kab/kota: Sukabumi

  • Usai Bekasi, Gempa Terjadi di Purbalingga dan Sukabumi

    Usai Bekasi, Gempa Terjadi di Purbalingga dan Sukabumi

    Jika Anda berada dalam situasi guncangan akibat gempa, berikut adalah beberapa hal yang harus dilakukan sebelum, sesaat, dan sesudah gempa bumi:

    Sebelum Terjadi Gempa:

    – Untuk memastikan keamanan tempat tinggal Anda, pastikan bahwa struktur dan letak rumah dapat terhindar dari bahaya yang disebabkan oleh gempa, seperti longsor atau likuefaksi. Lakukan evaluasi dan renovasi ulang terhadap struktur bangunan Anda agar terhindar dari bahaya gempa bumi.

    – Penting untuk mengenali lingkungan tempat Anda bekerja: perhatikan letak pintu, lift, serta tangga darurat. Ketahui juga di mana tempat paling aman untuk berlindung.

    – Mempelajari manfaat P3K dan alat pemadam kebakaran.

    – Pastikan selalu menyiapkan nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi gempa bumi.

    – Atur perabotan di rumah Anda agar menempel kuat pada dinding. Hal itu disarankan agar benda tersebut tak mudah jatuh, roboh, bergeser pada saat terjadi gempa bumi.

    – Atur benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagian bawah. Cek kestabilan benda yang tergantung yang dapat jatuh pada saat gempa terjadi

    – Untuk barang yang mudah terbakar, sebaiknya disimpan pada tempat yang tidak mudah pecah agar terhindar dari kebakaran.

    – Selalu mematikan air, gas dan listrik apabila tidak sedang digunakan.

    – Pastikan Anda selalu siap dengan alat-alat penting seperti Kotak P3K, senter/lampu baterai, radio, makanan suplemen dan air.

  • 9
                    
                        Tetangga Ungkap Ortu Raya Bocah Sukabumi yang Tubuhnya Dipenuhi Cacing Kerap Ditegur karena Anak Main di Kolong Rumah
                        Bandung

    9 Tetangga Ungkap Ortu Raya Bocah Sukabumi yang Tubuhnya Dipenuhi Cacing Kerap Ditegur karena Anak Main di Kolong Rumah Bandung

    Tetangga Ungkap Ortu Raya Bocah Sukabumi yang Tubuhnya Dipenuhi Cacing Kerap Ditegur karena Anak Main di Kolong Rumah
    Tim Redaksi
    SUKABUMI, KOMPAS.com
    – Kepala Dusun 03 Lemah Duhur, Arif Rahman, mengungkap bahwa saudara dan tetangga sudah sering menegur orangtua Raya yang terbiasa membiarkan anaknya bermain di kolong rumah.
    Rumah panggung yang ditempati keluarga itu kerap dilalui ayam-ayam peliharaan yang berkeliaran. Tak jarang, anak dari pasangan Udin dan Endah tersebut ikut bermain bersama hewan itu.
    “Bibi hingga nenek Raya suka melarang orangtuanya membiarkan Raya bermain sembarangan di tanah, apalagi (kondisi tanah dipenuhi) dengan kotoran ayam dan sebagainya,” kata Arif saat ditemui
    Kompas.com
    di rumah orangtua Raya, Kamis (21/8/2025) pagi.
    Arif menyebutkan, saat orangtua Raya diminta agar tidak membiarkan anaknya bermain di tanah, mereka sering menyangkal dan cenderung abai.
    “Tapi dengan keterbelakangan orangtuanya tidak menggubris larangan tersebut, malah menegur balik kepada yang melarang,” jelas Arif.
    Ia menambahkan, kedua orangtua Raya memang memiliki keterbelakangan mental. Meski begitu, Udin sebagai kepala keluarga masih berusaha menafkahi keluarganya.
    “Keseharian keluarga Raya sama dengan warga lainnya dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan. Kedua orangtuanya mengalami sedikit keterbelakangan mental. Di balik keterbelakangan mental ini Pak Udin masih bisa menafkahi keluarganya menjadi buruh harian lepas,” kata Arif.
    “Semisal ada tetangga yang menyuruh apa pun pekerjaannya lalu dikasih uang, sehingga sedikit demi sedikit memiliki kemampuan untuk menafkahi keluarganya dengan segala keterbatasannya,” tutup Arif.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Cacingan Bocah Raya: Dinkes Jabar Minta Maaf, Janji Perbaiki Pelayanan

    Kasus Cacingan Bocah Raya: Dinkes Jabar Minta Maaf, Janji Perbaiki Pelayanan

    Dedi Mulyadi menyampaikan rasa prihatin dan meminta maaf atas kondisi yang dialami Raya hingga akhirnya meninggal dunia.

