Penjualan Pulau Panjang di Situs “Online” Ilegal, Pemda Sumbawa: Milik Negara
Tim Redaksi
SUMBAWA, KOMPAS.com
– Penjualan
Pulau Panjang
yang terletak di Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), melalui situs
online
dinyatakan ilegal.
Hal ini disebabkan karena Pulau Panjang merupakan milik negara.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Sumbawa,
Dedy Heriwibowo
, mengungkapkan hal tersebut saat dikonfirmasi pada Sabtu (21/6/2025).
“Tindakan tersebut ilegal dan termasuk penipuan karena memang tidak ada satupun atas hak atau legalitas pihak yang mau menjual pulau di situs private island tersebut,” tegas Dedy.
Dedy menambahkan, hingga saat ini, pihaknya tidak pernah berurusan dengan individu atau pihak swasta terkait usaha pariwisata di Pulau Panjang.
“Apalagi pihak yang mendaftarkan diri menjual pulau tersebut, itu tidak ada,” ungkapnya.
Ia mengingatkan, sesuai dengan penegasan Menteri BPN/ATR, penguasaan satu pulau sepenuhnya oleh individu atau swasta adalah dilarang.
“Pulau tersebut milik negara, secara formal tidak dikelola oleh dinas,” tutur dia.
Dedy menjelaskan, Pulau Panjang telah ditetapkan sebagai kawasan suaka alam berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 418/Kpts-II/1999 pada 15 Juni 1999.
“Jadi kewenangan pengelolaannya di bawah Kementerian Kehutanan. Koordinasinya di daerah dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA),” jelasnya.
Ia menyatakan, pihaknya akan memfasilitasi jika ada pihak swasta yang berminat untuk berinvestasi di sektor pariwisata di Pulau Panjang atau pulau-pulau lainnya, dengan syarat mengikuti prosedur yang berlaku.
“Perizinan investasi lewat sistem online yang disebut OSS, itu pun tergantung skala usaha dan kriteria-kriteria yang ditentukan. Kalau dinilai risiko sedang dan tinggi, maka diperlukan perizinan yang diurus di Kabupaten, Provinsi, dan pusat,” ujar Dedy.
Diketahui, terdapat lima pulau di Indonesia yang saat ini dijual secara online melalui situs Private Island, salah satunya adalah Pulau Panjang di NTB.
Empat pulau lainnya adalah Pasangan Pulau di Anambas, Properti Pulau Sumba di NTT, Properti Pantai Selancar di Pulau Sumba, dan Plot Pulau Seliu yang terletak berdekatan dengan pulau induk Belitung.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Sumba
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4812121/original/007472900_1713970098-ILUSTRASI_BORGOL.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Operator SD Tikam Pejabat Dinas Pendidikan: Laporan Dana BOS Ditolak, 6 Bulan Tak Gajian
Kasat Reskrim Polres Sumba Barat Daya, AKP I Ketut Ray Artika mengungkapkan, kasus penikaman itu dipicu laporan pertanggungjawaban dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang selalu dikoreksi korban.
Penganiayaan berujung penikaman ini bermula sekitar pukul .09 30 Wita saat pelaku datang ke kantor Dinas PPO Kabupaten Sumba Barat Daya guna mengajukan laporan untuk pencairan dana BOS pada SD Katolik Ilhaloko Mangganipi.
Setelah diteliti, laporan dana BOS itu dikoreksi korban dan meminta kepada pelaku untuk melengkapi surat Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah (SPTMH).
Pelaku pun menuruti dan kembali ke SD Katolik Ilhaloko Mangganipi untuk mengambil SPTMH.
“Saat itu, pelaku singgah di rumahnya dan mengambil sebilah pisau dan menyelipkan pada pinggang,” jelasnya.
