kab/kota: Sidoarjo

  • Sidang Gus Muhdlor di Pengadilan, 4 Saksi Bantah Terima Dana Insentif BPPD Sidoarjo

    Sidang Gus Muhdlor di Pengadilan, 4 Saksi Bantah Terima Dana Insentif BPPD Sidoarjo

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Sidang kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo kembali digelar di Pengadilan Tipikor PN Surabaya, Senin (14/10/2024). Agenda sidang dengan terdakwa Bupati Sidoarjo non aktif Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor).

    Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 8 saksi. Terdiri dari staf Prokopim Sidoarjo, sopir pribadi bupati dan lainnya.

    Empat saksi dimintai keterangan yakni Akbar Prayoga, Aswin Reza, Gelar Agung, dan Perdigsa. Para saksi menyatakan tidak pernah menerima aliran dana dari mantan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo Siska Wati, baik berupa tambahan honor maupun Tunjangan Hari Raya (THR).

    Keempatnya mengaku hanya mendapat bayaran dari gaji resmi yang ditanggung oleh APBD Kabupaten Sidoarjo. “Apakah saudara pernah menerima honor tambahan dari Siska Wati atau dari Achmad Masruri?,” tanya JPU Andre Lesmana.

    Empat staf dan ajudan yang ditanya satu per satu menjawab tidak pernah. Begitu juga THR, mereka tidak pernah menerima.

    Siska Wati dalam persidangan sebelumnya menyatakan bahwa dia menyerahkan Rp 50 juta, yang diambilkan dari uang sedekah potongan insentif pajak para pegawai BPPD, kepada Achmad Masruri.

    Uang itu diberikan Siska kepada Masruri karena Masruri meminta uang tersebut sebagai honor untuk 12 orang yang bekerja di Pendopo Kabupaten Sidoarjo. Sebab, 12 orang tersebut, kata Masruri kepada Siska, tidak digaji oleh Pemkab Sidoarjo.

    Keempat saksi juga mengaku tidak pernah mempertemukan Siska Wati dengan Gus Muhdlor untuk menandatangani Surat Keputusan (SK) Bupati tentang besaran insentif bagi pegawai BPPD.

    “Saya meminta Ibu Siska Wati untuk menyerahkan SK tersebut di pos Satpol PP atau di kantor sekretariat karena tujuan Bu Siska Wati hanya untuk mendapatkan tanda tangan, bukan bertemu langsung,” kata saksi Gelar Agung.

    Begitu juga yang disampaikan Akbar. Dia mengatakan tidak pernah mempertemukan Gus Muhdlor dengan Siska Wati. Dia mengaku berkontak melalui WhatsApp. Namun, begitu hari di mana Siska Wati akan menemui Gus Muhdlor, dia tidak piket.

    “Saya menjalani sistem ajudan, 2 hari kerja, 2 hari standby atau libur, dan 3 hari di kantor,” urai Akbar.

    Terkait aliran dana dari Siska Wati untuk membayar bea cukai paket dari Maroko, para saksi mengaku tidak pernah meminta Siska Wati atau mantan Kepala BPPD Ari Suryono untuk membayar biaya sebesar Rp 27 juta tersebut.

    Saat itu, Perdigsa bertanya kepada Masruri bagaimana pembayaran bea cukai tersebut? “Pak Ruri bilang beres,” tukas Perdigsa.

    Digsa mengakui tidak ada perintah dari Gus Muhdlor untuk meminta biaya tersebut ditagihkan. Bahkan, Digsa mengatakan kepada Gus Muhdlor waktu itu akan menyelesaikan biayanya sendiri.

    Diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari 2024 lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati.

    Keduanya telah divonis hakim masing-masing hukuman 5 tahun dan 4 tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp 8,544 miliar. (isa/but)

  • Viral Video Aksi Heroik Anggota Polda Jatim Tangkap Bandar Sabu di Sidoarjo

    Viral Video Aksi Heroik Anggota Polda Jatim Tangkap Bandar Sabu di Sidoarjo

    Surabaya (beritajatim.com) – Sebuah potongan video aksi heroik anggota Polda Jawa Timur melakukan penangkapan terhadap bandar sabu asal Mojokerto berinisial SE di Sidoarjo viral di media sosial. Dalam video itu, Bripka BN nampak bergelut sendirian berusaha melumpuhkan bandar yang ternyata sudah menjadi Target Operasi (TO) Polisi.

