kab/kota: Sukabumi

  • 133 Waga Sukabumi Keracunan Massal Usai Santap Hidangan Hajatan

    133 Waga Sukabumi Keracunan Massal Usai Santap Hidangan Hajatan

     

    Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Sekarwangi, Andry Apryana Jaya, menyatakan bahwa pihaknya menerima informasi kasus keracunan ini sekitar pukul 21.30 WIB. Menurutnya, ada 133 korban yang sudah diperiksa di Puskesmas Kabandungan.

    “Dari jumlah itu, 35 orang sedang diinfus dan di observasi di puskesmas, sementara empat orang sudah dirujuk ke RSUD Sekarwangi,” jelas Andry.

    Dari empat pasien yang dirujuk, dua di antaranya adalah anak berusia 13 tahun dan 5 tahun. Sedangkan dua pasien lainnya adalah lansia berusia 65 tahun dan seorang dewasa 36 tahun.

    Ia menambahkan, RSUD Sekarwangi telah melakukan persiapan khusus untuk mengantisipasi jika ada tambahan pasien yang dirujuk. 

    “Kami sudah mengosongkan satu ruangan khusus di UGD dan menyiapkan satu ruangan lagi di IGD 2 jika kasusnya bertambah,” ujarnya.

    Menurut Andry, pasien keracunan yang dirujuk ke rumah sakit biasanya mengalami dehidrasi berat akibat muntah dan diare terus-menerus. 

    “Kondisi ini membuat mereka sulit makan dan minum, sehingga perlu penanganan lebih lanjut yang tidak bisa lagi ditangani di puskesmas,” tutupnya.

  • 133 Waga Sukabumi Keracunan Massal Usai Santap Hidangan Hajatan

    133 Warga Sukabumi Keracunan Massal Usai Santap Hidangan Hajatan

     

    Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Sekarwangi, Andry Apryana Jaya, menyatakan bahwa pihaknya menerima informasi kasus keracunan ini sekitar pukul 21.30 WIB. Menurutnya, ada 133 korban yang sudah diperiksa di Puskesmas Kabandungan.

    “Dari jumlah itu, 35 orang sedang diinfus dan di observasi di puskesmas, sementara empat orang sudah dirujuk ke RSUD Sekarwangi,” jelas Andry.

    Dari empat pasien yang dirujuk, dua di antaranya adalah anak berusia 13 tahun dan 5 tahun. Sedangkan dua pasien lainnya adalah lansia berusia 65 tahun dan seorang dewasa 36 tahun.

    Ia menambahkan, RSUD Sekarwangi telah melakukan persiapan khusus untuk mengantisipasi jika ada tambahan pasien yang dirujuk. 

    “Kami sudah mengosongkan satu ruangan khusus di UGD dan menyiapkan satu ruangan lagi di IGD 2 jika kasusnya bertambah,” ujarnya.

    Menurut Andry, pasien keracunan yang dirujuk ke rumah sakit biasanya mengalami dehidrasi berat akibat muntah dan diare terus-menerus. 

    “Kondisi ini membuat mereka sulit makan dan minum, sehingga perlu penanganan lebih lanjut yang tidak bisa lagi ditangani di puskesmas,” tutupnya.

  • 171 Warga Sukabumi Keracunan Makanan Syukuran 4 Bulanan, 33 Orang Dirawat

    171 Warga Sukabumi Keracunan Makanan Syukuran 4 Bulanan, 33 Orang Dirawat

    Sukabumi

    Sebanyak 171 warga diduga keracunan makanan usai menghadiri syukuran empat bulanan di Kampung Tugu, Desa Tugubandung, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Sebanyak 33 orang di antaranya mendapatkan perawatan intensif di puskesmas.

    Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Sukabumi Agung Koswara Adiwiguna mengatakan seluruh korban masih mendapatkan penanganan di posko kesehatan dan Puskesmas Kabandungan.

    “Update laporan hingga pukul 19.28 WIB, jumlah korban terdampak sementara mencapai 117 orang. Dan, semuanya ditangani di pos kesehatan Puskesmas Kabandungan,” kata Agung dilansir detikjabar, Sabtu (23/8/2025).

    Dari jumlah tersebut, 33 warga dirawat intensif di Puskesmas Kabandungan karena mengalami gejala lebih berat. Sementara itu, sisanya mengalami keluhan ringan dan sudah diperbolehkan pulang.

    Diketahui, keracunan ini diduga berawal dari acara syukuran empat bulanan kehamilan yang digelar oleh warga inisial DE di rumahnya pada Jumat (22/8/2025) sekitar pukul 20.00 WIB. Usai acara, makanan dan bingkisan dibagikan kepada warga sekitar.

