ANTARA – Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Provinsi Sumatera Barat Audy Joinaldi, di Kota Padang, pada Kamis (21/11), menyebut potensi energi baru terbarukan (EBT) yang ada di Ranah Minang bisa menyuplai kebutuhan energi di provinsi tetangga. Hingga saat ini Sumbar telah menggarap 30 persen EBT yang tersebar di beberapa daerah, salah satunya energi panas bumi yang berada di Kabupaten Solok Selatan. (Fandi Yogari Saputra/Muhammad Zulfikar/Satrio Giri Marwanto/Rijalul Vikry)
kab/kota: Solok
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4477465/original/099230500_1687431160-20230622-Nelayan-Tradisional-Danau-Singkarak-Angga-7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Aktivitas Wisata Seru yang Bisa Dilakukan di Danau Singkarak
Liputan6.com, Solok – Danau Singkarak, yang terletak di Kabupaten Solok Sumatera Barat, merupakan salah satu destinasi wisata alam yang memukau dengan pemandangan alam yang menakjubkan.
Tidak hanya menawarkan keindahan alam, Danau Singkarak juga menyajikan berbagai aktivitas seru yang bisa dilakukan oleh wisatawan.
Berikut adalah 5 aktivitas seru yang bisa Anda nikmati saat mengunjungi Danau Singkarak:
1. Menikmati Keindahan Danau
Salah satu cara terbaik untuk menikmati pemandangan Danau Singkarak adalah dengan berkeliling menggunakan perahu. Anda bisa menyewa perahu tradisional yang disebut perahu ketek untuk berkeliling danau sambil menikmati pemandangan hijau pegunungan yang mengelilingi danau.
Aktivitas ini memberi kesempatan untuk merasakan ketenangan air dan melihat keindahan alam sekitar yang tidak bisa didapatkan di tempat lain.
2. Memancing di Danau Singkarak
Bagi Anda yang gemar memancing, Danau Singkarak adalah tempat yang tepat untuk menikmati aktivitas ini. Danau ini dikenal sebagai habitat alami bagi ikan bilih, salah satu jenis ikan endemik yang hanya bisa ditemukan di danau ini.
Memancing di danau yang tenang dan dikelilingi oleh pemandangan alam yang indah akan memberikan pengalaman yang sangat menyenangkan. Anda bisa mencoba peruntungan untuk mendapatkan ikan bilih yang menjadi komoditas khas di daerah sekitar.
3. Hiking dan Menikmati Pemandangan dari Puncak Bukit
Untuk Anda yang menyukai petualangan dan hiking, Danau Singkarak menawarkan jalur pendakian yang menantang dan memberikan pemandangan spektakuler dari atas bukit.
Dari puncak bukit, Anda bisa melihat panorama Danau Singkarak secara keseluruhan, dengan air yang biru cerah dan dikelilingi oleh pegunungan hijau.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5002482/original/056346400_1731401801-2020-04-05.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Deretan Sumber Air Panas di Sumatera Barat, Berendam Sambil Melepas Penat
Pemandian Air Panas Solok Selatan menawarkan pengalaman berendam di kolam air panas alami dengan latar pemandangan pegunungan yang asri.
Air panas di sini berasal dari sumber alami yang mengalir langsung ke kolam, sehingga terasa sangat nyaman dan menyegarkan. Dengan lokasinya yang berada di tengah alam, pemandian ini cocok untuk wisatawan yang ingin merasakan ketenangan dan relaksasi.
4. Pemandian Air Panas Bukik Kili
Pemandian Air Panas Bukik Kili yang terletak di Kabupaten Solok ini merupakan destinasi favorit warga lokal untuk berendam. Selain airnya yang hangat dan mengandung mineral, pemandian ini juga memiliki suasana alami yang membuat pengalaman berendam semakin menyenangkan.
Bukik Kili menjadi tempat ideal untuk wisata keluarga karena kolamnya yang luas dan aman untuk anak-anak.