Sekitar pukul 13.00 Wita, pelaku tiba di kantor Dinas PPO Kabupaten Sumba Barat Daya. Ia lalu masuk ke ruangan korban. Saat itu korban sedang duduk bersama Manase Umbu Rato (50)
Pelaku langsung menghampiri korban dan menikam korban sebanyak dua kali menggunakan sebilah pisau.
Korban yang mengalami luka parah dibawa ke rumah sakit dan menjalani perawatan di RSUD Reda Bolo, Sumba Barat Daya.
“Motifnya kesal karena pengajuan laporan dana BOS selalu ditolak oleh korban selaku Kasi Kurikulum Bidang SD,” ujarnya.
Saat ini pelaku dan barang bukti sudah diamankan polisi guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1333154/original/043476300_1472628900-ilustrasi_penikaman.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kesal Laporan Dana BOS Bolak-balik Dikoreksi, Operator SD Tikam Pejabat Dinas Pendidikan
Setelah diteliti, laporan dana BOS itu dikoreksi korban dan meminta kepada pelaku untuk melengkapi surat Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah (SPTMH).
Pelaku kembali ke SD Katolik Ilhaloko Mangganipi untuk mengambil SPTMH tersebut.
“Saat itu, pelaku singgah di rumahnya dan mengambil sebilah pisau dan menyelipkan pada pinggang,” jelasnya.
Sekitar pukul 13.00 Wita, pelaku tiba di kantor Dinas PPO Kabupaten Sumba Barat Daya.
Ia lalu masuk ke ruangan korban. Saat itu korban sedang duduk bersama Manase Umbu Rato (50)
Pelaku langsung menghampiri korban dan menikam korban sebanyak dua kali menggunakan sebilah pisau.
“Motifnya, pelaku kesal karena sejak bulan Maret 2025, ketika pelaku mengajukan laporan dana BOS kepada korban selaku Kasi Kurikulum Bidang SD, selalu mendapat koreksi dari korban,” katanya.
Korban yang mengalami luka parah dibawa ke rumah sakit dan menjalani perawatan di RSUD Reda Bolo, Sumba Barat Daya.
Polisi sudah mengamankan pelaku dan barang bukti di Satreskrim Polres Sumba Barat Daya.
-

Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Sumba Timur NTT, Tak Berpotensi Tsunami
Jakarta, Beritasatu.com – Gempa dengan magnitudo 5,2 melanda Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Jumat (13/6/2025) pukul 09.28 WIB.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan episenter gempa ini berada di titik koordinat 0,94 derajat lintang selatan dan 119,33 derajat bujur timur.
Pusat gempa tepatnya berada di sekitar 118 kilometer arah barat daya Kecamatan Karera, Sumba Timur pada kedalaman 59 kilometer.
BMKG menyatakan gempa ini tidak berpotensi menimbulkan gelombang tsunami, tetapi masyarakat tetap waspada dengan potensi gempa susulan.
“Hati-hati terhadap gempa bumi susulan yang mungkin terjadi,” kata BMKG dikutip dari laman resminya.
Belum ada laporan ada tidaknya korban jiwa maupun kerusakan akibat gempa ini.
-

Oknum Polisi Diduga Lecehkan Korban, Kementerian PPPA Ambil Tindakan
Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menegaskan komitmennya untuk mengawal proses hukum kasus dugaan kekerasan seksual yang dialami seorang perempuan berinisial MML.
Kasus ini melibatkan oknum anggota kepolisian, Aipda PS, yang bertugas di Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur.
Menteri PPPA Arifah Fauzi menyatakan keprihatinannya atas kejadian tersebut dan menyesalkan bahwa dugaan kekerasan justru terjadi di lingkungan institusi penegak hukum.
“Kami sangat menyayangkan terjadinya dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh aparat,” ujar Menteri Arifah di Jakarta, Kamis (12/6/2025) dikutip dari Antara.
Pihak kementerian telah melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di tingkat provinsi dan kabupaten untuk memberikan pendampingan kepada korban, baik dari sisi psikologis maupun hukum. Pendampingan ini juga dilakukan melalui layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129.
