kab/kota: Sukabumi

  • 15 ASN Kabupaten Sukabumi Ajukan Cerai, Apa Penyebabnya?

    15 ASN Kabupaten Sukabumi Ajukan Cerai, Apa Penyebabnya?

    15 ASN Kabupaten Sukabumi Ajukan Cerai, Apa Penyebabnya?
    Tim Redaksi
    SUKABUMI, KOMPAS.com
    – Sebanyak 15 pegawai
    Aparatur Sipil Negara
    (
    ASN
    ) Kabupaten Sukabumi tercatat mengajukan gugatan
    cerai
    kepada pasangan mereka dalam kurun waktu Januari hingga Juli 2025.
    Dari jumlah tersebut, sebanyak 11 orang berstatus sebagai PNS dan 4 orang lainnya berstatus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
    Sekretaris BKPSDM Kabupaten Sukabumi, Ganjar Anugrah, mengungkap bahwa permohonan perceraian para ASN itu dipengaruhi oleh berbagai faktor.
    Ia menyebut bahwa problem perceraian itu seperti permasalahan keributan dalam rumah tangga hingga masalah ekonomi.
    “Alasan melakukan perceraian (seperti) keributan secara terus-menerus, suami yang sudah menikah lagi dan meninggalkan rumah, hingga masalah ekonomi,” kata Ganjar dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Kompas.com, Sabtu (2/8/2025).
    Namun, lanjut Ganjar, pihak pemerintah melakukan upaya mediasi antara pasangan tersebut sebelum para ASN itu meminta izin perceraian.
    “Kami kasih pemahaman dulu kemudian mediasi, dipanggil suami istri, tutur Ganjar.
    Namun, bila tak ada titik temu, para ASN dipersilakan jika ingin melanjutkan proses perceraiannya.
    Untuk informasi tambahan, di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2024 tercatat ada sebanyak 26 pasangan ASN yang mengajukan perceraian, dengan rincian 26 orang berstatus PNS dan 12 orang PPPK.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hadiah Pedang Prabowo untuk Presiden Putin dan Macron Ternyata Buatan Pemuda Sukabumi, Begini Ceritanya

    Hadiah Pedang Prabowo untuk Presiden Putin dan Macron Ternyata Buatan Pemuda Sukabumi, Begini Ceritanya

    Meskipun masih muda, Adam bukan orang baru di dunia kerajinan logam. Dia memulai usahanya pada tahun 2019, melanjutkan keahlian yang mengalir dari darah leluhurnya yang telah menjadi perajin logam turun-temurun sejak zaman penjajahan Belanda.

    Tim Sadam Sajam Masterpiece sendiri terdiri dari lima pengrajin, gabungan anak muda dan orang tua, yang berkolaborasi di bengkel sederhana di Sukabumi untuk menghasilkan karya seni berkelas dunia.

    Keberhasilan Adam tidak hanya membanggakan keluarga dan timnya, tetapi juga mengharumkan nama Kabupaten Sukabumi.

    “Semoga ini menjadi awal yang baik untuk pengrajin lokal lainnya. Kami ingin terus mengembangkan seni dan warisan budaya ini, agar tidak punah dan bisa dikenal lebih luas,” imbuhnya.

    Kepala Desa Cibatu, Asep Rahmat, juga mengungkapkan kebanggaannya. Meskipun ini bukan pertama kalinya produk kerajinan dari warganya tembus pasar internasional.

    “Namun yang satu ini sangat luar biasa karena dijadikan souvenir negara. Ini tentu membanggakan dan sangat membantu promosi UMKM lokal,” katanya.

    Desa Cibatu memang dikenal sebagai sentra perajin logam, dengan lebih dari 100 kepala keluarga yang menggantungkan hidup dari usaha ini.

    Kerajinan di desa ini mencakup pembuatan golok, pedang, alat pertanian, hingga alat upacara militer untuk TNI dan Polri.

    “Kami akan terus mendukung kebutuhan para pengrajin, baik dari segi alat maupun pelatihan,” sambung dia.