5. Pemandian Air Panas Padang Ganting
Air panas yang terdapat di Padang Ganting, Kabupaten Tanah Datar berasal dari sumber alami, dengan suhu yang nyaman untuk berendam, sehingga membuat pengunjung bisa merasakan sensasi relaksasi yang menyegarkan tubuh.
Keindahan alam sekitar dan udara yang segar menambah kenyamanan saat berendam di sini. Lokasi ini juga cocok untuk dikunjungi bersama keluarga atau teman-teman untuk menikmati waktu bersama sambil menikmati pemandangan alam yang asri.
-

Penenun terakhir suku Osing jaga budaya lewat wastra
Jakarta (ANTARA) – Hangatnya sinar Mentari menemani perjalanan menapaki sebuah gang yang tidak terlalu lebar di Desa Jambesari, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Tidak jauh dari gang itu, para tamu disambut senyum merekah yang terpancar dari raut wajah Siami, pengrajin “terakhir” kain tenun tradisional Banyuwangi.
Sosok wanita berusia 74 tahun itu merupakan generasi ketiga penerus yang masih aktif menekuni pembuatan kain tradisional yang rumit. Hal itu merupakan komitmen kuat yang dipegangnya untuk meneruskan warisan budaya Banyuwangi secara turun temurun.
Berjalan dengan sedikit membungkuk, namun melangkah dengan kuat dan mantap, Siami lantas beralih menuju sebuah balai (bale) yang ada di depan rumahnya. Balai yang dibangun dengan kayu itu menggambarkan betapa banyak tahun yang telah dilewati.
Pada bagian langit-langit sisi kanan dan kiri balai berhiaskan anyaman bambu yang terlihat usang, namun dengan hiasan kain merah putih terpasang di langit-langit. Hiasan itupun mempermanis dan menghadirkan nuansa penuh semangat.
Balai yang mampu memuat sekitar empat orang penenun, termasuk alat tenun, ini juga dihiasi janur kuning yang semakin menyemarakkan suasana, seakan siap menjadi panggung pentas Siami berkarya.
Matahari terus merangkak naik. Sambil duduk bersama alat tenun warisan leluhur, ia memulai aktivitas menenun kain khas suku Osing, Banyuwangi. Kulit yang mulai mengendur serta penuh kerut itu tidak sanggup menutup semangat Siami untuk melanjutkan tenunan yang telah terajut beberapa centimer.
Sesekali ia menarik benang yang dipintal putrinya, Ariyana, untuk dipasang di alat tenun di hadapannya.
Dalam kesehariannya, Siami yang tak lagi memiliki penglihatan setajam dulu, mulai menenun pada pukul 6 pagi hingga 4 sore. Di jeda sepanjang waktu itu, ia melaksanakan kewajiban ibadah pada zuhur dan asar, serta istirahat makan.
Kegiatannya pun dilanjutkan usai shalat isya. Hanya saja, kali ini bukan menenun. Ia memintal benang untuk persiapan esok hari. Meski bukan produksi sendiri, benang yang dibeli dari Surabaya itu wajib dipintal agar tidak kusut saat ditenun.
Selembar kain tenun yang memakan waktu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Proses pembuatan kain ini dilakukan dari pemilihan benang dari gulungan sesuai dengan rencana motif yang akan dibuat, penjemuran benang, benang dibentangkan, dipintal, baru kemudian ditenun.
Harga kain tenun buatannya memang terhitung tidak murah. Hal ini karena proses pembuatan yang memakan waktu cukup lama, selembar kain tenun motif solok seukuran sekitar 3 meter x 60 centimeter dibuat selama satu bulan lebih, sehingga kerumitan motif tentu akan berpengaruh pada harga kain.
Kain tenun suku Osing terdiri dari beberapa motif yang meliputi kluwung, gedog, dan solok. Motif solok memiliki banyak bentuk motif yang terdiri dari garis horizontal segitiga titik belah ketupat dan bentuk seperti jam pasir.
