kab/kota: Sukabumi

  • Video: Hampir 80 Persen Cacingan Gelang Terjadi pada Usia Sekolah

    Video: Hampir 80 Persen Cacingan Gelang Terjadi pada Usia Sekolah

    Jakarta – Belakangan tengah viral kasus balita di Sukabumi yang meninggal karena terinfeksi lebih dari 1 kilogram cacing di dalam tubuhnya. Kemenkes mengungkap kasus yang dialami balita tersebut karena cacing gelang atau cacing Ascaris Lumbricoides.

    Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI DR Dr Riyadi, SpA, Subs IPT(K), MKes mengungkapkan hampir 80 persen cacing gelang terjadi pada anak usia sekolah yaitu sekitar 5-10 tahun. Adapun, kelompok kedua yang paling banyak terkena adalah anak usia pra-sekolah yaitu sekitar 2-5 tahun.

    Klik di sini untuk menonton video lainnya…

    (/)

    kasus balita kasus balita di sukabumi balita cacingan balita raya sukabumi 1 kilogram cacing cacing ascaris lumbricoides ascaris lumbricoides cacing gelang

  • Obat Cacing Jadi Buruan Gen Z, Ini Wanti-wanti Guru Besar Farmasi UGM

    Obat Cacing Jadi Buruan Gen Z, Ini Wanti-wanti Guru Besar Farmasi UGM

    Jakarta

    Kematian balita Sukabumi dengan tubuh penuh cacing memicu rasa waswas banyak orang. Tidak sedikit yang kemudian mulai mencari berbagai jenis obat cacing.

    Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada Prof Zullies Ikawati menegaskan konsumsi obat cacing tidak diwajibkan untuk semua kelompok. Orang dengan kondisi sehat, lingkungan sanitasi bersih, serta tidak memiliki gejala kecacingan, tidak perlu ‘latah’ ikut mencari obat.

    Menurutnya, pemberian obat cacing rutin enam bulan sekali menjadi wajib bagi anak-anak maupun orang dewasa yang tinggal di daerah endemis alias wilayah yang masih mencatat kasus kecacingan.

    “Pemberian obat cacing dianjurkan secara rutin setiap 6 bulan sekali, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa yang tinggal di daerah endemis. Hal ini sejalan dengan rekomendasi WHO dan Kementerian Kesehatan RI melalui program mass drug administration (MDA),” kata Prof Zullies kepada wartawan, Jumat (22/8/2025).

    Bagi kelompok berisiko, pemberian obat cacing setiap bulan dianjurkan lantaran telur cacing bisa bertahan lama di lingkungan, sehingga rentan terjadi infeksi ulang.

    “Seseorang bisa kembali terinfeksi dalam beberapa minggu hingga bulan setelah pengobatan. Obat hanya membunuh cacing dewasa,” bebernya.

    Prof Zullies mencontohkan albendazol 400 mg atau mebendazol 500 mg dosis tunggal, yang selama ini diberikan, hanya efektif membasmi cacing dewasa, tidak mampu mencegah telur atau larva baru masuk.

    Siapa Saja yang Dianjurkan?

    Prof. Zullies menekankan ada kelompok prioritas yang berisiko lebih tinggi terkena infeksi cacing:

    Anak prasekolah (1-5 tahun), lebih rentan karena sering bermain tanah tanpa alas kaki.Anak usia sekolah (6-14 tahun), target utama program pemberian obat cacing di sekolah dasar.Wanita usia subur, termasuk ibu hamil trimester kedua dan ketiga.Orang dewasa di daerah endemis dengan sanitasi buruk (pekerja sawah, kebun, tambang, atau yang sering kontak tanah).Populasi dengan status gizi rendah.

    “Orang dewasa yang tinggal di perkotaan dengan sanitasi baik, air bersih, serta kebersihan pribadi terjaga biasanya tidak perlu minum obat cacing setiap 6 bulan. Namun tetap dianjurkan bila ada risiko tinggi atau gejala,” tutur Prof. Zullies.

    “Dengan memahami sasaran dan jadwal yang tepat, pemberian obat cacing akan lebih efektif dalam mencegah malnutrisi, anemia, dan dampak jangka panjang akibat kecacingan,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

    Tren Gen Z Beli Obat Cacing

    4 Konten

    Kasus meninggalnya seorang bocah di Sukabumi karena kecacingan yang tidak tertangani menuai sorotan banyak pihak. Bahkan memunculkan tren baru di kalangan Gen Z, yakni ramai-ramai beli dan minum obat cacing sendiri.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Anak Usia Sekolah Jadi Kelompok Terbanyak yang Kecacingan, Waspadai Gejalanya

    Anak Usia Sekolah Jadi Kelompok Terbanyak yang Kecacingan, Waspadai Gejalanya

    Jakarta

    Belum lama ini, kasus kematian balita di Sukabumi, Jawa Barat karena kecacingan jadi sorotan. Sering dianggap sepele, penyakit ini kini mendapatkan banyak perhatian dari masyarakat.

