kab/kota: Seoul

  • Ketakutan dan Amarah, Enam Jam yang Mengguncang Korsel

    Ketakutan dan Amarah, Enam Jam yang Mengguncang Korsel

    Jakarta

    Hwang, pemuda berusia 19 tahun di Korsel, sedang menyimak aksi demonstrasi warga Georgia di layar televisi pada Selasa (03/12) malam, saat tiba-tiba tayangan berubah menampilkan kondisi genting yang terjadi di negaranya saat Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer.

    “Saya tak percaya dengan apa yang saya lihat,” kata Hwang, seorang pelajar yang meminta nama lengkapnya tidak dipublikasikan.

    Keesokan harinya, tepatnya Rabu (04/12) siang, Hwang yang masih terkejut dengan perubahan drastis di negerinya, menjadi bagian dari demonstrasi memprotes kebijakan darurat militer di depan gedung Majelis Nasional.

    “Penting bagi saya untuk hadir di sini untuk menunjukkan kami menentang apa yang sedang dilakukan Presiden Yoon,” katanya.

    Kurang dari enam jam, Presiden Yoon Suk Yeol dipaksa untuk mencabut darurat militer, setelah anggota parlemen melakukan pemungutan suara darurat untuk membatalkan pemberlakuan darurat militer tersebut.

    Itu adalah enam jam berisi kekacauan, demonstrasi, ketakutan, dan ketidakpastian di negeri yang membawa Presiden Yoon ke tampuk kekuasaan tertinggi Korea Selatan.

    Pengumuman darurat militer

    Selasa (03/12), tepat pukul 23.00 waktu setempat, Presiden Yoon yang tampak duduk di depan tirai berwarna biru, membacakan pidato yang mengejutkan warga Korea Selatan.

    Kebijakan ini diumumkan Presiden Yoon yang tengah berjuang menghadapi kebuntuan legislasi rancangan undang-undang anggaran negara dan upaya penyelidikan terhadap anggota kabinetnya.

    Getty Images

    Pengumuman ini memantik kegaduhan semalam suntuk di Seoul, ibu kota negeri itu.

    Tak lama berselang setelah dekrit darurat militer, polisi mulai memasang gerbang metal berwarna putih di luar gedung Majelis Nasional yang berlokasi di jantung Seoul, gedung yang selama ini digambarkan sebagai “simbol demokrasi Korea” oleh instansi pariwisata negeri tersebut.

    Militer kemudian mengumumkan semua aktivitas parlemen dihentikan sebagai bagian dari pemberlakuan darurat militer.

    Baca juga:

    Akan tetapi, pengumuman penerapan darurat militer militer dan pengerahan aparat keamanan tidak menghentikan ribuan orang berkumpul di depan gedung tersebut dalam marah dan keprihatinan.

    Kondisi ini mengingatkan pada era lampau. Sebagai negara yang kini menerapkan demokrasi secara penuh, Korea Selatan sebenarnya baru lepas dari bawah rezim otoriter pada 1987. Darurat militer terakhir kali diberlakukan negara ini pada 1979.

    Apa yang terjadi saat ini adalah “gerakan yang tak pernah saya bayangkan akan terjadi di Korea Selatan pada abad ke-21,” kata seorang pelajar, Juye Hong, kepada BBC World Service.

    Upaya perlawanan

    Tak lama setelah darurat militer diumumkan Presiden Yoon, pimpinan oposisi dari Partai Demokrat, Lee Jae-myung, menayangkan siaran langsung lewat Instagram, meminta rakyat untuk hadir di gedung Majelis Nasional dan menggelar demonstrasi di sana.

    Ia juga meminta koleganya, sesama anggota parlemen untuk hadir di gedung Majelis Nasional guna menolak pemberlakuan darurat militer.

    Ratusan warga merespons ajakan itu.

    Ketegangan meruyak seiring warga yang mengenakan mantel musim dingin berdatangan dan berupaya menembus barisan polisi berjaket neon.

    “Tolak darurat militer,” seru para peserta aksi.

    Kendaraan-kendaraan yang membawa personel militer dihadang oleh kerumunan orang. Seorang perempuan berbaring di antara roda-roda kendaraan militer, menantang kehadiran tentara di sana.

    Namun kondisi itu, begitu kontras dengan kondisi bagian Seoul lainnya, yang terkesan normal, meski kebingungan menggelayut.

    “Jalan-jalan tampak normal, orang-orang di sini jelas kebingungan,” kata John Nilsson-Wright, seorang profesor di Universitas Cambridge, kepada BBC World Service, dari Seoul.

    John mengatakan seorang polisi sempat berbincang dengannya “sama bingungnya dengan saya”.

    Seorang perempuan berbaring di jalan untuk menghalangi kendaraan yang mengangkut unit tentara (Reuters)

    Bagi sebagian orang, momen pergolakan itu adalah malam yang panjang.

    “Awalnya saya senang karena tahu saya tidak perlu pergi ke sekolah hari ini,” kata seorang remaja berusia 15 tahun kepada BBC di Seoul, Rabu (04/12).

    “Tapi kemudian rasa takut yang amat sangat hinggap, dan membuat saya terjaga sepanjang malam.”

    “Tak ada kata yang mampu menggambarkan rasa takut saya, bahwa kejadian ini mungkin mengubah kami menjadi seperti Korea Utara,” kata seorang warga yang enggan diungkap identitasnya kepada BBC.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Sementara itu, kabar bahwa pasukan khusus telah dikerahkan ke gedung parlemen mulai menyebar. Suara helikopter terdengar mengitari langit sebelum mendarat di atap gedung parlemen.

    Para wartawan berdesakan di antara kerumunan di luar gerbang, sambil mengambil gambar dengan kamera.

    Kekhawatiran soal potensi pembatasan kerja media membuat para wartawan di Seoul tetap berhubungan satu sama lain sambil bertukar saran tentang cara untuk tetap aman.

    Sementara itu, Ahn Gwi-ryeong, juru bicara berusia 35 tahun dari Partai Demokrat oposisi berhadapan dengan tentara di bawah todongan senjata. Aksinya menarik laras senapan seorang tentara tersorot kamera dan kemudian viral di dunia maya.