  • KA Pangrango Tiba-Tiba Bunyikan Klakson Panjang dan Berhenti di Tengah Perjalanan, Ini Penyebabnya

    KA Pangrango Tiba-Tiba Bunyikan Klakson Panjang dan Berhenti di Tengah Perjalanan, Ini Penyebabnya

    Liputan6.com, Jakarta Kereta api (KA) Pangrango tiba-tiba membunyikan klakson panjang dan berhenti, saat dalam perjalanan dari Bogor menuju Sukabumi. Penyebabnya lantaran seorang warga bernama Ade Rahmat (62) tewas tersambar. Insiden nahas ini terjadi di Kampung Paledang, Desa Cimahi, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi.

    Kapolsek Cibadak AKP Idji Djubaedi membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya, saat ditemukan, korban sudah tergeletak di tengah rel dalam kondisi tak bernyawa.

    Meskipun tidak ada saksi mata yang melihat langsung detik-detik kecelakaan, informasi dari keluarga dan warga menyebutkan bahwa korban telah lama menderita penyakit.

    “Ketika ditemukan korban sudah terbaring, tidak ada yang melihat jelas kejadiannya. Info sementara korban sudah lama mengalami sakit,” kata Idji, Sabtu (2/8).

    Diduga, kondisi kesehatannya menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ia berada di lokasi berbahaya tersebut.

    Sementara itu, Manajer Humas KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko, menjelaskan bahwa masinis KA Pangrango dengan nomor PLB 224A segera melaporkan insiden ini pada pukul 09.16 WIB.

    “Masinis menghentikan laju kereta untuk melakukan pengecekan sesuai prosedur keselamatan,” ujar Ixfan dalam keterangannya.

    Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada kerusakan pada rangkaian kereta dan bahwa semua penumpang dalam keadaan aman.

    Setelah laporan diterima, pihak KAI langsung berkoordinasi dengan berbagai petugas terkait, termasuk PKD Stasiun Cisaat.

    Pemeriksaan menyeluruh oleh Awak Sarana Perkeretaapian (ASP) memastikan bahwa rangkaian KA Pangrango dalam kondisi baik dan dapat melanjutkan perjalanan.

    “Kami pastikan kesigapan KAI dalam mengutamakan keselamatan dan mengikuti prosedur operasional yang telah ditetapkan,” jelasnya.

    Ixfan juga menegaskan bahwa insiden ini ditangani sesuai regulasi yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, khususnya Pasal 178.

    Pasal tersebut secara tegas melarang siapapun berada di ruang manfaat jalur kereta api, kecuali untuk kepentingan perkeretaapian.

    “Penegasan ini menjadi pengingat bagi masyarakat akan bahaya dan risiko yang sangat tinggi saat berada di area terlarang tersebut,” ungkapnya.

    Warga di sekitar lokasi kejadian tidak ada yang mengetahui pasti kronologi insiden. Mereka hanya mendengar klakson panjang kereta yang melaju dari arah barat ke timur.

    KA Pangrango yang membawa penumpang dari Bogor itu diketahui melintas dengan kecepatan normal. Setelah klakson panjang tersebut, warga segera menyadari telah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan bergegas menuju rel kereta.

    Korban berasal dari Desa Cisande, namun sudah lama menetap di Kampung Ciawi, Desa Cimahi. Menurut warga, korban sering terlihat berjalan menyusuri rel dan berjemur di sana karena memiliki riwayat penyakit gula.

    Kebiasaan inilah yang diduga kuat menjadi penyebab tragis ia berada di tengah rel saat kereta melintas.

    Tak lama setelah kejadian, lokasi dipadati oleh petugas kepolisian, petugas keamanan stasiun, serta warga yang penasaran. Pemandangan ini juga menarik perhatian pengendara yang melintas.

    Setelah proses identifikasi dan penanganan di lokasi, tim Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Sukabumi segera mengevakuasi jenazah korban ke RSUD Sekarwangi Cibadak.

  • Gempa Banten magnitudo 7,4, berpotensi tsunami 

    Gempa Banten magnitudo 7,4, berpotensi tsunami 

    Sumber foto: Ilustrasi/elshinta.com.

    2 Agustus 2019: Gempa Banten magnitudo 7,4, berpotensi tsunami 
    Peristiwa   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Sabtu, 02 Agustus 2025 – 06:03 WIB

    Elshinta.com – Gempa bumi dengan kekuatan Magnitudo 7,4 mengguncang Banten dan sejumlah kota di Pulau Jawa, termasuk Jakarta, pada pukul 19.03 WIB, Jumat malam (2/8/2019). 