    Cacing gelang atau Ascaris lumbricoides adalah jenis yang paling banyak menginfeksi manusia, baik di Indonesia maupun di dunia. Populasi yang terkena hampir 80 persennya adalah anak usia sekolah, yaitu 5-10 tahun.

    “Kenapa? karena mereka mereka aktif bermain di tanah, aktif bermain di luar. Nah ini mungkin kemampuan mereka, edukasi mereka tentang perilaku hidup bersih dan sehat belum optimal, makanya kenapa anak usia sekolah yang paling banyak,” kata Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI dr Riyadi, SpA, Subs IPT(K), MKes dalam agenda temu media IDAI, Jumat (22/8/2025).

    Kelompok kedua yang paling banyak terkena adalah anak usia pra sekolah, 2-5 tahun. Sebab mereka sudah mulai bisa berjalan dan bermain di luar.

    “Bagaimana kita mengedukasi nih orang tua, karena anak-anak ini, apalagi usia 2-5 tahun sama sekali kalau dilihat, ada yang bergerak di tanah mikirnya, oh ada mainan baru, malah dia pegang” tambahnya.

    Dikatakan bahwa seperdelapan populasi di dunia terinfeksi cacing gelang. Cacing ini senang di negara yang hangat dan lembab, seperti di Indonesia. Cacing gelang dapat hidup di tubuh manusia hingga 2 tahun.

    “Kalau besar, hidupnya bisa di usus halus. ini bisa sebesar ini, cacing yang jantannya bisa sampai 30 cm. Dan dia bisa hidup sampai 2 tahun,” kata dr Riyadi.

    “Kalau ada orang kecacingan, tidak diobati, dia buang air besar sembarangan, telurnya, satu cacing saja 200 ribu telur. Terbayang apabila satu orang individu, satu orang anak saja, punya cacing yang sampai 1-2 kg,” tambahnya.

    Sehingga, bukan cacing dewasa yang tertelan, tapi dalam bentuk telur, larva, baru menjadi cacing dewasa. Prosesnya memerlukan waktu selama 2-3 bulan sebelum menjadi cacing dewasa.

    “Artinya, kalau seorang anak sampai sudah ditemukan cacing dewasa, bukan saat itu dia tertular. Minimal sudah 3 bulan sebelumnya,” kata dr Riyadi.

    Apa Saja Gejala Cacingan?

    Saat cacing berbentuk larva, bisa terjadi batuk-batuk seperti orang yang terkena infeksi paru-paru, tapi bukan TBC. Jika bentuk dewasa hidupnya di saluran cerna.

    “Kalau dia hidup di saluran cerna, biasanya jarangnya tidak berat ya. Seringnya apa? mual Nafsu makan kurang. Susah BAB. Kenapa? Karena dia nyumbat. Kalau sudah kronis tadi, bisa jadi stunting,” tutur dr Riyadi,

    Cacing juga bisa berkumpul di usus, lalu ke usus buntu dan bisa juga ke saluran empedu. Jika sudah bermigrasi, bisa keluar ke anus, hidung, dan mulut.

    “Harus diingat. Keluarnya cacing dari tubuh bukan menandakan ganasnya cacing. Bukan. Artinya apa? Jumlah cacingnya sudah banyak. Sudah sampai bentuk dewasa. Tadi ya, minimal 3 bulan,” kata dr Riyadi.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Mengenal Ascaris Lumbricoides, Cacing Gelang yang Menginfeksi Raya”
    [Gambas:Video 20detik]
    (elk/kna)

  • Streamer Prancis Tewas Tragis Saat Live 10 Hari, Keluarga Angkat Bicara

    Streamer Prancis Tewas Tragis Saat Live 10 Hari, Keluarga Angkat Bicara

    Jakarta

    Dunia streaming tengah berduka setelah streamer asal Prancis, Raphael Graven atau yang lebih dikenal dengan nama daring Jean Pormanove, dilaporkan meninggal dunia secara tragis saat melakukan siaran langsung di platform Kick.

    Pria berusia 46 tahun itu menghembuskan napas terakhir setelah menjalani maraton streaming selama 10 hari tanpa henti di rumahnya di Contes, dekat Nice.

    Kabar kematian Graven pertama kali mengejutkan publik pada Senin (18/8/2025). Kini, pihak keluarga akhirnya angkat bicara dan memecah kebisuan mengenai kondisi sang streamer sebelum meninggal.

    Pesan Terakhir untuk Keluarga

    Dalam wawancara dengan media lokal RTL, ibu Graven menggambarkan putranya sebagai sosok berhati besar yang menemukan “keluarga kedua” di komunitas streaming. Namun, di balik layar, ia menanggung penderitaan berat.

