kab/kota: Sukabumi

  • Tol RI Tambah Panjang Lagi 308,7 Km Tahun Depan, Tembus Yogya & Kediri

    Tol RI Tambah Panjang Lagi 308,7 Km Tahun Depan, Tembus Yogya & Kediri

    Jakarta, CNBC Indonesia – Panjang tol di Indonesia akan bertambah lagi tahun depan. Sejumlah proyek tol akan rampung pengerjaannya dan siap dioperasikan pada 2026 mendatang.

    Menurut data Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum (PU), sejumlah ruas tol yang akan beres pengerjaannya seperti Solo-Yogyakarta-NYIA Kulonprogo dengan panjang 14,73 Km. Jalan tol ini menghubungkan pusat kota Solo dan Yogyakarta hingga ke bandara baru New Yogyakarta International Airport (NYIA). Selain itu, jalan tol ini juga terkoneksi dengan Tol Trans Jawa.

    Kemudian ada juga Tol Kediri-Tulungagung sepanjang 6,82 Km. Proyek yang digarap lini bisnis PT Gudang Garam Tbk ini akan mempermudah akses menuju Bandara Dhoho di Kediri, Jawa Timur.

    Kemudian ada juga tol di ujung timur Jawa yaitu Tol Probolinggo-Banyuwangi atau Probowangi. Tol Probowongi sudah menembus Gending Besuki sepanjang 38,48 Km. Lalu di ujung barat Jawa ada Tol Serang-Panimbang sepanjang 41,63 Km.

    Foto: Tol Yogya-Solo dibuka lagi secara gratis saat momen arus balik Lebaran 2024. (Dok. Jasa Marga)
    Tol Yogya-Solo dibuka lagi secara gratis saat momen arus balik Lebaran 2024. (Dok. Jasa Marga)

    Berikut daftar lengkapnya tol baru yang beroperasi pada 2026:

    Tol Solo-Yogyakarta-NYIA Kulonprogo 14,73 Km
    Tol Kediri-Tulungagung 6,82 Km
    Tol Probolinggo-Banyuwangi seksi Gending-Suko dan Banyuglugur-Besuki 38,48 Km
    Tol Ciawi-Sukabumi 13,7 Km
    Tol Kayu Agung-Palembang-Betung 69,19 Km
    Tol Jakarta-Cikampek II Selatan 54,75 Km
    Tol Serang-Panimbang 41,63 Km
    Tol Yogyakarta-Bawen 15,10 Km
    Tol Betung-Tempino-Jambi 54,30 Km

    Menurut data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PU, sampai dengan Agustus 2025, tercatat Indonesia sudah memiliki jaringan tol sepanjang 3.092,7 Km.

    Rinciannya yakni sepanjang 1.838,06 km di Pulau Jawa, 1.085,93 km atau 16 ruas di Pulau Sumatera, 97,27 km atau satu ruas di Pulau Kalimantan, 61,45 km atau tiga ruas di Pulau Sulawesi, dan 10,07 km atau satu ruas di Pulau Bali.

    Untuk di Pulau Jawa sendiri, rincian tol yang sudah beroperasi yakni sepanjang 379,84 km atau 22 ruas di Jabodetabek, 1.065,49 km atau 20 ruas yang termasuk dalam Tol Trans Jawa, dan 392,73 km atau 12 ruas pada tol non-Trans Jawa dan non-Jabodetabek.

    (wur/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Rumah Dua Lantai di Sukabumi Ambruk Diterpa Hujan dan Angin Kencang, Ibu dan Anak Luka-Luka

    Rumah Dua Lantai di Sukabumi Ambruk Diterpa Hujan dan Angin Kencang, Ibu dan Anak Luka-Luka

    Liputan6.com, Jakarta – Sebuah rumah dua lantai di Kampung Warungkawung, Desa Balekambang, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, ambruk total pada Sabtu (27/9/2025) malam. 

    Bangunan milik warga ini roboh setelah diguyur hujan deras dan angin kencang. Kondisi bangunan yang sudah lapuk diduga kuat menjadi pemicu utama ambruknya rumah tersebut.