    Dirresnarkoba Polda Jatim Kombes Pol Robert Da Costa membenarkan, video viral itu, merupakan penangkapan terhadap pengedar narkotika. Pihak yang melakukan penangkapan adalah anggota Subdit II Ditresnarkoba yakni Briptu BN.

    “Saat itu, Bripka BN sedang bepergian bersama istrinya menaiki mobil pribadi. Kemudian, di tengah perjalanan, Briptu BN mendadak turun dari mobil untuk menangkap si pelaku,” kata Robert Da Costa, Minggu (13/10/2024).

    Kejadian itu terjadi pada 16 September 2024 kemarin. Video viral itu direkam oleh istri Briptu BN. Saat kejadian, Briptu BN kebetulan sedang jalan-jalan bersama istrinya di gedangan. Saat melihat SE, Briptu BN langsung siaga dan melakukan penangkapan sendiri. Ia meminta istrinya tetap berada di dalam mobil untuk merekam video. Termasuk meminta bala bantuan menghubungi teman-teman Ditresnarkoba Polda Jatim.

    “Itu sudah beberapa waktu lalu, tanggal 16 September. Yang merekam video itu, istrinya anggota. Pengedar. Masih dalam proses. Iya cuma 1 orang (yang ditangkap),” imbuh  Robert.

    Dikonfirmasi terpisah, Kasubdit II Ditresnarkoba Polda Jatim AKBP Mirzal Maulana mengatakan, sosok pelaku kesehariannya bekerja sebagai tukang las. SE merupakan TO lama yang sudah diburu oleh  Ditresnarkoba Polda Jatim. “Saat penangkapan, istrinya kan takut lihat suaminya kok pelakunya melawan,” kata Mirzal.

    Dari penangkapan itu, Bripka BN menyita 29 poket plastik kecil berisi narkotika jenis sabu seberat 13,5 gram. Dari keterangan SE, ia mendapatkan pasokan barang haram berbentuk kristal itu dari pria berinisial BP yang kini masuk daftar pencarian orang (DPO).

    “Setelah menaruh barang narkotika jenis sabu itu, difoto, serta memberikan denah lokasi ranjauan tersebut kepada BP (DPO). Selebihnya untuk siapa pembelinya dan berapa harganya pelaku tidak mengetahuinya,” pungkasnya. (ang/kun)

  • Bisa-bisanya 5 Napi Narkoba dalam Lapas Ini Tipu Warga Ngawi, Awas Begini Modusnya

    Bisa-bisanya 5 Napi Narkoba dalam Lapas Ini Tipu Warga Ngawi, Awas Begini Modusnya

    Ngawi (beritajatim.com) – Lima narapidana (napi) menipu warga Ngawi dari dalam Lapas Kelaa I Madiun. Kelima pelaku penipuan tersebut kini telah ditangkap oleh Satreskrim Polres Ngawi.

    Kapolres Ngawi, AKBP Dwi Sumrahadi Rakhmanto, mengungkapkan kasus ini bermula dari pembelian cabai kering oleh korban. “Korban telah sepakat dengan harga, namun setelah pembayaran, barang yang dijanjikan tidak pernah dikirim,” jelasnya, Sabtu (12/10/2024).

    Kasus ini terjadi pada Senin, 9 September 2024, saat korban, Asep warga Cirebon, melakukan transaksi pembelian cabai kering secara daring di Parkiran SPBU Jalan Ir Soekarno, Desa Klitik, Geneng, Ngawi.

    Setelah proses tawar-menawar, disepakati harga sebesar Rp179, 4 juta untuk 345 sak cabai kering. Korban kemudian mencari ekspedisi untuk mengangkut barang tersebut dari Surabaya ke Cirebon, serta meminta foto KTP dan SIM pengemudi truk yang dikirim melalui WhatsApp.

    Pada Selasa, 10 September 2024, korban melakukan pembayaran kepada pemilik barang, dengan janji barang akan segera dikirim. Namun, barang yang ditunggu-tunggu tidak pernah sampai. Ketika dihubungi, pengemudi truk berdalih dengan berbagai alasan.

    Korban kemudian melakukan penelusuran berdasarkan data KTP dan SIM yang diterima sebelumnya. Dari hasil penelusuran, diketahui bahwa barang telah diturunkan di SPBU di Desa Klitik, Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi. Menyadari ada kejanggalan, korban segera melaporkan kejadian tersebut ke Polres Ngawi.

