kab/kota: Seoul

  • Oposisi Bakal Kembali Ajukan Upaya Pemakzulan Presiden Korsel

    Oposisi Bakal Kembali Ajukan Upaya Pemakzulan Presiden Korsel

    Seoul

    Partai oposisi utama Korea Selatan (Korsel) mengaku akan mencoba lagi upaya memakzulkan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol. Upaya pemakzulan sebelumnya telah gagal karena partai berkuasa menolak pemungutan suara (voting).

    Dilansir AFP, Minggu (8/12/2024), polisi telah menangkap mantan Menteri Pertahanan yang bertanggung jawab atas operasi darurat militer dan Menteri Dalam Negeri telah mengundurkan diri. Mereka dan Yoon sedang diselidiki atas tuduhan pemberontakan.

    Yoon berhasil menghindari pemakzulan. Partai-partai oposisi mengusulkan mosi pemakzulan, yang membutuhkan 200 suara dari 300 anggota parlemen untuk meloloskannya, tetapi boikot hampir total oleh Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang menaungi Yoon menyebabkan mosi tersebut gagal.

    Lee Jae-myung, pemimpin oposisi utama Partai Demokrat (DP), mengatakan mereka akan mencoba lagi pemakzulan pada 14 Desember.

    “Yoon, pelaku utama di balik pemberontakan dan kudeta militer yang menghancurkan tatanan konstitusional Korea Selatan, harus segera mengundurkan diri atau dimakzulkan tanpa penundaan,” kata Lee.

    “Pada tanggal 14 Desember, Partai Demokrat kami akan memakzulkan Yoon atas nama rakyat,” sambungnya.

    “Bahkan sebelum presiden mengundurkan diri, dia tidak akan mencampuri urusan negara, termasuk urusan luar negeri,” kata pemimpin PPP Han Dong-hoon pada hari Minggu setelah pertemuan dengan Perdana Menteri Han Duck-soo.

    “Ini akan meminimalkan kebingungan bagi Korea Selatan dan rakyatnya, menyelesaikan situasi politik secara stabil dan memulihkan demokrasi liberal”, kata Han.

    “Bagi perdana menteri dan partai yang berkuasa untuk bersama-sama menjalankan kewenangan presidensial, yang tidak diberikan kepada mereka oleh siapa pun, tanpa berpartisipasi dalam proses konstitusional untuk menangani darurat militer yang tidak konstitusional, merupakan pelanggaran yang jelas terhadap konstitusi,” kata Woo.

    “Kekuasaan presiden bukanlah milik pribadi Presiden Yoon Suk Yeol Bukankah ini kudeta lain yang menghancurkan tatanan konstitusional?” sambungnya.

    Yoon telah muncul dan meminta maaf atas ‘kecemasan dan ketidaknyamanan’ yang disebabkan oleh deklarasi darurat militer pada Selasa (3/12) malam. Namun, dia tidak mengundurkan diri dengan mengatakan bahwa dia akan menyerahkan nasibnya kepada partainya.

    (haf/imk)

  • 6 Fakta Pemakzulan Yoon Suk Yeol Gagal, Mosi Tidak Percaya Part 2 Segera Diluncurkan – Halaman all

    6 Fakta Pemakzulan Yoon Suk Yeol Gagal, Mosi Tidak Percaya Part 2 Segera Diluncurkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemakzulan adalah isu yang seringkali mengundang perhatian publik dan media.

    Baru-baru ini, Majelis Nasional Korea Selatan mengalami kegaduhan ketika terjadi upaya untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol.

    Namun, proses pemakzulan ini tidak berjalan mulus dan pada akhirnya gagal.

    Butuh minimal 200 suara dari total 300 suara di parlemen Korsel untuk bisa melanjutkan proses pemakzulan ke fase berikutnya. Total suara kubu oposisi mencapai 192.

    Mereka harus mampu menggaet minimal delapan suara lagi dari partai berkuasa, Partai Kekuatan Rakyat.