    “Saya bangga dengan apa yang dia capai, tapi dia tidak seharusnya meninggal seperti itu, mungkin karena kelelahan,” ungkap ibunya dikutip dari Boredpanda. Sang ibu juga membagikan pesan terakhir dari Graven yang penuh tekanan emosional: “Saya merasa disandera oleh konsep busuk mereka. Saya muak.”

    Saudara perempuannya menambahkan bahwa Raphaël terjebak dalam lingkaran eksploitasi, di mana dirinya terus-menerus dipaksa melakukan aksi ekstrem demi donasi penonton.

    Raphaël Graven Foto: x.com/JeanPormanove

    Disiksa Demi Hiburan Penonton

    Berbeda dengan streamer kebanyakan, Graven bukan fokus pada game atau ulasan teknologi, melainkan tren gelap streaming Prancis: konten merendahkan diri. Dalam siarannya, ia rela menjadi sasaran tamparan, dicekik, disiram cairan busuk, hingga ditembak paintball. Semua dia lakukan demi ‘hiburan’ bagi para penonton yang memberikan donasi.

    Semakin ekstrem aksinya, semakin banyak uang yang masuk. Bahkan, dalam siaran terakhirnya, Graven dilaporkan meraup lebih dari Rp 740 juta dari penonton.

    Sayangnya, penderitaan fisik dan mental yang dialami olehnya semakin parah. Dalam rekaman hari-hari terakhir, terlihat Graven semakin lemah, hingga akhirnya terbaring tak responsif pada hari ke-10.

    Kick Dikritik, Pemerintah Turun Tangan

    Graven beserta dua rekannya. Foto: Raphaël Graven

    Graven kolaborasi dengan dua streamer, Owen Cenazandotti (Naruto) dan Safine Hamadi (Safine), yang diduga mengorkestrasi “maraton hukuman” selama 10 hari. Dalam maraton ini, Graven mengalami kekerasan, penghinaan, dan kurang tidur ekstrem.

    Video menunjukkan ia dibangunkan dengan suara motor atau semprotan blower, bahkan disiram air. Pada hari ketujuh, penonton mulai menyadari Graven bergerak lebih lambat. Pada hari kesembilan, ia nyaris tak bisa duduk. Pada hari kesepuluh, ia terbaring tak bergerak di bawah selimut, sementara Naruto dan Safine terus merekam, bahkan melempar botol air plastik ke arahnya tanpa respons.

    Naruto kemudian mengumumkan kematian Graven di Instagram, menyebutnya “saudara dan sahabat karib” sambil meminta penggemar tidak menyebarkan cuplikan momen kematiannya.

    Tragedi ini memicu kecaman terhadap Kick, platform streaming yang dikenal lebih permisif dibanding Twitch. Menteri Muda Teknologi Digital Prancis, Clara Chappaz, menyebut insiden ini sebagai “kengerian mutlak” dan menuding Kick lalai membiarkan eksploitasi berlangsung.

    Kasus ini kini diselidiki regulator media Prancis, sementara polisi di Nice mengonfirmasi hasil autopsi awal menemukan memar di tubuh Graven, meski penyebab utama kematian masih menunggu hasil uji toksikologi.

    Streamer jeanpormanove diduga disiksa dan dipermalukan sebelum ditemukan meninggal dunia saat siaran langsung Foto: Instagram/jeanpormanove

    Jaksa menyatakan bahwa kematiannya kemungkinan disebabkan oleh masalah medis atau toksikologi, dan tidak terkait dengan campur tangan pihak ketiga. Graven diketahui memiliki riwayat masalah kardiovaskular dan sedang menjalani pengobatan untuk tiroid.

    Meski demikian, banyak pihak mempertanyakan mengapa tidak ada intervensi sebelumnya, terutama karena Naruto dan Safine pernah diselidiki pada Januari 2025 atas dugaan penganiayaan terhadap orang rentan, meskipun Graven saat itu menyangkal menjadi korban dan menyebut aksi-aksi tersebut sebagai “rekayasa untuk menciptakan kehebohan dan menghasilkan uang.”

    Sementara itu, dukungan datang dari berbagai pihak. Streamer AS Adin Ross dan rapper Drake bahkan menawarkan untuk menanggung biaya pemakaman Graven. Ross menyebut kasus ini sebagai sesuatu yang “mengerikan dan menjijikkan” serta menyerukan konsekuensi tegas bagi pihak yang terlibat.

    Kematian Raphaël Graven kini menjadi simbol peringatan keras mengenai bahaya eksploitasi dalam dunia streaming. Di balik popularitas dan keuntungan besar, ada harga mahal yang harus dibayar seorang kreator ketika sistem pengawasan platform longgar dan penonton menginginkan tontonan ekstrem tanpa memikirkan dampaknya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Top 5: Dari Kasus Balita Sukabumi sampai Reuni Peterpan!”
    [Gambas:Video 20detik]
    (afr/afr)

  • Gen Z Ramai-ramai Beli Obat Cacing Imbas Kematian Bocah Sukabumi, Dokter Ingatkan Ini

    Gen Z Ramai-ramai Beli Obat Cacing Imbas Kematian Bocah Sukabumi, Dokter Ingatkan Ini

    Jakarta

    Kasus kematian balita di Sukabumi, Jawa Barat, menjadi perhatian serius. Penyakit kecacingan kerap dianggap sepele padahal bisa menurunkan kualitas hidup orang yang terinfeksi.

