kab/kota: Sidoarjo

  • Guntual, Terpidana Kasus Gelar Palsu, Dieksekusi ke Lapas Delta Sidoarjo

    Guntual, Terpidana Kasus Gelar Palsu, Dieksekusi ke Lapas Delta Sidoarjo

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Guntual, seorang terpidana dalam kasus penggunaan gelar palsu, akhirnya dieksekusi oleh tim eksekutor Kejaksaan ke Lapas Delta Sidoarjo setelah divonis dua bulan penjara. Eksekusi ini dilaksanakan pada Rabu (4/9/2024) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo.

    Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Roy Rovalino Herudiansyah, melalui Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Sidoarjo, Hafidi, mengonfirmasi bahwa terpidana telah dieksekusi. “Hari ini kami telah mengeksekusi terpidana atas nama Guntual,” ujar Hafidi.

    Guntual ditangkap oleh tim gabungan dari Kejari Sidoarjo bersama tim Adhyaksa Monitoring Center (AMC) Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) di kantornya di Jalan Ketampon, Surabaya. “Terpidana berhasil kami amankan dan eksekusi ke Lapas Delta Sidoarjo,” jelas Hafidi.

    Hafidi menambahkan, eksekusi ini berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Guntual dijatuhi hukuman dua bulan penjara karena terbukti menggunakan gelar Sarjana Hukum (SH) secara ilegal, setelah adanya laporan dari The Riman Sumargo dan Djoni Harsono, pimpinan PT BPR Jati Lestari.

    Guntual terbukti melanggar Pasal 28 ayat 7 Jo Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Sebelumnya, Kejari Sidoarjo telah melakukan pemanggilan sebanyak tiga kali sesuai prosedur, namun terpidana tidak mengindahkan panggilan tersebut.

    “Sebagai langkah terakhir, kami melakukan penjemputan paksa untuk mengeksekusi hukuman penjara terhadap terpidana,” tutup Hafidi, yang pernah menjabat sebagai Kasi Pidum di Kejari Samarinda. (isa/ted)

  • Pendeta di Sidoarjo Ditetapkan Tersangka Kasus KDRT 

    Pendeta di Sidoarjo Ditetapkan Tersangka Kasus KDRT 

    Surabaya (beritajatim.com) – Pendeta di Sidoarjo, Hendryanto Udjari atau Moses Henry ditetapkan sebagai tersangka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dia dilaporkan ke polisi oleh sang istri Sherly pada Jumat, 9 Agustus 2024 kemarin.

    Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Aris Purwanto mengatakan pihaknya sudah melakukan pemeriksaan kepada Moses Henry dan melakukan gelar perkara termasuk pra rekonstruksi. Hasilnya, Moses Henry ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan.

    “Kita sudah melaksanakan gelar perkara penetapan tersangka. Kami tetapkan H sebagai tersangka,” kata Aris Purwanto, Selasa, 3 September 2024.

    Dalam peristiwa ini, polisi menyita berbagai alat bukti untuk menjerat Moses Henry. Seperti pisau dapur, satu dress hijau, satu handphone dan rekaman CCTV. Kepolisian juga sudah mengantongi hasil visum dan tes psikologis dari saksi ahli.

    “Flashdisk dan rekaman video sudah kita kirim ke labfor untuk dilakukan uji laboratorium,” imbuh Aris.

    Diketahui sebelumnya, Pendeta di Sidoarjo Moses Henry dilaporkan ke Polrestabes Surabaya, Jumat, 9 Agustus 2024 lalu. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) itu terekam kamera CCTV.

    Dari video yang diterima beritajatim.com, Moses Henry melakukan pemukulan dengan tangan kosong dan pipa. Moses Henry diduga melakukan penganiayaan terhadap istrinya selama bertahun-tahun. Kasus ini di posting melalui akun TikTok milik Cak Sholeh @sholeh008, yang sekaligus kuasa hukum korbannya.