    Ahn Gwi-ryeong, juru bicara berusia 35 tahun dari Partai Demokrat oposisi berhadapan dengan tentara di bawah todongan senjata. (BBC)

    “Saya tidak memikirkan hal-hal yang intelektual atau rasional, saya hanya berpikir, ‘Kami harus menghentikan ini, jika kami tidak menghentikannya, tidak ada yang lain,” ungkapnya kepada BBC.

    “Sejujurnya, saya agak takut pada awalnya ketika pertama kali melihat pasukan darurat militer. Saya berpikir, ‘Apakah ini sesuatu yang bisa terjadi di Korea pada abad ke-21, terutama di Majelis Nasional?”

    “Setelah badai malam itu, sulit untuk kembali ke kenyataan,” tambahnya.

    “Saya merasa seperti menyaksikan kemunduran sejarah.”

    Saat Ahn berhadapan dengan para tentara, waktu terus mengejar anggota parlemen oposisi, yang bergegas masuk ke gedung untuk membuat keputusan penjegalan perintah darurat militer. Keputusan Majelis Nasional diketahui mampu membatalkan perintah darurat militer.

    Reuters

    Namun, anggota parlemen dan para pembantunya harus masuk ke dalam. Beberapa dari mereka merangkak melewati kaki pasukan keamanan. Sementara yang lain mendorong dan berteriak kepada tentara bersenjata.

    Kepanikan melanda, banyak dari anggota Majelis Nasional yang terpaksa masuk dengan memanjat pagar dan tembok.

    Hong Kee-won dari Partai Demokrat mengatakan kepada BBC bahwa dirinya harus memanjat pagar setinggi 1,5m untuk memasuki gedung.

    Ia juga sempat dicegat polisi meski sudah menunjukkan identitas yang membuktikan bahwa ia adalah anggota parlemen.

    ReutersPara anggota parlemen harus memaksa masuk ke dalam gedung parlemen

    Hong bilang para pengunjuk rasa membantu mengangkat tubuhnya melewati tembok.

    Dia mengaku sedang terlelap tidur saat Yoon mengumumkan darurat militersaat istrinya membangunkannya, dia langsung bergegas ke gedung parlemen.

    “Demokrasi kuat di sini,” kata Hong.

    “Militer perlu mendengarkan kami, konstitusi, dan bukan presiden.”

    Getty ImagesAnd vote by barricading themselves inside it

    Pemungutan suara

    Para anggota parlemen yang berhasil masuk ke gedung itu berkerumun. Suasana terasa sedikit lebih tenang daripada kondisi di luar.

    Dengan tergesa, mereka membarikade pintu masuk dengan apa pun yang dapat mereka temukan: bangku empuk, meja panjang, sofa.

    Beberapa mencoba memukul mundur tentara yang berhasil masuk ke gedung pertemuan.

    Pada pukul 01.00 waktu setempat, Ketua Majelis Nasional Woo Won-sik mengajukan resolusi agar darurat militer dicabut.

    Dengan itu, kurang dari dua jam setelah pengumuman mendadak Yoon, 190 anggota parlemen yang berkumpul termasuk beberapa orang dari partai Yoon, memberikan suara bulat untuk memblokir darurat militer.

    EPA-EFEAnggota parlemen memberikan suara menentang perintah darurat militer Yoon

    Setelah pemungutan suara, pemimpin oposisi Lee mengatakan kepada wartawan bahwa ini adalah “kesempatan yang menentukan untuk memutus lingkaran setan dan kembali ke masyarakat normal”.

    Pada pukul 04:30, Yoon kembali tampil di televisi, di depan tirai biru yang sama, dan mengatakan bahwa ia akan mencabut darurat militer.

    Namun, ia mengatakan pembatalan baru sah ketika ia dapat mengumpulkan cukup banyak anggota kabinetnya untuk mencabut perintah tersebut.

    Pengumuman itu disambut dengan sorak-sorai di luar gedung. Beberapa jam sebelum fajar, lebih banyak orang keluar dari gedung, dari balik barikade yang mereka porak porandakan.

    Gedung megah itu menanggung kerusakan, dengan lubang di pintu dan jendela yang pecah, sebagai bagian dari upaya warga Korea Selatan yang berusaha menyelamatkan demokrasi.

    Aktivitas di sekolah, tempat usaha, dan bank berjalan seperti biasa pada Rabu (04/12) pagi, sementara pesawat-pesawat terus mendarat tanpa gangguan di ibu kota Korea Selatan yang ramai.

    Namun, kemarahan publik dan dampak politiknya belum mereda.

    Saat matahari terbit pada Rabu, ribuan orang berkumpul mendesak Yoon mundur. Ia juga terjerat upaya pemakzulan.

    “Kami adalah negara demokrasi yang kuat Tetapi rakyat Korea ingin aman. Presiden Yoon harus mengundurkan diri atau dimakzulkan,” kata Yang Bu-nam, seorang politikus Partai Demokrat, kepada BBC.

    (ita/ita)

  • Saham Hyundai Menukik Usai Presiden Korsel Umumkan Darurat Militer

    Saham Hyundai Menukik Usai Presiden Korsel Umumkan Darurat Militer

    Jakarta, CNN Indonesia

    Produsen otomotif asal Korea Selatan, Hyundai Motor, tengah menghadapi keanjlokan nilai saham usai diumumkannya darurat militer pada Selasa (3/12) sekitar pukul 22.00 malam oleh Presiden Korsel Yoon Suk Yeol.

    Dikutip dari The Korea Herald, pada pukul 10.26 pagi waktu setempat, saham Hyundai Motor turun 2,1 persen menjadi 210.000 won, selisih 4.500 won dari penutupan sebelumnya yang berada di angka 214.500 won.

    Bahkan hingga saat ini harga saham masih turun hingga 205.500 won menurut data investing.com.

    Menanggapi hal ini, Hyundai sempat mengadakan rapat darurat sebagai persiapan menghadapi potensi gejolak ekonomi. Chairman Kwon Oh-gap juga telah menyerukan pendekatan waspada untuk mengelola fluktuasi mata uang dan risiko keuangan lainnya.

    Selain itu, HD Hyundai Electric terdeteksi melakukan pembelian saham pada titik terendah, dengan investor asing melakukan pembelian bersih sebesar 1,599 miliar won.

    Di sisi lain, para pekerja jalur perakitan Hyundai Motors yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Korea melakukan “mogok umum tak terbatas” hingga “Presiden Yoon mengundurkan diri”.