    “Dengan total 195 suara, jumlah tersebut tak memenuhi kuota minimal dua pertiga dari total suara di parlemen. Karenanya, saya putuskan mosi (tidak percaya) ini tidak valid,” kata Ketua Parlemen Korsel Woo Won-shik.

    Yoon menerapkan darurat militer yang hanya bertahan beberapa jam pada Selasa (3/12/2024) lalu, setelah dibatalkan parlemen

    Itu adalah darurat militer pertama yang diterapkan di Korsel selama empat dekade terakhir.

    Juga yang pertama sejak Negeri Ginseng itu, lepas dari rezim militer dan menerapkan pemilihan presiden langsung kali pertama pada 1987.

    Simak beberapa hal penting terkait dengan situasi ini:

    1. Mengapa Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol Muncul?

    Pemakzulan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol mulai mencuat setelah keputusan kontroversialnya untuk menetapkan darurat militer.

    Keputusan ini, meskipun hanya berlangsung selama enam jam, cukup mengejutkan para anggota majelis dan masyarakat, yang menimbulkan kegaduhan.

    Upaya pemakzulan tersebut, dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Yoon dan dianggap perlu oleh partai oposisi, terutama Partai Demokrat.

    2. Apa yang Terjadi Selama Proses Pemakzulan?

    Setelah pengumuman pemakzulan, situasi menjadi semakin tegang.

    Di pagi hari sebelum pemungutan suara, Presiden Yoon muncul untuk pertama kalinya dan meminta maaf kepada negara.

    Dia berjanji untuk menyerahkan urusan pemerintahan kepada partai yang berkuasa, termasuk mempertimbangkan pengurangan masa jabatannya.

    Saat pemungutan suara berlangsung pada pukul 5 sore di Seoul, Han Donghoon, pemimpin partai yang berkuasa, mengunjungi Perdana Menteri Han Ducksoo.

    Mereka berdua menyampaikan pesan yang berfokus pada pemulihan ekonomi, sebuah langkah yang dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan publik.

    3. Mengapa Pemungutan Suara Gagal?

    Meskipun banyak harapan dari pihak oposisi, hampir semua anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat memboikot pemungutan suara tersebut.

    Hal ini mengejutkan pihak oposisi yang telah memperkirakan akan ada beberapa anggota dari partai yang berkuasa yang akan mendukung pemakzulan.

    Akibatnya, pengumpulan suara yang cukup untuk mengesahkan mosi pemakzulan menjadi mustahil.

    Pemimpin oposisi, Lee Jaemyung dari Partai Demokrat, berjanji untuk terus mendorong pemakzulan dan bahkan menjanjikan hadiah Natal bagi yang mendukungnya.

    4. Respons Masyarakat

    Sementara itu, situasi di luar parlemen tidak kalah menarik.

    Sekelompok besar demonstran berkumpul untuk menyatakan dukungan bagi pemakzulan Yoon, sementara di sisi lain kota, terdapat demonstrasi tandingan yang menuntut agar mosi pemakzulan dibatalkan.

    Keberadaan demonstrasi ini menunjukkan bahwa masyarakat Korea Selatan memiliki pendapat yang terpolarisasi mengenai kepemimpinan Yoon dan langkah-langkah yang diambilnya.

    5. Gagalnya Pemakzulan

    Kegagalan pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol menunjukkan dinamika politik yang kompleks di Korea Selatan.

    Di satu sisi, upaya pemakzulan mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap kepemimpinan Yoon, namun di sisi lain, dukungan dari partai yang berkuasa menunjukkan bahwa ada harapan untuk stabilitas pemerintahan.

    Bagaimana situasi ini akan berkembang di masa depan masih belum bisa diprediksi, tetapi yang jelas, politik Korea Selatan tetap menarik untuk diikuti.

    6. Mosi Tidak Percaya Part 2

    Sebagian demonstran tampak menangis atas kegagalan parlemen memakzulkan Yoon.