    Simak selengkapnya di sini

    (sya/isa)

  • Keracunan Massal Usai Santap Makanan Syukuran di Sukabumi, Ratusan Warga Rasakan Mual dan Pusing

    Keracunan Massal Usai Santap Makanan Syukuran di Sukabumi, Ratusan Warga Rasakan Mual dan Pusing

    Liputan6.com, Sukabumi – Ratusan warga di Kampung Tugu, Desa Tugu Bandung, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, diduga mengalami keracunan makanan setelah menghadiri acara syukuran empat bulanan, Jumat (22/8/2025). 

    Hingga Sabtu malam (23/8/2025), total ada 117 warga dilaporkan mengalami keracunan, dengan gejala utama pusing, mual, muntah, dan diare.

    Kapolsek Kabandungan, AKP M. Damar, membenarkan kejadian keracunan massal tersebut. Menurutnya, korban mulai merasakan gejala beberapa jam setelah menyantap hidangan dalam acara syukuran yang digelar oleh seorang warga bernama Ira.

    “Awalnya, beberapa warga datang ke Puskesmas Kabandungan dengan keluhan yang sama. Data terakhir menyebutkan 117 orang terdampak, dan 35 di antaranya masih dalam penanganan medis di Puskesmas,” ujar AKP Damar, saat dikonfirmasi Sabtu malam (23/8/2025). 

    Untuk memastikan penyebabnya, tim dari Puskesmas Kabandungan dan pihak terkait segera melakukan investigasi. 

    Mereka mengambil sampel dari berbagai hidangan yang disajikan, seperti nasi, ayam bakar, sambal, lalapan, sop buah, dan bolu, untuk diuji di laboratorium. Selain itu, sampel muntah dari salah satu korban juga ikut diambil.

    “Hasil laboratorium belum keluar, jadi kami belum bisa memastikan makanan mana yang menjadi penyebab keracunan. Saat ini, semua sampel sudah kami kirim untuk pemeriksaan lebih lanjut,” jelasnya.

    Beberapa korban yang gejalanya ringan sudah diizinkan pulang ke rumah, sementara empat orang korban yang kondisinya cukup parah rencananya akan dirujuk ke RSUD Sekarwangi untuk mendapatkan perawatan intensif.

    Pihak Forkopimcam dan Puskesmas setempat telah mendirikan posko kesehatan di Puskesmas Kabandungan untuk memantau kondisi para korban dan memberikan penanganan medis yang diperlukan.

    “Data korban masih dinamis. Kami bersama-sama ikut membantu penanganan para korban,” terang dia.

     

  • Kata Dekan FK UI soal Menkes Sebut Kematian Balita Sukabumi Bukan karena Cacingan

    Kata Dekan FK UI soal Menkes Sebut Kematian Balita Sukabumi Bukan karena Cacingan

    Jakarta

    Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH, MMB buka suara soal pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terkait kasus cacingan yang menimpa Raya, balita di Sukabumi.

    Menkes sebelumnya menegaskan pemicu utama kematian Raya tidak terkait cacingan, melainkan kemungkinan infeksi lain seperti meningitis, atau tuberkulosis (TBC). Mengingat, Raya juga memiliki riwayat batuk berdahak selama tiga bulan yang tidak kunjung sembuh.

    Menurut Prof Ari yang juga dokter spesialis penyakit dalam, cacingan sebetulnya juga termasuk infeksi, yakni infeksi parasit. Bila dilihat dari riwayat perjalanan klinis Raya, tenaga medis saat itu sempat mengeluarkan cacing dari hidungnya yang menandakan ada kemungkinan penyumbatan sudah sampai ke saluran napas.

    “Apalagi dikeluarkan sampai 1 kllogram, itu artinya sudah menyumbat saluran ususnya, pencernaannya, sehingga terjadi suatu penyumbatan yang menimbulkan infeksi pada anak tersebut yang bertambah berat, infeksi parasit menyumbat menjadi infeksi sekunder dan bisa saja menyebabkan pasien sepsis, pasien tidak sadar,” tutur dia.

    “Atau bisa juga larvanya menyebar ke otak yang membuat pasien tidak sadar,” lanjutnya.

    Berbeda halnya dengan TBC, menurut Prof Ari, kasus TBC murni jarang sekali yang bisa memicu sepsis. Jenis batuknya juga tidak selalu berdahak.