    Kelompok buruh tersebut berkumpul di pusat kota Seoul pada Rabu pagi demi menuntut pengunduran diri Yoon.

    Darurat militer

    Pada Selasa malam Yoon mengumumkan kondisi darurat militer dan memobilisasi tentara, untuk menggagalkan “kekuatan anti-negara” di antara para penentangnya, namun segera membatalkan keputusan tersebut pada Rabu pagi setelah Majelis Nasional memberikan suara untuk membatalkan keputusan presiden.

    Anggota parlemen berhasil mencabut darurat militer dan hanya bertahan selama dua jam.

    Kekacauan politik yang terjadi tiba-tiba telah menambah pukulan baru ke pasar keuangan negara itu, mendorong arus keluar modal dan melemahkan mata uang.

    Namun, pemerintah Korea yang bekerja sama dengan Bank Korea akan berusaha mengatasi hal ini dengan menghadirkan berbagai solusi.

    “Dalam situasi apa pun, pemerintah akan melakukan yang terbaik untuk mengatasi masalah ekonomi dan meminimalkan gangguan dalam kegiatan kewirausahaan dan kegiatan sehari-hari,” ujar Menteri Keuangan Choi sang-Mok, dikutip dari The New York Times.

    Bank Korea dalam rapat dewan luar biasa juga mengatakan akan meningkatkan likuiditas jangka pendek dan mengambil beberapa langkah untuk menjaga pasar keuangan tetap stabil. Regulator keuangan negara itu juga mengatakan akan menggunakan “likuiditas tak terbatas” guna menstabilkan pasar keuangan.

    (rac/fea)

    [Gambas:Video CNN]

  • Korsel usulkan tiga pilar untuk dijadikan fondasi lembaga IDA

    Korsel usulkan tiga pilar untuk dijadikan fondasi lembaga IDA

    Ekspansi ke sektor swasta akan membantu mengalirkan modal swasta ke upaya pembangunan,

    Jakarta (ANTARA) – Korea Selatan mengusulkan tiga pilar untuk dijadikan sebagai fondasi salah satu lembaga Bank Dunia, yakni International Development Association (IDA) ke depan.

    First Vice Minister of Economy and Finance Korea Beomseok Kim mengajukan tiga usulan itu agar dibahas saat pertemuan final replenishment International Development Association ke-21 (IDA21) di Seoul, Korea Selatan pada 5-6 Desember 2024.

    “Usulan ini bertujuan memperkuat peran IDA dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, konflik, dan ketahanan pangan,” kata Beomseok Kim saat menyampaikan pidatonya dalam IDA21 Final Replenishment Meeting dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.

    Adapun usulan pilar pertama, yaitu orientasi pada kinerja. Beomseok Kim menekankan pentingnya pendekatan berbasis kinerja dalam program IDA. Ia memuji pergeseran IDA dari awalnya berfokus pada output menuju pada hasil.

    “Alokasi berbasis kinerja IDA dapat mendorong reformasi di negara-negara penerima, membongkar sistem dan praktik yang tidak efisien, serta mentransformasi negara-negara tersebut menjadi ekonomi berpenghasilan tinggi,” ujarnya.

    Menurutnya, dengan sumber daya yang terbatas, IDA harus memastikan dana dialokasikan untuk area dengan dampak terbesar.

    Pilar kedua, keberlanjutan keuangan IDA. Ia menyoroti mekanisme pendanaan unik IDA, di mana setiap dolar dari pendonor dapat dikonversi menjadi empat dolar untuk membantu negara-negara berkembang. Karena itu, ia menegaskan agar Bank Dunia tetap menjaga keberlanjutan keuangan IDA.

    Pilar ketiga, kemitraan sebagai dasar operasional. Beomseok Kim menjelaskan dalam menghadapi kesenjangan pembiayaan pembangunan global yang meningkat dari 2,5 triliun dolar AS sebelum pandemi, menjadi 4,2 triliun dolar AS saat ini, diperlukan adanya keterlibatan sektor swasta.

    “Ekspansi ke sektor swasta akan membantu mengalirkan modal swasta ke upaya pembangunan,” jelasnya.

    Pertemuan ini memiliki makna khusus bagi Korea yang memulai perjalanan bersama IDA sebagai negara penerima pada 1962. Dengan dukungan IDA sebesar $116 juta, Korea membangun infrastruktur seperti jalur kereta api dan jalan raya, yang menjadi fondasi pembangunan nasional. Kini, Korea telah menjadi salah satu ekonomi maju dunia.

    “Kisah pembangunan Korea adalah contoh nyata dari visi dan nilai IDA untuk kemakmuran bersama,” kata Kim.

    Adapun IDA21 atau International Development Association’s 21st Replenishment merupakan proses penggalangan dana ke-21 untuk Asosiasi Pembangunan Internasional (IDA) milik Bank Dunia. IDA adalah lembaga di bawah Bank Dunia yang memberikan pendanaan berbunga rendah atau tanpa bunga, serta hibah, kepada negara-negara berpenghasilan rendah untuk mendukung pembangunan dan pengurangan kemiskinan.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2024

  • Kisah Berani Perempuan Rebut Senjata Tentara Korsel Saat Darurat Militer

    Kisah Berani Perempuan Rebut Senjata Tentara Korsel Saat Darurat Militer

    Jakarta

    Suatu malam yang kacau di Korea Selatan memicu peristiwa-peristiwa yang oleh banyak orang dianggap telah menjadi bagian dari sejarah negara tersebut.

    Ada satu peristiwa yang secara khusus menarik perhatian banyak orang: seorang perempuan muda berhadapan dengan tentara bersenjata yang dikerahkan untuk menghalangi para anggota parlemen memasuki Majelis Nasional.

    Rekaman video yang viral di dunia maya memperlihatkan Ahn Gwi-ryeong, 35 tahun, juru bicara partai oposisi Partai Demokrat merebut senjata seorang tentara dalam insiden yang terjadi di depan gedung parlemen setelah Presiden Yoon mengumumkan darurat militer.

    “Saya tidak berpikir… Saya hanya tahu bahwa kami harus menghentikannya,” ujarnya kepada BBC Korean Service.

    Ahn berjalan menuju gedung majelis saat tentara menyerbu, tak lama setelah presiden mengumumkan darurat militer di seluruh Korea Selatan.