    BMKG mengumumkan pusat gempa tersebut berada di 147 km Barat Daya Sumur-Banten. Tempatnya pada koordinat 7.54 LS,104.58 BT. 

    Pusat gempa ini termasuk dangkal karena berada pada kedalaman 10 Kilometer. BMKG juga mengeluarkan peringatan dini potensi tsunami setelah gempat kuat tersebut terjadi.

    BMKG mengeluarkan status peringatan “WASPADA” di 15 daerah berpotensi tsunami berdasarkan pemodelan, yakni Pandeglang Bagian Utara (Banten), Tanggamus Pulau Tabuan (Lampung), Sukabumi Ujung-Genteng (Jabar), Tanggamus Bagian TImur (Lampung), Lampung-Selatan Kep. Krakatau (Lampung). 

    Berikutnya, Lampung-Selatan Kep. Legundi (Lampung), Lampung-Barat Pesisir-Tengah (Lampung), Lampung-Barat Pesisir-Utara (Lampung), Bengkulu-Utara Pulau enggano (Bengkulu), Kaur (bengkulu), lampung-Selatan Kep. Sebuku (Lampung), Bengkulu-Selatan (Bengkulu), Serang Bagian Barat (Banten), dan Seluma (Bengkulu).

    Sumber : Elshinta.Com

  • Dedie Rachim: Warga dari Puncak dan Sukabumi Tak Perlu Lewat Tajur Jika Jalan R3 Rampung
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Agustus 2025

    Dedie Rachim: Warga dari Puncak dan Sukabumi Tak Perlu Lewat Tajur Jika Jalan R3 Rampung Megapolitan 2 Agustus 2025

    Dedie Rachim: Warga dari Puncak dan Sukabumi Tak Perlu Lewat Tajur Jika Jalan R3 Rampung
    Editor
    BOGOR, KOMPAS.com –
    Pemerintah Kota (Pemkot)
    Bogor
    terus melanjutkan pembangunan Jalan R3 sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi kemacetan di kawasan
    Tajur
    dan sekitarnya.
    Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim mengatakan, betonisasi jalan sepanjang 350 meter dari Katulampa Bulet hingga Katulampa Ciliwung akan dikerjakan pada tahun ini.
    “Tahun ini kami lanjutkan betonisasinya kurang lebih 350 meter. Kemudian tahun depan kami upayakan sampai dengan batas jembatan Ciliwung,” kata Dedie Rachim, dilansir dari
    Tribun Bogor,
    Sabtu (2/8/2025).
    Dedie menjelaskan, selain betonisasi, proses pembebasan lahan juga akan dilakukan secara bertahap hingga ke wilayah Wangun–Tugu Kuntum melalui Sindangrasa.
    Ia menyebutkan bahwa total luas lahan yang belum dibebaskan mencapai sekitar 1,47 hektar.
    “Secara keseluruhan, kalau yang di Katulampa Bulet sampai batas Katulampa Ciliwung itu sudah selesai. Yang belum itu dari Sindangrasa sampai Wangun, sekitar 1,47 hektar dan terdiri dari beberapa bidang,” ucap Dedie.
    “Mudah-mudahan keuangan daerahnya sehat dan bisa kita alokasikan untuk pembebasan lahannya,” ujar dia.
    Dedie menegaskan, Jalan R3 merupakan jalur strategis yang sangat penting untuk mendukung mobilitas warga dan konektivitas antarwilayah di Bogor.
    Jalan ini dirancang sebagai rute alternatif bagi kendaraan dari arah Puncak dan Sukabumi, sehingga tidak perlu lagi melintasi kawasan Tajur dan Pajajaran.
    “Kalau ini terwujud, maka beban Jalan Tajur yang selama ini langsung menusuk ke Pajajaran bisa diurai. Masyarakat yang datang dari wilayah Puncak, Sukabumi tidak perlu masuk ke Sisesa, tapi bisa langsung ke Warung Jambu,” ucapnya.
    Selain pembangunan jalan, proyek ini juga mencakup pembangunan jembatan dua jalur di atas Sungai Ciliwung, yang dinilai sebagai bagian krusial dari keseluruhan proyek. Jembatan tersebut dirancang dengan lebar 32 meter dan bentangan lebih dari 60 meter.
    “Tantangan kami adalah membangun jembatan dengan lebar 32 meter dan bentangan lebih dari 60 meter. Itu tentunya butuh anggaran yang tidak sedikit. Maka kita sedang review DED-nya,” ujarnya.
    Dedie menambahkan, setelah dokumen perencanaan teknis (DED) rampung, pihaknya akan meminta rekomendasi teknis dari Kementerian PUPR, khususnya Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA).
    Sebagai bagian dari upaya percepatan, Pemkot Bogor juga membuka peluang untuk mendapatkan bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat.
    “Kami mencari peruntungan, siapa tahu pemerintah pusat bisa membiayai. Tapi yang penting, seluruh proses administrasi dan syarat teknis kita selesaikan lebih dulu. Setelah itu baru kita ajukan untuk mendapatkan alokasi anggaran dari pusat,” ucap Dedie.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BRI meyakini Desa BRILiaN akan ciptakan desa wisata berkelanjutan