    Kejadian ini menyebabkan dua orang, ibu dan anak, mengalami luka-luka ringan. Korban, atas nama RR (47), menderita luka lecet pada kaki dan wajah serta memar pada bagian belakang kepala akibat benturan. 

    Sementara itu, anaknya, DJA (7), mengalami luka lecet di tangan. Kedua korban sempat tertimbun reruntuhan saat sedang berusaha menyelamatkan diri.

    Warga setempat berhasil mengevakuasi kedua korban. Keduanya segera dilarikan ke Puskesmas Nagrak untuk mendapatkan perawatan medis.

    Petugas Penanggulangan Bencana Kecamatan (P2BK) Nagrak, Miki, membenarkan kejadian tersebut dan menjelaskan bahwa kondisi cuaca ekstrem memperparah kerentanan bangunan.

    “Hujan deras yang disertai angin cukup kencang menyebabkan bangunan lantai 2 rumah atas nama Bapak Amir ambruk. Hal tersebut juga disebabkan kondisi bangunan yang sudah lapuk,” kata Miki, Minggu (28/9/2025).

     

  • Jalur Kereta Api Mati Mau Dihidupkan Lagi, Ini Daftarnya

    Jalur Kereta Api Mati Mau Dihidupkan Lagi, Ini Daftarnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan mencatat masih ada ribuan kilometer jalur kereta api yang saat ini tidak beroperasi alias nonaktif. Pemerintah sendiri sudah memiliki rencana untuk menghidupkan kembali beberapa jalur tersebut, namun masih terkendala anggaran.

    “Total jalur non aktif sebanyak 2.233 Km,” ungkap Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api DJKA Kemenhub, Arif Anwar dalam media Briefing Kemenhub, dikutip Minggu (27/9/2025).

    Jalur-jalur yang tak lagi beroperasi tersebut sebenarnya sudah masuk dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) hingga tahun 2030. Dalam dokumen perencanaan tersebut, ada sederet proyek reaktivasi yang disiapkan, termasuk di Pulau Jawa dan Sumatera.

    “Terhadap jalur-jalur yang non beroperasi ini kita mempunyai RIPNas, tadi di dalam RIPNas sampai dengan 2030 sebenarnya kita punya beberapa proyek, diantaranya adalah reaktivasi beberapa jalur-jalur yang tidak beroperasi. Nah itu ada detilnya di dalam RIPNas,” lanjut Arif.

    Revitalisasi jalur lama tetap menjadi bagian dari prioritas jangka panjang sektor perkeretaapian nasional. Beberapa jalur sudah menjadi target reaktivasi.

    Foto: Suasana aktivitas warga pada permukiman kumuh yang berdekatan dengan rel kereta di Jakarta, Senin (2/6/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
    Suasana aktivitas warga pada permukiman kumuh yang berdekatan dengan rel kereta di Jakarta, Senin (2/6/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

    “Di Jawa ada, Sumatera ada. Diantaranya ada Cianjur arah Padalarang, Bandung-Ciwidey, Tanjung Sari, itu di Jawa Barat ya,” ujarnya.

    Namun demikian, realisasi dari rencana-rencana tersebut akan sangat tergantung pada alokasi anggaran pemerintah di tahun-tahun mendatang.

    “Tetapi memang saat ini kita terkendala dengan anggaran, jadi saya rasa tergantung dari kebijakan anggaran yang disampaikan ya, jadi apakah nanti akan direaktivasi atau belum, tetapi di dalam RIPNas kita punya program untuk reaktivasi tersebut,” kata Arif.

    Rencana Reaktivasi di Pulau Jawa Sampai 2030:

    Sukabumi-Cianjur-Padalarang
    Cicalengka-Jatinangor-Tanjungsari
    Cirebon-Kadipaten
    Banjar-Cijulang
    Purwokerto-Wonosobo
    Semarang-Demak-Rembang
    Kedungjati-Ambarawa
    Jombang-Babat-Tuban
    Kalisat-Panarukan
    Semarang-Demak-Juana-Rembang
    Madiun-Slahung
    Sidoaro-Tulangan-Tarik
    Kamal-Sumenep

    (wur/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Hasil Lab Keluar, Eks Direktur WHO Ungkap Penyebab Keracunan di MBG

    Hasil Lab Keluar, Eks Direktur WHO Ungkap Penyebab Keracunan di MBG

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mantan direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama buka suara ihwal sejumlah masalah yang berpotensi meyebabkan makanan bergizi gratis (MBG) menjadi pemicu keracunan massal.