    Seperti banyak generasi muda Korea Selatan, istilah “darurat militer” asing baginya. Istilah ini terakhir kali dideklarasikan pada tahun 1979.

    Ketika Ahn pertama kali mendengar berita tersebut, dia mengakui “rasa panik menguasai dirinya”.

    Ketika darurat militer diberlakukan, kegiatan politik seperti demonstrasi dilarang, demikian halnya pemogokan dan aksi buruh. Selain itu, kegiatan media dan penerbitan dikontrol oleh pihak berwenang.

    Mereka yang melanggar akan ditangkap atau ditahan tanpa surat perintah.

    Tak lama setelah deklarasi darurat militer, pemimpin oposisi Lee Jae-myung meminta para anggota parlemen untuk berkumpul di Majelis Nasional dan mengadakan pemungutan suara untuk membatalkan deklarasi tersebut.

    Baca juga:

    Sesampainya di gedung pertemuan pada Selasa (03/12) pukul 23.00 waktu setempat, Ahn ingat mematikan lampu gedung untuk menghindari deteksi saat helikopter terbang mengelilingi Majelis Nasioinal.

    Saat dia mencapai gedung utama, para tentara sedang terlibat dalam pertikaian dengan pejabat, ajudan, dan warga.

    Dia berkata: “Ketika saya melihat tentara bersenjata saya merasa seperti menyaksikan kemunduran sejarah.”

    ReutersPasukan militer berdiri di luar Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, 4 Desember 2024.

    Ahn dan rekan-rekannya berusaha keras mencegah pasukan memasuki gedung utama, tempat pemungutan suara akan diadakan.

    Mereka mengunci pintu dari dalam dan menumpuk perabotan serta benda berat lainnya di depan pintu.

    Ketika militer mulai maju, Ahn melangkah maju.

    “Jujur saja, awalnya saya takut,” ungkapnya.

    Dia menambahkan: “Namun melihat konfrontasi seperti itu, saya berpikir, ‘Saya tidak bisa tinggal diam’.”

    ReutersTentara meninggalkan Majelis Nasional setelah parlemen Korea Selatan meloloskan mosi yang mengharuskan darurat militer yang diumumkan oleh Presiden Yoon Suk Yeol dicabut.

    Majelis meloloskan resolusi yang menyerukan pencabutan darurat militer pada Rabu (04/12) sekitar pukul 01.00 waktu setempat. Seluruh 190 anggota parlemen yang hadir memberikan suara untuk mencabutnya.

    Pada pukul 04.26, Presiden Yoon mengumumkan bahwa ia membatalkan keputusannya.

    Setelah kekacauan mereda, Ahn tidur sebentar di dalam gedung pertemuan.

    BBC

    Ia melanjutkan: “Saya sebenarnya agak takut untuk keluar dari gedung pertemuan pada pagi hari karena sepertinya tidak ada taksi yang beroperasi, dan setelah badai hebat tadi malam, sulit untuk kembali ke dunia nyata.”

    Selama perbincangan dengan BBC, Ahn mengenakan baju turtleneck hitam dan jaket kulit yang sama dengan yang dikenakannya pada malam sebelumnya.

    Kadang kala, dia diliputi emosi.

    “Sangat menyedihkan dan membuat frustrasi bahwa hal ini terjadi di Korea abad ke-21,” katanya.

    (ita/ita)

  • Oposisi Mulai Pemakzulan Presiden Korsel, Apa yang Akan Terjadi?

    Oposisi Mulai Pemakzulan Presiden Korsel, Apa yang Akan Terjadi?

    Jakarta

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengejutkan negaranya pada Selasa (03/12) malam dengan mengumumkan darurat militer yang pertama dalam hampir 50 tahun dengan alasan “pasukan anti-negara” dan ancaman dari Korea Utara.

    Akan tetapi, tindakan yang diduga bermotif politik itu memicu protes massa dan pemungutan suara darurat di parlemen yang membatalkan tindakan Presiden Yoon tersebut hanya dalam hitungan jam.

    Yoon akhirnya menerima keputusan parlemen dan mencabut darurat militer.

    Sementara itu, anggota parlemen bersiap memberikan suara atas pemakzulannya, seraya menuduh Yoon telah melakukan “aksi pemberontakan”.

    Ribuan orang di penjuru Korea Selatan turun ke jalan memprotes tindakan presiden dan menuntut pengunduran dirinya.

    Dalam perkembangan terbaru, menteri pertahanan Kim Yon-hyun mengundurkan diri dengan alasan dirinya “bertanggung jawab penuh” atas deklarasi darurat militer dan meminta maaf kepada publik karena telah “menyebabkan kebingungan dan gangguan”, menurut pernyataan kementerian.

    Siapa presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol?

    Yoon bisa dibilang pendatang baru di dunia politik saat memenangi kursi presiden pada 2022, dalam persaingan yang paling ketat sejak negara tersebut mulai menggelar pemilihan presiden yang bebas pada 1980-an.

    Selama masa kampanyenya, pria berusia 63 tahun ini menganjurkan pendekatan yang lebih keras terhadap Korea Utara dan isu-isu gender yang memecah belah.

    Dalam wawancara dengan BBC, mantan Menteri Luar Negeri Kang Kyung-wha bilang keputusan Yoon menunjukkan bahwa presiden “sama sekali tak memahami realitas yang dialami negara ini saat ini”.

    Baca juga:

    Apa yang terjadi selanjutnya, kata Kang, sepenuhnya tergantung pada Yoon.

    “Keputusan ada di tangan presiden untuk menemukan jalan keluar dari situasi yang telah dia buat sendiri.”

    Kendati demikian, sejumlah anggota parlemen dari partai sayap kanan yang berkuasa menyatakan dukungan kepada presiden.

    Salah satunya adalah Hwang Kyo-ahn, mantan Perdana Menteri Korea Selatan, yang menyerukan penangkapan Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik dan Han Dong-hoon, pemimpin partai yang mendukung Yoon, di sosial medianya seraya menuduh keduanya menghalangi tindakan presiden.

    Hwang lebih lanjut menegaskan bahwa “kelompok pro-Korea Utara harus disingkirkan kali ini” dan mendesak Yoon untuk menanggapi dengan tegas, menyerukan penyelidikan dan penggunaan semua kekuatan darurat yang dimilikinya.