    BRI meyakini Desa BRILiaN akan ciptakan desa wisata berkelanjutan

    Program Desa BRILiaN tahun ini merupakan bagian dari langkah BRI dalam menggerakkan ekonomi lokal dan mendorong terciptanya desa-desa tangguh serta berdaya.

    Jakarta (ANTARA) – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk meyakini program “Desa BRILiaN” akan berhasil menciptakan desa wisata tidak hanya menarik sebagai destinasi, tetapi juga mampu mendorong pertumbuhan wirausaha lokal, memperkuat struktur desa, dan menciptakan ekonomi desa yang berkelanjutan dan inklusif.

    Menurut keterangan resmi BRI yang diterima di Jakarta, Sabtu, program Desa BRILiaN tahun ini merupakan bagian dari langkah BRI dalam menggerakkan ekonomi lokal dan mendorong terciptanya desa-desa tangguh serta berdaya, salah satunya melalui pengembangan pariwisata lokal melalui penguatan kapasitas, kapabilitas serta kolaborasi seluruh elemen dalam ekosistem desa.

    BRI telah menyelesaikan seluruh rangkaian program pemberdayaan Desa BRILiaN tema Desa Wisata yang telah berlangsung sejak 26 Mei 2025. Inisiatif pemberdayaan ini merupakan bagian dari komitmen BRI dalam mendorong pertumbuhan perekonomian desa dengan harapan peserta dapat memahami potensi pariwisata sesuai kearifan lokal.

    Selain itu, peserta juga diharapkan mampu mengelola desa wisata secara berkelanjutan serta melakukan pemasaran secara digital, sehingga bisa dapat dikenal dan diakses oleh masyarakat secara lebih luas.

    Selama dua bulan, lebih dari 100 desa wisata dari berbagai wilayah Indonesia telah mengikuti pelatihan dan pendampingan secara intensif dalam rangka pengembangan desa, sehingga dapat menyusun dan memasarkan paket wisata yang sesuai dengan karakter dan kearifan lokal masing-masing desa, serta membangun kemitraan strategis dengan berbagai pihak untuk memperluas akses pasar melalui saluran digital.

    Sebagai bentuk penghargaan dari BRI, ditetapkan 10 desa wisata terbaik berdasarkan parameter yang telah ditetapkan, di antaranya aktivitas digital, kualitas produk wisata, serta konsistensi dalam mengikuti pelatihan dan pendampingan. Desa wisata terpilih akan memperoleh berbagai manfaat tambahan, seperti kolaborasi pemasaran dan pembuatan desain promosi wisata, iklan digital melalui Meta Ads.

    Berikut daftar desa wisata terbaik:
    1.Desa Jalatrang, Kecamatan Cipaku, Kabupatan Ciamis, Jawa Barat
    2.Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur
    3.Desa Bojongkulur, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
    4.Desa Sriwulan, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah
    5.Desa Hendrosari, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, Jawa Timur
    6.Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
    7.Desa Sumberdodol, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur
    8.Desa Kelawi, Kecamatan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung
    9.Desa Ngampungan, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur
    10.Desa Silalahi III, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara

    Pemberdayaan Desa BRILiaN kali ini memunculkan semangat para peserta dan perasaan bangga bagi para peserta yang telah mengikuti seluruh rangkaian pelatihan dan pendampingan, seperti yang disampaikan oleh Arifin dari Desa Hendrosari, salah satu desa yang masuk dalam 10 besar.