    Di media sosial, tidak sedikit Gen Z yang ‘borong’ obat cacing, menyusul kejadian nahas bocah di Sukabumi. Tidak sedikit yang mengaku takut dan parno sehingga akhirnya mengonsumsi obat cacing di usia dewasa.

    “Jangan lupa minum obat cacing 6 bulan sekali. Terakhir minum pas SD, sekarang umur 26 baru minum lagi,” tulis narasi video viral di TikTok.

    “Ketakutan Gen Z: minum obat cacing,” komentar pengguna lainnya.

    Menanggapi hal tersebut, Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI dr Riyadi, SpA, Subs IPT(K), MKes mengatakan obat cacing secara umum aman dikonsumsi segala usia karena kecacingan bisa terjadi pada siapa saja.

    Tetapi dia mengingatkan konsumsi obat cacing albendazol hanya dengan indikasi dan harus dengan resep dokter.

    “Minum obat cacing kalau bergejala boleh, umur 1 tahun sampai umur berapa pun bisa. Di atas 1 tahun, kalau ada gejala, ada indikasi, jangan lupa minum obat harus dengan saran dokter,” kata dr Riyadi dalam agenda temu media IDAI, Jumat (22/8/2025).

    “Obat cacing itu kayak antibiotik, dia antimikroba. Jangan berlebihan karena ada kemungkinan resisten,” tegas dia.

    Tak jauh berbeda dengan gejala kecacingan pada anak, infeksi di usia dewasa bisa terjadi akibat sanitasi dan kebersihan pribadi yang buruk, yang menyebabkan penularan melalui makanan atau tangan yang terkontaminasi telur cacing.

    Dikutip dari Mayo Clinic, gejala kecacingan bisa berupa gatal di anus atau vagina, masalah pencernaan seperti diare dan mual, penurunan berat badan, serta kelelahan.

    dr Riyadi menambahkan kecacingan sebenarnya jarang menyebabkan kematian namun berisiko kronis. Artinya, kecacingan bisa membuat seseorang lebih rentan terinfeksi penyakit lain, menyebabkan perburukan kesehatan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Dokter Ingatkan soal Tren Beli Obat Cacing Usai Kasus Balita Sukabumi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/up)

    Tren Gen Z Beli Obat Cacing

    5 Konten

    Kasus meninggalnya seorang bocah di Sukabumi karena kecacingan yang tidak tertangani menuai sorotan banyak pihak. Bahkan memunculkan tren baru di kalangan Gen Z, yakni ramai-ramai beli dan minum obat cacing sendiri.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Pemerintah diminta prioritaskan perlindungan anak

    Pemerintah diminta prioritaskan perlindungan anak

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Bidang Kesehatan DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning meminta pemerintah dan DPR agar memprioritaskan perlindungan anak menyusul tragedi meninggalnya balita bernama Raya (4) asal Kampung Padangenyang, Sukabumi, akibat infeksi cacing.

    “Ini tamparan keras bagi kita semua. Anak kecil meninggal bukan karena kanker langka atau penyakit berat, tapi karena penyakit cacingan. Penyakit yang semestinya sudah bisa dikendalikan puluhan tahun lalu,” kata Ribka dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, di tengah gencarnya program kesehatan nasional dan klaim peningkatan kesejahteraan, seorang anak justru meninggal karena penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan obat seharga seribu rupiah.

    Dia pun mengkritisi lemahnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan dasar anak-anak Indonesia.

    “Pemerintah pusat dan daerah tidak bisa lagi berpangku tangan. Jika tragedi ini tidak menjadi alarm nasional, mau berapa lagi yang harus jadi korban,” ujar mantan anggota DPR itu.

    Dia menegaskan perhatian terhadap kesehatan masyarakat di Sukabumi bukan hal baru baginya.

    Saat menjabat sebagai anggota DPR, dia mengaku memprakarsai pembangunan rumah sakit tanpa kelas, sebuah fasilitas kesehatan untuk rakyat kecil yang tidak membeda-bedakan pasien berdasarkan kelas perawatan.

    Namun, bangunan tersebut kini tidak lagi difungsikan sebagai rumah sakit karena masalah perizinan dari pemerintah daerah.

    “Saya mendirikan rumah sakit tanpa kelas untuk memastikan rakyat miskin punya akses kesehatan layak. Tapi sayangnya, karena persoalan perizinan, bangunan itu sekarang beralih fungsi. Ini kan bukti bahwa niat baik sering terhambat birokrasi,” papar Ribka.