    Akankah Presiden Yoon dimakzulkan?

    Parlemen Korea Selatan akan melakukan pemungutan suara terkait pemakzulan Yoon. (Reuters)

    Kini, semua mata tertuju pada apakah Yoon akan menghadapi pemakzulan, meskipun dia bukan presiden Korea Selatan pertama yang mengalaminya.

    Usulan pemakzulan terhadap Yoon diajukan oleh enam partai oposisi dan harus diputuskan dalam waktu 72 jam. Para anggota parlemen akan berkumpul pada Jumat, 6 Desember, atau Sabtu, 7 Desember.

    Agar usulan tersebut dapat disahkan, diperlukan suara dua pertiga dari 300 anggota Majelis Nasional200 suara.

    Partai oposisi hampir memiliki cukup suara, sementara partai Yoon sendiri telah mengkritik tindakannya tetapi belum memutuskan sikap mereka.

    Jika hanya beberapa anggota partai yang berkuasa mendukung usulan tersebut, pemakzulan akan dilakukan.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Jika parlemen menyetujui usulan tersebut, kekuasaan Yoon akan segera ditangguhkan, dan Perdana Menteri Han Duck-soo akan menjadi penjabat presiden.

    Mahkamah Konstitusi, dewan beranggotakan sembilan orang yang mengawasi pemerintahan Korea Selatan, selanjutnya akan memberikan keputusan akhir.

    Jika Mahkamah Konstitusi mendukung pemakzulan, Yoon akan dicopot, dan pemilihan umum baru harus diadakan dalam waktu 60 hari. Jika ditolak, Yoon akan tetap menjabat.

    BBC

    Hal ini mengingatkan kita pada penggulingan Presiden Park Geun-hye pada 2016. Kala itu, Yoon berperan penting dalam memimpin penuntutan kasus korupsi.

    Park dibebaskan pada 2022 setelah menjalani hukuman penjara selama 4 tahun 9 bulan.

    Presiden Roh Moo-hyun juga nyaris dicopot dari jabatannya setelah pemungutan suara pemakzulan parlemen dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2004.

    Apakah darurat militer pernah diberlakukan sebelumnya di Korea Selatan?

    Getty ImagesAnggota parlemen membawa plakat bertuliskan “Yoon Suk Yeol harus mengundurkan diri” pada 4 Desember

    Deklarasi darurat militer oleh Yoon adalah yang pertama terjadi di Korea Selatan dalam 45 tahun terakhir, membuka luka lama penyalahgunaan tindakan darurat dalam sejarah negara tersebut.

    Darurat militer, yang pada awalnya dimaksudkan untuk menstabilkan keadaan darurat nasional, sering dikritik sebagai alat untuk menekan perbedaan pendapat, mempertahankan kekuasaan dan dengan demikian merusak demokrasi.

    Pada 1948, Presiden Syngman Rhee mengumumkan darurat militer untuk mengendalikan pemberontakan menentang penindasan pemberontakan Jeju, yang mengakibatkan kematian banyak warga sipil.

    Pada 1960, darurat militer disalahgunakan selama Revolusi April, karena protes terhadap pemerintahan Rhee meningkat setelah polisi membunuh seorang siswa sekolah menengah selama unjuk rasa menentang penipuan pemilu.

    Baca juga:

    Presiden Park Chung-hee juga sering memberlakukan darurat militer untuk menekan ancaman terhadap rezimnya, sementara darurat militer selama 440 hari setelah pembunuhannya berpuncak pada Pembantaian Gwangju di bawah Presiden Chun Doohwan.

    Peristiwa ini meninggalkan kenangan traumatis bagi warga Korea Selatan, yang mengaitkan darurat militer dengan alat kekuasaan politik, bukan sebagai tindakan untuk keselamatan publik.

    Sejak 1987, konstitusi Korea Selatan telah memperketat persyaratan untuk mendeklarasikan darurat militer, dengan memerlukan persetujuan parlemen untuk perpanjangan atau pencabutannya.

    Seberapa stabil demokrasi di Korea Selatan?

    ReutersPemimpin partai oposisi utama, Partai Demokrat, berbicara kepada media setelah parlemen menolak darurat militer pada Rabu pagi

    Tindakan gegabah Yoon mengejutkan negara tersebut yang mengklaim sebagai negara demokrasi modern yang berkembang pesat dan telah berkembang jauh sejak masa kediktatorannya.

    Banyak orang melihat kejadian yang terjadi pekan ini sebagai tantangan terbesar bagi masyarakat demokratis tersebut dalam beberapa dekade.

    Para ahli berpendapat bahwa tindakan itu mungkin lebih merusak reputasi Korea Selatan sebagai negara demokrasi, lebih parah dari kerusuhan 6 Januari di AS.

    “Pernyataan darurat militer yang dikeluarkan Yoon tampaknya merupakan tindakan yang melampaui batas hukum dan salah perhitungan politik, yang membahayakan ekonomi dan keamanan Korea Selatan,” kata Leif-Eric Easley dari Universitas Ewha di Seoul.

    Baca juga:

    “Ia tampak seperti politisi yang sedang terkepung, mengambil langkah putus asa di tengah skandal, hambatan kelembagaan, dan seruan pemakzulan, yang semuanya kini kemungkinan akan meningkat.”

    Namun, meskipun terjadi kekacauan di Seoul, demokrasi Korea Selatan tampaknya tetap kokoh.

    Kang, mantan menteri luar negeri, mengatakan kepada BBC bahwa dia “sangat lega” bahwa ketegangan tampaknya mereda.

    “Selama berjam-jam sepanjang malam, [melihat] Majelis Nasional melakukan tugasnya dan warga turun ke jalan menuntut agar RUU ini dicabutharus saya katakan pada akhirnya, hal ini menunjukkan bahwa demokrasi di negara saya kuat dan tangguh.”

    Apa tanggapan Korea Utara?

    Sejauh ini, Korea Utara belum memberikan respons terkait situasi politik yang terjadi di Korea Selatan. (EPA)

    Dalam deklarasinya, Yoon menargetkan Korea Utara, dengan menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk “melindungi Republik Korea yang bebas dari ancaman pasukan komunis Korea Utara” dan untuk “memberantas pasukan anti-negara pro-Korea Utara yang tercela yang menjarah kebebasan dan kebahagiaan rakyat kita.”