Menteri Arifah menegaskan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dan harus diproses secara hukum.
Ia juga menyerukan agar seluruh pihak, termasuk lembaga pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, turut serta menciptakan lingkungan layanan publik yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Peristiwa tersebut terjadi pada 2 Maret 2025 sekitar pukul 21.00 Wita. Saat itu, korban mendatangi Polsek Wewewa Selatan untuk melaporkan kasus pemerkosaan yang dialaminya di Desa Mandungo. Namun, dalam proses pemeriksaan, korban justru diduga mengalami pelecehan oleh petugas yang memeriksanya.
Saat ini, Aipda PS telah diperiksa oleh pihak Propam dan sedang menjalani proses hukum internal, termasuk penahanan khusus. “Kasus ini saat ini dalam penanganan Propam Polres Sumba Barat Daya,” tambah Menteri Arifah.
-
/data/photo/2025/02/14/67aede66f1e20.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Komnas Perempuan Kecam Tindakan Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan di NTT
Komnas Perempuan Kecam Tindakan Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan di NTT
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisioner
Komnas Perempuan
, Yuni Asriyanti, mengecam tindakan anggota polisi yang memerkosa korban pemerkosaan di
Polsek Wewewa Selatan
,
Nusa Tenggara Timur
(NTT).
“Komnas Perempuan mengecam tindakan
kekerasan seksual
yang dilakukan oleh polisi kepada seorang perempuan korban perkosaan yang melaporkan kasusnya,” ujar Yuni saat dihubungi Kompas.com, Rabu (11/6/2025).
Yuni mengatakan, tindakan ini merupakan pelanggaran serius yang menyangkut hak atas rasa aman dan keadilan.
Semestinya, kata Yuni, hak merasa aman dan adil harus dijamin oleh negara kepada setiap warga negara, terlebih kepada korban yang diduga adalah korban perkosaan.
“Lembaga Kepolisian dan aparatnya yang merupakan penegak hukum, seharusnya menjadi tempat yang aman,” ucapnya.
Dengan begitu, setiap warga bisa melapor dan menggunakan hak mereka untuk mendapat keadilan, bukan justru menjadi tempat di mana kekerasan dan pelanggaran terjadi.
“Peristiwa yang terjadi di Sumba Barat Daya ini menambah rentetan kekerasan seksual yang dilakukan oleh aparat kepolisian di kantor mereka, setelah sebelumnya terjadi di Kupang dan Pacitan,” tuturnya.
Maka dari itu, KPAI mendorong agar pemerintah dan lembaga layanan setempat dapat mengambil langkah-langkah cepat untuk upaya perlindungan dan pemulihan bagi korban.
Hal ini sesuai UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual
(UU TPKS) mengenai hak-hak korban kekerasan seksual.
Di antaranya meliputi hak atas penanganan, perlindungan, pemulihan, restitusi, kompensasi, hak untuk didampingi, dan hak untuk tidak disalahkan serta distigma.
Oleh karenanya, perlu dipastikan layanan korban untuk hak-haknya dapat diakses.
Sebelumnya, seorang anggota Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT, berinisial Aipda PS, resmi ditahan oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya.
Penahanan dilakukan setelah yang bersangkutan diduga melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap seorang korban pemerkosaan yang melapor ke kantor polisi.
Adapun peristiwa ini mencuat ke publik usai sebuah unggahan viral di media sosial Facebook pada Kamis (5/6/2025).
Unggahan tersebut menyebutkan bahwa seorang perempuan berinisial MML (25) menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh anggota polisi saat melapor sebagai korban pemerkosaan ke Polsek Wewewa Selatan.
Kapolres Sumba Barat Daya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Harianto Rantesalu, membenarkan adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri tersebut.
Ia menyatakan bahwa Aipda PS kini telah menjalani penahanan khusus selama 30 hari ke depan sambil menunggu proses selanjutnya.