    Dia pun meminta pemerintah agar memperkuat layanan kesehatan primer, termasuk memastikan program pemberian obat cacing massal berjalan efektif hingga pelosok desa.

    Selain itu, dia juga meminta agar pemerintah menjamin akses sanitasi dasar dan air bersih dengan mengalokasikan anggaran prioritas khusus untuk anak-anak rentan, khususnya di daerah terpencil, karena penyakit cacingan berkaitan langsung dengan kemiskinan dan lingkungan kotor.

    “Menggalakkan edukasi kesehatan publik agar keluarga memahami pentingnya kebersihan diri dan lingkungan,” imbuh Ribka.

    Di sisi lain, dia menyerukan kepada anggota DPR agar isu kesehatan anak tidak dijadikan panggung politik.

    “Kita tidak boleh sibuk berdebat soal anggaran dan lupa bahwa ada anak-anak yang mati sia-sia di kampung-kampung. Ini soal nyawa, bukan sekadar program di atas kertas,” tegas Ribka.

    Tragedi Raya, tambah dia, menegaskan tantangan kesehatan dasar di Indonesia belum tuntas sehingga negara harus hadir melalui aksi nyata yang menyentuh masyarakat miskin di akar rumput, bukan sekadar lewat spanduk dan laporan rapat.

    Pewarta: Syaiful Hakim
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kasus Balita Cacingan di Sukabumi yang Meninggal Jadi Alarm Nasional

    Kasus Balita Cacingan di Sukabumi yang Meninggal Jadi Alarm Nasional

    Jakarta

    Kasus kematian balita di Sukabumi pasca ditemukan cacing sekitar 1 kilogram pada tubuhnya, menyita banyak perhatian publik. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, menyebut pemerintah sebenarnya sudah melakukan deworming massal pemberian obat cacing gratis sejak 1975.

    Hal ini dibarengi dengan kampanye perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

    Namun, laporan kasus kematian balita di Sukabumi menandakan program yang dilakukan belum menyentuh seluruh sasaran termasuk keluarga paling membutuhkan.

    “Kasus Sukabumi ini menegaskan perlunya program tersebut dijalankan lebih aktif, tepat sasaran, dan menyentuh keluarga yang paling membutuhkan,” bebernya dalam keterangan tertulis, Jumat (22/8/2025).

    “Pemerintah berkomitmen memperkuat pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang. Setiap anak Indonesia berhak atas masa depan yang sehat, aman, dan terlindungi,” lanjutnya.

    Pihaknya juga menilai laporan ini menjadi tanda alarm nasional yang memerlukan tindakan dan responsif cepat, dengan koordinasi lintas sektor.

    “Pemerintah aware, tanggap, dan segera bertindak. Kasus ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa masalah gizi buruk dan penyakit yang bisa dicegah tidak boleh dibiarkan berlarut. Dengan memperkuat Posyandu, memperkuat data kesehatan, serta memperkuat pendampingan keluarga rentan, kami berkomitmen memastikan setiap anak Indonesia tumbuh sehat dan terlindungi,” kata Pratikno, menyampaikan belasungkawa.

    Pada Kamis malam (21/8), Pratikno disebut sudah berkoordinasi lebih lanjut dengan Gubernur Jawa Barat dan dinas terkait. Selain itu, pihaknya juga mengadakan rapat daring dengan pejabat Eselon I dan Eselon II Kemenko PMK terkait isu kesehatan anak demi penggalian informasi.

    Rapat koordinasi lanjutan pada hari Jumat, 22 Agustus 2025 dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dalam rangka percepatan peningkatan kesehatan anak.

    (naf/kna)

  • Pratikno: Meninggalnya Balita karena Cacingan Akut adalah Alarm Nasional
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 Agustus 2025

    Pratikno: Meninggalnya Balita karena Cacingan Akut adalah Alarm Nasional Nasional 22 Agustus 2025