    Komentar seperti ini biasanya akan memancing reaksi dari Korea Utara, tetapi belum ada tanggapan dari media pemerintah negara tersebut.

    Komando militer Korea Selatan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Rabu dini hari bahwa perintah darurat militer Yoon telah dibubarkan dan bahwa “tidak ada kegiatan yang tidak biasa dari Korea Utara.”

    “Posisi keamanan terhadap Korea Utara tetap stabil,” lanjut pernyataan itu, menurut kantor berita Yonhap.

    Para pakar mengatakan masih belum jelas mengapa Yoon menyebutkan ancaman Korea Utara, tetapi banyak yang percaya hal itu tidak akan berdampak positif pada meningkatnya ketegangan antara Korea Utara dan Selatan.

    Fyodor Tertitskiy, yang meneliti politik Korea Utara di Universitas Kookmin di Seoul, meyakini bahwa “tidak ada cara bagi Korea Utara untuk memanfaatkan krisis ini.”

    “Semuanya terjadi begitu cepat; hanya berlangsung beberapa jam,” ungkapnya kepada BBC.

    (ita/ita)

  • Negara-negara Waswas Usai Geger Korsel Sempat Darurat Militer

    Negara-negara Waswas Usai Geger Korsel Sempat Darurat Militer

    Seoul

    Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol membuat kehebohan gara-gara mengumumkan darurat militer secara mendadak. Negara-negara lain pun waswas akibat tindakan Yoon.

    Dilansir BBC, Yonhap, dan AFP, Rabu (4/12/2024), Yoon mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam waktu setempat. Pengumuman mendadak itu menjadi darurat militer di Korsel untuk pertama kalinya dalam hampir 50 tahun.

    Keputusan Yoon diumumkan melalui siaran televisi pada pukul 23.00 waktu setempat. Dia mengklaim terdapat ‘kekuatan anti-negara’ dan ancaman dari Korea Utara. Namun belakangan, terungkap keputusan itu tidak didorong oleh ancaman eksternal tetapi oleh situasi politik internal.

    Dalam pidatonya, Yoon memaparkan upaya oposisi untuk melemahkan pemerintahannya. Dia juga mengatakan dirinya mengumumkan darurat militer untuk ‘menghancurkan kekuatan anti-negara yang telah menimbulkan kekacauan’.

    Dekrit darurat militer yang diumumkan Yoon untuk sementara menempatkan militer sebagai penanggung jawab pemerintahan. Dalam waktu singkat, sejumlah serdadu dan polisi dikerahkan ke gedung parlemen. Sejumlah helikopter bahkan terlihat mendarat di atap gedung tersebut.

    Media lokal juga menampilkan tayangan pasukan bertopeng dan bersenjata memasuki gedung parlemen. Sementara, staf gedung mencoba menahan mereka dengan alat pemadam kebakaran.

    Sekitar pukul 23.00 waktu setempat (21.00 WIB), militer Korsel mengeluarkan aturan larangan protes dan aktivitas oleh parlemen serta kelompok politik, sekaligus menempatkan media di bawah kendali pemerintah. Namun, politikus Korsel segera menyebut dekrit darurat militer yang dikeluarkan Yoon ilegal dan inkonstitusional.

    Keputusan Yoon itu juga memicu ribuan orang berkumpul di depan parlemen sebagai bentuk protes. Anggota parlemen dari kubu oposisi langsung bergegas ke Gedung Parlemen dan menggelar pemungutan suara darurat demi mencabut darurat militer. Beberapa jam kemudian Yoon mencabut perintah darurat militer.

    Langkah Yoon itu memicu kekhawatiran dari beberapa negara. Berikut sejumlah negara yang merespons darurat militer Korsel itu:

    China Minta Warganya Hati-hati

    Kedutaan Besar China di Seoul memperingatkan warganya untuk bersikap ‘hati-hati’ usai darurat militer diumumkan di Korsel. Kedutaan Besar China meminta warganya bersikap tenang dan mematuhi aturan.

    “Menyarankan warga negara Tiongkok di Korea Selatan untuk tetap tenang, memantau perkembangan situasi politik Korea Selatan, meningkatkan kewaspadaan terhadap keselamatan, membatasi perjalanan yang tidak perlu, dan bersikap hati-hati saat mengungkapkan pendapat politik,” demikian pernyataan Kedubes China di Seoul.

    Inggris Pantau Saksama Situasi Korsel

    Pemerintah Inggris mengatakan akan mengikuti dengan saksama situasi di Korsel. Inggris meminta warganya memantau status perjalanan ke Korsel.

    “Kami memantau dengan saksama perkembangan di Korea Selatan. Kami menyarankan semua warga negara Inggris untuk memantau saran perjalanan Inggris untuk mendapatkan informasi terkini dan mengikuti saran dari otoritas setempat,” kata wakil juru bicara Perdana Menteri Inggris Keir Starmer kepada wartawan.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

  • Update ‘Skandal’ Darurat Militer Korsel, Pemakzulan Presiden Dimulai

    Update ‘Skandal’ Darurat Militer Korsel, Pemakzulan Presiden Dimulai

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menghadapi upaya pemakzulan setelah mengambil langkah kontroversial dengan mendeklarasikan darurat militer. Langkah ini, yang pertama sejak empat dekade terakhir, dituduh digunakan untuk menghentikan penyelidikan kriminal terhadap dirinya dan keluarganya.

    Keputusan tersebut dengan cepat dibatalkan oleh parlemen, tetapi telah memicu krisis politik besar yang mengguncang negeri ini dan mencemaskan sekutu-sekutunya.

    Anggota parlemen oposisi menyerahkan mosi pemakzulan pada Kamis (5/12/2024) dini hari, menuduh Yoon telah “melanggar konstitusi dan hukum”. Mosi tersebut juga menuduh presiden mencoba menghindari penyelidikan atas dugaan tindakan ilegal yang melibatkan dirinya dan keluarganya.

    “Ini adalah kejahatan yang tak termaafkan-sesuatu yang tidak boleh dan tidak akan dimaafkan,” kata anggota parlemen Kim Seung-won, dilansir AFP.