    Tim Tiger Satreskrim Polres Ngawi yang dipimpin Kasat Reskrim AKP Joshua Peter Kurniawan berhasil mengungkap bahwa pelaku adalah lima orang narapidana yang terlibat dalam jaringan penipuan online.

    Pelaku berinisial CAP (38) warga Semarang, TJK (39) warga Kota Madiun, IS warga Kabupaten Magetan, MWA (31) warga warga Kabupaten Sidoarjo, dan FP (34) warga Kabupaten Sidoarjo, dengan peran masing-masing dalam kejahatan ini.

    Mereka mengendalikan aksinya dari dalam Lapas Kelas I Madiun, menggunakan telepon genggam sebagai alat komunikasi.

    Berikut peran kelima pelaku:

    1. TJK (39 tahun), tempat tinggal di Kelurahan Nambangan Lor, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun.

    Peran: Mencarikan armada untuk proses bongkar muat barang, serta menyediakan tempat penyimpanan sementara sebelum barang hasil kejahatan dijual.

    2. IS, tempat tinggal di Desa Mangge, Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan.

    Peran: Bertindak sebagai perantara antara CAP dan TJK, menyampaikan perintah dari CAP kepada TJK untuk mencarikan armada bongkar muat di lokasi kejadian serta mencarikan pembeli barang.

    3. CAP (38 tahun), laki-laki, tempat tinggal di Desa Karangrejo, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang.

    Peran: Otak dari penipuan online, mengorganisir serta membagi tugas di antara anggota sindikat yang terdiri dari lima orang. Mereka mencari korban dengan masuk ke dalam grup WhatsApp “info muatan truk” melalui link yang dibagikan di Facebook. CAP berpura-pura memiliki bisnis ekspedisi jasa pengiriman.

    4. MWA (31 tahun), tempat tinggal di Kelurahan Gampang, Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo.

    Peran: Mengaku sebagai Asep (pembeli barang) dan memerintahkan TF, selaku pengemudi truk, untuk berhenti di lokasi kejadian sebelum barang dipindahkan ke armada lain.

    5. FP (34 tahun), laki-laki, tempat tinggal di Desa Sidomulyo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo.

    Peran: Mencari pembeli untuk barang hasil penipuan berupa cabai kering, yang kemudian dijual kepada DPS di wilayah Sidoarjo.

    Kelima pelaku tersebut merupakan residivis kasus narkoba yang saat ini masih berstatus sebagai warga binaan di Lapas Kelas I Madiun.

    “Berkat kerja sama antara Polres Ngawi dan pihak Lapas Kelas I Madiun, sindikat ini berhasil kami ungkap,” ujar AKBP Dwi Sumrahadi Rakhmanto.

    CAP, sebagai otak dari sindikat ini, mengorganisir dan membagi tugas kepada pelaku lainnya. Ia mencari korban melalui grup WhatsApp “info muatan truk” dan berpura-pura menjalankan bisnis jasa ekspedisi.

    Sebanyak 13 saksi telah diperiksa dalam penyelidikan kasus ini. Barang bukti yang berhasil diamankan di antaranya lima unit handphone dari para pelaku, empat handphone dari saksi, satu truk canter warna kuning, dan 158 sak cabai kering.

    Kepala Pengamanan Lapas (KPLP) Kelas I Madiun, Aris Sakuryadi, mengakui bahwa pelaku mendapatkan handphone secara ilegal dari narapidana yang telah bebas sebelumnya. “Kami kecolongan dalam hal ini,” ujarnya kepada media.

    Penyidik Polres Ngawi tidak melakukan penahanan terhadap para pelaku karena mereka masih berstatus narapidana dalam kasus narkoba dan sedang menjalani hukuman di Lapas Kelas I Madiun.

    Para pelaku akan dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, atau Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara. [fiq/ian]

  • Kasus Dugaan Mega Korupsi Aset Pemda di Kelurahan Urangagung Masih Ditangani Kejari Sidoarjo

    Kasus Dugaan Mega Korupsi Aset Pemda di Kelurahan Urangagung Masih Ditangani Kejari Sidoarjo

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Kasus lahan gogol gilir di Kelurahan Urangagung, Kecamatan Sidoarjo yang digarap petani namun dikuasai dan diuruk pihak developer PT Citra Sekawan Mandiri (CSM), hingga saat ini masih proses ditangani Kejari Sidoarjo.