    Sebagian lainnya meneriakkan kekecewaan kepada para legislator.

    ’’Meskipun kami gagal mendapatkan yang kami inginkan hari ini (kemarin), kami tidak putus asa karena pada akhirnya kami akan mendapatkannya,” kata Jo Ah-gyeong, salah seorang demonstran, kepada AFP.

    Kalangan oposisi akan mengajukan mosi tidak percaya lagi untuk memakzulkan Yoon pada Rabu (11/12/2024 mendatang.

    Para demonstran juga menyatakan siap kembali mendukung.

    ”Saya akan memakzulkan Yoon Suk-yeol yang telah menjadi ancaman paling membahayakan bagi Korea Selatan dengan segala cara,” kata Lee Jae-myung, pemimpin oposisi.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Buntut Darurat Militer, Eks Menteri Pertahanan Korsel Ditangkap!

    Buntut Darurat Militer, Eks Menteri Pertahanan Korsel Ditangkap!

    Seoul

    Jaksa Korea Selatan (Korsel) menangkap mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun. Kim ditangkap atas dugaan perannya dalam deklarasi darurat militer oleh Presiden Korsel Yoon Suk Yeol yang berujung polemik.

    Dilansir Reuters, Minggu (8/12/2024), kantor berita Yonhap melaporkan tim investigasi khusus kejaksaan telah memeriksa Kim, yang secara sukarela hadir di Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul sekitar pukul 01.30 dini hari ini waktu setempat.

    Pemeriksaan itu dilakukan setelah tiga partai oposisi minoritas mengajukan pengaduan ke jaksa penuntut terhadap Yoon, Kim, dan komandan darurat militer Park An-su. Mereka menuduh tiga orang itu melakukan pemberontakan.

    Kim sendiri dianggap sebagai tokoh utama di balik deklarasi darurat militer yang diumumkan Presiden Yoon. Dia kemudian mundur setelah darurat militer kontroversial itu dicabut dan membuat situasi politik Korsel menjadi tidak menentu.

    Jika terbukti bersalah, kejahatan memimpin pemberontakan dapat dihukum mati atau penjara seumur hidup, dengan atau tanpa kerja paksa. Anggota parlemen oposisi menuduh Yoon memobilisasi pasukan militer untuk memblokir pemungutan suara oleh anggota parlemen yang berusaha membatalkan apa yang mereka katakan sebagai dekrit darurat militer yang tidak konstitusional.

    Polisi nasional menggerebek kantor Kim pada hari Minggu sebagai bagian dari penyelidikan atas klaim pengkhianatan terhadap Yoon dan menteri-menteri utama. Pada hari Sabtu, Presiden Yoon telah menyampaikan pidato di televisi kepada rakyat untuk meminta maaf atas dekrit darurat militernya.

    Dia tidak akan menghindari tanggung jawab hukum dan politik atas tindakannya. Namun, dia tak menyampaikan keinginan untuk mengundurkan diri.

    Yoon mengejutkan negara itu pada Selasa malam ketika dia memberi militer kekuasaan darurat yang luas untuk membasmi apa yang disebutnya ‘pasukan anti-negara’ dan lawan politik yang menghalangi. Dia membatalkan perintah itu enam jam kemudian, setelah parlemen menentang pengepungan militer dan polisi untuk memberikan suara bulat menentang keputusan tersebut.

    Deklarasi darurat militer Yoon menjerumuskan Korea Selatan, ekonomi terbesar keempat di Asia dan sekutu militer utama AS, ke dalam krisis politik terbesarnya dalam beberapa dekade. Hal itu mengancam hancurnya reputasi negara itu sebagai kisah sukses demokrasi.

    (haf/imk)

  • Presiden Korsel Selamat Dari Pemakzulan, Menhan Justru Ditangkap!