“Aipda PS telah dikenakan penahanan khusus oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya terhitung sejak hari ini, untuk jangka waktu 30 hari ke depan, sambil menunggu proses sidang Kode Etik Profesi Polri,” kata Harianto saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (8/6/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/14/67aede66f1e20.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Polisi di NTT Lecehkan Korban Pemerkosaan, LBH Apik: Tak Pantas Berseragam Cokelat Lagi
Polisi di NTT Lecehkan Korban Pemerkosaan, LBH Apik: Tak Pantas Berseragam Cokelat Lagi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Kupang, Ansy Damaris, mengatakan, polisi
Aipda PS
yang mencabuli korban pemerkosaan harus bertanggung jawab secara pidana.
Aipda PS harus segera dipecat dari institusi kepolisian dan menjalani proses pidana atas perlakuan kejinya tersebut.
“Tersangka polisi di Sumba yang melakukan
kekerasan seksual
tidak pantas berseragam cokelat lagi alias harus dipecat dan mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana,” ucap Ansy kepada Kompas.com, Rabu (11/6/2025).
Dia mengatakan, Aipda PS juga harus mendapat hukuman maksimal karena ada unsur pemberat sebagai seorang penegak hukum.
LBH APIK
juga mendesak agar
Kapolda NTT
bisa bertindak tegas atas kasus yang melibatkan anak buahnya tersebut.
Ansy juga meminta agar Polda NTT membuka kanal pengajuan masyarakat agar semua kasus pelecehan yang dilakukan kepolisian bisa terungkap dengan terang.
“Mari bersama-sama kita bunyikan Alarm NTT darurat kekerasan seksual agar semua pihak bisa berbenah,” imbuhnya.
Dia juga berharap agar tindakan tegas dengan pertanggungjawaban pidana bisa mengubah kepolisian di NTT menjadi tempat melapor yang aman.
Ansy tidak ingin kepolisian yang seharusnya menjadi tempat melaporkan peristiwa kejahatan justru menjadi sarang predator yang memangsa pelapor sehingga menjadi korban ganda.
“Mereka seperti memasuki sarang predator seksual, terus kepada siapa masyarakat berlindung. Polda NTT harus gerak cepat berbenah,” tandasnya.
Sebelumnya, Aipda PS resmi ditahan oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya.
Penahanan dilakukan setelah yang bersangkutan diduga melakukan tindak pelecehan seksual terhadap seorang korban pemerkosaan yang melapor ke kantor polisi.
Peristiwa ini mencuat ke publik usai sebuah unggahan viral di media sosial Facebook pada Kamis (5/6/2025).
Unggahan tersebut menyebutkan bahwa seorang perempuan berinisial MML (25) menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh anggota polisi saat melapor sebagai korban pemerkosaan ke Polsek Wewewa Selatan.
Kapolres Sumba Barat Daya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Harianto Rantesalu, membenarkan adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri tersebut.
Ia menyatakan bahwa Aipda PS kini telah menjalani penahanan khusus selama 30 hari ke depan sambil menunggu proses selanjutnya.
“Aipda PS telah dikenakan penahanan khusus oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya terhitung sejak hari ini, untuk jangka waktu 30 hari ke depan, sambil menunggu proses sidang Kode Etik Profesi Polri,” kata Harianto saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (8/6/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Miris! Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan, DPR Soroti Kegagalan Hukum
Jakarta, Beritasatu.com – Kasus tragis kembali mencoreng institusi kepolisian. Seorang anggota Polsek Wewewa Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), berinisial Aipda PS, ditahan oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya setelah diduga memperkosa korban pemerkosaan yang tengah melapor ke kantor polisi.
Insiden memilukan ini terjadi ketika seorang perempuan berinisial MML (25) mendatangi Polsek Wewewa Selatan untuk melaporkan kasus pemerkosaan yang dialaminya di Desa Mandungo pada 2 Maret 2025.
