8.000 Masker Dibagikan untuk Cegah Campak di Sumenep
Tim Redaksi
SUMENEP, KOMPAS.com
– Dinas Kesehatan P2KB Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, membagikan 8.000 masker sebagai langkah untuk memutus penyebaran campak yang tengah melanda daerah tersebut.
Masker tersebut disalurkan ke rumah sakit rujukan dan puskesmas di wilayah daratan.
“Langsung ke rumah sakit rujukan dan puskesmas,” kata Kabid P2P Dinkes P2KB Sumenep, Achmad Syamsuri pada Jumat (29/8/2025).
Syamsuri menjelaskan bahwa masker gratis ini merupakan bantuan dari Direktorat Jenderal Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Menurutnya, penggunaan masker di layanan kesehatan sangat mendesak untuk mencegah penularan virus campak.
“Iya tentu untuk pencegahan campak,” imbuhnya.
Masker dipakai untuk mencegah virus menular dari pasien campak kepada keluarga atau kerabat yang menjenguk.
Kebiasaan warga yang berbondong-bondong datang ke rumah sakit disebut-sebut turut memicu tingginya kasus campak.
“Kan ada kebiasaan warga, ramai-ramai menjenguk pasien, itu justru memperbesar potensi penularan,” ungkap Syamsuri.
Selain membagikan masker, Dinkes P2KB Sumenep juga memaksimalkan penggunaan ruang isolasi di puskesmas dan rumah sakit.
Disiplin dalam kunjungan ke ruang isolasi dianggap penting untuk mengurangi kontak langsung antara pasien campak dan masyarakat.
“Dengan penggunaan masker dan disiplin kunjungan ke ruang isolasi, penyebaran campak bisa ditekan,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Sumenep
-
/data/photo/2020/01/28/5e2fe12a13f77.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8.000 Masker Dibagikan untuk Cegah Campak di Sumenep Surabaya 29 Agustus 2025
-

20 Anak di Sumenep Meninggal, Menkes: Campak Jauh Lebih Menular daripada COVID
Jakarta –
Sebanyak 20 anak di Sumenep, Jawa Timur, meninggal dunia akibat campak. Data ini merupakan angka akumulatif kematian dari Februari hingga Agustus 2025.
Menyoroti kejadian luar biasa (KLB) campak di Sumenep, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menargetkan 70 ribu anak di wilayah tersebut segera diimunisasi dalam kurun waktu 2 pekan. Dia juga mengingatkan penularan campak yang jauh lebih tinggi daripada COVID-19.
“Jadi campak itu adalah penyakit yang paling menular. Kalau dulu COVID-19, ingat pertama kali ada yang namanya reproduction rate. Jadi satu orang nularin ke-2 atau ke-3. Campak itu satu orang bisa nularin ke-18,” kata Budi saat meninjau penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Sumenep, Jawa Timur, Kamis (28/8).
Meski sangat menular, campak bisa dicegah dengan vaksinasi. Di samping itu, ia mengimbau agar masyarakat proaktif mengenali gejala campak yang bisa muncul pada anak seperti demam dan ruam.
“Sekarang kan banyak berita-berita WhatsApp mengenai jangan imunisasi, jangan vaksinasi. Teman-teman, itu sangat berbahaya dan jahat. Karena kita lihat sampai meninggal 20 anak, hanya gara-gara masyarakat diteror berita-berita itu,” ujar Budi.
(kna/kna)
-

Video: Menkes Sebut Ada 20 Anak Meninggal Akibat Campak Sumenep
Video: Menkes Sebut Ada 20 Anak Meninggal Akibat Campak Sumenep
-

Menteri Kesehatan Tinjau Imunisasi Massal Campak di Sumenep
Foto Health
Agung Pambudhy – detikHealth
Kamis, 28 Agu 2025 16:00 WIB
Jawa Timur – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meninjau imunisasi massal campak di Sumenep untuk percepatan penanganan KLB, sekaligus bertemu keluarga pasien sembuh.
-