    Presiden Korsel Selamat Dari Pemakzulan, Menhan Justru Ditangkap!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Korea Selatan (Korsel), Kim Yong-hyun, resmi ditangkap Kejaksaan Korea Selatan, Minggu (8/12/2024). Ia ditangkap atas dugaan perannya dalam deklarasi darurat militer yang dilakukan oleh Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol.

    Menurut kantor berita Yonhap, Kim sebelumnya telah mengajukan pengunduran diri pada hari Rabu (4/12), dipandang sebagai tokoh utama dalam deklarasi darurat militer singkat hari Selasa (3/12). Seorang pejabat militer senior yang juga mengajukan untuk memakzulkan Yoon oleh anggota oposisi mengatakan Kim telah mengajukan usulan darurat militer tersebut kepada Yoon.

    Yoon selamat dari pemungutan suara pemakzulan di parlemen pada hari Sabtu, yang dipicu oleh upayanya yang singkat untuk memberlakukan darurat militer, tetapi pemimpin partainya sendiri mengatakan bahwa presiden pada akhirnya harus mengundurkan diri.

    Tim investigasi khusus kejaksaan telah memeriksa Kim, yang secara sukarela hadir di Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul sekitar pada pukul 1:30 pagi pada hari Minggu (1630 GMT pada hari Sabtu), kata laporan tersebut.

    Meski demikian, kantor tersebut belum dapat dihubungi untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

    Tiga partai oposisi minoritas mengajukan pengaduan kepada kejaksaan terhadap Yoon, Kim, dan komandan darurat militer Park An-su, menuduh mereka melakukan pengkhianatan.

    Kim juga menghadapi larangan bepergian saat jaksa masih melakukan proses penyelidikan.

    Polisi nasional juga sedang menyelidiki klaim pengkhianatan terhadap Yoon dan menteri-menteri utama.

    Yon mengejutkan negara pada Selasa malam ketika ia memberi militer kekuasaan darurat yang luas untuk membasmi apa yang disebutnya pasukan anti-negara dan lawan politik yang menghalangi.

    Lalu, Yoon membatalkan perintah itu enam jam kemudian, setelah parlemen menentang pengepungan militer dan polisi untuk memberikan suara bulat menentang keputusan tersebut.

    Pernyataan darurat militer Yoon menjerumuskan Korea Selatan, ekonomi terbesar keempat di Asia dan sekutu militer utama AS, ke dalam krisis politik terbesar dalam beberapa dekade, yang mengancam akan menghancurkan reputasi negara tersebut sebagai kisah sukses demokrasi.

    (pgr/pgr)

  • Demo Besar-Besaran di Seoul Tuntut Pemecatan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol

    Demo Besar-Besaran di Seoul Tuntut Pemecatan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol

    ERA.id – Warga Korea Selatan berunjuk rasa menuntut pemecatan Presiden Yoon Suk Yeol atas kekacauan yang telah diperbuatnya pekan ini. Mereka berkumpul di Seoul barat pada Sabtu (7/12/2024) ini. 

    Aksi berskala besar itu terjadi di Yeouido, tempat Majelis Nasional berada, di mana Parlemen akan memberikan suara pada mosi pemakzulan terhadap Yoon.

    Selasa (3/12/2024) lalu, Yoon mendeklarasikan darurat militer secara tiba-tiba, tetapi mencabutnya beberapa jam kemudian ketika parlemen yang dikendalikan oposisi memilih untuk menolaknya.

    Pada Sabtu, Yoon menyampaikan permintaan maaf terkait deklarasinya hanya beberapa jam sebelum pemungutan suara pemakzulannya dan berjanji tidak akan mengulanginya.

    “Permintaan maaf tidak dapat menutupi pengkhianatan,” kata Konfederasi Serikat Buruh Korea (KCTU) dikutip dari Yonhap-OANA.

    Federasi Serikat Dagang Korea juga mengecam sang presiden dengan mengatakan bahwa permintaan maaf hanya untuk mencegah mosi pemakzulan.