    “Saya dari Desa Hendrosari mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada BRI dan Atourin. Alhamdulillah desa kami masuk ke 10 besar di kegiatan ini. Semoga teman-teman lain yang belum berkesempatan bisa juga masuk di (posisi) yang lebih baik,” ujar Arifin.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Wujudkan Net Zero, SCG Ubah 200 Ton Sampah Jadi Energi – Page 3

    Wujudkan Net Zero, SCG Ubah 200 Ton Sampah Jadi Energi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – SCG, melalui anak perusahaan PT Semen Jawa, meresmikan Fasilitas Refuse-Derived Fuel (RDF) di Tempat Pengolahan Sampah Akhir (TPSA) Cimenteng, Kabupaten Sukabumi. Proyek ini merupakan hasil kolaborasi strategis antara perusahaan dengan Pemerintah Daerah Sukabumi untuk mengatasi masalah penumpukan sampah sekaligus mendukung target SCG mencapai Net Zero pada tahun 2050.

    Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, masalah sampah di Indonesia sangat serius. Sampai hari ini, timbunan sampah nasional mencapai angka 56,6 juta ton.

    “Dari 56,6 juta ton ini baru 10-14 persen yang kita kelola, sisanya benar-benar kita buang di lingkungan. Kehadiran Semen Jawa ini menjadi penting di dalam upaya Pemerintah Jawa Barat menyelesaikan sampahnya,” ungkap Hanif dalam keterangan tertulis, Jumat (1/8/2025).

    Country Director SCG Indonesia Warit Jintanawan menjelaskan pembangunan fasilitas teknologi RDF ini adalah wujud nyata dari visi SCG dalam mewujudkan Inclusive Green Growth.

    “SCG berkomitmen penuh untuk mendukung inisiatif Pemerintah Kabupaten Sukabumi dalam mengelola sampah sekaligus mewujudkan kawasan yang lebih hijau dan berkelanjutan melalui sistem pengelolaan sampah yang lebih optimal,” jelas Warit.

    Ia menambahkan, peresmian ini juga mencerminkan komitmen SCG dalam menghadirkan inovasi rendah karbon dengan mengubah sampah menjadi energi, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan menekan emisi karbon.

     

  • Langkah Pramono menata Jakarta dengan merawat sungai

    Langkah Pramono menata Jakarta dengan merawat sungai

    Jakarta (ANTARA) – Kamis sore itu, Gubernur Jakarta Pramono Anung dan rombongan mengenakan rompi penyelamat, duduk di atas perahu karet menyusuri Sungai Ciliwung bagian Banjir Kanal Barat.

    Pram, demikian sapaan sang gubernur mulai menyusuri sungai dari Pintu Air Manggarai dan kurang dari satu jam, dia tiba di kawasan Karet.

    Sungai Ciliwung bagian Banjir Kanal Barat memiliki panjang sekitar 12 kilometer, membentang dari Manggarai ke arah barat hingga Karet, kemudian berbelok ke utara dan berakhir di Muara Angke.

    Usai berlabuh, dia menemui awak media yang sudah menunggu di bawah rindang pohon dan bercerita soal idenya untuk area Ciliwung khususnya bagian BKB.

    Pram ingin ada penataan di kawasan itu. Sungai Ciliwung bagian Banjir Kanal Barat, kata dia, merupakan jantungnya Jakarta ketika terjadi banjir. Memang, banjir tak bisa dihindari tetapi Pramono ingin ada persiapan untuk menghadapinya.

    Untuk mengurangi risiko banjir, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI terus melakukan pengerukan endapan lumpur di enam titik lokasi di aliran Sungai Ciliwung.

    Beberapa lokasi pengerukan di antaranya segmen Pasar Baru mulai dari Jalan Juanda hingga JPO Pasar Baru dan dilanjutkan hingga Air Mancur sepanjang 500 meter.

    Kemudian, dari Jembatan Merah hingga ke Jalan Pangeran Jayakarta sepanjang 350 meter.

    Lalu, dari kawasan Manggarai hingga menuju ke Kanal Banjir Barat yang dibagi menjadi dua segmen yakni aliran Sungai Ciliwung dari Manggarai hingga Jalan Sukabumi, Menteng Tenggulun sepanjang 800 meter.