Tenun ini digunakan dalam berbagai kesempatan, seperti acara pernikahan atau manten, prosesi peringatan kematian, hingga menggendong bayi keturunan suku Osing yang baru lahir.
Ditambah lagi benang yang kini harus dibeli dari Surabaya, ini tentu menjadi persoalan tambahan dalam proses produksi kain tenung khas Osing.
Siami, penenun terakhir suku Osing saat ditemui di kediamannya di desa Jambesari, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (8/11/2024). ANTARA/ (Sinta Ambar)
Hadapi tantangan
Belajar menenun sejak 1965, Siami yang merupakan seorang anak tunggal ini. Dengan Bahasa Osing ia menjelaskan bahwa sejak kecil hanya diperbolehkan melihat ibunya menenun dan memintal benang.
Hal ini karena alat yang dimiliki hanya satu unit, sementara jika Siami belajar menggunakannya, maka akan mengganggu produksi tenun buatan sang ibu.
Diceritakan bahwa ibu dari Siami berpulang pada tahun 2000. Siami yang sebelumnya hanya belajar memintal benang dan melihat proses menenun itu pun ingin meneruskan tradisi menenun. Dalam proses memintal benang hingga menenun, Siami sering kali menjajal dan berujung gagal. Kegagalan demi kegagalan itu tak lantas menghentikan tekadnya.
Sebagaimana mitos yang beredar, warga setempat menyarankan Siami untuk ziarah ke makam sang ibu serta meminta izin (menyambung energi jiwa dengan sang ibu) untuk menggunakan alat tenun warisan itu. Benar saja, tidak lama usai ziarah, Siami pun berhasil melewati sejumlah proses rumit menenun hingga akhirnya menjadi kain dengan penuh arti.
Dulu, dalam satu keluarga di Desa Jambesari terdapat banyak alat tenun. Karena masih banyak keturunan yang meneruskan budaya lokal ini, namun seiring berjalannya waktu, para anggota keluarga banyak yang merantau ke berbagai kota, serta proses belajar yang tidak sebentar juga menjadi kendala lain. Persoalan itu yang akhirnya budaya menenun kian tergerus dan menyisakan hanya Siami seorang.
Salah seorang putrinya, Ariyana (43), yang hingga kini telah belajar memintal benang itu berharap dapat segera menggunakan alat tenun hasil duplikasi itu. Soal menenun, ia sempat berkesimpulan membutuhkan ketelitian yang tinggi. Salah dalam membuat pola akan berujung kain tenun dipotong, sehingga bakal membuang benang, sementara untuk mengulang tenun dari awal akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Karenanya ketelitian dan jam terbang menjadi hal utama yang dibutuhkan sebagai keterampilan dasar menenun.
Tidak ingin budaya menenun berakhir, Busana yang merupakan menantu Siami mengungkapkan, kini ia telah menduplikasi alat tenun berbahan kayu itu, sehingga keturunan Siami dapat melanjutkan tradisi menenun.
Soal alat tenun yang diduplikasi, alat itu dibuat dengan kerangka kayu yang memanfaatkan bahan lokal asal Banyuwangi. Hingga kini alat tersebut masih dalam proses penyempurnaan, sehingga belum dapat digunakan.
Busana berharap alat tersebut dapat dimanfaatkan pada tahun depan. Salah satu bagian alat tenun yang sulit diduplikasi adalah suri atau sisir yang berfungsi merapikan motif dan pola kain tenun. Bagian itu memang sempat terkendala dalam proses pembuatannya, karena bahan yang sama persis tidak kunjung ditemukan.
“Saat ini saya sudah dapat bahannya, tapi masih belum saya gunakan, karena harus melengkapi bahan lainnya seperti sisir dan alat lainnya, mudah-mudahkan tahun depan sudah bias digunakan,” kata Busana, saat berbincang dengan ANTARA.