    “Ascariasis atau cacing gelang bisa menyebabkan meningoensefalitis dan gangguan kesadaran karena larva cacing bisa masuk ke sistem saraf pusat,” sorot Prof Ari.

    Sebelumnya diberitakan, Menkes Budi menegaskan kematian Raya tidak disebabkan langsung oleh cacingan. Meski dari tubuh bocah tersebut ditemukan lebih dari satu kilogram cacing gelang, penyebab kematian utama adalah infeksi lain.

    “Yang bersangkutan meninggal bukan karena cacingan. Kematian disebabkan oleh infeksi,” beber Budi saat ditemui di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung, Jumat (22/8/2025).

    Budi menjelaskan, infeksi yang dialami Raya diduga berkaitan dengan penyakit yang sudah diidapnya cukup lama. Salah satunya, batuk berdahak selama sekitar tiga bulan yang tidak kunjung sembuh.

    “Infeksinya bisa karena meningitis, masih dugaan. Bisa juga karena TBC. Karena selama tiga bulan dia terus-menerus batuk berdahak, tubuhnya melemah, dan kemudian bakterinya menyebar ke seluruh tubuh. Dalam istilah medis disebut sepsis,” jelasnya.

    (naf/kna)

  • Video: Dokter Jelaskan Proses Cacing Gelang Bisa Hidup di Tubuh Manusia

    Video: Dokter Jelaskan Proses Cacing Gelang Bisa Hidup di Tubuh Manusia

    Jakarta – Sebagaimana diberitakan soal meninggalnya Raya, anak 4 tahun di Sukabumi yang meninggal akibat infeksi cacing gelang (Ascaris Lumbricoides). Sebelum meninggal, cacing-cacing juga sempat keluar dari lubang hidung dan mulutnya dalam keadaan hidup.

    Berkaca dari kasus tersebut, banyak yang menanyakan gimana bisa cacing hidup di tubuh anak. Dokter dari UKK Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan bahwa proses dari telur cacing yang tertelan hingga jadi cacing dewasa di tubuh manusia itu terjadi sekitar 2-3 bulan.

    detikers, klik di sini untuk menonton video lainnya!

    (/)

  • IDAI Soroti Masalah di Balik Kematian Balita Sukabumi Pasca Kecacingan

    IDAI Soroti Masalah di Balik Kematian Balita Sukabumi Pasca Kecacingan

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menilai kasus balita meninggal akibat cacingan di Sukabumi menjadi pengingat pentingnya upaya promotif dan preventif kesehatan anak. Edukasi pola hidup bersih dan sehat (PHBS) serta akses layanan kesehatan dasar dinilai krusial untuk mencegah kejadian yang sama terulang.

    Ketua Umum IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, mengatakan persoalan kecacingan tidak bisa dilihat semata dari aspek medis, melainkan juga berkaitan dengan faktor sosial.

    “Kalau masalah kecacingan, kita tidak bisa melihatnya dari satu aspek saja, yaitu penyakit. Ini masalah sosial juga,” ujar Piprim di Jakarta, Jumat, (22/8/2025).

    IDAI memiliki program Pediatrician Social Responsibility, yakni inisiatif saat satu dokter anak menjadi relawan untuk mendampingi dua puskesmas. Menurut Piprim, pendekatan ini bisa diperluas ke tenaga kesehatan dan kader untuk memastikan edukasi PHBS berjalan efektif.

    Ia mencontohkan, edukasi dasar seperti cara mencuci tangan yang benar, pemberian obat cacing secara berkala setiap enam bulan, serta pengawasan langsung kader menjadi langkah nyata yang bisa dilakukan.

    “Kalau pemberian obatnya diawasi dengan baik, lalu ada balita yang tidak datang kemudian didatangi, maka pencegahannya bisa berjalan optimal,” katanya.

    Selain itu, ia menilai program Bina Keluarga Balita (BKB) perlu digiatkan kembali sebagai bagian dari pencegahan. Piprim menekankan, pembangunan kesehatan seharusnya dimulai dari hulu, yakni melalui edukasi dan pengobatan preventif, bukan sekadar hilirisasi kesehatan gedung-gedung RS belasan lantai dan cathlab miliaran rupiah.

    Sebelumnya, seorang balita bernama Raya dibawa ke RSUD Syamsudin, Sukabumi, pada 13 Juli 2025 karena dalam kondisi kritis. Saat penanganan, cacing sempat keluar dari hidung balita tersebut.

    Hasil pemeriksaan medis menunjukkan Raya terkena ascariasis, yakni infeksi akibat cacing gelang (Ascaris lumbricoides).