    Meski begitu, Tjandra menegaskan, keracunan makanan tentu terjadi di berbagai belahan dunia, dan tidak hanya dihubungkan dengan program Makan Bergizi Gratis.

    “Secara umum World Health Organization (WHO) menyebutkan setidaknya ada lima hal yang dapat dideteksi di laboratorium untuk menilai keracunan makanan, dan baik kalau lima hal ini juga diperiksa di laboratorium kita sehubungan keracunan makanan yang dikaitkan dengan MBG ini,” kata Tjandra dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (27/9/2025).

    Pria yang kini menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI/Adjunct Professor Griffith University itu mengatakan bila merujuk pada hasil lab pemeriksaan sampel MBG di Laboratorium Kesehatan Daerah di Jawa Barat, setidaknya ada dua penyebab keracunan makanan.

    Pertama, ialah ditemukannya bakteri yang mayoritasnya berupa Salmonella pada sampel makanan MBG. Tjandra mengatakan, menurut WHO kontaminasi bakteri Salmonela dihubungkan dengan makanan tinggi protein seperti daging, unggas dan telur.

    Kedua, ditemukan juga mayoritas bakteri berupa Bacillus cereus. Ia menyebut, bila merujuk data dari NSW Food Authority Australia, Bacillus cereus yang dapat menyebabkan keracunan makanan dihubungkan antara lain dengan penyimpanan nasi yang tidak tepat.

    Di luar temuan itu, Tjandra mengatakan keracunan makanan setidaknya dipicu oleh lima hal, berdasarkan kajian WHO. Lima masalah ini kata dia sebetulnya juga bisa dideteksi di laboratorium untuk menilai pemicu keracunan makanan.

    “Dan baik kalau lima hal ini juga diperiksa di laboratorium kita sehubungan keracunan makanan yang dikaitkan dengan MBG ini,” tuturnya.

    Masalah pertama, yang memicu keracunan makanan secara luas, kata Tjandra ialah ditemukannya Salmonela, Campylobacter dan Escherichia coli pada sampel makanan korban keracunan. Selain itu juga dapat ditemukan Listeria dan Vibrio cholerae.

    Kedua, adalah virus yang disebut WHO berjenis Novovirus dan virus Hepatitis A. Ketiga, ialah disebabkan keberadaan parasit seperti cacing trematoda dan cacing pita seperti Ekinokokus maenia Taenia.

    “Yang lebih jarang adalah cacing seperti Askaris, Kriptosporidium, Entamoeba histolytica dan Giardia yang masuk ke rantai penyediaan makanan melalui air dan tanah yang tercemar,” ujar Tjandra.

    Penyebab keempat yang biasanya memicu keracunan makanan ia sebut prion, meski kasusnya jarang. Prion adalah bahan infeksi yang terdiri dari protein, contohnya adalah Bovine spongiform encephalopathy (BSE).

    Penyebab ke lima, yang perlu diantisipasi ialah kemungkinan kontaminasi bahan kimia pada makan. Untuk bahan kimia maka WHO membaginya menjadi tiga bagian, yakni logam berat seperti timbal, kadmium, dan merkuri; polutan organik persisten (“Persistent organic pollutants – POPs”) seperti misalnya dioksin dan polychlorinated biphenyls -PCBs; serta berbagai bentuk toksin lain adalah mycotoxins, marine biotoxins, cyanogenic glycosides, aflatoxin dan ochratoxin.

    “Berbagai potensi yang di sebut WHO ini tentu patut jadi pertimbangan kita, walau tentu sama sekali tidak berarti bahwa keracunan makanan yang berhubungan dengan MBG sekarang ini adalah disebabkan lima hal itu. Penjelasan umum WHO ini disampaikan hanya sebagai bagian dari kewaspadaan kita saja,” kata Tjandra.

    Sebagaimana diketahui, Laboratorium Kesehatan Jawa Barat (Labkes Jabar) menerima ratusan sampel makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejak Januari 2025. Sampel tersebut berasal dari belasan kabupaten/kota di Jabar.