    Serta pengerukan Sungai Ciliwung di Jalan Tenaga Listrik, Tanah Abang hingga Jalan KS Tubun yang mengarah ke aliran Kanal Banjir Barat.

    Pengerukan juga dilakukan di Lampu Merah Harmoni hingga ke Jalan Veteran sepanjang 450 meter dan di belakang Makostrad TNI sepanjang 150 meter.

    Pengerukan ini untuk menambah kapasitas daya tampung Sungai Ciliwung yang melintasi Jakarta Pusat, sehingga mampu menampung aliran air hujan dari saluran permukiman dan penghubung.

    Sementara dari sisi estetika, Pramono ingin dibangun vertical garden atau taman vertikal di tepi sungai.

    Namun, dia belum merinci titik mana saja yang akan dibangun taman dengan konsep penanaman tanaman secara vertikal itu.

    Pramono membayangkan penataan kawasan itu juga meliputi area bawah jembatan. Di sana, walau tampak rapi dari atas namun rupanya dipenuhi sarang burung.

    Untuk itu, dia menginstruksikan jajaran terkait untuk memasang lampu-lampu dan mengecat dinding disana agar lebih berwarna.

    Pada akhirnya, penataan tepian Sungai Ciliwung bagian BKB diharapkan berbuah manis. Kawasan itu dapat menjadi lebih elok dipandang mata.

    Syukur-syukur nantinya menjadi bagian kota yang bisa dinikmati warga atau para pencari rupiah kala malam di sela perjalanan.

    Sebenarnya, area Ciliwung tepatnya di belakang Stasiun BNI City, Tanah Abang, Jakarta Pusat sudah tersedia Jakarta Creative Zone by JXB Edisi Riverview dari Jakarta Experience Board.

    Jakarta Creative Zone by JXB merupakan sebuah zona kreatif yang ditujukan untuk masyarakat, baik turis, pengguna KRL, pesepeda maupun pejalan kaki di Jakarta.

    Zona ini mewadahi berbagai aktivitas kreatif dan seni sekaligus memberikan ruang bagi para pelaku usaha untuk hadir di salah satu pusat keramaian, sehingga mendorong kebangkitan perekonomian khususnya industri kuliner dan ekonomi kreatif.

    Karena itu, Pram ingin pihak JXB membantu mempresentasikan desain penataan tepi Ciliwung padanya dan Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno.

    Tujuannya, agar kawasan itu betul-betul terlihat tertata dengan baik, tidak serampangan, lantaran merupakan lokasi premiumnya Jakarta, sehingga perlu diatur secara baik.

    Pramono meyakini dengan terobosan-terobosan yang sedang diupayakan dapat membuat Jakarta menjadi semakin menarik bagi siapapun yang akan ke Jakarta, atau bagi warga Jakarta sendiri yang ingin menikmati kotanya.

    Editor: Alviansyah Pasaribu
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rumah Ibadah Dalam Jerat PBM 2006
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    Rumah Ibadah Dalam Jerat PBM 2006 Nasional 31 Juli 2025