Namun, alih-alih mendapatkan keadilan, MML justru menjadi korban kedua kalinya oleh aparat penegak hukum.
DPR Soroti Kegagalan Sistem Hukum
Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding menilai, peristiwa ini adalah bentuk kegagalan sistemik paling nyata dari sistem hukum di Indonesia.
Ia mengecam keras tindakan pelaku dan menyebut bahwa hal ini mencerminkan bobroknya pengawasan serta pembinaan internal dalam institusi Polri.
“Ini adalah bentuk kegagalan paling telanjang dari sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng keadilan rakyat,” kata Sudding, Selasa (10/6/2025).
Menurutnya, kantor polisi seharusnya menjadi tempat paling aman bagi masyarakat, bukan tempat yang mengancam korban. Kasus ini menunjukkan kerapuhan moral dan sistem pengawasan terhadap aparat yang berwenang.
“Korban datang untuk mencari keadilan, malah diperkosa oleh orang yang seharusnya melindungi. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi kejahatan pidana berat,” ucapnya.
Sudding mendesak agar kasus ini tidak cukup diselesaikan lewat sidang etik internal Polri. Ia menuntut proses hukum terbuka dan sanksi maksimal.
“Tak bisa hanya diberi teguran atau sanksi ringan. Pelaku harus diadili di pengadilan umum, dengan proses yang transparan dan bisa diawasi masyarakat,” tegasnya.
Kasus Terungkap Lewat Media Sosial
Kasus ini pertama kali mencuat ke publik setelah unggahan viral di Facebook pada Kamis (5/6/2025). Dalam unggahan itu, MML mengungkapkan bahwa dia menjadi korban pemerkosaan oleh polisi saat melapor sebagai korban.
Aipda PS bahkan diduga mengancam MML agar tidak membocorkan peristiwa tersebut, tetapi MML akhirnya berani bersuara di media sosial.
Setelah viral, Propam Polres Sumba Barat Daya langsung menahan Aipda PS untuk menjalani pemeriksaan intensif. Publik kini menanti langkah tegas dari Polri dan proses hukum di pengadilan.
Kasus pemerkosaan oleh anggota polisi terhadap korban di NTT ini menjadi pengingat keras bahwa reformasi hukum dan pengawasan internal Polri masih menjadi pekerjaan rumah besar. Kantor polisi harus kembali menjadi tempat aman bagi masyarakat, bukan sumber ketakutan baru, terutama bagi para korban kejahatan seksual.
-
/data/photo/2025/04/26/680cdab682e43.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan, DPR: Kegagalan Telanjang Sistem Hukum Nasional
Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan, DPR: Kegagalan Telanjang Sistem Hukum
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding menilai kasus pencabulan korban pemerkosaan oleh oknum polisi di Nusa Tenggara Timur (
NTT
) sebagai bentuk
kegagalan sistem hukum
.
Terlebih, kasus tersebut terjadi saat korban pemerkosaan sedang melaporkan peristiwa pemerkosaan yang dialaminya di kantor polisi, yakni
Polsek Wewewa Selatan
.
“Kasus ini merupakan bentuk kegagalan paling telanjang dari sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan bagi masyarakat. Seharusnya kantor polisi menjadi tempat paling aman bagi rakyat, tapi ini malah sebaliknya,” ujar Sudding, Selasa (10/6/2025).
Politikus PAN itu berpandangan bahwa peristiwa ini harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak, khususnya institusi Polri.
Sebab, tindakan pelaku berinisial Aipda PS bukan hanya masuk dalam ranah tindak pidana, tetapi telah mencoreng institusi Polri dan mencederai rasa keadilan.
“Seorang warga negara datang ke kantor polisi karena telah menjadi korban kejahatan seksual. Tapi alih-alih mendapat perlindungan, dia justru menjadi korban untuk kedua kalinya oleh mereka yang seharusnya menjadi pelindung,” ucap Sudding.