    “Bertahun-tahun mengalami KDRT, pelakunya adalah suaminya sendiri yang merupakan pengacara dan tokoh agama. Suaminya itu berinisial MH,” seperti diakses beritajatim.com, Rabu, 28 Agustus 2024. [ang/beq]

  • Oknum TNI Bunuh Driver Taksi Online di Sidoarjo Dituntut 12 Tahun

    Oknum TNI Bunuh Driver Taksi Online di Sidoarjo Dituntut 12 Tahun

    Surabaya (beritajatim.com) – Oknum anggota TNI membunuh driver taksi online berinisial AM di Sidoarjo dituntut hukuman penjara 12 tahun. Dalam tuntutan yang dibacakan Oditur Letkol Chk Yadi Mulyadi, SH. MH, dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana tertuang dalam pasal 338 KUHP jo psl 55 ayat (1) ke 1 kuhp dan pasal 181 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Humas Pengadilan Militer III-12 Surabaya Mayor Mirza Ardiansyah mengatakan sidang tuntutan digelar pada Kamis pekan lalu, 29 Agustus 2024.

    Adapun untuk terdakwa Octavianus Samuel Maikosa dituntut pidana penjara selama dua tahun atas perbuatan pembunuhan secara bersama-sama dan menyembunyikan kematian yang dilakukan bersama-sama.

    “Sedangkan (terdakwa) Petrus Candra Silitonga dituntut atas perbuatan yang sama tapi pidana penjara selama 12 tahun dan dipecat dari dinas militer,” ujar Mayor Mirza, Selasa (3/9/2024).

    Sidang yang dipimpin majelis hakim diketuai Letkol Chk Arif Sudibya SHMH dan hkm anggota Mayor Chk Musthofa SH MH dan Mayor Laut (H) Mirza Ardiansyah SH, MH, MAP ini ditunda dengan adenda pembelaan dari kedua Terdakwa.

    Sebelumnya, polisi menguak fakta dari kasus temuan jenazah bernama AM (52) driver taksi online yang ditemukan meninggal dunia di sungai belakang Museum Mpu Tantular Jalan Ali Mas’ud, Kabupaten Sidoarjo pada Jumat (15/12/2023).

    “Kesimpulan sementara korban (meninggal karena) perampokan,” kata Kompol Tiksnarto Andaru Rahutomo Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo, Senin (18/12/2023) lalu.

    Andaru menjelaskan, waktu proses mengevakuasi jenazah dari sungai, polisi tidak menemukan keberadaan mobil korban di lokasi.

    Mobil sempat dinyatakan hilang selama sehari sebelum ditemukan polisi di sebuah kos-kosan di kawasan Semolowaru, Kecamatan Sukolilo, Surabaya pada Sabtu, 16 Desember 2023.

    “Korban sopir taksi online, mobil Wuling (milik korban sempat) hilang. Diketahui (sempat) mengambil penumpang di hotel di Sedati (Sidoarjo), jam 01.00 WIB,” ujarnya.

    Selain itu, polisi juga menemukan bekas luka di bagian kepala korban. Hal itu diungkapkan dr. Deka Bagus Binarsa Dokter Spesialis Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Sabhara Porong.

    “Serangan di kepala tersebut menyebabkan kematian dari korban,” katanya. [uci/beq]

  • Nasabah Sidoarjo Gugat BCA, Hadirkan Saksi di Pengadilan Negeri Surabaya

    Nasabah Sidoarjo Gugat BCA, Hadirkan Saksi di Pengadilan Negeri Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Gugatan yang diajukan oleh Ishar, warga Puri Surya Jaya, Kelurahan Gedangan, Kecamatan Gedangan, Sidoarjo, terhadap PT Bank Central Asia (BCA) terus berlanjut.

    Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (2/9/2024), pihak penggugat menghadirkan saksi untuk memperkuat kasusnya.

    Ishar, melalui kuasa hukumnya, Andry Ermawan dan Dade Puji Hendro Sudomo, SH, menghadirkan Ir. Eko Tjiptartono sebagai saksi di ruang sidang Tirta 2 PN Surabaya.

    Eko, yang mengaku telah berteman dengan Ishar sejak 2018 karena keduanya berasal dari Purwokerto, memberikan kesaksian mengenai situasi finansial penggugat.

    Dalam kesaksiannya, Eko menyebutkan bahwa sekitar Agustus 2023, Ishar sempat bercerita tentang bisnis ekspor-impor miliknya yang mengalami kesulitan finansial akibat dampak pandemi Covid-19.

    “Pak Ishar (penggugat) menceritakan bahwa ia memiliki utang kepada BCA sekitar Rp 800 juta dengan jaminan dua rumah miliknya,” ungkap Eko.