    Kasus tersebut sudah hampir setahun lebih, sejak pertengahan tahun 2023 berada di Korps Adhyaksa Jalan Sultan Agung. Kasus tersebut sejak era Kajari Sidoarjo Ahmad Muhdhor, hingga kini berganti ke Kajari Sidoarjo Roy Rovalino Herudiansyah.

    Hingga saat ini lahan gogol gilir yang diduga merupakan aset dari Pemkab Sidoarjo karena peralihan administrasi dari desa menjadi kelurahan itu masih belum ada kepastian hukum apakah kasus tersebut dilanjutkan atau dihentikan.

    Kajari Sidoarjo Roy Rovalino Herudiansyah melalui Kasi Intelijen Hadi Sucipto menegaskan jika kasus tersebut tetap berjalan.

    “Perkara di maksud masih dalam ranah penyelidikan (lid) di Pidsus (Bidang Pidana Khusus). Pemeriksaan sedang di lakukan permintaan keterangan dalam rangka mencari bukti,” ucapnya melalui pesan WhatsApps Jum’at (11/10/2024).

    Oleh karena sifatnya masih penyelidikan, lanjut Hadi, pihaknya belum bisa memberikan pemberitaan secara detail. “Nanti kalau ada perkembangan dari hasil penyelidikan akan kami update informasinya,” janjinya.

    Perlu diketahui, kasus lahan gogol gilir ini awalnya ada 8 petani dengan 9 ancer lahan. Para petani gogol gilir itu menjerit pada Mei 2023 meminta bantuan hukum kepada Presiden Jokowi, Kapolri hingga Jaksa Agung agar mendapat keadilan.

    Warga gogol gilir melakukan aksi demo di sawah Kelurahan Urangagung Sidoarjo yang diuruk (dok)

    Mereka menjerit lantaran lahan yang selama ini digarap itu tiba-tiba diuruk oleh pihak PT Citra Sekawan Mandiri (CSM). Padahal, para petani tidak pernah membebaskan lahan tersebut. Namun, pihak developer mengklaim memiliki alas hak atas objek itu.

    Tak hanya itu, para petani juga sempat dimediasi oleh Bupati Sidoarjo yang saat itu dijabat Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor), hingga mengajukan gugatan di PTUN Surabaya. Walhasil, semua upaya itu buntu hingga saat ini.

    Namun usut punya usut, berdasarkan dokumen yang dipegang para petani mengungkap jika mereka memiliki bukti leter C dan SK dari Kepala Kelurahan Urangagung M. Anwar.

    Para petani tidak merasa pernah melepas status kepemilikan, sementara PT CSM bertahan dengan bukti HGB No. 1396 / Kelurahan Urangagung, meskipun pihak developer mengklaim sudah membebaskan objek tersebut.

    Anehnya, berdasarkan dokumen-dokumen mengungkapkan, peralihan dari gogol gilir hingga menjadi milik developer (SHGB) cukup janggal. Sebab, lahan gogol gilir itu peralihan menjadi gogol tetap pada tahun 2018 silam.

    Padahal, peralihan administrasi Urangagung dari desa menjadi kelurahan itu pada tahun 2009 silam. Sejak tahun 2009 itu Urangagung yang awalnya desa sudah beralih menjadi kelurahan, sehingga yang semula dijabat Kepala Desa (Kades) beralih dijabat oleh Lurah (PNS) serta semua aset desa beralih menjadi aset Pemkab Sidoarjo.

    Tak hanya itu, ada kejanggalan lagi dengan munculnya beberapa dokumen tentang peralihan lahan gogol gilir menuju gogol tetap diantaranya Lurah Urangagung mengeluarkan peraturan kelurahan (Perkel) Nomor : 7 tahun 2016 tentang penetapan sawah gogol gilir yang ditetapkan haknya menjadi gogol tetap.

    Tuntutan. Warga memaaang spanduk berisi tuntutan atas lahan sawah yang diuruk developer

    Perkel tersebut menjelaskan luas objek tersebut kurang lebih 80.964 m2 serta melampirkan 78 petani gogol gilir yang ditetapkan haknya menjadi gogol tetap, dari jumlah petani gogol gilir yang jumlah keseluruhannya 106.