    Pratikno: Meninggalnya Balita karena Cacingan Akut adalah Alarm Nasional
    Tim Redaksi
    J
    AKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, menyampaikan bahwa kasus RY (4), balita yang meninggal karena infeksi cacing di Sukabumi, menjadi alarm nasional.
    “Pemerintah menegaskan bahwa peristiwa ini merupakan alarm nasional yang menuntut langkah cepat, terukur, dan koordinasi lintas sektor agar tidak terulang kembali,” kata Pratikno dalam keterangan pers, dikutip Jumat (22/8/2025).
    Pratikno menyampaikan duka cita mendalam atas meninggalnya RY. Ia memastikan peristiwa seperti yang dialami RY tak terulang kembali.
    Pratikno menuturkan, pemerintah akan lebih memberi perhatian dan segera bertindak apabila ditemukan kasus serupa ke depan.
    “Kasus ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa masalah gizi buruk dan penyakit yang bisa dicegah tidak boleh dibiarkan berlarut,” tegasnya.
    Pratikno menyampaikan, pemerintah akan memperkuat Posyandu, memperkuat data kesehatan, serta memperkuat pendampingan keluarga rentan.
    “Kami berkomitmen memastikan setiap anak Indonesia tumbuh sehat dan terlindungi,” ujarnya.
    Sebagai tindak lanjut, Pratikno berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Barat dan dinas terkait pada Kamis (21/8/2025) malam.
    Selain itu, ia juga langsung mengadakan rapat daring dengan pejabat Eselon I dan Eselon II Kemenko PMK terkait isu kesehatan anak.
    “Tujuannya adalah melakukan penggalian informasi, menyatukan pandangan,” ucapnya.
    Pratikno akan segera menggelar rapat koordinasi lanjutan pada Jumat (22/8/2025) dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dalam rangka percepatan peningkatan kesehatan anak.
    “Pemerintah berkomitmen memperkuat pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang. Setiap anak Indonesia berhak atas masa depan yang sehat, aman, dan terlindungi,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 53 Gempa Guncang RI dalam 24 Jam: Bekasi M3,1-Aceh M4,8

    53 Gempa Guncang RI dalam 24 Jam: Bekasi M3,1-Aceh M4,8

    Jakarta, CNBC Indonesia– Puluhan gempa terjadi di RI dalam waktu 24 jam terakhir. Mengutip data BMKG setidaknya ada 53 gempa, termasuk gempa susulan di Kabupaten Bekasi, gempa susulan di Poso, gempa dengan magnitudo di atas 4 di Aceh dan Papua.

    Lalu apa saja rinciannya? Berikut rangkuman CNBC Indonesia, dari data X BMKG, dirangkum Kamis-Jumat (22/8/2025).

    1.Gempa Bekasi, Jabar

    Gempa Kabupaten Bekasi kembali terjadi Rabu pukul 06:05 WIB, Kamis dengan magnitudo 3,3. Pusat gempa berada di 16 kilometer (km) Tenggara Bekasi, Jabar.

    2.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa Poso, Sulteng, terjadi pukul 8:12 WIB. Gempa memiliki magnitudo 2,8 dengan pusat gempa berada di 20 km barat laut Poso.

    3.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa susulan juga terjadi di Poso, tak lama setelah gempa pertama, pukul 8:29 WIB. Gempa memiliki magnitudo 3,8.

    4.Gempa Bekasi, Jabar

    Gempa kembali mengguncang Kabupaten Bekasi dua jam setelah gempa pukul 06:05 WIB, dengan magnitudo 2,6, sekitar pukul 8:39 WIB.

    5.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa susulan terbaru lagi juga tercatat di Poso, Sulteng dengan magnitudo 3,7. Gempa terjadi 9:01 WIB.

    6.Gempa Melonguane, Sulut

    Gempa Melonguane, Sulut, terjadi di kedalaman 29 km, dengan magnitudo 3,1 pukul 09:17 WIB.

    7.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa susulan di Poso, Sulteng, terjadi pukul 09:29 WIB, dengan magnitudo 2,5.

    8.Gempa Purbalingga, Jateng

    Gempa Purbalingga, Jateng, terjadi pukul 09:30 WIB. Gempa berada di 3 km barat laut Purbalingga dengan kedalaman 10 km, berkekuatan 2,1 skala ritcher.

    9.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa Poso, Sulteng, terjadi lagi pukul 09:59 WIB, dengan magnitudo 2,9.

    10.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa susulan baru terjadi di Poso 10.04 WIB, dengan magnitudo 3,4.

    11.Gempa Sukabumi, Jabar

    Gempa terjadi di Sukabumi, Jabar dengan magnitudo 3,3. Gempa terjadi sekitar pukul 10:38 WIB.

    12.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa Poso terjadi lagi pukul 10.58 WIB. Gempa tersebut berada di kedalaman 12 km dengan magnitudo 2,2.

    14.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa mengguncang lagi Poso jam 11:06 WIB, dengan kekuatan 2,2 skala ritcher.

    15.Gempa Sarmi, Papua

    Gempa terjadi di Sarmi, Papua, pukul 12:36 WIB. Gempa memiliki magnitudo 3,1.

    16.Gempa Bandung, Jabar

    Gempa terjadi lagi di Kabupaten Bandung, Jabar, pukul 12:39 WIB. Gempa memiliki magnitudo 2,5.

    17.Gempa Aceh

    Gempa dengan magnitudo 4,8 terjadi di laut Aceh pukul 13:27 WIB. Gempa berlokasi di 404 km barat daya, Sinabang, Aceh.

    18.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa Poso, Sulteng, terjadi lagi pukul 13:37 WIB. Gempa memiliki magnitudo 2,5.

    19.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa susulan terjadi lagi pukul 13:40 WIB. Gempa memiliki magnitudo 2,6.

    20.Gempa Sarmi, Papua

    Gempa lagi terjadi di Sarmi, Papua, pukul 14:59 WIB. Gempa cukup kuat dengan magnitudo 4,6.