Video: Agenda Menkes ke Sumenep, Kebut Akselerasi Imunisasi Campak
Video: Agenda Menkes ke Sumenep, Kebut Akselerasi Imunisasi Campak
-

Kemenkes: 3.144 Kasus Campak, Sumenep Sumbang Lebih dari 2.000
Foto Health
Agung Pambudhy – detikHealth
Rabu, 27 Agu 2025 17:30 WIB
Jakarta – Kemenkes catat 3.144 kasus campak di Indonesia, 2.139 di antaranya di Sumenep dengan 17 kematian, menjadikannya kasus tertinggi nasional hingga Agustus 2025.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5328672/original/054136200_1756264229-WhatsApp_Image_2025-08-26_at_15.55.09.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bangkalan Darurat Campak, Ratusan Anak Alami Demam dan Bintik-Bintik Merah
Sementara itu, di Sampang, sebanyak 413 anak terjangkit penyakit campak. Temuan itu dikonfirmasi Dinkes KB Kabupaten Sampang.
“Temuan jumlah anak yang terserang campak ini berdasarkan laporan yang disampaikan masing-masing puskesmas di 14 kecamatan se-Kabupaten Sampang pada rapat koordinasi,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes-KB Sampang Samsul Hidayat.
Samsil menjelaskan ke-413 anak yang positif campak itu tersebar di 14 kecamatan se-Kabupaten Sampang.
Petugas di masing-masing puskesmas, sambung dia, memberikan pengobatan dan sebagian di antara mereka telah sembuh.
“Para penderita umumnya anak berumur antara 1 hingga 4 tahun,” kata Samsul.
Samsul menjelaskan anak-anak yang terserang campak tersebut, karena beberapa faktor, di antaranya, karena perubahan cuaca dan belum divaksin.
“Sebab, berdasarkan laporan petugas medis puskesmas di desa-desa itu banyak orang tua yang menolak anaknya diimunisasi,” katanya.
Alasannya, karena setelah imunisasi, anak lalu mengalami demam.
“Padahal, itu memang karena efek dari imunisasi yang dilakukan. Manfaatnya setelah itu, anak kebal dari berbagai jenis penyakit dan tidak mudah sakit,” katanya.
Sementara itu, untuk menekan penyebaran kasus tersebut, Dinkes-KB Sampang mulai melakukan imunisasi massal di 14 puskesmas dan beberapa puskesmas pembantu di daerah itu.
Selain dilakukan di fasilitas kesehatan, imunisasi dalam rangka mencegah penyebaran campak juga dengan mendatangi sekolah dan rumah-rumah warga bersama kader posyandu di wilayah itu.
Dalam 8 bulan terakhir tercatat ada 275 anak yang terpapar virus campak di Bangkalan, Jawa Timur. Sementara sebanyak lebih dari 2.000 kasus campak terjadi di Kabupaten Sumenep, terdapat 17 orang di antaranya meninggal dunia.
-