    Para 8 petani itu termasuk dalam 78 petani gogol gilir yang di ubah status lahannya menjadi gogol tetap melalui panitia PPL pada tahun 2017.

    Ironisnya, dalam pembebasan itu ada nama Tirto Adi yang mewakili petani gogol pada 2011 silam. Tirto yang saat menjabat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo membumbukan tanda tangan basah beserta dua lainnya dalam pembebasan itu.

    Terbaru, dari 8 petani gogol gilir kelurahan Urangagung, Kecamatan Sidoarjo Kota itu akhirnya ada 5 petani yang mau diberi kompensasi oleh pihak developer. Sisanya hingga saat ini enggan mendapat kompensasi. *Minta Kejagung dan KPK Lakukan Supervisi*

    Rahmad Hadi Wiyono, salah satu petani gogol gilir Kelurahan Urangagung, Kecamatan Sidoarjo Kota meminta agar Kejari Sidoarjo serius menangani kasus tersebut. “Kami minta serius ini agar kami ada kepastiam hukum,” terangnya.

    Ia berharap, kasus dugaan mega korupsi itu juga mendapat atensi dari Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga KPK. “Kami harap agar disupervisi dari atas agar tidak main-main,” harapnya. (isa/kun)

  • Imigrasi Surabaya Ungkap Pelanggaran Seorang Model WNA dalam UU Keimigrasian

    Imigrasi Surabaya Ungkap Pelanggaran Seorang Model WNA dalam UU Keimigrasian

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya kembali menindak tegas pelanggar keimigrasian, dengan mengamankan warga negara asing (WNA) yang berperan model di bawah umur, dalam dalam patroli siber 2024.

    Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Muhammad Novrian Jaya, menjelaskan pengungkapan kasus ini berlandaskan informasi masyarakat dan patroli siber keimigrasian, pihaknya mendapati pelanggaran yang melibatkan WNA perempuan tersebut.

    “Operasi pengawasan ini berkolaborasi dengan Kepala Seksi Intelijen Gerry. Jadi saat kami berada di lokasi, kami menemukan seorang WNA perempuan yang awalnya mengaku bernama lain, namun setelah diidentifikasi lebih lanjut, diketahui berinisial DM” ujar Novrian Kamis (10/10/2024).

    Novrian mengungkapkan dalam wawancara awal, DM menolak menunjukkan dokumen perjalanan atau visa yang dimilikinya kepada petugas, meskipun diminta secara resmi. “Ketidakkooperatifan ini membuat petugas Imigrasi terpaksa membawa DM ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya untuk pemeriksaan lebih lanjut,” tegasnya.

    Novrian menyebutkan bahwa dari hasil penyelidikan, DM diduga melanggar Pasal 122 huruf a dan Pasal 116 Jo Pasal 71 huruf b Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

    Berdasarkan pelanggaran tersebut, Imigrasi Surabaya memutuskan untuk memberikan Tindakan Administratif Keimigrasian berupa pendetensian atau DM ditempatkan di ruang detensi sejak 25 September 2024, sebagai bagian dari prosedur pra-penyidikan.

    Sementara itu, dalam keaempatan Kepala Kantor Imigrasi Surabaya Ramdhani, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan ragu menindak tegas setiap pelanggaran keimigrasian.

    “Kami berkomitmen menjaga kedaulatan dan ketertiban aturan keimigrasian di Indonesia. Setiap WNA yang melanggar aturan akan kami tindak sesuai hukum yang berlaku,” paparnya.

    Lanjut Ramdhani, langkah tegas ini adalah bagian dari upaya Kantor Imigrasi Surabaya untuk memastikan bahwa setiap warga negara asing yang berada di Indonesia mematuhi peraturan yang berlaku.

    “Operasi ini juga menjadi pengingat bagi semua WNA agar selalu membawa dokumen yang sah dan menunjukkan sikap kooperatif kepada petugas jika diminta,” tukasnya.

    Kendati demikian, adanya operasi ini menunjukkan bahwa pengawasan keimigrasian terus diperkuat guna memastikan tidak ada pelanggaran yang mengganggu ketertiban nasional, dan diharapkan, terutama warga negara asing, dapat lebih berhati-hati dan mematuhi aturan keimigrasian yang berlaku di Indonesia. (isa/ted)

  • Terdakwa Korupsi Pemotongan Insentif ASN di Sidoarjo Divonis 4 Tahun Penjara

    Terdakwa Korupsi Pemotongan Insentif ASN di Sidoarjo Divonis 4 Tahun Penjara

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Siska Wati, terdakwa dalam kasus dugaan pemotongan insentif Aparatur Sipil Negara (ASN) di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemkab Sidoarjo, dijatuhi hukuman 4 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Rabu (9/10/2024).