    Sampel yang dikirimkan merupakan makanan yang menjadi pemicu keracunan penerima MBG.

    Dilansir dari detikJabar, Kepala Labkes Jabar, Ryan Bayusantika Ristandi, mengatakan sampel makanan itu diterima melalui dinas kesehatan kabupaten/kota masing-masing.

    “Berdasarkan sampel yang masuk dari Januari-September, didapatkan sampel KLB keracunan makanan dari MBG sebanyak 163 sampel, dengan jumlah instansi pengirim sebanyak 11 dinas kesehatan kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat, antara lain Dinkes Kabupaten Bandung Barat, Dinkes Kabupaten Bandung, Dinkes Kota Bandung, Dinkes Kabupaten Cianjur, Dinkes Kabupaten Garut, Dinkes Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya, Dinkes Kota Cirebon, Dinkes Kota Cimahi, dan Dinkes Kabupaten Sukabumi,” kata Ryan kepada detikJabar.

    “Dengan frekuensi KLB MBG sebanyak 20 kali,” tambahnya.

    Ryan menyebut hasil pemeriksaan KLB MBG di laboratorium mikrobiologi menunjukkan 72% hasil negatif dan 23% hasil positif, antara lain Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Bacillus cereus.

    Untuk pemeriksaan laboratorium kimia, sebanyak 92% hasil negatif dan 8% hasil positif nitrit. Mayoritas, ada dua bakteri yang mengontaminasi makanan.

    “Dari parameter pemeriksaan keamanan pangan pada laboratorium mikrobiologi hasilnya berbeda-beda, secara frekuensi didominasi oleh bakteri Salmonella dan Bacillus cereus. Pada pemeriksaan laboratorium kimia paling banyak dari parameter nitrit,” ungkapnya.

    Ketika disinggung terkait faktor kebersihan air, peralatan memasak, dan higienitas pekerja Dapur MBG, Ryan menyebut ketiganya berpengaruh.

    “Ya, kebersihan air, peralatan, dan higienitas pekerja dapur (food handler) sangat berpengaruh terhadap terjadinya keracunan makanan, dan hal ini diatur jelas dalam regulasi,” tuturnya.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ketua IDAI Soal MBG : Bukan karena Gak Pakai Sendok atau Cuci Tangan

    Ketua IDAI Soal MBG : Bukan karena Gak Pakai Sendok atau Cuci Tangan

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menyoroti hasil lab dari Makanan Bergizi Gratis (MBG).

    Belakangan kasus keracunan MBG terjdi di beberapa daerah. Ribuan anak terkonfirmasi keracunan MBG.

    Piprim dalam unggahannya di thread memposting hasil uji lab dari sampel makanan di Sukabumi.

    Terdapat 3 kasus yang terjadi si Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terjadi dengan rentan Agustus hingga September yang menimpa 125 anak.

    Hasilnya 32 anak di Cidolog keracunan karena adanya kontaminasi jamur Kontaminasi Jamur pada semangka, Bakteri Enterobacter Cloacae pada Tempe Orek dan Bakteri Macrococcus Caseolyticus pada Telur Dadar.

    SPPG Parakansalak terjadi pada 24 anak akibat Bakteri Bacillus Cereus pada Telur.

    Sementara kasus pada 69 anak di SPPG Cibadak masih menunggu hasil uji lab.

    Dokter Piprim lantas menyebutkan memang MBG yang bermasalah bukan dari kebiasaan anak yang makan tanpa sendok ataupun tidak cuci tangan sebelum makan.

    “Jadi bukan karena ga pake sendok atau ga cuci tangan,” tulisnya dikutip Sabtu (27/9/2025).

    Sebelumnya, Piprim juga dalam Seminar Media IDAI: Mengenali dan Mengatasi Keracunan Makanan pada Anak pada Kamis, 25 September 2025 mengungkap keprihatinannya terhadap kasus keracunan ini.

    “Sebenarnya, IDAI ingin agar kasus ini dicegah semaksimal mungkin. Satu korban keracunan itu sesuatu yang besar apalagi ribuan,” jelasnya.