Sementara itu, Kepala Desa Jambesari Muhammad Ali Mansur berharap kerajinan tenun Osing tidak hanya berhenti di Siami. Generasi-generasi muda lainnya terus distimulus belajar menenun serta ikut melestarikan budaya luhur tersebut.
Ia pun berharap, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) yang sebelumnya memberikan penghargaan berupa “local heroes” ini mampu menjadi katalis bagi generasi muda untuk ikut belajar menenun. Mansur juga akan menggelar pelatihan pemasaran produk tenun buatan Siami, sehingga mampu memperluas pasar.
Pasalnya, hingga kini Siami hanya menerima pesanan dari orang sekitar Banyuwangi. Sementara menjawab kendala soal alat tenun, ia mengupayakan tambahan alat itu, sehingga, selain untuk pelatihan generasi muda, juga dapat mendukung produksi kain tenun khas Osing.
Sebelumnya, Siami mendapat penghargaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tenologi (Kemendikbudristek) yang bertajuk “Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2024” kategori Pelestari sebagai penenun wastra Osing. Anugerah ini diberikan karena Siami dianggap berkontribusi terhadap kemajuan kebudayaan Indonesia.
Melihat budaya menenun suku Osing yang kini menyisakan hanya satu orang penenun, sejarawan dan pemerhati budaya dari Klub Tempo Doeloe (komunitas penggiat sejarah dan budaya Indonesia) Allan Akbar menilai kain buatan suku asli Banyuwangi yang dipercaya sebagai keturunan Kerajaan Blambangan ini merupakan warisan kerajinan yang memiliki makna historis mendalam.
Bagi dia, berbicara kain tradisional Banyuwangi, terutama dari Suku Osing, kita sedang membahas kekayaan budaya yang tidak hanya artistik, tapi juga sarat makna historis.
Motif-motif pada kain Osing itu unik dan penuh filosofi, menggambarkan identitas masyarakat setempat. Pewarnaan alami dan teknik yang dipakai pun luar biasa, menunjukkan warisan kearifan lokal yang berusia ratusan tahun.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024 -
Surga Air Terjun di Sumatera Barat yang Instagrammable
Liputan6.com, Padang – Selain terkenal dengan budaya Minangkabau dan kulinernya yang lezat, Sumatera Barat juga memiliki keindahan alam yang memanjakan mata. Salah satu daya tarik alam yang wajib dikunjungi adalah air terjun.
Tak hanya terkenal, beberapa air terjun di Sumatera Barat juga tersembunyi di balik rimbunnya hutan dan berbatu terjal, membuatnya menjadi destinasi yang eksotis dan Instagrammable.
Berikut ini adalah beberapa air terjun tersembunyi di Sumatera Barat yang instragrammable, dirangkum dari berbagai sumber:
1. Air Terjun Lembah Anai
Terletak di sepanjang jalan Padang-Bukittinggi, Air Terjun Lembah Anai adalah salah satu air terjun yang terkenal di Sumatera Barat.
Meski sudah terkenal, pemandangannya yang memesona tetap layak disebut sebagai “tersembunyi”. Terletak di tepi jalan raya, air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 35 meter dan dikelilingi oleh hutan tropis yang lebat.
Air terjun ini memiliki kolam alami di bawahnya yang sangat jernih, cocok untuk kamu yang ingin berfoto atau sekadar menikmati keindahan alam. Suasana sejuk dan gemericik air yang menyegarkan membuat tempat ini sangat Instagrammable. Selain itu, air terjun ini juga dikelilingi oleh flora dan fauna khas hutan Sumatera, memberi kesan petualangan di tengah alam liar.
2. Air Terjun Tiga Tingkat
Berada di kawasan Solok Selatan, Air Terjun Tiga Tingkat atau lebih dikenal dengan nama Air Terjun Tiga Dahan memiliki keindahan yang luar biasa.
Sebagaimana namanya, air terjun ini memiliki tiga tingkatan dengan aliran air yang mengalir deras dari atas. Setiap tingkatan memiliki kolam alami yang jernih, membuatnya sangat menarik untuk dijadikan latar foto.