    Tuntutan pemakzulan Yoon juga datang dari komunitas hukum. Asosiasi Pengacara Korea mengeluarkan pernyataan tak lama setelah pidato publik Yoon dan menyatakan dukungannya untuk pemakzulan.

    “Kami setuju dengan pemecatan presiden karena mengganggu tatanan konstitusional melalui deklarasi darurat militer yang tidak konstitusional,” ucap mereka.

    Berbagai kelompok sipil di seluruh negeri, termasuk dari Gwangju, Daejeon, dan Busan, juga menuju ke Seoul untuk berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa.

    Polisi berencana untuk mengerahkan ratusan petugas untuk membantu mobil membuat jalan memutar di sekitar rute aksi unjuk rasa di Central Seoul dan Yeouido.

  • Parlemen Korea Selatan batalkan dekrit darurat militer yang diumumkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol

    Parlemen Korea Selatan batalkan dekrit darurat militer yang diumumkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol

    Rabu, 4 Desember 2024 09:32 WIB

    Masyarakat melakukan unjuk rasa menolak pemberlakuan darurat militer yang diumumkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di luar Gedung Majelis Nasional, Seoul, Korea Selatan, Rabu (4/12/2024). Parlemen Korea Selatan segera membatalkan dekrit darurat militer tersebut dan menyatakan ilegal. ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Soo-hyeon/Spt.

    Masyarakat melakukan unjuk rasa menolak pemberlakuan darurat militer yang diumumkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di luar Gedung Majelis Nasional, Seoul, Korea Selatan, Rabu (4/12/2024). Parlemen Korea Selatan segera membatalkan dekrit darurat militer tersebut dan menyatakan ilegal. ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Soo-hyeon/Spt.

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Seoul, Korea Selatan, Selasa (3/12/2024). Parlemen Korea Selatan segera membatalkan dekrit darurat militer tersebut dan menyatakan ilegal. ANTARA FOTO/REUTERS/The Presidential Office/Spt.

    Pasukan militer berjalan di luar Gedung Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Seoul, Korea Selatan, Rabu (4/12/2024). Parlemen Korea Selatan segera membatalkan dekrit darurat militer tersebut dan menyatakan ilegal. ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-Ji/Spt.

  • Partai Berkuasa Boikot Voting Pemakzulan, Bagaimana Nasib Presiden Korsel?

    Partai Berkuasa Boikot Voting Pemakzulan, Bagaimana Nasib Presiden Korsel?

    Seoul

    Ratusan anggota parlemen berkuasa dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang menyokong Presiden Yoon Suk Yeol telah meninggalkan ruang parlemen, jelang sidang pemungutan suara pemakzulan presiden Korea Selatan itu pada Sabtu (07/12).

    Aksi boikot itu berarti meskipun pemungutan suara masih dapat dilakukan, tanpa dukungan dua pertiga suara (dari total 300 anggota parlemen) maka hasil pemungutan suara tidak cukup berarti.

    Namun, jika pemungutan suara pemakzulan gagal hari ini yang kemungkinan besar terjadi pemungutan suara berikutnya dapat dilakukan pada Rabu depan (11/12).

    PPP kemungkinan menggunakan strategi boikot untuk mencegah pembelotan anggotanya, karena pemungutan suara pemakzulan dilakukan melalui pemungutan suara yang anonim.

    Dari 108 anggota parlemen Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, 107 telah meninggalkan ruang pemungutan suara.

    Hanya Ahn Cheol-soo, pernah mencalonkan diri sebagai presiden pada 2012, 2017 dan 2022, yang tetap menduduki kursinya. Ahn telah berulang kali mengatakan bahwa ia akan memilih cara pemakzulan jika presiden tidak mengundurkan diri secara sukarela.

    Namun, sesaat kemudian, anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP) Kim Ye-ji memutuskan kembali ke dalam persidangan untuk memberikan suara pada usulan pemakzulan.

    Reuters

    Oposisi memerlukan dukungan dari delapan anggota PPP agar mosi pemakzulan Presiden Yoon dapat diloloskan.