    Menurut undang-undang Korea Selatan, mosi ini harus diputuskan dalam waktu 24 hingga 72 jam setelah diajukan. Dengan mayoritas besar di parlemen yang dipegang oleh oposisi, peluang Yoon untuk bertahan tampak suram.

    Adapun keputusan Yoon untuk mendeklarasikan darurat militer mengejutkan sekutu-sekutu internasionalnya. Amerika Serikat, yang memiliki hampir 30.000 pasukan di Korea Selatan, menyatakan bahwa mereka tidak diberi tahu sebelumnya.

    “Kami lega bahwa keputusan ini telah dibatalkan,” kata Jake Sullivan, Penasihat Keamanan Nasional AS. Ia juga menambahkan bahwa demokrasi Korea Selatan tetap tangguh dan bahwa Washington akan terus memperkuat hubungan bilateral.

    Sebelumnya, ribuan warga Korea Selatan memadati jalan-jalan di sekitar kantor presiden di Seoul, menuntut pengunduran dirinya. Demonstrasi juga berlangsung di Gwanghwamun Square, dengan pengunjuk rasa membawa bendera dan spanduk yang menyerukan perubahan.

    “Saya begitu marah hingga tak bisa tidur semalam. Saya datang ke sini untuk memastikan Yoon benar-benar lengser,” kata Kim Min-ho, seorang warga berusia 50 tahun.

    Situasi di parlemen berlangsung dramatis. Lebih dari 280 tentara, beberapa di antaranya diterbangkan dengan helikopter, berusaha mengunci gedung parlemen. Namun, 190 anggota parlemen berhasil masuk dan membatalkan deklarasi darurat militer.

    Konstitusi Korea Selatan mengharuskan darurat militer dicabut jika mayoritas parlemen menuntutnya, memaksa Yoon untuk menarik keputusannya dalam pidato yang disiarkan enam jam kemudian.

    Dalam pidatonya, Yoon mengklaim darurat militer diperlukan untuk melindungi Korea Selatan dari ancaman Korea Utara dan “elemen anti-negara”. Namun, ia tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang ancaman tersebut.

    Langkah ini juga memicu ketegangan politik terkait pernyataannya yang menyebut Partai Demokrat, oposisi utama, sebagai “elemen anti-negara”.

    Ketua partai penguasa Yoon, People Power Party, menggambarkan langkah tersebut sebagai “tragedi”. Namun, partai ini tetap memutuskan untuk menolak mosi pemakzulan.

    Sejak terpilih pada tahun 2022, Yoon menghadapi penurunan popularitas yang signifikan. Dalam jajak pendapat terbaru Gallup, tingkat persetujuan publik terhadapnya hanya 19%, dengan banyak pemilih marah atas kondisi ekonomi dan kontroversi yang melibatkan istrinya.

    Situasi ini mencerminkan masa depan politik Yoon yang semakin tidak menentu, dengan ketegangan antara pemerintah dan oposisi yang terus meningkat.

    (luc/luc)

  • Buntut Panjang Situasi di Korsel Meski Darurat Militer Sudah Dicabut

    Buntut Panjang Situasi di Korsel Meski Darurat Militer Sudah Dicabut

    Buntut panjang sampai pemakzulan

    Buntut status darurat militer yang diumumkan Presiden Yoon menjadi panjang. Awalnya, kepala staf dan sekretaris senior Presiden Yoon Suk Yeol mengajukan pengunduran diri usai dekrit darurat militer yang diumumkan Presiden Yoon dicabut.

    Seperti dilansir CNN, Rabu (4/12/2024), kepala staf kepresidenan Korea Selatan dan lebih dari 10 sekretaris senior presiden telah mengajukan pengunduran diri mereka, menurut kantor kepresidenan.

    “Para pembantu senior Yoon menawarkan untuk mengundurkan diri secara massal karena deklarasi darurat militer,” kata Yonhap, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Kantor kepresidenan tidak segera menanggapi permintaan komentar AFP.

    Menyusul kemudian, menggelindinglah wacana pemakzulan berubah jadi rencana pemakzulan terhadap Presiden Yoon. Kaum oposisi paling semangat mengupayakan aksi politik tersebut.

    South Koreans hold signs reading “Arrest Yoon Suk Yeol” during a rally in Seoul, South Korea, Wednesday, Dec. 4, 2024. (AP Photo/Lee Jin-man) Foto: AP/Lee Jin-man

    Partai Demokrat Korsel selaku oposisi utama mulai mengancam pemakzulan terhadap Presiden Yoon. Presiden Yoon dinilai telah memalkukan aksi pemberontakan dan pengkhianatan, dan makar terhadap konstitusi lewat penetapan darurat militer.

    “Kami tidak akan berdiam diri dan menyaksikan kejahatan Presiden Yoon yang menghancurkan Konstitusi dan menginjak-injak demokrasi,” demikian pernyataan Partai Demokrat Korsel pada Rabu (4/12) waktu setempat, dilansir AFP dan CNN.

    “Jika Presiden Yoon tidak segera mengundurkan diri, Partai Demokrat akan segera memulai proses pemakzulan sesuai dengan keinginan rakyat,” tegas Partai Demokrat Korsel dalam pernyataannya.

    Rabu (4/12/2024) pukul 14.40 waktu setempat, rancangan undang-undang (RUU) pemakzulan terhadap Presiden Yoon diajukan oleh Partai Demokrat Korsel dan enam partai oposisi lain.

    People gather to demand South Korean President Yoon Suk Yeol step down in front of the National Assembly in Seoul, South Korea, Wednesday, Dec. 4, 2024. (Kim Do-hoon/Yonhap via AP) Foto: (Kim Do-hoon/Yonhap via AP)

    Parlemen Korsel harus menggelar pemungutan suara dalam waktu 72 jam setelah mosi pemakzulan diajukan. RUU itu diperkirakan akan diajukan ke sidang pleno Majelis Nasional Korsel pada Kamis (5/12) besok, dengan pemungutan suara atau voting bisa digelar paling cepat pada Jumat (6/12) atau Sabtu (7/12) mendatang.

    Dibutuhkan dukungan sedikitnya dua pertiga anggota parlemen Korsel, sekitar 200 anggota dari total 300 anggota parlemen, untuk bisa memakzulkan presiden.

    Partai Demokrat dan partai-partai oposisi kecil lainnya secara total menguasai 192 kursi dalam parlemen. Ini berarti dibutuhkan setidaknya delapan anggota parlemen dari partai berkuasa, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang menaungi Yoon untuk mendukung mosi pemakzulan tersebut.