    Ibunya disebut mengalami masalah mental sehingga kesulitan mengasuh, sementara ayah-nya mengidap tuberkulosis (TB). Keluarga juga tidak memiliki kepesertaan BPJS Kesehatan, sehingga sulit mengakses layanan medis.

    Raya meninggal dunia pada 22 Juli 2025. Menanggapi kasus ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menjatuhkan sanksi administratif kepada Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi. Ia memutuskan menghentikan sementara pencairan dana desa karena menilai perangkat desa lalai dalam menjalankan tanggung jawab terhadap warganya.

    (naf/kna)

  • Korban Gigitan Ular Weling di Sukabumi: Tak Sadar Digigit Sampai Meninggal Saat Perjalanan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        23 Agustus 2025

    Korban Gigitan Ular Weling di Sukabumi: Tak Sadar Digigit Sampai Meninggal Saat Perjalanan Regional 23 Agustus 2025

    Korban Gigitan Ular Weling di Sukabumi: Tak Sadar Digigit Sampai Meninggal Saat Perjalanan
    Tim Redaksi
    SUKABUMI, KOMPAS.com –
    Kisah pilu harus dialami oleh keluarga Revan (16 tahun).
    Remaja tersebut meninggal tak lama setelah dipatuk ular saat dirinya membantu sang ibu membersihkan rumput di area sawah pada Kamis (21/8/2025).
    Revan saat ini duduk di bangku kelas 9 sekolah pertama sederajat. Ia bertempat tinggal di Kampung Cihamerang RT 3/4, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
    Tagana Kecamatan Kabandungan, Nurdin Sopian, membenarkan bahwa Revan saat itu sedang membantu ibunya beraktivitas di sawah.
    Namun, saat membersihkan rumput, Revan kemudian dipatuk ular, tetapi saat itu Revan tak sadar bahwa dirinya terkena patukan tersebut.
    “Informasi awal bahwa keluarga korban, ibunya itu sedang ngaramet (membersihkan rumput) tidak jauh dari depan rumahnya, dan anak itu membantu ibunya ngarambet di sawah. Tidak lama kemudian anak tersebut kakinya terperosok ke lubang. Setelah terperosok ke lubang, serasa anak ini kakinya ada yang menggigit,” kata Nurdin dalam keterangannya yang diterima Kompas.com, Jumat (22/8/2025) sore.
    Setelah Revan terpatuk ular, ia melanjutkan membantu ibunya membersihkan rumput.
    Namun, seiring berjalannya waktu, Revan merasakan pusing dan pandangan yang mulai kabur.
    Kemudian, orangtua Revan membawanya ke pusat kesehatan terdekat.
    Revan sempat ditangani, tetapi pihak kesehatan tak sanggup dan meminta keluarga untuk membawa Revan ke rumah sakit.
    Saat dalam perjalanan ke rumah sakit, kondisi Revan yang kian memburuk, kemudian remaja berusia 16 tahun ini menghembuskan napas terakhirnya di perjalanan.
    “Korban mungkin tidak paham bahwa itu gigitan ular, disangkanya hanya gigitan kepiting saja. Korban sempat bilang ke ibunya bahwa dia hampir sempoyongan,” ujar Nurdin.
    “(Kemudian) saat di perjalanan menuju rumah sakit, korban sempat muntah-muntah. Orang tua korban sempat mengganti pakaian korban karena terlalu banyak muntahan di bajunya. Setelah tiba di pangkalan Cikidang, korban ini menghembuskan napas terakhirnya, sehingga korban tidak sempat dibawa ke rumah sakit,” terang Nurdin.
    Nurdin melanjutkan, masyarakat sekitar merasa curiga apa yang terjadi pada Revan saat di sawah.
    Kemudian, setelah dilakukan pengarsiran, ditemukan ular welang yang diduga menggigit Revan.
    “Menurut informasi, masyarakat ini merasa curiga di sawah tersebut ada apa. Setelah diperiksa oleh beberapa masyarakat di sana, digali (di area) sawah dan lubang tersebut ada ular welang,” imbuh Nurdin.
    Revan saat itu dikebumikan di pemakaman setempat pada Kamis (20/8) sekitar pukul 18.30 WIB.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menkes Imbau Jangan Tunda Cek Kesehatan Gratis: TBC-Infeksi Cacing Ikut Diperiksa

    Menkes Imbau Jangan Tunda Cek Kesehatan Gratis: TBC-Infeksi Cacing Ikut Diperiksa

    Jakarta

    Tidak sedikit warga yang mulai berburu obat cacing buntut kasus kematian Raya, balita di Sukabumi pasca kecacingan. Pemberian obat semacam ini sebetulnya tidak bisa sembarangan, serta diprioritaskan bagi masyarakat dengan wilayah endemis atau daerah yang masih mencatat kasus kecacingan.