    “Saya menyampaikan prihatin dan rasa kecewa yang mendalam, serta permohonan maaf atas meninggalnya seorang balita berusia 3 tahun, dan dalam tubuhnya dipenuhi cacing,” kata dia seperti dikutip dalam akun Instagramnya @dedimulyadi71, Rabu (20/8/2025).

    Dedi mengaku sudah berkomunikasi dengan dokter yang menangani jenazah Raya. Dia juga mengaku sudah mendapatkan laporan soal kondisi keluarga Raya.

    Dedi Mulyadi akan memberikan sanksi baik itu ke tim penggerak PKK, Kepala Desa, maupun Bidan Desa akibat peristiwa tersebut.

    Reporter: Robby Bouceu/merdeka.com

    Sungguh ironi, seorang bocah berusia 3 tahun di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, meninggal dunia dengan kondisi tubuh yang dipenuhi cacing. Penanganan kesehatan bocah yang terkendala birokrasi membuat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi buka suara.

  • Stop BABS dan jaga sanitasi cegah infeksi cacing pada tubuh

    Stop BABS dan jaga sanitasi cegah infeksi cacing pada tubuh

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Penyakit Menular WHO Kantor Regional Asia Tenggara 2018-2020 Prof. Tjandra Yoga Aditama mengingatkan masyarakat agar berhenti buang air besar sembarangan dan menjaga sanitasi guna mencegah infeksi cacing pada tubuh.

    “Sanitasi dijaga dan Stop BABS (buang air besar sembarangan) jadi aspek penting kesehatan masyarakat, termasuk mencegah kecacingan,” kata Tjandra saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

    Merujuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dia mengatakan penyakit akibat cacing adalah infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis parasit cacing, seperti cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang yang dapat berupa Necator americanus dan Ancylostoma duodenale, serta Strongyloides stercoralis.

    Infeksi pada tubuh manusia, sambung dia, terjadi akibat penularan melalui telur cacing yang terdapat pada tinja, kemudian mengkontaminasi tanah, terutama di daerah yang buruk sanitasinya.

    “Telur cacing tersebut dapat tertelan oleh anak-anak yang bermain di tanah yang terkontaminasi, lalu memasukkan tangan mereka ke dalam mulut tanpa mencucinya. Tentu saja ada cara penularan lain, seperti melalui air yang tercemar,” jelas Tjandra.

    Salah satu bagian tubuh yang dapat mengalami akibat buruk dari infeksi cacing itu adalah paru-paru. Namun infeksi tersebut secara umum lebih sering terjadi pada saluran pencernaan.

    Jika infeksi itu menyerang paru-paru, maka ada berbagai kemungkinan gejala, seperti batuk, sesak napas dan suara mengi. Pada kondisi lebih berat, dapat terjadi nyeri dada, batuk darah bahkan batuk keluar cacing.

    Apabila seorang anak terkena infeksi cacing, maka harus ditangani dengan konsumsi obat cacing secara berkala, penyuluhan kesehatan, dan perbaikan sanitasi.

    “Kalau sudah terjadi penyakit, maka sebenarnya sudah tersedia obat yang aman dan efektif untuk mengobatinya,” ujar Tjandra.

    Sementara itu, terkait BABS, per Juli 2025 tercatat sekitar 850 kepala keluarga (KK) dari sembilan kelurahan di Jakarta masih menerapkan perilaku tersebut.

    Tjandra menegaskan penanganan BABS harus menjadi salah satu prioritas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya dengan membantu membangun fasilitas mandi cuci kakus (MCK) dan tangki septik komunal di lahan yang tersedia.

    “Jadi caranya akan tergantung dari masalah di lapangan yang mungkin berbeda-beda satu dengan lainnya, tapi jelas perlu jadi prioritas penanganan,” ucap Tjandra.

    Sebelumnya, Raya (4), bocah asal Kampung Padangenyang, Sukabumi, Jawa Barat, meninggal dunia dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing.