    Sebelumnya, PPP yang berkuasa telah menegaskan bahwa mereka tidak akan mendukung pemungutan suara untuk pemakzulan. Walau demikian, Ketua PPP, Dong-Hoon, Jumat lalu, tetap menyerukan agar Yoon diberhentikan karena akan menimbulkan “bahaya besar” bagi demokrasi jika ia tetap berkuasa.

    Sementara koalisi oposisi, yang memegang mayoritas suara di parlemen, membutuhkan delapan anggota partai Yoon agar pemakzulan disetujui.

    ‘Pengkhianat… kembali ke dalam’

    Di luar gedung parlemen, puluhan ribu orang berdemonstrasi menuntut Presiden Yoon untuk dicopot dari jabatannya.

    Mereka terlihat mencoba menghalangi jalan keluar anggota parlemen yang ‘walk out’ dari sidang, sambil berteriak “pengkhianat”.

    Selain itu, seorang demonstran terdengar membacakan nama setiap anggota parlemen dari PPP.

    “Masuk kembali, ikut dalam pemungutan suara,” teriak massa setelah pembicara membacakan setiap nama.

    Jumlah massa pun terlihat semakin bertambah dan polisi meningkatkan penjagaan.

    Sebelumnya Presiden Yoon telah menyampaikan permintaan maaf karena mengumumkan darurat militer pada awal pekan ini. Dia juga mengatakan bahwa dirinya tidak akan melakukan hal itu lagi.

    Walau telah meminta maaf, para pengunjuk rasa bersikeras: Yoon harus turun dari jabatannya. Jika tidak, mereka mengaku akan terus berunjuk rasa sampai hal itu tercapai.

    “Saya ingin Presiden Yoon dimakzulkan. Dia harus turun sekarang,” kata mantan pejabat polisi dan anggota Partai Demokrat Ryu Samyoung, 60 tahun, di tengah hiruk-pikuk protes.

    “Partai kami akan mencoba lagi dan lagi sampai pemakzulan berhasil”.

    Selain itu, seorang perempuan berusia 27 tahun, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan “jika pemakzulan tidak lolos, kami akan terus turun ke jalan”.

    Presiden Yoon perintahkan penangkapan pemimpin partainya sendiri

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol memerintahkan penangkapan pemimpin partai yang berkuasa, Han Dong-hoon, saat mengumumkan darurat militer beberapa waktu lalu.

    Daftar penangkapan juga mencakup pemimpin partai oposisi utama, Lee Jae-myung, serta tiga anggota parlemen oposisi, kata wakil direktur Badan Intelijen Nasional.

    Menurut pejabat Badan Intelijen Nasional, Hong Jang-won, Presiden Yoon mencoba “menggunakan kesempatan ini untuk menangkap dan membasmi mereka”.

    Seorang perempuan memegang plakat bertuliskan “Yoon Suk Yeol harus mundur” dalam demonstrasi Seoul pada tanggal 4 Desember 2024 (Getty Images)

    Sebelumnya, Han Dong-hoon, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa dan menyokong Presiden Yoon, mengklaim partainya telah menerima “bukti kredibel” bahwa Yoon telah memerintahkan penangkapan politisi kunci atas “tuduhan anti-negara”.

    Han menyatakan kekhawatirannya bahwa “tindakan ekstrem”seperti deklarasi darurat militer yang diumumkan Selasa (03/12)dapat terulang jika Yoon tetap menjabat.

    “[Hal ini] akan menempatkan Republik Korea dan rakyatnya pada risiko besar,” katanya.

    Sementara itu, polisi Korea Selatan sedang menyelidiki Presiden Yoon Suk Yeol atas dugaan “pemberontakan” terkait pernyataannya mengenai darurat militer, kata seorang perwira polisi senior Korea Selatan pada Kamis (05/12).