Masih Ada Ortu yang Tolak Anak Diimunisasi Meski Campak di Sumenep sudah KLB
Jakarta –
Dinas Kesehatan (Dinkes) Pengendalian Penduduk dan KB Kabupaten Sumenep, drg Ellya Fardasah, M.Kes menyebut masih menemukan penolakan imunisasi campak di wilayahnya. Padahal campak di Sumenep statusnya telah meningkat menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
“Masih ada (ortu yang menolak),” kata drg Ellya Fardasah, M.Kes dalam media gathering daring Kemenkes RI, Selasa (26/8/2025).
Dinkes Sumenep, lanjut drg Ellya telah bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait seperti Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, WHO, hingga UNICEF untuk memberikan edukasi kepada masyarakat atau sekolah-sekolah yang menolak imunisasi.
“Isu-isu (hoaks) yang dikembangkan, digoreng-goreng itu yang bikin masyarakat itu takut. Bahkan kemarin itu ada yang menyampaikan (anak) yang meninggal itu karena telah imunisasi (campak),” kata drg Ellya.
“Kita lihat dulu permasalahannya di sana (sekolah) itu apa. Apakah takut efek samping seperti demam, apakah takit halal atau tidak aman, kami petakan dulu,” sambungnya.
Dikutip dari laman sumenepkab.go.id, Pemkab menginisasi pelaksanaan imunisasi setelah mengadakan rapat koordidasi.
Pemkab telah menandatangani Surat Edaran 400.7/191/102.5/2025 tentang Pelaksanaan Outbreak Response Immonization (ORI) Campak di Kabupaten Sumenep. Dalam pelaksanaannya, Pemkab menyasar 26 puskesmas untuk melakukan ORI campak secara serentak.
“Dari total 17 kasus meninggal (di Sumenep) terdapat 3 kasus dengan hasil laboratorium positif campak, sedangkan kasus lainnya merupakan campak klinis,” kata drg Ellya.
“Mayoritas kasus tidak mendapatkan imunisasi dan tidak melakukan pemeriksaan specimen di laboratorium. Mayoritas kasus juga mengalami kasus komplikasi seperti bronkopneumonia (88 persen), GEA (35 persen), malnutrisi (6 persen), TB (6 persen), dan anemia 6 persen,” lanjutnya.
Sampai pekan keempat Agustus 2025, drg Ellya menegaskan angka infeksi campak di Sumenep terbilang menurun. Ini juga berdampak pada menurunnya angka pasien campak yang dirawat di rumah sakit.
“Pada minggu ini, ada penurunan dari kasus campak. Di beberapa Puskesmas dan rumah sakit itu tidak sampai 200 orang (yang dirawat). Terakhir kemarin kami sudah koordinasi dengan rumah sakit dan Puskesmas, kondisi (pasien) stabil,” tutupnya.
(dpy/kna)
-

Menkes Bakal Bertolak ke Sumenep Tangani KLB Campak
Jakarta –
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin buka suara terkait kasus campak di Sumenep, Jawa Timur. Dia mengatakan akan bertolak ke Sumenep dalam rangka penanganan Kasus Luar Biasa (KLB) tersebut.
“Rencananya saya mau ke sana, saya mau ke sana,” kata Budi Gunadi di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025).
Namun, dia belum membeberkan kapan waktu pasti akan menyambangi Sumenep. Di sisi lain, Budi Gunadi mengakui angka kasus campak di Pulau Madura memang meningkat.
“Sebenarnya nggak hanya di Sumenep, tapi di beberapa kota di Madura itu memang naik (kasusnya),” ucap Budi.
“Salah satu penyebab utamannya karena memang imunisasinya rendah sekali di sana,” lanjutnya.
Sebelumnya, kasus campak di Sumenep sudah dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB) setelah 17 orang meninggal. Daerah tersebut juga mencatat ada 2.035 kasus suspek yang tersebar di 26 kecamatan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) menyebut kasus kematian akibat campak di Sumenep mayoritas tidak memiliki riwayat imunisasi. Kebanyakan pasien meninggal karena campak adalah balita.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan imunisasi terkait campak di Sumenep tergolong rendah. Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa orang tua tidak memberikan vaksinasi pada anak.
“Banyak (alasan keluarga nggak mau vaksinasi anak). Ada yang dikaitkan soal agama, takut karena nanti ada efek samping,” kata Prof Dante kepada wartawan di kantor BRIN, Jakarta Pusat, Senin (25/8).
“Sebenarnya ini sudah kami kaji. Vaksinasi-vaksinasi yang kami berikan ke masyarakat itu sudah dikaji secara empiris dalam waktu lama, sehingga aman untuk diberikan ke anak,” sambungnya.
Halaman 2 dari 2
(ond/maa)