    21.Gempa Melonguane, Sulut

    Gempa baru juga terjadi di Melonguane, Sulut, pukul 17:34 WIB. Gempa memiliki magnitudo 2,9.

    22.Gempa Labuan Bajo, NTT

    Gempa terjadi di Labuan Bajo, NTT dengan magnitudo 2,3. Gempa terjadi pukul 17:38 WIB.

    23.Gempa Jayapura, Papua

    Gempa terjadi pukul 17:39 WIB di Jayapura, Papua. Gempa memiliki magnitudo 2,7 dengan lokasi 90 km Timur Laut Kabupaten Jayapura.

    24.Gempa Bima, NTB

    Gempa Bima, NTB, terjadi pukul 17:59 WIB. Gempa memiliki magnitudo 2,4.

    25.Gempa Mitra, Sulut

    Gempa terjadi di Ratahan, Mitra, Sulut pukul 18:06 WIB, dengan magnitudo 3,1.

    26.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa Poso, Sulteng terjadi lagi pukul 18:11 WIB, dengan magnitudo 3,1.

    27.Gempa Bekasi, Jabar

    Gempa Bekasi terjadi lagi pukul 18:27 WIB. Gempa memiliki magnitudo 3,1.

    28.Gempa Sukabumi, Jabar

    Gempa Sukabumi terjadi pukul 18:51 WIB dengan magnitudo 2,4.

    29.Gempa Cilacap, Jateng

    Genpa terjadi dengan magnitudo 3,1 pukul 19:13 WIB. Gempa berpusat di 90 km Barat Daya Cilacap, Jateng.

    30.Gempa Bondowoso, Jatim

    Gempa terjadi di Bondowoso, Jatim pukul 19:23 WIB. Gempa tercatat memiliki magnitudo 2,9.

    31.Gempa Sigli, Sulteng

    Gempa terjadi di 14 km Sigli, Sulteng, pukul 19:43 WIB. Gempa memiliki kedalaman 67 km namun dengan magnitudo rendah 1,7.

    32.Gempa Sarmi, Papua

    Gempa kembali mengguncang Sarmi, Papua pukul 20:19 WIB. Kali ini gempa memiliki magnitudo 4,5.

    33.Gempa Maluku

    Gempa terjadi di Seram bagian Timur, Maluku pukul 20:43 WIB. Gempa memiliki magnitudo 2,3.

    34.Gempa Sukabumi, Jabar

    Gempa terjadi lagi di Sukabumi pukul 20:52 WIB. Gempa memiliki magnitudo 2,8.

    35.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa susulan terus terjadi di Poso, Sulteng. Gempa terjadi pukul 21:46 WIB magnitudo 3,5.

    36.Gempa Labuan Bajo, NTT

    Gempa lagi terjadi di Labuan Bajo, NTT pukul 21:57 WIB, dengan magnitudo 4,2. Gempa berpusat di 25 km barat laut wilayah itu dengan kedalaman 176 km.

    37.Gempa Manokwari, Papua Barat

    Gempa mengguncang Manokwari, Papua Barat dengan magnitudo 3,7 pukul 22:27. Lokasi pusat gempa berada di 43 km tenggara wilayah itu, dengan kedalaman 10 km.

    38.Gempa Bone Bolango, Gorontalo

    Gempa Bone Bolango, Gorontalo terjadi pukul 22:47 WIB dengan magnitudo 2,9.

    39.Gempa Bima, NTT

    Gempa mengguncang kota Bima, NTT pukul 23:06 WIB, dengan magnitudo 3,3.

    40.Gempa Bantul, DIY

    Gempa mengguncang Bantul, DIY, dengan pusat 96 km dari wilayah tersebut, pukul 23:45 WIB. Dilaporkan gempa memiliki magnitudo 3,5.

    41.Gempa Maumere, NTT

    Gempa terjadi di Maumere, Sikka, NTT pukul 00:08 WIB dengan magnitudo 2,7.

    42.Gempa Luwu Timur, Sulsel

    Gempa terjadi di Luwu Timut, Sulsel dengan magnitudo 3,2 pukul 00:25 WIB.

    43.Gempa Labuan Bajo, NTT

    Gempa di Labuan Bajo terjadi lagi pukul 00:50 WIB dengan magnitudo 2,5.

    44.Gempa Maluku Tengah

    Gempa mengguncang Maluku Tengah pukul 01:26 WIB dengan magnitudo 2,8.

    45.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa terus terjadi di Poso. Pukul 01:58 WIB gempa kembali terasa dengan magnitudo 2,2.

    46.Gempa Sumbawa Barat, NTB

    Gempa terjadi di Sumbawa Barat, NTB, dengan pusatnya 68 km Tenggara wilayah itu, pukul 02:05 WIB. Gempa memiliki magnitudo 3,6.