Dia meyakini bahwa kasus ini menjadi bukti adanya kegagalan sistemik dalam pembinaan personel, tak terkecuali dalam pengawasan di internal aparat penegak hukum.
“Jika kantor polisi berubah menjadi tempat pelecehan, maka seluruh konsep negara hukum sedang dalam bahaya,” kata Sudding.
Sudding pun mendesak agar kasus pemerkosaan tersebut tidak hanya diselesaikan lewat mekanisme pelanggaran kode etik.
Pelaku harus diadili di peradilan umum dan dihukum berat.
“Tak bisa hanya diselesaikan dalam sidang etik atau diberi teguran atau sanksi ringan saja. Karena ini adalah kejahatan pidana, bukan hanya pelanggaran disiplin. Pelakunya harus diadili di pengadilan umum, dengan proses yang bisa diawasi oleh masyarakat,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang anggota Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT berinisial Aipda PS, resmi ditahan oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya.
Penahanan dilakukan setelah yang bersangkutan diduga melakukan tindak pelecehan seksual terhadap seorang korban pemerkosaan yang melapor ke kantor polisi.
Peristiwa ini mencuat ke publik usai sebuah unggahan viral di media sosial Facebook pada Kamis (5/6/2025).
Unggahan tersebut menyebutkan bahwa seorang perempuan berinisial MML (25) menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh anggota polisi saat melapor sebagai korban pemerkosaan ke Polsek Wewewa Selatan.
Kapolres Sumba Barat Daya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Harianto Rantesalu, membenarkan adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri tersebut.
Ia menyatakan bahwa Aipda PS kini telah menjalani penahanan khusus selama 30 hari ke depan sambil menunggu proses selanjutnya.
“Aipda PS telah dikenakan penahanan khusus oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya terhitung sejak hari ini, untuk jangka waktu 30 hari ke depan, sambil menunggu proses sidang Kode Etik Profesi Polri,” kata Harianto saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (8/6/2025).
Ke Polsek untuk laporkan kasus pemerkosaan
Kasus bermula pada 2 Maret 2025 sekitar pukul 21.00 Wita, ketika MML mendatangi Polsek Wewewa Selatan untuk melaporkan tindak pemerkosaan yang dialaminya di Desa Mandungo, Kecamatan Wewewa Selatan.
Saat memberikan keterangan, MML diperiksa oleh Aipda PS.
Namun, dalam proses pemeriksaan tersebut, MML diduga justru menjadi korban kekerasan seksual oleh anggota polisi yang menangani laporannya.
Setelah peristiwa itu, Aipda PS disebut meminta MML untuk tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun.
Namun, MML akhirnya memberanikan diri untuk bersuara.
Unggahan mengenai kasus ini menyebar luas di media sosial hingga menuai perhatian publik.
AKBP Harianto menambahkan bahwa Aipda PS sudah diperiksa oleh anggota Provos dan saat ini tengah menjalani proses hukum internal.
“Berdasarkan pengakuan yang bersangkutan dalam Berita Acara Interogasi (BAI) oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya, saat ini kasus tersebut sedang dalam penanganan lebih lanjut,” ungkap Harianto.
Kapolres menegaskan bahwa institusinya tidak akan menoleransi setiap bentuk pelanggaran oleh anggota, terutama yang mencoreng nama baik institusi Polri, apalagi terkait tindak pelecehan seksual oleh anggota polisi.
“Kami atas nama institusi Polri, khususnya Polres Sumba Barat Daya, menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat atas kejadian ini. Kami sangat menyesalkan perbuatan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota kami dan berkomitmen untuk menangani kasus ini secara profesional dan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” ujar Harianto.
Ia menegaskan bahwa Polri akan tetap profesional, objektif, dan transparan dalam menangani kasus ini, sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/06/21/685608caea38b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5245648/original/094530600_1749374536-IMG-20250608-WA0012.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)