    Dia diketahui tinggal di rumah bilik panggung dengan bagian bawahnya yang dipenuhi kotoran ayam sehingga diduga menjadi sumber infeksi cacing.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Update Terkini Gempa Bekasi: 106 Orang Terdampak, BPBD Terus Lakukan Pendataan

    Update Terkini Gempa Bekasi: 106 Orang Terdampak, BPBD Terus Lakukan Pendataan

    Berdasarkan data dari situs resmi BPBD Jabar, sepanjang Januari-Agustus 2025 bencana alam berupa gempa bumi terjadi empat kali dalam periode tersebut terjadi di Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang, Kota Bogor dan Kabupaten Sukabumi.

    Kejadian bencana alam paling dominan hingga Kamis, 21 Agustus 2025 yakni akibat cuaca ekstrem mencapai 509 kejadian, tanah longsor 295 kejadian, banjir 198 kejadian, kebakaran lahan 6 kejadian dan kekeringan empat kejadian.

    BPBD Jabar mencatat akibat bencana alam itu sebanyak 564.842 orang terdampak dan 68 orang diantaranya meninggal dunia.

    Sedangkan untuk kerugian materi berakibat 1.320 bangunan rusak berat, 2.808 rusak sedang, 5.261 rusak ringan dan 119.704 terendam.

    Gempa bumi berkekuatan Magnitudo 4,9 skala mengguncang Bekasi dan sekitarnya Rabu malam. Gempa diikuti sejumlah gempa susulan yang menimbulkan kerusakan di beberapa titik.

  • Pilu Balita di Sukabumi Meninggal, Ini Bahaya Cacingan yang Kerap Dianggap Sepele

    Pilu Balita di Sukabumi Meninggal, Ini Bahaya Cacingan yang Kerap Dianggap Sepele

    Jakarta

    Raya, balita di Sukabumi, Jawa Barat meninggal dunia pasca dokter menemukan lebih dari 1 kilogram cacing di tubuhnya. Dilaporkan keluar dari hidung hingga anus.

    Meski pemicu kematiannya diyakini tidak hanya disebabkan infeksi cacing, kasus semacam ini bila tidak ditangani akan memicu gejala berat. Dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam menjelaskan bagaimana cacing terus berkembang biak dan hidup di tubuh.

    “Pada kasus ini cacing gelang, ascaris, kalau tidak diobati memang itu akan bertelur dan memperbanyak diri di dalam tubuh, dalam usus seseorang,” sorotnya, saat dihubungi detikcom Rabu (20/8/2025).

    “Makanya sering kan ditemukan BAB-nya ada cacing, ini sebenarnya harus dilihat history-nya, sudah pernah demikian atau pernah muntah cacing. Itu harus segera diberikan obat,” kata dia.

    Sebagai catatan, penyebaran cacing saat berkembang biak memang bisa ‘bermigrasi’ ke organ lain, alias tidak hanya di usus.

    Larva cacing disebutnya memungkinkan mengalir ke paru-paru yang menyebabkan masalah di bagian tersebut. Dalam beberapa kasus, cacing juga ditemukan mampu naik ke saluran empedu.

    Bila hanya di usus halus, pasien umumnya kerap merasakan tidak nyaman di bagian perut, disertai kembung dan begah. Ciri-ciri yang bisa dikenali pada anak sebenarnya cukup mudah, yakni mendadak rewel.

    “Kalau anaknya rewel kita harus periksa jangan-jangan cacingan,” kata dia.

    Pemberian obat cacing bisa menekan kemungkinan berkembang biak bahkan mati di dalam tubuh.

    Komplikasi akibat kecacingan relatif beragam.

    “Dia bisa menyumbat atau makin banyak, bisa saja penyumbatan di usus saluran empedu atau larva-nya bisa masuk ke paru-paru, apalagi basic-nya ada TBC paru kondisinya agak lebih berat, kalau tidak ditangani dengan baik, tentu bisa memicu kematian,” sambung dia.

    Hal senada juga diutarakan Prof Tjandra Yoga Aditama. Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia itu menyebut dampak kecacingan bahkan bisa terasa hingga ke paru.

    Dalam kondisi tersebut, pasien mengeluhkan gejala batuk, sesak napas, hingga suara mengi. Bahkan, pada kasus lebih berat, kemungkinan besar mereka mengalami nyeri dada, batuk darah, hingga risiko lebih serius yakni batuk keluar cacing.

    “Walaupun jarang, maka memang dapat timbul penyakit yang lebih berat, antara lain dalam bentuk pneumonia, cairan di paru (efusi pleura), paru yang kolaps (pneumotoraks). Lebih jarang lagi dapat terjadi keadaan yang disebut sindrom “Loeffler”, hipertensi paru dan bahkan gagal napas dalam bentuk ARDS dan lain-lain,” wanti-wantinya saat dihubungi terpisah.