    Piprim meminta adanya perhatian khusus pada kasus ini dan tidak menganggapnya sepele.

    “Jangan sampai abai terhadap pencegahan keracunan sehingga nauzubillahiminzalik muncul korban jiwa, ini sangat-sangat tidak kita harapkan,” lanjutnya. 

  • Gempa M 2,5 Guncang Sukabumi, BMKG: Masih Susulan dari Gempa M 4,0
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        26 September 2025

    Gempa M 2,5 Guncang Sukabumi, BMKG: Masih Susulan dari Gempa M 4,0 Bandung 26 September 2025

    Gempa M 2,5 Guncang Sukabumi, BMKG: Masih Susulan dari Gempa M 4,0
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, diguncang gempa tektonik pada Jumat (26/9/2025) pukul 17.55 WIB. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat gempa tersebut memiliki magnitudo 2,5.
    “Hasil analisa BMKG menunjukkan bahwa gempabumi ini berkekuatan M2,5,” kata Kepala Stasiun Bandung, Teguh Rahayu, melalui keterangannya, Jumat.
    BMKG menjelaskan episenter gempa terletak pada koordinat 6,76 LS dan 106,58 BT, atau darat pada jarak 25 kilometer timur laut Kabupaten Sukabumi dengan kedalaman 7 kilometer. Gempa ini merupakan jenis dangkal akibat aktivitas sesar aktif.
    Getaran dirasakan di wilayah Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, dengan intensitas II–III MMI. Getaran terasa nyata dalam rumah, benda-benda ringan bergoyang, dan seakan-akan ada truk berlalu.
    “Gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat aktivitas sesar aktif,” ucap Teguh.
    Hingga kini belum ada laporan kerusakan bangunan akibat peristiwa tersebut. Teguh menyebut gempa ini masih merupakan rangkaian susulan dari gempa utama berkekuatan M4,0 yang terjadi pada 20 September 2025 pukul 23.47 WIB di Sukabumi.
    “Hingga pukul 18.00 WIB, hasil monitoring mencatat sudah terjadi 49 kali gempa susulan dengan magnitudo terbesar M3,8 dan terkecil M1,9,” ujarnya.
    BMKG mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menelaah Keracunan Massal MBG dari Kacamata Hukum
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        25 September 2025

