean itu tidak beroperasi karena karyawan mogok kerja.

    Direktur Utama PT Sumekar, Syaiful Bahri, enggan bicara panjang terkait tunggakan perusahaan berupa gaji dan pesangon karyawan yang di-PHK. Menurutnya, PHK itu terpaksa dilakukan karena efisiensi anggaran.

    “PHK itu kami lakukan karena efisiensi dan penyesuaian struktur organisasi perusahaan,” ujarnya singkat.

    Sedangkan terkait hak-hak karyawan yang menjadi kewajiban perusahaan, sesuai surat pemberitahuan PHK tersebut, akan diselesaikan setelah ada kemampuan bayar, atau setelah ada pencairan pengembalian dana dari barang bukti sitaan Kejaksaan. (tem/but)

  • Jemaah Asal Madura Tertahan di Jeddah, Kemenag Sumenep Tunggu Pemberitahuan dari Kanwil

    Jemaah Asal Madura Tertahan di Jeddah, Kemenag Sumenep Tunggu Pemberitahuan dari Kanwil

    Sumenep (beritajatim.com) – Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sumenep masih menunggu pemberitahuan resmi dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Jawa Timur terkait adanya jemaah asal Madura yang tertahan di Jeddah karena tidak menggunakan visa haji.

    “Kami memang mendapat informasi itu di grup tadi pagi. Katanya ada puluhan jemaah asal Madura yang tertahan di Jeddah karena visanya bukan visa haji. Tapi mereka itu Madura mana, ini yang kami belum dapat informasinya. Kami masih menunggu pemberitahuan resmi dari Kanwil atau dari pusat,” kata Kasi Haji dan Umroh Kantor Kemenag Sumenep, Ahmad Halimy, Rabu (07/05/2025).

    Petugas Haji Indonesia di Arab Saudi menerima laporan ada 30 jemaah calon haji asal Madura tiba di Jeddah. Namun mereka tidak bisa melanjutkab perjalanan ke Makkah karena tidak mengantongi visa haji. Visa mereka adalah visa ziarah. Mereka mengaku berangkat ke tanah suci untuk beribadah haji, setelah membayar Rp 150 juta per orang.

    “Beberapa tahun lalu sempat ditemukan juga kasus seperti ini. Berangkat haji di luar jalur reguler. Ternyata tidak ada visa haji. Waktu itu ada beberapa yang merupakan orang Sumenep. Nah kalau yang sekarang ini kami belum tahu, apakah ada orang Sumenepnya atau tidak yang tertahan di Jeddah itu,” ungkap Halimy.

    Lebih lanjut ia meminta agar masyarakat Sumenep tidak mudah percaya apabila ada biro travel maupun individu yang mengaku bisa langsung memberangkatkan haji tanpa daftar tunggu, dengan membayar ratusan juta.

    “Hati-hati itu modus penipuan. Bagi yang ingin berangkat haji, silahkan mendaftar dengan jalur resmi. Bisa menghubungi kantor Kementerian Agama untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujarnya.

    Ia menjelaskan, untuk jemaah calon haji Sumenep tahun 2025, tercatat sebanyak 999 orang, tergabung dalam kloter 23, 24, 25, dan 50. Untuk kloter 23, 24, dan 25, dijadwalkan berangkat ke Asrama Haji Sukolilo Surabaya pada Rabu jam 23.30 WIB.

    “Tiga kloter ini harus masuk ke Asrama Haji Sukolilo Surabaya Kamis pagi. Kloter 23 dan 24 jam 6, sedangkan kloter 25 jam 8 WIB,” terangnya.

    Pemberangkatan jemaah calon haji Sumenep dipusatkan di GOR A. Yani. Pemkab telah menyiapkan 20 bus untuk mengangkut para jemaah. Selain itu juga disiagakan 2 ambulans.

    Jumlah jemaah calon haji yang tergabung di kloter 23 dan 24 sebanyak masing-masing 376 orang, kloter 25 sebanyak 177 orang, dan kloter 50 sebanyak 70 orang.