    Namun, dalam perkembangan kasusnya, Ishar kemudian menerima pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjukkan adanya perubahan jumlah utang, yakni menjadi Rp 400 juta.

    Eko sendiri mengaku tidak mengetahui detail perhitungan antara BCA dan OJK yang menyebabkan perbedaan tersebut.

    “Saya tidak tahu bagaimana perhitungannya, yang jelas Pak Ishar menunjukkan bahwa tagihan BCA versi OJK adalah sebesar Rp 400 juta,” tambahnya.

    Eko juga sempat mengonfirmasi hal ini kepada keponakannya yang merupakan kepala kantor wilayah BNI, dan mendapatkan informasi bahwa data dari OJK yang digunakan.

    Perlu diketahui, gugatan yang diajukan oleh Ishar terhadap PT BCA meminta ganti rugi sebesar Rp 10,2 miliar.

    Ishar menuduh BCA melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terkait dengan statusnya sebagai debitur. Ishar menegaskan bahwa dirinya adalah debitur yang baik dan meminta perlindungan hukum.

    Kuasa hukum Ishar, Andry Ermawan, meminta majelis hakim untuk menunda proses lelang terkait kasus ini, mengingat adanya selisih jumlah tagihan antara Bank BCA KCU Galaxy Mall Surabaya sebagai Tergugat I, Bank BCA Sidoarjo sebagai Tergugat II, dan OJK.

    Di sisi lain, pihak tergugat melalui kuasa hukumnya, Andreas, menyerahkan bukti tambahan dalam persidangan. “Kami menyerahkan bukti tambahan karena ada perbaikan dari bukti sebelumnya,” ujarnya. [uci/ted]

  • Aksi Simpatik Polwan Polresta Sidoarjo, Pengendara Kaget Dikira Razia

    Aksi Simpatik Polwan Polresta Sidoarjo, Pengendara Kaget Dikira Razia

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Puluhan polisi wanita (Polwan) Polresta Sidoarjo melakukan aksi simpatik bagi-bagi bingkisan berlabelkan stiker Hari Jadi Polwan ke-76, di kawasan Alun-alun Sidoarjo dan Bundaran Taman Pinang Indah, Senin (2/9/2024).

    Aksi simpatik itu dilakukan oleh para Polwan disela-sela  pengaturan lalu lintas. Tak sedikit para pengendara yang kaget begitu banyaknya Polwan yang ada di area aksi simpatik, dikira sedang razia.

    Dengan humanis Polwan dari Polresta Sidoarjo membantu kelancaran lalu lintas serta menyapa masyarakat, yakni dengan membagikan bingkisan berlabelkan stiker Hari Jadi Polwan ke-76.

    “Saya kira sedang ada razia kendaraan ternyata para polwan ikut bantu kelancaran lalu lintas dan aksi simpatik,” ujar Dini, pengendara roda dua asal Wonoayu Senin (2/9/2024).

    “Aksi simpatik Polwan Polresta Sidoarjo ini merupakan wujud kepedulian serta pengabdian kami dalam rangka peringatan Hari Jadi Polwan ke-76 yang diperingati pada 1 September 2024,” jelas Kabagren Polresta Sidoarjo Kompol Ria Anggraini.

    Ria Anggraini menyebut peringatan Hari jadi Polwan ke-76 tahun 2024 mengusung tema “Polwan Presisi Mendukung Percepatan Transformasi Ekonomi Yang Inklusif Dan Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas”. (isa/kun)

  • Drama Saling Lapor Pendeta Sidoarjo dengan Istri di Polrestabes Surabaya

    Drama Saling Lapor Pendeta Sidoarjo dengan Istri di Polrestabes Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com)-  Drama saling lapor pendeta Sidoarjo dengan istrinya di Polrestabes Surabaya terus bergulir. Setelah Sherly, istri pendeta Sidoarjo itu melaporkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kini Moses Henry melaporkan balik istrinya terkait KDRT dan penyebaran video dengan unsur pornografi.