    Menelaah Keracunan Massal MBG dari Kacamata Hukum Bandung 25 September 2025

    Menelaah Keracunan Massal MBG dari Kacamata Hukum
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah Jawa Barat tidak hanya dialami oleh siswa, tetapi juga telah menyasar kelompok rentan, khususnya ibu menyusui.
    Program yang merupakan niatan baik dari pemerintah untuk rakyatnya ini malah berakibat pada keracunan massal yang jumlahnya tidak sedikit.
    Ironisnya, berdasarkan data Dinas Kesehatan Bandung Barat, sementara ini korban keracunan telah mencapai 1.333 orang dari tiga kejadian di Cipongkor dan Cihampelas.
    Korban keracunan akibat program MBG juga sempat terjadi di wilayah Kabupaten Bogor, Pelabuhan Ratu Sukabumi, Garut, hingga Tasikmalaya.
    Dosen Fakultas Hukum Unpad, Dr. Somawijaya, menelaah peristiwa keracunan massal ini dari kacamata hukum.
    Dikatakan, bila merujuk dari berbagai laporan serta temuan, pelaksanaan program MBG belakangan ini menuai sorotan tajam.
    Alih-alih membawa manfaat, pelaksanaan program justru diwarnai keracunan massal dengan jumlah korban yang tidak sedikit.
    Merujuk berbagai laporan dan temuan, lanjutnya, faktor-faktor yang diduga menjadi pemicu antara lain berupa kualitas bahan baku yang tidak terjamin, proses pengolahan yang tidak sesuai standar higienitas, lamanya penyimpanan dan distribusi sehingga makanan basi atau terkontaminasi, hingga lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap penyedia jasa katering atau dapur penyedia MBG.
    “Semua hal tersebut pada dasarnya merupakan bentuk kelalaian apabila dapat dibuktikan bahwa pihak penyedia atau pengawas tidak menjalankan kewajiban sesuai standar operasional (SOP),” ucap Soma dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/9/2025).
    Soma menyebut bahwa kelalaian atau culpa dapat diartikan sebagai sikap kurang hati-hati atau tidak cermat yang mengakibatkan kerugian pada orang lain, sementara kesengajaan atau dolus dapat terjadi apabila terdapat pihak-pihak yang ternyata sudah mengetahui risiko tetapi tetap membiarkan atau bahkan menghendaki akibat yang membahayakan.
    “Pada kasus keracunan dalam program MBG, jika terbukti hanya ada unsur kurang hati-hati (misalnya penyimpanan yang tidak sesuai prosedur), pihak-pihak yang terlibat dalam program MBG, baik pihak yang mengolah, menyiapkan, dan hingga mengirim makanan ke sekolah serta pemerintah, dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum atas program serta akibat yang terjadi,” terangnya.
    Dalam perspektif hukum pidana, lanjut Soma, kasus keracunan massal akibat program MBG dapat dipandang sebagai suatu tindak pidana jika terbukti terdapat kesalahan berupa adanya kelalaian (culpa) atau bahkan kesengajaan (dolus) eventualis dari pihak penyedia makanan atau pihak yang bertanggung jawab dalam proses pengolahan dan distribusi.
    Misalnya, apabila dapur penyedia atau pihak distribusi mengetahui bahwa makanan sudah tidak layak konsumsi, atau tidak mematuhi standar keamanan pangan yang diwajibkan, tetapi tetap mendistribusikannya ke sekolah, tindakan tersebut dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum secara pidana.
    “Apabila dalam proses investigasi ditemukan bukti atau petunjuk yang dapat membuktikan adanya hubungan kausalitas dan relevansi antara pihak penanggung jawab program MBG maupun penyedia makanan dengan masyarakat/siswa yang terdampak akibat dugaan keracunan, hal tersebut dapat menjadi dasar untuk menuntut pertanggungjawaban hukum baik secara pidana maupun perdata,” ujarnya.
    Menurutnya, dalam ranah hukum pidana, aparat penegak hukum dapat menerapkan atau berlandaskan pada ketentuan Pasal 359–360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang sakit atau meninggal, serta pasal-pasal dalam Undang-Undang Pangan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur keamanan pangan.
    Adapun dalam perspektif hukum perdata, bukti hubungan kausalitas tersebut dapat menjadi dasar bagi para korban atau orang tua siswa untuk mengajukan gugatan ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) maupun pelanggaran kewajiban pelaku usaha dalam UU Perlindungan Konsumen.
    “Gugatan ini dapat dilakukan secara individu maupun secara kolektif (
    class action
    ) untuk menuntut penggantian kerugian materiil seperti biaya pengobatan serta kerugian immateriil berupa penderitaan dan trauma,” tuturnya.
    Menurutnya, pemerintah daerah selaku penyelenggara program juga dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terbukti lalai dalam melakukan pengawasan atau pemilihan penyedia makanan yang tidak memenuhi standar keamanan pangan.
    “Dengan demikian, adanya bukti serta petunjuk berupa kausalitas tidak hanya memperkuat pembuktian unsur kelalaian atau kesengajaan dalam proses pidana, tetapi juga menjadi landasan yuridis yang kuat bagi para korban untuk menuntut pemulihan hak dan memperoleh ganti rugi melalui mekanisme perdata,” ucapnya.
    Karena itu, ke depannya, kata Soma, program MBG harus dirancang dan dijalankan dengan dasar regulasi yang jelas serta standar operasional ketat pada setiap tahap, mulai dari pengadaan bahan, pengolahan, distribusi, hingga penyajian makanan.
    “Selain itu, pemerintah daerah selaku penyelenggara wajib membuat kontrak pengadaan yang akuntabel dengan penyedia makanan, memuat kewajiban menjaga mutu dan klausul ganti rugi bila terjadi keracunan, serta melakukan pengawasan rutin,” tuturnya.
    Ia berharap, pemerintah memfokuskan evaluasi pada pengetatan seleksi penyedia makanan, peningkatan sistem distribusi dan penyimpanan, pengawasan lapangan yang lebih intensif, transparansi hasil audit kepada publik, serta penyediaan mekanisme kompensasi atau asuransi bagi korban sebagai bentuk perlindungan hukum.
    “Dengan cara ini, diharapkan program MBG tetap dapat berjalan dan menjamin makanan-makanan yang disajikan telah tepat dan sesuai dengan visi dan misi awal diadakannya program MBG ini,” tuturnya.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 215 Tahun Kota Bandung, Dedi Mulyadi: Drainase Benahi, Jalan Harus Mulus, Kebersihan…
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        25 September 2025