    Rumah Ibadah Dalam Jerat PBM 2006
    Peneliti & Assessor pada IISA Assessment Consultancy & Research Centre
    KITA
    kembali menyaksikan drama usang yang dipentaskan di panggung kebangsaan. Pembubaran paksa aktivitas di rumah doa di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu (27/7) petang lalu, adalah episode terbaru dari serial panjang yang menyakitkan.
    Peristiwa ini, yang memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, bukanlah anomali atau insiden tunggal.
    Ia adalah semacam “déjà vu”, pengulangan dari pola
    intoleransi
    yang selama bertahun-tahun telah menggerogoti fondasi kerukunan kita.
    Pola ini tercatat dalam sejarah kelam persekusi, mulai dari penyegelan GKI Yasmin di Bogor, penolakan Gereja Filadelfia di Bekasi, hingga pengusiran dan ancaman senjata tajam terhadap jemaat di Sampang, Madura, dan berbagai daerah lainnya (Akurat.co, 13/10/2023).
    Setiap kali insiden baru meletus, seperti yang juga terjadi di Sukabumi belum lama ini, kita seolah terjebak dalam siklus yang sama: kekerasan terjadi, negara mengeluarkan respons seremonial, lalu semua kembali senyap menunggu ledakan berikutnya.
    Siklus ini dimulai dengan respons negara yang dapat ditebak. Menanggapi insiden di Padang, Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama segera mengeluarkan pernyataan resmi.
    Isinya adalah ungkapan “keprihatinan mendalam”, disertai ajakan agar semua pihak mengedepankan dialog, menahan diri, dan menyelesaikan masalah melalui jalur hukum, bukan dengan main hakim sendiri (Kemenag.go.id, 24/7/2025).
    Tentu, imbauan ini bermaksud baik. Namun, dalam konteks kekerasan yang terus berulang, narasi ini terdengar lemah dan pasif.
    Ia menempatkan negara pada posisi sebagai mediator yang berjarak, bukan sebagai pemegang mandat Konstitusi yang wajib hadir secara tegas untuk melindungi setiap tetes darah dan rasa aman warga negaranya.
    Pendekatan ini lebih terasa sebagai prosedur standar pasca-kejadian ketimbang strategi pencegahan yang berwibawa.
    Sikap negara yang cenderung normatif ini kontras secara tajam dengan desakan dari kelompok masyarakat sipil.
    Amnesty International Indonesia, misalnya, tidak hanya mengecam keras perusakan di Padang, tetapi juga menunjuk langsung pada “kegagalan negara” dalam memberikan jaminan perlindungan.
    Mereka menuntut adanya “pengusutan tuntas” untuk memutus apa yang disebut sebagai “siklus impunitas”, di mana para pelaku persekusi kerap tidak tersentuh proses hukum yang adil, sehingga merasa leluasa untuk mengulangi perbuatannya (Amnesty.id, 25/7/2025).
    Kesenjangan cara pandang ini sangat fundamental. Di satu sisi, negara berbicara tentang “kerukunan”, sebuah konsep sosiologis.
    Di sisi lain, Amnesty berbicara tentang “hak asasi manusia”, sebuah kewajiban hukum yang mengikat.
     
    Selama negara belum bergeser dari sekadar mengimbau kerukunan menjadi penjamin aktif hak, maka rumah-rumah ibadah kelompok minoritas akan selalu berada dalam bayang-bayang ancaman.
    Di tengah pesimisme ini, secercah harapan sempat muncul. Merespons insiden serupa di Sukabumi, Kementerian Agama secara terbuka mengakui adanya kekosongan hukum dan mengumumkan rencana untuk menyiapkan “regulasi khusus rumah doa” (Kemenag.go.id, 1/8/2025).
    Pernyataan ini, pada tingkat permukaan, adalah kemajuan. Ia merupakan pengakuan implisit bahwa kerangka regulasi yang ada saat ini, yaitu Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, memang terbukti gagal.
    PBM 2006 telah menciptakan realitas pahit di mana banyak komunitas agama, terutama dari kelompok minoritas, tidak mampu memenuhi persyaratan administratifnya yang luar biasa berat.
    Akibatnya, mereka terpaksa menggunakan rumah tinggal sebagai “rumah doa”, sebuah status legal yang ambigu dan membuat mereka sangat rentan terhadap persekusi dengan dalih “tidak berizin”.
    Akan tetapi, janji hadirnya regulasi baru ini wajib kita kawal dengan skeptisisme yang sehat. Pertanyaan kritis harus diajukan: Apakah regulasi ini akan benar-benar menjadi jalan keluar, atau hanya akan menjadi labirin birokrasi baru?
    Apakah ia akan menghapus atau setidaknya mengurangi syarat persetujuan warga sekitar yang selama ini menjadi biang keladi utama konflik?
    Tanpa kejelasan substansi, janji ini bisa jadi hanyalah respons reaktif untuk meredam kemarahan publik sesaat.
     