    Laporan terhadap Moses Henry atau Hendryanto Udjari salah satu pendeta di Sidoarjo di Polrestabes Surabaya terbit dengan nomor LP/B/763/VIII/2024/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 9 Agustus 2024. Laporan itu terkait aksi Moses Henry yang diduga melakukan KDRT kepada Sherly saat bertengkar di hadapan dua anaknya. Laporan terkait KDRT itu dilampiri dengan rekaman video yang juga viral di media sosial.

    Atas laporan istrinya itu, Moses juga melaporkan Sherly dan tertuang dalam laporan bernomor LP/B/785/VIII/2024/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 16 Agustus 2024.

    Atas peristiwa saling lapor antar keduanya, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Aris Purwanto menjelaskan, pihaknya akan memproses setiap laporan dengan profesional dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pihaknya saat ini lebih dulu menangani laporan Sherly yang sudah masuk tahap penyidikan.

    “Laporan polisi yang diajukan Moses memang sudah terbit, tetapi kami belum memprosesnya karena saat ini kami masih fokus pada laporan dari Sherly,” kata Aris.

    Dalam kasus KDRT yang ditangani oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polrestabes Surabaya, Moses Henry sudah memenuhi panggilan penyidik untuk dimintai keterangan pada Kamis (30/08/2024) kemarin. Ia dimintai keterangan hingga 2,5 jam dan setelah selesai ia diperbolehkan pulang. Moses mengatakan bahwa ia masih ingin berdamai dengan istrinya atas drama saling lapor di Polrestabes Surabaya itu.

    “Maaf, saya tidak bisa menjelaskan secara rinci apa yang ditanyakan. Intinya, saya di sana menyatakan ingin berdamai,” pungkasnya.

    Diketahui sebelumnya, Moses Henry mengaku ia dijebak lantaran tidak memenuhi permintaan istrinya untuk memberikan uang sebesar Rp 20 Miliar. Pria dengan nama asli Hendryanto Udjari itu juga mengaku bahwa sang istri sudah lama memancing emosinya.

    “Sudah lama ia coba untuk memancing emosi saya, tapi tidak saya hiraukan. Pada sebuah kesempatan saya dalam kondisi lelah dan akhirnya terpancing emosi,” ujar Moses, Kamis (29/08/2024).

    Moses membantah tudingan istrinya yang menyebut dia telah melakukan KDRT selama 20 tahun. Mantan Caleg DPRD Kabupaten Sidoarjo dari partai Hanura ini sempat memperlihatkan kehidupan glamor dari istrinya di media sosial. Salah satu yang ditunjukan adalah pesta ulang tahun dari istrinya bersama teman-temannya.

    “Bisa dilihat dari sosial media Sherly, dia sering memposting kehidupan hura-hura. Tapi saat ini 3.688 dari 4.739 postingannya sudah dihapus. Bagaimana mungkin seperti itu bisa dikatakan menderita?”, imbuh Moses. [ang/aje]

  • Dilaporkan KDRT, Pendeta Sidoarjo Ngaku Dijebak karena Tak Kasih Uang Rp20 Miliar

    Dilaporkan KDRT, Pendeta Sidoarjo Ngaku Dijebak karena Tak Kasih Uang Rp20 Miliar

    Surabaya (beritajatim.com) – Dilaporkan melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Pendeta Sidoarjo, Moses Henry mengaku dijebak lantaran tidak memenuhi permintaan istrinya untuk memberikan uang sebesar Rp 20 miliar. Pria dengan nama asli Hendryanto Udjari itu juga mengaku bahwa sang istri sudah lama memancing emosinya.

    “Sudah lama ia coba untuk memancing emosi saya, tapi tidak saya hiraukan. Pada sebuah kesempatan saya dalam kondisi lelah dan akhirnya terpancing emosi,” ujar Moses, Kamis (29/08/2024).

    Moses membantah tudingan istrinya yang menyebut dia telah melakukan KDRT selama 20 tahun. Mantan Caleg DPRD Kabupaten Sidoarjo dari partai Hanura ini sempat memperlihatkan kehidupan glamor dari istrinya di media sosial. Salah satu yang ditunjukan adalah pesta ulang tahun dari istrinya bersama teman-temannya.

    “Bisa dilihat dari sosial media Sherly, dia sering memposting kehidupan hura-hura. Tapi saat ini 3.688 dari 4.739 postingannya sudah dihapus. Bagaimana mungkin seperti itu bisa dikatakan menderita?”, imbuh Moses.