    215 Tahun Kota Bandung, Dedi Mulyadi: Drainase Benahi, Jalan Harus Mulus, Kebersihan… Bandung 25 September 2025

    215 Tahun Kota Bandung, Dedi Mulyadi: Drainase Benahi, Jalan Harus Mulus, Kebersihan…
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menghadiri rapat paripurna Hari Jadi ke-215 Kota Bandung di Gedung DPRD Kota Bandung, Jalan Sukabumi, Kota Bandung, Kamis (25/9/2025).
    Seusai menghadiri rapat, Dedi Mulyadi memberikan sedikit harapannya kepada Pemerintah Kota Bandung untuk menyelesaikan beberapa masalah.
    Pertama, Dedi berharap pada musim hujan ini drainase segera dibersihkan.
    “Jadi, saya fokuskan, seluruh drainase harus segera dibersihkan sehingga tidak terjadi penyumbatan ketika hujan, airnya meluap dan jadi hitam. Itu yang pertama. Kalau sungai milik provinsi atau BBWS, biarkan kami yang melakukan pengelolaan,” ujar Dedi, Kamis siang.
    Kemudian, Dedi meminta Pemkot Bandung untuk melakukan penataan bangunan-bangunan yang berdiri di atas saluran air yang banyak di Kota Bandung.
    “Bangunan-bangunan yang menjadi hambatan bagi air, merusak estetika, segera dibenahi. Pasar-pasar kumuh segera ditata,” ujarnya.
    Dedi Mulyadi juga meminta Pemkot Bandung untuk kembali membuat jalan di Kota Bandung yang rusak akibat galian agar bisa kembali dibuat mulus.
    “Jalan harus dibuat mulus, bergaris, kemudian PJU-nya terang. Ini yang menjadi harapan kita,” akunya.
    Dedi pun memberikan masukan agar Pemerintah Kota Bandung bisa memperbanyak tenaga kebersihan karena dmasih banyak daerah yang minim tenaga kebersihan jalannya.
    “Yang kelimanya adalah memperbanyak jumlah tenaga kebersihan. Karena lokasi antara kota kan relatif besar, maka itu harus diperbanyak sehingga Bandung nanti tumbuh menjadi kota yang paling bersih,” tandasnya.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polri Ikut Tangani Kasus Siswa Keracunan MBG

    Polri Ikut Tangani Kasus Siswa Keracunan MBG

    Bisnis.com, JAKARTA — Bareskrim Polri tengah memantau kasus keracunan makanan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG)  yang terjadi di Indonesia dan bersama-sama dengan Polda untuk menangani kasus ini.

    Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Polisi Helfi Assegaf menjelaskan kasus keracunan makanan MBG yang sempat viral di media sosial itu kini tengah ditangani oleh Polres dan Polda di setiap wilayah.

    Kendati demikian, Helfi menegaskan bahwa Bareskrim Polri tetap akan memberi atensi kepada Polres maupun Polda yang tengah menangani perkara tersebut.

    “Jadi untuk MBG yang keracunan itu akan ditangani oleh masing-masing Polres dan Polda. Kita akan melakukan atensi dari sisi penanganannya,” tutur Helfi di Bareskrim Polri, Kamis (25/9/2025).

    Helfi juga minta Polres dan Polda untuk melakukan pendalaman terhadap kasus keracunan makanan MBG tersebut mulai dari hulu hingga hilir, sehingga Kepolisian bisa mengetahui pasti penyebab banyak siswa yang keracunan makanan beberapa hari terakhir.

    “Jadi bagaimana proses keamanan dan pengamanan ketika makanan itu disajikan lalu bagaimana prosesnya dari hulu dan hilir,” katanya.