    Polisi sedang menyelidiki Presiden Yoon Suk Yeol atas dugaan “pemberontakan” terkait pernyataannya mengenai darurat militer, kata seorang perwira polisi senior Korea Selatan pada Kamis (05/12) (Getty Images)

    Kepala Markas Besar Investigasi Nasional di Kepolisian Nasional Korsel, Woo Jong-soo, mengatakan kepada anggota parlemen bahwa “penyelidikan kasus tersebut sedang dilakukan”, menurut kantor berita AFP.

    Polisi telah diinstruksikan untuk memberlakukan larangan perjalanan darurat terhadap Kim Yong-hyu, menteri pertahanan yang mengundurkan diri dengan alasan dirinya “bertanggung jawab penuh” atas deklarasi darurat militer.

    Kim telah meminta maaf atas perannya dalam dekrit darurat militer yang pertama dalam hampir 50 tahunyang mengejutkan pada Selasa (03/12) malam.

    Beberapa laporan media lokal mengatakan bahwa dialah yang mengusulkan gagasan untuk mengumumkan darurat militer kepada Yoon.

    Warga Korea Selatan turun ke jalan di luar gedung parlemen pada Rabu (04/12) malam menuntut pengunduran diri atau pemakzulan Presiden Yoon. Protes massal merupakan peristiwa politik yang sering terjadi dan umum di negara ini (Reuters)

    Presiden Yoon mengumumkan darurat militer dengan alasan “pasukan anti-negara” dan ancaman dari Korea Utara.

    Akan tetapi, tindakan yang diduga bermotif politik itu memicu protes massa dan pemungutan suara darurat di parlemen yang membatalkan tindakan Presiden Yoon tersebut hanya dalam hitungan jam.

    Yoon akhirnya menerima keputusan parlemen dan mencabut darurat militer.

    Sementara itu, anggota parlemen bersiap memberikan suara atas pemakzulannya, seraya menuduh Yoon telah melakukan “aksi pemberontakan”.

    Ribuan orang di penjuru Korea Selatan turun ke jalan memprotes tindakan presiden dan menuntut pengunduran dirinya.

    Siapa presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol?

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer dalam pidato nasionalnya pada Selasa (03/12) malam (Reuters)

    Yoon bisa dibilang pendatang baru di dunia politik saat memenangi kursi presiden pada 2022, dalam persaingan yang paling ketat sejak negara tersebut mulai menggelar pemilihan presiden yang bebas pada 1980-an.

    Selama masa kampanyenya, pria berusia 63 tahun ini menganjurkan pendekatan yang lebih keras terhadap Korea Utara dan isu-isu gender yang memecah belah.

    Selama menjabat, Yoon diketahui melakukan rangkaian kesalahan dan skandal politik, yang menyebabkan tingkat kepuasan terhadapnya anjlok dan melemahkan pemerintahannya yang berpuncak pada pengumuman darurat militer pada Selasa (03/12) malam.

    Dalam wawancara dengan BBC, mantan Menteri Luar Negeri Kang Kyung-wha bilang keputusan Yoon menunjukkan bahwa presiden “sama sekali tak memahami realitas yang dialami negara ini saat ini”.

    Baca juga:

    Apa yang terjadi selanjutnya, kata Kang, sepenuhnya tergantung pada Yoon.

    “Keputusan ada di tangan presiden untuk menemukan jalan keluar dari situasi yang telah dia buat sendiri.”

    Kendati demikian, sejumlah anggota parlemen dari partai sayap kanan yang berkuasa menyatakan dukungan kepada presiden.

    Salah satunya adalah Hwang Kyo-ahn, mantan Perdana Menteri Korea Selatan, yang menyerukan penangkapan Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik dan Han Dong-hoon, pemimpin partai yang mendukung Yoon, di sosial medianya seraya menuduh keduanya menghalangi tindakan presiden.

    Hwang lebih lanjut menegaskan bahwa “kelompok pro-Korea Utara harus disingkirkan kali ini” dan mendesak Yoon untuk menanggapi dengan tegas, menyerukan penyelidikan dan penggunaan semua kekuatan darurat yang dimilikinya.