    Moses menceritakan bahwa istrinya memiliki sifat manipulatif. Emosi Sherly tiba-tiba bisa berubah dari marah, sedih, dan senang. Ia mengatakan bahwa keadaan jiwa istrinya harus diperiksa. Istrinya juga kerap merusak barang-barang milik Moses ketika marah.

    Terkait dengan video Moses yang viral di media sosial, ia mengatakan setelah bertengkar hebat dengan istrinya seperti yang ada di video, ia langsung meminta maaf kepada anak istrinya. Kemudian, sebagai bentuk maaf, Moses juga sempat makan bersama.

    “Setelah kejadian yang videonya diviralkan itu, saya langsung memeluk anak-anak saya dan meminta maaf. Kemudian kami makan bersama,” ungkapnya.

    Moses juga mengaku bahwa dirinya kerap dipukul di depan mertua dan Asisten Rumah Tangga (ART) serta anak-anak mereka. Moses menunjukan beberapa foto luka lebam yang dialaminya. Ia juga menunjukan foto koleksi jas Moses yang dirusak oleh istrinya.

    Menurut Moses, rumah tangganya mulai renggang 3 tahun belakangan. Ia menduga bahwa istrinya memiliki Pria Idaman Lain (PIL) seorang Warga Negara Asing (WNA).

    “Dia (Sherly) punya pacar WNA mahasiswa S3.Bahkan dia berani memposting di sosial media, tapi dengan mode private. Beberapa jas saya juga dikasihkan ke pacarnya itu,” bebernya.

    Atas kasus ini, Moses berharap agar rumah tangganya bisa diselamatkan dan permasalahan bisa selesai melalui jalur hukum. Ia menegaskan apabila sang istri tetap tidak mau untuk menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan, ia juga tetap akan teguh atas laporannya atas dugaan KDRT dan penyebaran video bermuatan pornografi.

    Sementara itu, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Aris Purwanto mengatakan bahwa laporan SY istri Moses telah memasuki babak penyidikan setelah pihaknya melakukan gelar perkara. Polisi juga sudah melakukan wawancara klarifikasi kepada korban dan mengantongi bukti visum.

    “Kami sudah lakukan pra rekonstruksi dan mengumpulkan barang bukti. dari laporan hasil penyelidikan, penyidik menindaklanjuti dengan melakukan gelar perkara dengan hasil naik ke tahap penyidikan,” kata AKBP Aris Purwanto.

    Dari kasus ini dugaan KDRT yang dilaporkan oleh istri Moses, Polisi sudah melakukan pemeriksaan terhadap 3 orang saksi dan melakukan penyitaan barang bukti.

    “bahwa proses penyidikan saat ini sudah berjalan sesuai prosedur dan tahapan penyidikan, perkembangan yang lain akan disampaikan lebih lanjut,” pungkas Aris. (ang/kun)

  • Dilaporkan ke Polisi, Pendeta di Sidoarjo Lakukan KDRT ke Istri

    Dilaporkan ke Polisi, Pendeta di Sidoarjo Lakukan KDRT ke Istri

    Surabaya (beritajatim.com) – Pendeta di Sidoarjo Moses Henry dilaporkan ke Polrestabes Surabaya, Jumat (09/8/2024) lalu. Aksi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) itu terekam kamera CCTV.

    Dari video yang diterima Beritajatim.com, Moses Henry melakukan pemukulan dengan tangan kosong dan pipa. Moses Henry diduga melakukan penganiayaan terhadap istrinya selama bertahun-tahun. Kasus ini di posting melalui akun TikTok milik Cak Sholeh @sholeh008, yang sekaligus kuasa hukum korbannya.

    “Bertahun-tahun mengalami KDRT, pelakunya adalah suaminya sendiri yang merupakan pengacara dan tokoh agama. Suaminya itu berinisial MH,” seperti yang dilihat Beritajatim.com, Rabu (28/08/2024).