    Menurut Helfi, jika penyebab utama banyak siswa yang keracunan MBG itu diketahui secara pasti, maka Bareskrim Polri bakal melaporkan hal tersebut ke pemerintah pusat sekaligus memberikan rekomendasi.

    “Tentunya nanti kita akan memberikan rekomendasi juga ke pemerintah, utamanya kepada penyelenggara MBG itu sendiri,” ujarnya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, ada beberapa wilayah pembagian MBG yang membuat para siswa mengalami keracunan:

    Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada 21 April 2025, sebanyak 78 siswa dari MAN 1 Cianjur dan SMP PGRI 1 Cianjur mengalami gejala keracunan seperti mual, muntah, diare, pusing.
    Kota Bogor, Jawa Barat, ratusan siswa dari TK sampai SMA, total 223 siswa dari sembilan sekolah dilaporkan telah keracunan setelah mengonsumsi paket MBG. Pemerintah daerah menetapkan kejadian ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). 
    Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, sekitar 64 siswa dari lima sekolah di wilayah Kecamatan Talang Ubi diduga keracunan setelah menyantap menu MBG.
    Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, terbaru, lebih dari 250 siswa dari tingkat SD hingga SMA dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah mengikuti program MBG. 
    Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, di SDN Parakansalak 2, sebanyak 24 siswa mengalami pusing, mual, dan muntah setelah menyantap MBG sekolah.  

    Ditambah beberapa daerah lainnya seperti di Sukoharjo (Jawa Tengah), Tasikmalaya (Jawa Barat), dan Nunukan (Kalimantan Utara), terakhir di Jakarta Utara juga melaporkan insiden-insiden serupa yaitu puluhan siswa merasakan efek samping seperti mual, muntah, sakit perut setelah menyantap makanan MBG.  

  • Puluhan Petani dan Mahasiswa Geruduk BPN Sukabumi, Tuntut Penertiban HGU Swasta dn BUMN

    Puluhan Petani dan Mahasiswa Geruduk BPN Sukabumi, Tuntut Penertiban HGU Swasta dn BUMN

    Liputan6.com, Jakarta – Ratusan petani dan mahasiswa menggelar aksi demonstrasi di Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar) menuntut penertiban Hak Guna Usaha (HGU) milik swasta dan BUMN.

    Mereka memprotes lahan yang HGU telah kedaluwarsa, namun masih dikuasai pihak tertentu, menimbulkan konflik berkepanjangan dengan petani penggarap.

    Koordinator Aksi, Rozak Daud mengungkapkan, banyak HGU di Kabupaten Sukabumi yang telah berakhir masa berlakunya, bahkan ada yang sudah mencapai 10, 29, hingga 30 tahun.

    “Tuntutan kami hari ini adalah bagaimana BPN mau menertibkan itu, baik HGU swasta maupun milik BUMN. Rata-rata HGU milik BUMN sudah berakhir sejak 2013, dan lokasi-lokasi itu kini telah menjadi sumber kehidupan bagi petani di wilayah masing-masing,” ujar Rozak Daud, Rabu (24/9/2025).

    Dia menjelaskan, objek tanah eks-HGU ini telah dikuasai dan dimanfaatkan oleh petani secara turun-temurun. Namun, kata Rozak, belakangan mulai muncul konflik, yang menurutnya dipicu oleh pembiaran dari pihak BPN.

    Ia mencontohkan kasus di Kecamatan Lengkong, dimana HGU sebuah perusahaan berakhir pada 2011. Namun, belakangan muncul pengusaha yang mengklaim telah mengalihkan status, meskipun secara hukum HGU tersebut sudah putus hubungan.

    “Praktik-praktik seperti itu hari ini dibiarkan oleh BPN yang menjadi lembaga negara sebagai pencatat pertanahan,” papar Rozak.

    Akibatnya, petani yang selama ini sudah menguasai dan memanfaatkan tanah dengan mengikuti prosedur, kini mulai terancam terusir.

     

    Kabar aksi demo di depan Gedung DPR/MPR RI hari ini menyedot perhatian publik. Senin pagi, sejumlah peserta terlihat membawa simbol bendera bajak laut dari anime One Piece.