    Diketahui bahwa ketika parlemen Korsel memvoting secara bulat untuk menolak penetapan darurat militer Yoon pada Selasa (3/12) malam, terdapat 18 anggota parlemen dari PPP yang bergabung dengan oposisi untuk turut menentang darurat militer tersebut.

    Jika RUU itu diloloskan parlemen, maka selanjutnya menjadi tugas Mahkamah Konstitusi Korsel untuk menggelar sidang dan memutuskan apakah pemakzulan terhadap Yoon bisa dibenarkan. Terdapat enam hakim konstitusi yang nantinya akan menjatuhkan putusan akhir untuk pemakzulan Yoon.

    (dnu/dnu)

  • Ribuan Warga Korsel Unjuk Rasa Tuntut Presiden Yoon Mundur

    Ribuan Warga Korsel Unjuk Rasa Tuntut Presiden Yoon Mundur

    Seoul

    Ribuan warga berunjuk rasa di depan Kantor Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol di Seoul, Korea Selatan (Korsel). Mereka menuntut Yoon mengundurkan diri buntut pemberlakukan darurat militer.

    Dilansir AFP, Rabu (4/12/2024), dari video siaran langsung menunjukkan ribuan pengunjuk rasa berbaris menuju kantor Yoon di Seoul. Sebelumnya, massa menggelar unjuk rasa di Gwanghwamun Square.

    Partai-partai oposisi Korea Selatan – yang anggota parlemennya menentang keras dan bertikai dengan pasukan keamanan untuk menolak darurat militer – mengajukan mosi untuk memakzulkan Yoon. Mereka belum memutuskan kapan akan melakukan pemungutan suara, tetapi kemungkinan akan dilakukan paling cepat pada hari Jumat (6/12).

    Pihak oposisi memegang mayoritas besar kursi di parlemen dengan beranggotakan 300 orang. Mereka hanya membutuhkan sedikit penolakan dari partai pendukung Presiden Yoon untuk dapat 2/3 mayoritas suara untuk meloloskan mosi tersebut.

    Serikat buruh terbesar di Korsel menyerukan “pemogokan umum tanpa batas waktu” sampai Yoon mengundurkan diri. Bahkan pemimpin partai yang berkuasa, menggambarkan upaya Yoon terkait darurat militer sebagai tindakan yang “tragis” dan menyerukan agar mereka yang terlibat bertanggung jawab.

    Pada Selasa (3/12) malam, Yoon secara tiba-tiba mengumumkan darurat militer. Dalam pidatonya, dia menuduh kubu oposisi pemerintah bersimpati dengan Korea Utara (Korut) dan melakukan aktivitas “anti-negara”. Namun tuduhan itu disampaikan Yoon tanpa memberikan bukti yang kuat dan konkret.

    Belakangan terungkap bahwa darurat militer yang ditetapkan Yoon itu tidak didorong oleh ancaman eksternal, tetapi oleh situasi politik internal.

    Lihat juga video: Oposisi Desak Presiden Korsel Mundur, Ancam Pemakzulan

    (isa/haf)

  • Korea Selatan Umumkan Darurat Militer, Artis K-Pop Dilarang Tampil di Publik

    Korea Selatan Umumkan Darurat Militer, Artis K-Pop Dilarang Tampil di Publik

    Seoul, Beritasatu.com – Korea Selatan (Korsel) tengah berada dalam keadaan darurat militer. Hal ini memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk industri hiburan. Para artis dan idola K-Pop dilarang tampil di hadapan publik.

    Dilansir dari Pop Base, Rabu (4/12/2024), selebritas dari agensi hiburan besar, seperti Hybe dan SM Entertainment telah diberikan instruksi untuk menghentikan partisipasi mereka dalam kegiatan publik mulai 4 Desember 2024. 

    Selain itu, berbagai festival dan acara lainnya melibatkan seluruh selebritas Korea Selatan yang akan digelar di berbagai negara juga ikut dibatalkan.

    Hybe yang menaungi grup-grup idola kenamaan, seperti BTS, Seventeen, Enhypen, dan Tomorrow X Together, serta SM Entertainment sebagai agensi selebritas dan grup, seperti Super Junior, Aespa, Red Velvet, dan Taeyeon, juga ikut terdampak oleh kebijakan tersebut.

    Sementara itu, menurut laporan dari 10Asia menyatakan pengumuman tersebut membuat industri hiburan di Korsel berada dalam keadaan waspada. Banyak agensi segera memberi arahan kepada para artis mereka untuk membatalkan kegiatan yang telah dijadwalkan sebelumnya.

    “Melaksanakan acara di tengah situasi darurat militer dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak terduga,” ungkap salah seorang sumber.

    Keputusan tersebut diambil setelah Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, secara resmi mengumumkan keadaan darurat militer dalam pidato yang disiarkan televisi pada Selasa, (3/12/2024).

    Presiden Yoon menegaskan, adanya darurat militer ini, pihaknya akan membangun kembali dan melindungi Republik Korea yang merdeka yang saat ini menghadapi ancaman kehancuran nasional. 

    “Saya berkomitmen untuk mengatasi kekuatan antinegara sesegera mungkin guna mengembalikan kondisi negara ke normal,” kata Presiden Yoon.

    Deklarasi itu berdasarkan pada Pasal 77 Konstitusi Republik Korea, yang memberi wewenang kepada Presiden untuk mengumumkan darurat militer apabila diperlukan untuk menghadapi situasi darurat nasional, perang, atau konflik bersenjata. 

    Pasal tersebut juga menetapkan, selama masa darurat tindakan khusus dapat diberlakukan, termasuk pembatasan kebebasan berbicara, pers, serta kebebasan berkumpul dan berasosiasi.

    Lantas, bagaimana nasib dengan agenda konser-konser para idol K-Pop di berbagai negara termasuk Indonesia? Seperti Jung Hae In Fan Meeting Our Time di Balai Kartini Exhibition & Convention Center Sabtu, 7 Desember 2024 hingga Stray Kids World Tour di Indonesia Arena pada 21 Desember 2024. Sementara Korea Selatan sedang masa-masa darurat militer dan seluruh idola K-Pop dilarang tampil di hadapan publik.