    Dalam unggahan video tersebut, tampak pula ditampilkan sejumlah luka lebam di tubuh Sherly, mulai dari kepala, tangan hingga pelipis mata sebelah kiri. Menurut Sholeh, Kasus ini telah dilaporkan ke Polrestabes Surabaya dengan nomor laporan LP/B/763/VIII/2024/SPKT/Polrestabes Surabaya/Polda Jawa Timur. Moses Henry dilaporkan dengan dugaan pelanggaran pasal 44 UU No. 23 tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

    Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Aris Purwanto mengatakan pihaknya sudah menerima laporan dan memeriksa 3 saksi atas kejadian yang menimpa korban SY. Sampai saat ini, petugas kepolisian masih melakukan pendalaman.

    “Masih pemeriksaan. Saat ini kami sudah memeriksa 3 saksi dan mengamankan barang bukti. Untuk perkembangan selanjutnya akan kami sampaikan,” tutur Aris saat diwawancarai Beritajatim.com.

    Diketahui, Moses Henry pernah mencalonkan diri sebagai legislatif Kota Sidoarjo pada periode 2024-2029 dari partai Hanura. (ang/kun)

  • Kasus Pembunuhan Grati Pasuruan, Pelaku Divonis 20 Tahun

    Kasus Pembunuhan Grati Pasuruan, Pelaku Divonis 20 Tahun

    Pasuruan (beritajatim.com) – Ruslan Abdul Goni, terdakwa pembunuhan warga Sidoarjo di Grati, Pasuruan, akhirnya diputus bersalah. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangil Pasuruan memvonis terdakwa dengan hukuman 20 tahun penjara.

    Kasi Pidum Kejaksaan Negri Bangil, Oktaviandi mengatakan, putusan dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Bangil terdiri dari Enan Sugiarto sebagai Hakim Ketua. Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan.

    “Hakim memutuskan 20 tahun penjara sesuai dengan tuntutan JPU sebelumnya. Dalam tuntutan sebelumnya terdakwa bersalah dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,” jelas Oktaviandi.

    Oktaviandi juga mengatakan JPU masih melakukan pengkajian terkait putusan ini. Apakah nanti akan mengajukan banding atau tidak. “Kami pikir-pikir dalam putusan hakim,” imbuhnya.

    Sementara itu, istri korban, Devi menerima vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim. Devi mengatakan bahwa putusan yang ditetapkan hakim sudah sesuai dengan tuntutan jaksa.

    “Putusannya sudah dibacakan tadi selama 20 tahun penjara. Kami dari keluarga menerimanya dan putusan tersebut sudah yang paling maksimal,” ungkapnya. [ada/beq]

  • Dugaan Korupsi Sidoarjo, Begini Pandangan Saksi Ahli dari Unair

    Dugaan Korupsi Sidoarjo, Begini Pandangan Saksi Ahli dari Unair

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Saksi ahli Dr Bambang Suheryadi dari Unair Surabaya didatangkan ke sidang perkara pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo dengan terdakwa Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (26/8/2024).

    Pakar hukum pidana, itu menekankan ada atau tidaknya paksaan sebagai faktor penting dalam kasus ini. Kata kuncinya adalah paksaan. “Dalam pemotongan itu terpaksa karena takut dimutasi atau tidak diikutkan diklat,’’ ucapnya.

    Di depan hakim ketua Ni Putu Sri Indayani SH MH, dia menjabarkan, untuk pemerasan dalam pasal 12 huruf e dan huruf f UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan adanya unsur objektif berupa sifat melawan hukum dan menyalahgunakan kekuasaan. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

    Pelakunya adalah PNS atau penyelenggara negara. Yang dilakukan adalah memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, menerima pembayaran dengan potongan, untuk sesuatu bagi dirinya sendiri.

    Penasihat hukum Ari Suryono Ridwan Rahmat pun menanyakan apakah maksud pemotongan itu sebelum atau setelah masuk ke rekening pegawai?

    Bambang menjawab kata kuncinya di sini adalah ada paksaan atau tidak. Misalnya tergerak membayar karena takut dimutasi. Apakah betul-betul ada yang memerintahkan kalau itu sudah masuk rekening pribadi.

    Nabilla Amir, pengacara lain Ari Suryono, mengatakan apakah meneruskan kebiasaan penyisihan dari atasan-atasan sebelumnya juga bisa dikategorikan paksaan?

    Saksi-saksi sebelumnya memberikan keterangan bahwa pemotongan insentif ini sudah berlangsung sejak 2014. Saat Badan Pelayanan Pajak Daerah atau (BPPD) Sidoarjo dikepalai oleh Joko Santosa. Praktik itu berlanjut sampai masa Ari Suryono menjadi kepala BPPD Sidoarjo.