    Pemeriksaan untuk mengidentifikasi kondisi tersebut biasanya melalui tes dahak, bronkoskopi dengan tehnik bronchoalveolar Lavage (BAL) dan pemeriksaan radiologi dalam bentuk ronsen toraks dan atau pemerikaan CT scan.

    “Pengobatannya adalah dengan obat antihelmintik, seperti albendazole, mebendazole, dan atau ivermectin, tentu selain pengobatan simtomatik dan suportif lainnya,” kata dia.

    Dalam kesempatan berbeda, pendiri dan Ketua Health Collaborative Center Dr dr Ray Wagiu, MKK, FRSPH menggambarkan kejadian balita di Sukabumi meninggal pasca kecacingan adalah pengingat belum terpenuhinya kesehatan sebagai hak ideologis setiap warga negara tanpa terbatas syarat administratif.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Raya sempat kesulitan berobat dan tidak langsung mendapatkan penanganan yang tercover BPJS Kesehatan lantaran nihil kartu tanda penduduk (KTP) sebagai syarat kepesertaan.

    Dr Ray menilai perlu adanya penguatan aspek keadilan, proteksi pembiayaan, dan semakin banyaknya solidaritas komunitas.

    “Artinya, negara dan masyarakat perlu terus bergerak agar sistem jaminan dan pelayanan kesehatan makin inklusif, terutama untuk kelompok yang rentan,” beber dia.

    Dalam kasus Raya, bantuan lebih banyak terjadi saat solidaritas dari komunitas berperan. Namun, lebih banyak di daerah, dan belum menyasar secara nasional.

    “Dimensi solidaritas dan komunitas juga diingatkan lewat kejadian ini, Artinya solidaritas nasional belum inklusif. Kesehatan sebagai gotong royong masih banyak yang parsial belum merangkul yang paling pinggiran,” tuturnya.

    Mencegah kejadian yang sama, Dr Ray uang juga tergabung dalam Indonesia Health Development Center (IHDC) bersama eks Menteri Kesehatan RI Prof Nila Moeloek menilai perlu adanya penguatan layanan primer seperti di posyandu. Hal ini tidak lain demi bisa mendeteksi kasus-kasus tersebut lebih dini, agar lagi-lagi tidak terlambat ditangani.

    “Atau juga puskesmas agar bisa memastikan kasus-kasus klinis sederhana segera ditangani,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 3

    (naf/avk)

  • Berkaca dari Kasus Bocah Sukabumi, Cacing Bisa Masuk ke Tubuh dengan Cara Ini

    Berkaca dari Kasus Bocah Sukabumi, Cacing Bisa Masuk ke Tubuh dengan Cara Ini

    Jakarta

    Seorang balita di Sukabumi, Jawa Barat, bernama Raya (4) meninggal dunia karena infeksi cacing parah. Humas RSUD Syamsudin, dr Irfan mengungkapkan cacing bahkan sampai keluar dari hidung raya.

    Dari hasil pemeriksaan intensif, Raya didiagnosis mengidap askariaris, penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides).

    Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Aji Muhawarman menjelaskan Ascaris lumbricoides adalah salah satu jenis cacing yang umum menyebabkan infeksi, selain cacing tambang dan cacing cambuk. Meski begitu, cacing tambang bisa dikatakan sebagai jenis cacing paling besar yang biasanya menginfeksi.

    “Dalam kasus anak R di Sukabumi yang terinfeksi cacingan, kasus tersebut adalah kasus dengan jenis cacing gelang, karena jenis cacing ini ukurannya paling besar, sehingga bisa dilihat dengan mata biasa dan mudah dikenali dengan ukuran berkisar antara 10-35 cm,” kata Aji, Rabu (20/8/2025).

    Aji menjelaskan infeksi cacing gelang termasuk dalam kategori yang bisa ditularkan melalui tanah atau soil-transmitted helminths (STH). Ini dikarenakan siklus hidup cacing tambang memerlukan tanah untuk berkembang biak.

    Cacing tambang dapat menginfeksi manusia ketika seseorang menelan telur cacing yang terdapat pada makanan, minuman, atau tangan yang terkontaminasi tanah yang tercemar feses. Aji mengatakan penularan cacing gelang berkaitan erat dengan sanitasi buruk dan kebiasaan buang air besar (BAB) sembarangan.