    Selain itu, Siska juga didenda Rp 300 juta dengan subsider 3 bulan kurungan penjara. Putusan ini dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Ni Putu Sri Indayani.

    Majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah dalam kasus korupsi yang merugikan insentif pegawai BPPD.

    “Terdakwa bersalah secara sah dan meyakinkan dalam tindak pidana korupsi pemotongan insentif pegawai BPPD Sidoarjo,” tegas Ni Putu.

    Hukuman ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut Siska dengan hukuman 5 tahun 8 bulan penjara.

    Dalam sidang sebelumnya, JPU KPK tidak menyebut adanya kerugian negara atau tuntutan denda, namun hakim menambahkan denda dalam putusannya. Faktor yang memberatkan hukuman adalah bahwa tindakan terdakwa bertentangan dengan kebijakan negara, meskipun terdakwa telah mengikuti pendidikan kedinasan yang dibiayai negara.

    Di sisi lain, hal-hal yang meringankan antara lain terdakwa belum pernah dipidana, kooperatif selama persidangan, serta memiliki tanggungan keluarga.

    Setelah berunding dengan penasihat hukumnya, Siska menyatakan akan mengajukan banding. “Kami akan mengajukan banding atas putusan ini,” kata penasihat hukumnya, Erlan Jaya Putra.

    Selain putusan untuk Siska, majelis hakim juga menjatuhkan vonis terhadap terdakwa lain, Ari Suryono, dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Ari diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar, dengan ancaman pidana tambahan jika tidak mampu membayar. Baik Ari Suryono maupun JPU KPK masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding. [isa/beq]

  • Tabrak Mesin Pompa SPBU, Sopir PT Gajah Mas Antarniaga Dituntut 2 Bulan

    Tabrak Mesin Pompa SPBU, Sopir PT Gajah Mas Antarniaga Dituntut 2 Bulan

    Surabaya (beritajatim.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho menuntut pidana penjara selama dua bulan kepada Terdakwa Afandy Suparyanto (32). Afandy dinyatakan bersalah lantaran menubruk mesin pompa di SPBU yang menyebabkan kerugian sebesar Rp 410 juta.

    “ Terdakwa terbukti secara sah bersalah sebagaimana pasal 310 Ayat (1) jo pasal 229 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Liyntas dan Angkutan Jalan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Afandy Suparyanto dengan pidana penjara selama 2 bulan,” ujarnya saat membacakan surat tuntutannya, Selasa (8/10/2024)..

    Selain hukuman penjara, JPU Hajita juga menuntut terdakwa Afandy dengan hukuman denda sebesar Rp 1 juta. “Jika tidak dibayar akan diganti dengan hukuman kurungan selama 1 bulan,” tandasnya.

    Menurut JPU Hajita, tuntutan 2 bulan penjara lantaran pihak SPBU telah memaafkan terdakwa Afandy, meski tidak ada ganti rugi yang diberikan atas insiden tersebut. “Sudah memaafkan, tapi tidak ada ganti rugi,” kata JPU Hajita.

    Selain itu, menurut Hajita, terdakwa Afandy tidak ditahan selama proses hukum karena pasal yang diterapkan tidak memungkinkan penahanan. “Tidak ditahan karena pasalnya tidak bisa ditahan. Kalau sudah putusan, baru kami eksekusi,” katanya.

    Perlu diketahui, insiden kecelakaan tersebut berawal saat Afandy Suparyanto (32), sopir PT Gajah Mas Antarniaga, mengemudikan truk HINO dengan nomor polisi L-9712-UJ dari Pelabuhan Jamrud Surabaya menuju Sidoarjo pada 11 Maret 2024, sekitar pukul 03.30 WIB.

    Namun dalam perjalanan di Jalan Perak Barat, Surabaya, dengan kecepatan 30 km/jam, Afandy kehilangan konsentrasi karena kelelahan dan mengantuk.

    Ketika melintas di depan SPBU di Jalan Alun-alun Priok, truknya oleng ke kiri dan menabrak plang stand box SPBU. Setelah menabrak, Afandy secara refleks membanting setir ke kiri, sehingga truk menabrak mesin pompa BBM hingga akhirnya berhenti.