    Sebab, akar masalah sesungguhnya bukanlah ketiadaan satu regulasi tambahan untuk “rumah doa”, melainkan keberadaan regulasi induk, PBM 2006, yang secara filosofis dan praktis justru menyuburkan diskriminasi.
    PBM 2006, dengan klausul yang mensyaratkan adanya dukungan dari 90 orang warga jemaat dan 60 orang warga sekitar yang disetujui oleh kepala desa, telah terbukti menjadi instrumen penolakan yang efektif bagi kelompok mayoritas.
    Syarat persetujuan warga inilah yang mengubah proses administratif menjadi kontestasi politik lokal yang rawan intimidasi.
    Berbagai penelitian, termasuk dari SETARA Institute, secara konsisten menunjukkan bahwa mayoritas sengketa pendirian rumah ibadah berakar dari pasal-pasal karet dalam PBM ini.
    Menciptakan “regulasi khusus” tanpa menyentuh jantung persoalan pada PBM 2006 ibarat membangun tanggul kecil di hilir sungai, sementara bendungan utama di hulu sudah retak dan siap jebol.
    Oleh karena itu, jika kita serius ingin memutus siklus intoleransi ini, arah tuntutan publik harus lebih tajam dan mendasar.
    Pertama, mendesak transparansi total dalam proses penyusunan “regulasi khusus rumah doa” dengan pelibatan aktif dari komunitas-komunitas korban dan organisasi masyarakat sipil.
    Kedua, tidak berhenti di situ, tetapi terus menyuarakan agenda utama: revisi menyeluruh atau pencabutan total PBM 2006.
    Hak untuk beribadah adalah hak konstitusional, bukan hadiah yang diberikan atas belas kasihan atau persetujuan tetangga. Mekanismenya harus diubah dari perizinan yang rumit menjadi pemberitahuan (notifikasi) yang sederhana.
    Pada akhirnya, kita harus menolak untuk terus menerus menjadi penonton drama usang ini. Cukup sudah ritual keprihatinan dan janji-janji manis pasca-insiden.
    Tolok ukur keberhasilan negara bukanlah pada seberapa cepat mereka mengeluarkan rilis pers yang menenangkan, melainkan pada nihilnya berita tentang rumah ibadah yang disegel, jemaat yang dibubarkan, dan rasa takut yang menghantui warganya saat hendak beribadah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Alasan Terbengkalai, Posyandu Dijual Rp 45 Juta oleh Kades Cikujang, Klaim Ganti dengan Tanah
                        Bandung

    8 Alasan Terbengkalai, Posyandu Dijual Rp 45 Juta oleh Kades Cikujang, Klaim Ganti dengan Tanah Bandung

    Alasan Terbengkalai, Posyandu Dijual Rp 45 Juta oleh Kades Cikujang, Klaim Ganti dengan Tanah
    Tim Redaksi
    SUKABUMI, KOMPAS.com
    – Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi, Agus Yuliana, mengungkap bahwa
    Kepala Desa Cikujang
    , Heni Mulyani, sempat menjual Posyandu milik desa seharga Rp 45 juta.
    Bangunan tersebut awalnya adalah tanah yang diwakafkan kepada pihak desa, kemudian tanah tersebut dibangunkan bangunan yang bersumber dari keuangan dana desa.
    “Tanah tersebut entah dihibahkan atau diwakafkan ke desa, nah oleh Bu Kades dibangun Posyandu dengan menggunakan anggaran dana desa,” kata Agus dalam keterangannya kepada Kompas.com via sambungan telepon, Selasa (29/7/2025) sore.
    Merasa bangunan tersebut terbengkalai, kemudian dijual oleh Heni seharga Rp 45 juta.
    “Tahun 2022 itu (sudah) tidak digunakan alias terbengkalai, oleh Bu Kades karena merasa tanah tersebut milik dirinya (awal wakaf), walaupun bangunan (dibangun) menggunakan dana desa, oleh Bu Kades dijual Rp 45 juta kepada D,” tutur Agus.
    Namun, lanjut Agus, Heni Mulyani mengaku bahwa aset desa berupa bangunan Posyandu tersebut telah diganti dengan sebidang tanah yang masih berada di kawasan Desa Cikujang.
    Kepala Desa Cikujang periode 2019-2027 itu kemudian harus berurusan dengan aparat penegak hukum sebab melakukan tindak pidana korupsi pada dana desa.
    Lanjut Agus,
    korupsi dana desa
    tersebut mulai dari penyelewengan dana desa hingga pendapatan asli desa yang tak pernah masuk anggaran desa, dengan total kerugian negara ditaksir mencapai Rp 500 juta.
    “(Penyelewengan) dana desa, kemudian sewa sawah yang harusnya masuk ke PAD (pendapatan asli desa) dan ada banyak item (modus, pencucian uang) lainnya,” papar Agus.
    Kini, Heni Mulyani dititipkan di rumah tahanan wanita di Bandung, ia kemudian terancam hukuman hingga 4 tahun penjara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.