    Inilah alasan penerapan gaya hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan sebelum makan sangat penting untuk dilakukan.

    “Bila telur infektif tertelan, telur akan menetas menjadi larva di usus halus kemudian menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu terbawa aliran darah ke jantung dan paru hingga bisa menyebabkan terjadinya pneumonia, dengan gejala batuk, pilek, tidak sembuh dalam waktu lama, bisa keluar cacing dari hidung dan sesak nafas,” jelasnya.

    Infeksi ini lebih banyak terjadi pada anak-anak. Aji mewanti-wanti dampak infeksi cacing yang dapat memengaruhi kecerdasan dan daya ketahanan tubuh pada anak.

    “Cacingan sebabkan gangguan pada intake makanan, pencernaan, penyerapan serta metabolismenya,” ujar Aji.

    “Secara kumulatif, infeksi cacing atau cacingan dapat menimbulkan kerugian gizi berupa kekurangan kalori dan protein serta kehilangan darah sehingga berdampak pada perkembangan fisik, kecerdasan, dan ketahanan tubuh,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Waka MPR Prihatin Balita Sukabumi Meninggal Dipenuhi Cacing: Lurah-RT ke Mana?

    Waka MPR Prihatin Balita Sukabumi Meninggal Dipenuhi Cacing: Lurah-RT ke Mana?

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menyoroti peristiwa meninggalnya balita perempuan bernama Raya, asal Kabandungan, Sukabumi, Jawa Barat, yang tubuhnya dipenuhi cacing. HNW mempertanyakan pemerintah di tingkat desa dalam mengawasi kasus tersebut.

    “Saya sampaikan sangat-sangat terenyuh, sangat-sangat prihatin dengan terjadinya kasus ini. Dan apalagi Indonesia kita ini dikenal, apalagi di daerah ya, dikenal dengan komunitas yang hidup rukun, komunitas yang apa namanya, hubungan sosialnya sangat bagus. Kok bisa kejadian ini, bagaimana?” kata HNW di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2025).

    HNW mempertanyakan peran lurah, RW, RT di tempat Raya tinggal. Seharusnya, kata dia, Pemda juga turun tangan memberikan perhatian.

    “Jadi, pemerintah di tingkat daerah pun juga ke mana mereka? Lurah, RT, RW itu, ini juga menjadi kritik yang mendasar ya. Jadi seluruh struktur negara itu harus hadir melaksanakan perintah konstitusi, yaitu melindungi seluruh tumpah dari Indonesia,” ujar HNW.

    “Dan solusi itu kan memang tidak harus dia sendiri melakukan katakanlah, RT kemudian melihat ada warganya yang orang tuanya ODGJ, kemudian ada warga rumahnya yang sudah sangat memprihatinkan, misal tidak bagus, kan ini segera kemudian menyampaikan ke mungkin warga sekitar, termasuk juga komunitas beragama kita kan ada masjid, harusnya juga aware dengan masalah ini,” tambahnya.

    “Jadi menurut saya ini sebuah kondisi yang sangat tidak semestinya terjadi dan semestinya tidak diulangi lagi, tapi sudah terjadi, ya harus segera ada perbaikan,” ujar HNW.

    “Perbaikannya itu adalah menghidupkan kembali kekerabatan di tingkat akar rumput, di tingkat daerah menghidupkan kembali struktur RT, RW, lurah, kelurahan untuk menjadi penyelesaian masalah di tingkat daerah,” sambungnya.

    Bocah perempuan berusia empat tahun itu dikenal sebagai salah satu anak dengan status BGM (bawah garis merah), istilah medis untuk kondisi gizi buruk. Karena itu, Raya menjadi perhatian utama dalam pelayanan posyandu setempat.

    “Ya kebetulan Raya itu sering ke posyandu, sehingga berat badannya kita kontrol. Memang sejak kecil Raya termasuk BGM itu di bawah garis merah, benar-benar terpantau kalau untuk berat badannya,” ujar Cisri Maryati selaku Bidan Desa Kabandungan saat ditemui, dilansir detikJabar, Rabu (20/8/2025).

    (dwr/lir)

  • Pilu Balita di Sukabumi Meninggal, Ini Bahaya Cacingan yang Kerap Dianggap Sepele

    Kemenkes Buka Suara Terkait Balita di Sukabumi Meninggal gegara Kecacingan

    Jakarta

    Buntut kasus kematian balita di Sukabumi pasca teridentifikasi lebih dari 1 kilogram cacing di tubuhnya, Kementerian Kesehatan RI sudah melakukan sejumlah upaya berkoordinasi dengan pemerintah setempat.