    47.Gempa Seram bagian Timur, Maluku

    Gempa terjadi di Seram bagian Timur Maluku, pukul 02:31 WIB. Gempa memiliki magnitudo 3,7 dan berada di kedalaman 8 km.

    48.Gempa Poso, Sulteng

    Gempa terjadi lagi di Poso, Sulteng, pukul 03:05 WIB dengan magnitudo 3,4.

    49.Gempa Poso, Sulteng

    Poso, Sulteng kembali dilanda gempa pukul 03:43 WIB. Gempa memiliki magnitudo 2,0.

    50.Gempa Daruba, Maluku

    Gempa mengguncang Daruba, Maluku pukul 04:19 WIB dengan magnitudo 3,3. Gempa berlokasi 11 km timur laut wilayah itu dengan kedalaman 50 km.

    51.Gempa Sibolga, Sumut

    Gempa terjadi di Sibolga, Sumut. Gempa tersebut tercatat memiliki magnitudo 2,6, dengan pusatnya berada di 39 km barat daya daerah itu dan kedalaman 57 km.

    52.Gempa Banggai Kepulauan, Sulteng

    Gempa terjadi di Banggai Kepulauan, pukul 05:18 WIB, dengan magnitudo 3,2.

    53.Gempa Belu, NTT

    Gempa juga tercatat kembali terjadi di NTT, pukul 05:40 WIB. Kali ini 52 km timur laut Belu, dengan magnitudo 3,3.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ironi! Wakil Rakyat Berjoget Bergelimang Tunjangan, Masih Ada Balita Meninggal Cacingan

    Ironi! Wakil Rakyat Berjoget Bergelimang Tunjangan, Masih Ada Balita Meninggal Cacingan

    GELORA.CO –  Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyoroti kurangnya empati para wakil rakyat alias anggota DPR RI terhadap penderitaan rakyat, apalagi dikaitkan dengan kasus balita asal Sukabumi, Raya, yang meninggal dunia dengan tubuh dipenuhi cacing gelang (Ascaris lumbricoides).

    Bagaimana tidak, Raya sendiri dikabarkan meninggal pada 22 Juli 2025 lalu. Sedangkan belakangan DPR malah terlihat berjoget di acara formal, bahkan memamerkan gaji dan tunjangan yang sangat fantastis.

    Peneliti di Formappi, Lucius Karus, mengatakan seharusnya DPR sebagai lembaga wakil rakyat bisa hadir untuk pencegahan sebelum kisah tragis tersebut terjadi.

    “Ya harusnya sih kasus-kasus seperti di Sukabumi itu menjadi perhatian DPR. Kan mereka wakil rakyat seluruh Indonesia,” kata Lucius saat dihubungi Akurat.co, Kamis (21/8/2025).

    Dia mengatakan, dengan jumlah tunjangan lebih dari Rp100 juta per bulan yang diterima, mereka para anggota dewan harus bisa menemukan solusi atas persoalan rakyat.

    “Mestinya tunjangan fantastis itu membuat DPR menjadi yang paling siap untuk hadir di tempat rakyat membutuhkan demi menemukan solusi atas persoalan yang terjadi sekali problem yang menjadi alasan dari masalah itu,” tuturnya.

    Dia juga memandang bahwa tidak ada alasan bagi anggota DPR, untuk tidak mementingkan kepentingan rakyat sebagai prioritas. “Kalau DPR mengaku bekerja sibuk, ya harusnya di mana masalah ada, di situ mereka muncul untuk memperjuangkan kepentingan rakyat,” ujar Lucius.

    Maka dari itu, Lucius menilai, lembaga pembuat Undang-Undang itu kini tidak pantas menerima tunjangan fantastis jika banyak persoalan rakyat yang tidak tersentuh.

    “Kalau situasinya seperti sekarang, DPR-nya menghilang dari tempat di mana persoalan rakyat terjadi. Itu artinya tunjangan mereka untuk dinikmati sendiri saja, bukan untuk mendukung pekerjaan mereka,” tutupnya.

    Kasus kematian Raya sebelumnya juga membuat Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi angkat bicara. Dia menegaskan, kasus ini sebagai peringatan serius bagi Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan pemerintah desa agar lebih tanggap terhadap persoalan warganya.

    Peristiwa memilukan ini sekaligus memantik kritik terhadap fungsi layanan kesehatan dasar, seperti bidan desa, Posyandu, hingga Puskesmas, yang dinilai tidak berjalan optimal.

    Dalam keterangannya di Gedung Pakuan, Bandung, Rabu (20/8/2025), Dedi Mulyadi mengaku sudah terlalu sering menerima laporan masalah dari Sukabumi. Menurutnya, banyak persoalan warga yang seharusnya bisa ditangani langsung oleh pemerintah kabupaten atau desa, tetapi justru sampai ke tingkat gubernur.

    “Ini warning bagi Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan pemerintah desanya, karena kasus di Sukabumi terlalu banyak yang saya tangani,” ujar Dedi.