Dikelilingi oleh pepohonan hijau yang lebat dan udara sejuk, air terjun ini menawarkan pengalaman petualangan yang menyegarkan. Meskipun sedikit lebih sulit diakses, pemandangan yang disuguhkan sangat memuaskan, dan Anda bisa mendapatkan banyak foto estetik di setiap sudutnya.
3. Air Terjun Sarasah Bunta
Air Terjun Sarasah Bunta berada di daerah Lembah Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, dan merupakan salah satu air terjun yang tersembunyi dan jarang dikunjungi wisatawan. Untuk mencapai lokasi ini, kamu perlu melewati medan yang cukup menantang, namun begitu sampai, pemandangannya akan membuat segala usaha terasa sebanding.
Dengan ketinggian sekitar 100 meter, air terjun ini memiliki aliran air yang deras dan menciptakan kabut halus yang sangat fotogenik.
Keindahannya semakin bertambah dengan latar belakang tebing-tebing tinggi dan hijaunya pepohonan. Tempat ini sangat cocok bagi Anda yang suka berburu foto alam dengan latar belakang air terjun yang memukau.
-

Pakar sarankan pemerintah terapkan SRI guna wujudkan swasembada pangan
Padang (ANTARA) – Pakar sekaligus guru besar dari Fakultas Pertanian Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat (Sumbar) Prof Musliar Kasim menyarankan pemerintahan yang baru menerapkan system of rice intensification (SRI) untuk mewujudkan swasembada pangan nasional.
“Salah satu solusi untuk mewujudkan swasembada pangan ialah dengan menerapkan system of rice intensification,” kata dia di Padang, Minggu.
Dia mengatakan hal tersebut menanggapi pidato Presiden Prabowo usai pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Jakarta yang bertekad menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.
Menurut dia, metode SRI dapat meningkatkan produksi padi dua kali lipat jika dibandingkan tanpa penerapan cara tersebut.
Oleh karena itu, cita-cita Prabowo yang menginginkan Indonesia swasembada pangan bahkan menjadi lumbung pangan dunia dapat terwujud jika menerapkan konsep SRI.
Baca juga: Mentan sebut pertanian Merauke langkah menuju lumbung pangan dunia
Merujuk karya ilmiah yang ditulis Prof Musliar Kasim bersama Nalwida Rozen, SRI merupakan sistem budi daya tanaman padi yang diadopsi dari Madagaskar. SRI merupakan sistem tanam padi dengan umur bibit muda yang memiliki kelebihan terbentuknya anakan berlipat ganda sehingga hasil pertanian meningkat.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Bidang Pendidikan (2011–2014) itu menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan atau lumbung pangan dunia, maka setidaknya membutuhkan waktu lima hingga 10 tahun, terutama untuk pembukaan lokasi baru.
“Kalau pembukaan lahan baru maka produksinya belum bisa maksimal termasuk jika kita ingin membuka sawah baru. Butuh waktu lima hingga 10 tahun agar bisa berproduksi normal,” kata dia.
Khusus di Ranah Minang, Prof Musliar menilai pengembangan padi dan jagung masih tergolong memungkinkan sebagai penopang swasembada pangan nasional. Kedua tanaman itu bisa digarap di Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman, Solok, dan daerah pesisir.
Pada kesempatan itu, mantan Rektor Unand tersebut juga mendorong pemerintahan Prabowo-Gibran berani dan tegas terhadap oknum-oknum yang selama ini bermain di sektor impor karena merugikan petani maupun negara.
“Yang bermain itu importir. Mereka menginginkan kita ini minus terus sehingga mereka untung. Jadi, ini yang harus ditangani,” ujarnya.
Baca juga: Prabowo sebut Indonesia tiga tahun lagi jadi lumbung pangan dunia
Baca juga: Mentan sebut Indonesia harus bersiap jadi lumbung pangan duniaPewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024