    Puskesmas Kabandungan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi menggencarkan pemberian makanan tambahan untuk anak dengan gizi kurang. Pemberian obat massal cacingan dengan albendazol secara rutin, setahun dua kali.

    “Juga dilakukan penyelidikan epidemiologi, untuk menggali riwayat dan faktor risiko pada pengidap, agar tidak terjadi infeksi lagi,” tutur Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman, Rabu (20/8/2025).

    Kemenkes RI mengimbau masyarakat untuk menjaga pola hidup bersih dan sehat. Selalu membiasakan mencuci tangan di waktu krusial seperti berikut:

    Setelah makanSetelah buang air besarSebelum menjamah makananSebelum menyusuiSetelah beraktivitas

    Masyarakat juga diimbau untuk tidak sembarangan buang air besar. Mengingat, kontaminasi larva cacing di tanah bisa bersumber dari BAB sembarangan, dan menjadi faktor risiko utama penularan.

    Hal yang tidak kalah penting adalah menjaga kebersihan makanan, utamanya buah dan sayuran.

    “Mencuci buah dan sayuran sebelum dimakan, memasak makanan dengan baik, dan menggunakan sumber air bersih,” beber Aji.

    “Jika ada gejala cacingan segera berobat ke puskesmas, dan untuk anak usia satu sampai 12 tahun minum obat cacing yang diberikan oleh petugas puskesmas 2 kali
    setahun,” pesan dia.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Berkaca dari Kasus Bocah Sukabumi, Cacing Bisa Masuk ke Tubuh dengan Cara Ini

    Respons Kemenkes RI soal Kasus Cacingan di Sukabumi Berujung Kematian

    Jakarta

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dr Ina Agustina Isturini, MKM, mengklaim tren kasus cacingan di Indonesia relatif menurun sejak pemerintah mencanangkan program eliminasi kasus, juga pemberian obat-obatan setahun dua kali. Utamanya pada wilayah endemis.

    Menurut dr Ina, daerah yang masih mencatat laporan kasus kecacingan terbanyak adalah wilayah Indonesia bagian timur. Sementara di pulau Jawa trennya dilaporkan relatif rendah.

    Berkaca pada kasus di Jawa Barat, program penanganan dan upaya eliminasi kasus kecacingan disebutnya sudah berjalan. Namun, peran utama yang perlu diperhatikan adalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat.

    “Jadi, orang-orang yang cacingan ketika diobati, tidak bisa langsung sepenuhnya sembuh bila perilaku hidup bersih dan sehatnya tidak diperbaiki. Dia tentu bisa kena lagi, meskipun sudah minum obat, karena kemudian misalnya masih main tanah, akan kembali cacingan,” wanti-wanti dr Ina saat ditemui di Gedung Sujudi Kemenkes RI, Jakarta Selatan, Rabu (20/8/2025).

    “Perlu dicatat obat itu bukan seperti vaksin. Tidak membuat seseorang ‘kebal’ dari infeksi,” sambung dia.

    Ia menyoroti jenis cacing yang terjadi pada balita di Jabar yakni ascaris atau cacing tanah. dr Ina mengimbau para orangtua untuk menjaga perilaku anak saat bermain, terlebih selepas menyentuh tanah atau bermain bola di lapangan luas.

    Upayakan untuk selalu menggunakan alas kaki saat bermain di tempat dengan lingkungan dan sanitasi yang buruk.

    Waspadai Anemia-BB Menurun

    dr Ina mengingatkan para orangtua untuk memperhatikan kondisi anak saat berat badannya menurun tanpa alasan yang jelas.

    “Yang pertama, kalau ada anak yang BB-nya nggak naik-naik, ada anemia, tentu berisiko, itu adalah gejala awal, memang dia harus diperiksa apalagi kalau daerah tersebut angka cacing-nya cukup tinggi,” beber dia.

    Risiko cacingan meningkat di daerah dengan sanitasi buruk dan masih banyaknya warga yang buang air besar sembarangan. Kemungkinan lain adalah saat mengonsumsi makanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, termasuk mengonsumsi sayur-sayuran yang tidak dibersihkan dengan sumber air yang layak.

    “Jadi intinya pencegahan, memperhatikan kebersihan, karena walaupun diobati, kalau tetap tidak PHBS, infeksi akan muncul kembali,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Varian Covid-19 yang Mendominasi Indonesia Saat Ini “
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)