    Akibat kejadian ini, pihak SPBU mengalami kerugian materiil sebesar Rp 410 juta. Atas perbuatannya, Afandy didakwa pasal 310 ayat (1) jo pasal 229 ayat (2) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. [uci/suf]

  • Ibu-ibu Sikat HP di Perumtas 3 Sidoarjo Terekam CCTV

    Ibu-ibu Sikat HP di Perumtas 3 Sidoarjo Terekam CCTV

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Sebuah video viral di media sosial memperlihatkan aksi seorang ibu-ibu yang mengambil telepon genggam di dashboard motor. Kejadian tersebut berlangsung di depan ruko Perumahan Perumtas 3, Wonoayu, Sidoarjo, pada Sabtu, 5 Oktober 2024, sekitar pukul 15.07 WIB.

    Dalam rekaman CCTV yang beredar, awalnya terlihat seorang pembeli memarkir motor di depan toko dan meletakkan handphone di dashboard kendaraannya. Tak lama kemudian, seorang ibu yang mengendarai motor merah melintas dan memperhatikan situasi di sekitar.

    Setelah melihat handphone yang tertinggal di motor, ibu tersebut tampak bolak-balik memantau kondisi sekitar. Begitu merasa aman, ia segera mengambil handphone tersebut dan langsung pergi dengan motor Scoopy merahnya.

    Aksi tersebut sontak memicu perhatian netizen. Salah satu pengguna media sosial mengingatkan masyarakat agar lebih waspada saat meninggalkan barang berharga di motor. “Hati-hati saat parkir motor ketika belanja. Ibu berkerudung cokelat mengambil handphone yang tertinggal di dashboard motor Vario dan kabur dengan motor Scoopy merah, nopolnya terlihat jelas. Kejadian di Perumtas 3 Wonoayu,” tulis netizen yang mengunggah video tersebut.

    Peristiwa ini menjadi pengingat penting bagi warga Sidoarjo, terutama di Wonoayu, agar lebih waspada dan tidak meninggalkan barang berharga di tempat terbuka, terutama saat memarkir kendaraan di area publik. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan lebih lanjut dari pihak berwenang terkait langkah selanjutnya. (ted)

  • Jalani Sidang Lanjutan di Tipikor Surabaya, Gus Muhdlor Didampingi Keluarga

    Jalani Sidang Lanjutan di Tipikor Surabaya, Gus Muhdlor Didampingi Keluarga

    Sidoarjo (beritajatim.com) –  Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor kembali menjalani sidang lanjutan dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo. Dalam sidang kali ini, Gus Mudhlor tampak didampingi keluarganya.

    Gus Muhdlor terlihat tenang dengan memakai kemeja batik. Dalam sidang kali ini, JPU menghadirkan 5 saksi untuk menyampaikan keterangan di depan Majelis Hakim.

    Mereka adalah Mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, Mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati, Mantan Sekretaris BPPD Sidoarjo Hadi Yusuf, Sekretaris BPPD Sidoarjo Sulistiyono, dan pegawai BPPD Sidoarjo Rahma Fitri Kristiani.

    Di sidang tersebut terungkap aliran dana Rp 50 juta per bulan yang diambilkan dari dana potongan insentif pajak yang didakwakan kepada Gus Mujdlor.

    Ternyata Gus Muhdlor tidak pernah meminta uang tersebut. Ini sesuai dengan keterangan Ari Suryono yang sudah dituntut JPU 7 tahun 6 bulan penjara.

    Menurut Ari Suryono, Gus Muhdlor cuma meminta bantuan agar penggajian pegawai di Pendopo turut dipikirkan. BPPD Sidoarjo kemudian memotong insentif pajak ASN.

    “Beliau mengatakan kalau di pendopo ada pengawal, sopir, dan pembantu yang bekerja 24 jam. Mereka tidak digaji dari dana pemkab. Beliau minta bantuan agar mereka diurus,” kata Ari dalam sidang.

    Ari Suryono menegaskan, nominal Rp 50 juta juga bukan permintaan dari Gus Muhdlor. Yang meminta uang tersebut adalah staf pendopo, Achmad Masruri. Achmad Masruri menemui Ari Suryono dan mengatakan kebutuhan pegawai di pendopo mencapai Rp 50 juta.