    Saksi ahli Bambang Suheryadi menjelaskan, ketika hal itu sudah dilakukan secara berulang-ulang, harus dibuktikan dulu siapa yang memaksa itu. Pemaksaan perlu dibuktikan dari apakah yang dipotong betul-betul takut akan dapat ’’sesuatu’’ dari atasan atau tidak.

    Misalnya, apakah takut dipindah kalau tidak bayar. Apakah ada kesepakatan. Kalau tidak itu berarti tidak ada paksaan. Dalam keterangan saksi-saksi pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah atau (BPPD) Sidoarjo mengaku mereka tidak keberatan insentif dipotong karena memang sudah menjadi kebiasaan.

    ’’Harus dibuktikan memaksa itu bagaimana. Itu melawan hukumnya dengan cara memaksa. Dengan menyalahgunakan kekuasaan,’’ terang Bambang.

    Nabilla pun menegaskan lagi, ’’Apakah kebiasaan menyerahkan itu dikategorikan sebagai pemaksaan?’’

    Bambang menyatakan bahwa harus dibuktikan betul apakah ada misalnya rapat untuk menentukan. Dalam rapat disebutkan nilainya ditentukan. Sehingga, yang dipaksa tidak mampu berbuat lain.
    ’’Apakah dalam rapat ditentukan segini ya segini ya,’’ ungkapnya.

    Hakim Athoillah pun bertanya, ’’Jika tidak ada pemaksaan, tapi ditaruh kitir (kertas kecil berisi nilai potongan, red) di meja masing-masing dan tidak saling tahu. Apakah masuk kategori pemerasan?’’

    Saksi ahli Bambang Suheriyadi mengatakan, apakah ketika ada pemotongan, kemudian ada pegawai yang dimutasi karena tidak membayar potongan atau tidak diikutkan diklat tertentu. Itu harus dibuktikan.

    Jaksa Rikhi Benindo Maghaz mempertanyakan kemugkinan adanya pemaksaan secara psikis. Apakah kekerasan psikis itu dapat diimplementasikan dalam bentuk patuh dan loyal kepada atasan.

    Dijelaskan Bambang selama beberapa kali terjadi pergantian pimpinan, perlu dibuktikan dulu. Apakah pernah terjadi pegawai yang tidak setor atau membayar akhirnya dipindah. Sehingga, yang dipotong tidak mungkin berkata tidak.

    ’’Dalam penerapan hukum pidana, tidak bisa berkata lain itu masuk unsur (pemaksaan),’’ tegasnya.

    Pengacara Nabillah Amir pun bertanya lagi. Kali ini soal tanggung jawab atasan. Di manakah letak tanggung jawab jabatan itu jika uang sudah masuk ke rekening pribadi?

    Diberitakan sebelumnya bahwa insentif pegawai BPPD Sidoarjo ditransfer ke rekening masing-masing pegawai. Baru kemudian potongan disetorkan secara tunai. Ada kertas kecil berupa kitir dengan tulisan kecil berisi nilai pemotongan.

    Ditanya soal itu, Bambang sekali lagi menandaskan, yang harus dibuktikan dulu adalah pemaksaan itu terjadi atau tidak. Baru setelah itu dimintai pertanggungjawaban. Di situ dibuktikan juga apakah ada penyalahgunaan kekuasaan dan pemaksaan.

    Makin Rahmat, tim penasihat hukum Ari Suryono, seusai sidang menjelaskan, selain pembuktian adanya unsur pemaksaan, mens rea (mengharuskan menghukum) atas perbuatannya, yaitu penyalahgunaan kekuasaan.

    Terbukti, dalam persidangan, uang yang menjadi hak pegawai BPPD sudah diterima terlebih dahulu, kemudian baru ada kesepakatan pemberian sodaqoh.

    ’’Faktanya, apakah ada pegawai yang tidak membayar atau protes lantas mendapatkan punisment (hukuman), dimutasi, dipersulit mengikuti kenaikan jabatan, seminar atau workshop. Di persidangan tidak ada. Semoga majelis dengan kearifan dan independen dapat memberikan telaah yang obyektif,’’ harap Makin Rahmat. (isa/but)