    Alih-alih latah berburu obat cacing, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengimbau masyarakat tidak menunda cek kesehatan gratis. Belajar dari apa yang dialami Raya, infeksi cacing tentu tidak akan membahayakan dan memicu komplikasi lain saat lebih awal ditangani.

    “Nah untuk itu kita memastikan dicek kesehatan gratis ini, kan nanti lagi jalan nih, TBC, cacing itu nanti kita cek. Sehingga kalau ketahuan lebih dini, harusnya nggak kejadian seperti itu, ini kan sudah sangat terlambat,” beber Menkes kepada wartawan, Jumat (22/8/2025).

    “Kita ingin memastikan bahwa di cek kesehatan gratis, ini Pak Prabowo ingin agar 280 juta itu cek kesehatan gratis karena infeksi. Kalau itu ketahuan lebih dini, harusnya nggak usah sampai meninggal kan,” lanjutnya.

    Menkes juga memastikan pemberian obat cacing masih berjalan di puskesmas dan stoknya tersedia.

    “Obat cacingan tuh sangat tersedia, sangat murah, sekali minum bisa beres TBC itu kalau ketahuan, di obatnya pun ampuh gitu, sembuh,” tuturnya.

    Soal penyebab kematian Raya, pemicu utamanya diyakini bukan disebabkan karena infeksi cacing. Berbulan-bulan sebelumnya, Raya juga mengeluhkan batuk tak kunjung sembuh.

    Menkes menyebut penyebabnya tidak lain karena infeksi.

    “Infeksinya bisa karena meningitis, masih dugaan. Bisa juga karena TBC. Karena selama tiga bulan dia terus-menerus batuk berdahak, tubuhnya melemah, dan kemudian bakterinya menyebar ke seluruh tubuh. Dalam istilah medis disebut sepsis,” kata dia.

    (naf/kna)

  • Menkes Sebut Balita di Sukabumi Meninggal Bukan karena Cacingan, Ini Pemicunya

    Menkes Sebut Balita di Sukabumi Meninggal Bukan karena Cacingan, Ini Pemicunya

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan Raya, balita di Sukabumi, Jawa Barat, yang meninggal dunia beberapa waktu lalu bukan disebabkan langsung oleh cacingan. Meski dari tubuh bocah tersebut ditemukan lebih dari satu kilogram cacing gelang, penyebab kematian utama adalah infeksi.

    “Yang bersangkutan meninggal bukan karena cacingan. Kematian disebabkan oleh infeksi,” beber Budi saat ditemui di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung, Jumat (22/8/2025).

    Budi menjelaskan, infeksi yang dialami Raya diduga berkaitan dengan penyakit yang sudah diidapnya cukup lama. Salah satunya, balita itu mengalami batuk berdahak selama sekitar tiga bulan, tidak kunjung sembuh.

    “Infeksinya bisa karena meningitis, masih dugaan. Bisa juga karena TBC. Karena selama tiga bulan dia terus-menerus batuk berdahak, tubuhnya melemah, dan kemudian bakterinya menyebar ke seluruh tubuh. Dalam istilah medis disebut sepsis,” paparnya.

    Dengan demikian, lanjut Budi, sepsis atau infeksi yang menyebar luas itulah yang menjadi penyebab kematian.

    Ia juga memastikan ketersediaan obat-obatan dasar, termasuk obat cacing, selalu tercukupi di puskesmas.

    “Obat cacing sangat tersedia, murah, dan efektif. Sekali minum bisa menyelesaikan masalah. Begitu juga dengan obat TBC, kalau diketahui lebih awal, pengobatannya bisa dilakukan dan hasilnya baik,” ujarnya.

    Terkait dugaan kurang optimalnya pelayanan kesehatan di Sukabumi, Budi mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi. Menurut dia, puskesmas memiliki peran penting dalam memantau kondisi kesehatan masyarakat di wilayahnya.

    “Kalau ada kasus cacingan, puskesmas harus segera membagikan obat cacing. Kalau ada kasus TBC, harus cepat melakukan surveilans, mendeteksi siapa yang sakit, lalu memberikan obat. Program ini juga perlu dibantu disosialisasikan agar masyarakat sadar pentingnya cek kesehatan gratis,” tutupnya.

    (naf/kna)