    Sejak saat itu, Achmad Masruri menerima uang Rp 50 juta setiap awal bulan. Sebagian besar uang itu dikirim oleh Siska Wati dan terkadang dikirim langsung oleh Ari Suryono. Jadi, Gus Muhdlor tidak pernah menerima sepeserpun uang dari BPPD.

    Saat baru menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono juga diberitahu bahwa ada dana sedekah yang dipotong dari insentif pajak para pegawai BPPD.

    Dana tersebut digunakan untuk biaya kebersamaan seperti karya wisata. Perintah pemotongan dana insentif pajak tersebut bukan dari Gus Muhldor. Melainkan sudah terjadi di masa bupati sebelumnya.

    “Kata Siska Wati dan Hadi Yusuf, sejak dulu memang begitu,” katanya.

    Ari Suryono kemudian berinisiatif untuk mengambilkan dana kebutuhan para pegawai pendopo itu dari uang sedekah. Padahal, Gus Muhdlor saat itu tidak menginstruksikan apapun. “Saya diskusikan dengan Siska Wati untuk diambilkan dari dana sedekah tersebut,” katanya.

    Seperti diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk Ari dan Siskawati. Keduanya diduga terlibat dalam pemotongan intensif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen. [uci/ted]

  • Gus Muhdlor Klaim Tak Pernah Perintahkan Potong Insentif ASN BPPD Sidoarjo

    Gus Muhdlor Klaim Tak Pernah Perintahkan Potong Insentif ASN BPPD Sidoarjo

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Bupati Sidoarjo non aktif, Ahmad Muhdlor Ali, (Gus Muhdlor) mengklaim tak pernah memerintahkan untuk memotong insentif ASN Sidoarjo. Hal ini terungkap pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo di PN Surabaya, Senin (7/10/2024)

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK menghadirkan 5 saksi. Mereka adalah mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati, mantan Sekretaris BPPD Sidoarjo A Hadi Yusuf, Sekretaris BPPD Sidoarjo Sulistiyono, dan pegawai BPPD Sidoarjo Rahma Fitri Kristiani.

    Di sidang tersebut terungkap aliran dana Rp50 juta per bulan yang diambilkan dari dana potongan insentif ASN BPPD Sidoarjo. Ini sesuai dengan keterangan Ari Suryono.

    Ari Suryono sendiri sudah dituntut JPU 7 tahun 6 bulan penjara. Dia menyebut, bahwa Gus Muhdlor tidak pernah meminta uang tersebut. Menurutnya, Gus Muhdlor cuma meminta bantuan agar penggajian pegawai di pendopo turut dipikirkan. BPPD Sidoarjo kemudian memotong insentif pajak ASN.

    “Beliau mengatakan kalau di pendopo ada pengawal, sopir, dan pembantu yang bekerja 24 jam. Mereka tidak digaji dari dana pemkab. Beliau minta bantuan agar mereka diurus,” kata Ari di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor PN Surabaya di Sidoarjo.

    Ari Suryono menegaskan, nominal Rp50 juta juga bukan permintaan dari Gus Muhdlor. Yang meminta uang tersebut adalah staf pendopo, Achmad Masruri. Achmad Masruri menemui Ari Suryono dan mengatakan kebutuhan pegawai di pendopo mencapai Rp 50 juta.

    Sejak saat itu, Achmad Masruri menerima uang Rp 50 juta setiap awal bulan. Sebagian besar uang itu dikirim oleh Siska Wati dan terkadang dikirim langsung oleh Ari Suryono. Jadi, Gus Muhdlor tidak pernah mengirimkan uang untuk menggaji staf pendopo.

    Saat baru menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono juga diberitahu bahwa ada dana sedekah yang dipotong dari insentif pajak para pegawai BPPD. “Yang memberi tahu adanya dana sedekah adalah Siska Wati dan A Hadi Yusuf,” tambah Ari Suryono.

    Ari Suryono kemudian berinisiatif untuk mengambilkan dana kebutuhan para pegawai pendopo itu dari uang sedekah. Padahal, Gus Muhdlor saat itu tidak menginstruksikan apapun. “Saya diskusikan dengan Siska Wati untuk diambilkan dari dana sedekah tersebut,” katanya.

    Sepeti diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk Ari dan Siska Wati. Keduanya diduga terlibat dalam pemotongan intensif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen. [isa/beq]