    “Untuk kloter 23 dan 24 full jemaah dari Sumenep. Sedangkan kloter 25 gabungan Sumenep, Sampang, dan Surabaya. Untuk kloter 50, gabungan Sumenep, Sampang, dan Jember. Kloter 50 akan berangkat dari Sumenep tanggal 15 Mei 2024,” pungkas Halimy. (tem/but)

  • 54 Karyawan BUMD Sumenep Mogok Kerja, Gaji Tak Dibayar Bertahun-tahun

    54 Karyawan BUMD Sumenep Mogok Kerja, Gaji Tak Dibayar Bertahun-tahun

    Sumenep (beritajatim.com) – Sebanyak 54 karyawan PT Sumekar, perusahaan milik daerah (BUMD) Sumenep yang bergerak di sektor transportasi laut, mogok kerja lantaran gaji mereka tak dibayarkan hampir dua tahun. Salah satu karyawan, Ahmad Muni Budiarto, menyebut bahwa ketidakjelasan hak karyawan telah berlangsung cukup lama dan berdampak serius terhadap kehidupan mereka.

    “Bukan cuma saya yang tidak digaji. Totalnya ada 54 karyawan yang tidak dibayar. Ada yang 22 bulan tidak dibayar, ada yang 20 bulan,” ungkapnya, Rabu (7/5/2025).

    Tak hanya soal gaji, karyawan juga harus menanggung beban lain. Ahmad, yang akrab disapa Didik dan menjabat sebagai Manager Kepegawaian di PT Sumekar, mengungkapkan bahwa iuran BPJS Kesehatan juga telah menunggak selama sembilan bulan. Akibatnya, para karyawan dan keluarganya tidak lagi bisa menikmati layanan kesehatan tanpa membayar sendiri.

    “Jadi kalau kami ada yang sakit, atau anggota keluarga ada yang sakit, ya kami harus membayar sendiri. Sudah gak terima gaji, kalau sakit harus bayar sendiri,” keluhnya.

    Ia merinci bahwa total tunggakan gaji sejak 2021 hingga April 2025 mencapai sekitar Rp 3 miliar. Kondisi tersebut bukan karena tidak dibayar sama sekali, melainkan karena pola pembayaran yang tidak menentu. “Kadang tiga bulan sekali digaji. Ada yang empat bulan. Tapi kalau ditotal ya hampir 2 tahun kami tidak digaji. Karena itulah, kami mengadu ke DPRD agar bisa mendapatkan perhatian,” jelasnya.

    Aksi mogok kerja juga dilakukan oleh para Anak Buah Kapal (ABK) Dharma Bahari Sumekar (DBS) III, yang menyebabkan kapal tidak beroperasi selama tiga pekan terakhir. Didik menyadari dampaknya terhadap masyarakat kepulauan, namun menegaskan bahwa bekerja tanpa kepastian gaji bukanlah solusi.

    “Kapal tidak bisa berlayar karena ABK mogok. Kami paham ini bisa mengganggu kelancaran transportasi yang akan ke kepulauan. Tapi bagaimana lagi? Sulit bagi kami untuk bisa bekerja tanpa digaji bertahun-tahun,” ujarnya.

    Menanggapi situasi ini, Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumenep, Irwan Hayat, menyatakan keprihatinannya dan berkomitmen untuk menindaklanjuti kasus ini dengan memanggil pihak-pihak terkait.

    “Kalau memang benar seperti itu kondisinya, ini tidak bisa dibiarkan. Hak karyawan harus diberikan. Apalagi ini BUMD. Harusnya bisa menjadi contoh bagi perusahaan lain. Bukan malah seperti ini,” tegasnya.

    Komisi II DPRD Sumenep berencana segera memanggil Pemkab Sumenep dan manajemen PT Sumekar untuk membicarakan dan mencari solusi atas permasalahan ini. [tem/beq]