    Akankah Presiden Yoon dimakzulkan?

    Parlemen Korea Selatan akan melakukan pemungutan suara terkait pemakzulan Yoon (Reuters)

    Kini, semua mata tertuju pada apakah Yoon akan menghadapi pemakzulan, meskipun dia bukan presiden Korea Selatan pertama yang mengalaminya.

    Usulan pemakzulan terhadap Yoon diajukan oleh enam partai oposisi dan harus diputuskan dalam waktu 72 jam. Para anggota parlemen akan berkumpul pada Jumat, 6 Desember, atau Sabtu, 7 Desember.

    Agar usulan tersebut dapat disahkan, diperlukan suara dua pertiga dari 300 anggota Majelis Nasional200 suara.

    Partai oposisi hampir memiliki cukup suara, sementara partai Yoon sendiri telah mengkritik tindakannya tetapi belum memutuskan sikap mereka.

    Jika hanya beberapa anggota partai yang berkuasa mendukung usulan tersebut, pemakzulan akan dilakukan.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Jika parlemen menyetujui usulan tersebut, kekuasaan Yoon akan segera ditangguhkan, dan Perdana Menteri Han Duck-soo akan menjadi penjabat presiden.

    Mahkamah Konstitusi, dewan beranggotakan sembilan orang yang mengawasi pemerintahan Korea Selatan, selanjutnya akan memberikan keputusan akhir.

    Jika Mahkamah Konstitusi mendukung pemakzulan, Yoon akan dicopot, dan pemilihan umum baru harus diadakan dalam waktu 60 hari. Jika ditolak, Yoon akan tetap menjabat.

    BBC

    Hal ini mengingatkan kita pada penggulingan Presiden Park Geun-hye pada 2016. Kala itu, Yoon berperan penting dalam memimpin penuntutan kasus korupsi.

    Park dibebaskan pada 2022 setelah menjalani hukuman penjara selama 4 tahun 9 bulan.

    Presiden Roh Moo-hyun juga nyaris dicopot dari jabatannya setelah pemungutan suara pemakzulan parlemen dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2004.

    Apakah darurat militer pernah diberlakukan sebelumnya di Korea Selatan?

    Anggota parlemen membawa plakat bertuliskan “Yoon Suk Yeol harus mengundurkan diri” pada 4 Desember (Getty Images)

    Deklarasi darurat militer oleh Yoon adalah yang pertama terjadi di Korea Selatan dalam 45 tahun terakhir, membuka luka lama penyalahgunaan tindakan darurat dalam sejarah negara tersebut.

    Darurat militer, yang pada awalnya dimaksudkan untuk menstabilkan keadaan darurat nasional, sering dikritik sebagai alat untuk menekan perbedaan pendapat, mempertahankan kekuasaan dan dengan demikian merusak demokrasi.

    Pada 1948, Presiden Syngman Rhee mengumumkan darurat militer untuk mengendalikan pemberontakan menentang penindasan pemberontakan Jeju, yang mengakibatkan kematian banyak warga sipil.

    Pada 1960, darurat militer disalahgunakan selama Revolusi April, karena protes terhadap pemerintahan Rhee meningkat setelah polisi membunuh seorang siswa sekolah menengah selama unjuk rasa menentang penipuan pemilu.

    Baca juga:

    Presiden Park Chung-hee juga sering memberlakukan darurat militer untuk menekan ancaman terhadap rezimnya, sementara darurat militer selama 440 hari setelah pembunuhannya berpuncak pada Pembantaian Gwangju di bawah Presiden Chun Doohwan.

    Peristiwa ini meninggalkan kenangan traumatis bagi warga Korea Selatan, yang mengaitkan darurat militer dengan alat kekuasaan politik, bukan sebagai tindakan untuk keselamatan publik.

    Sejak 1987, konstitusi Korea Selatan telah memperketat persyaratan untuk mendeklarasikan darurat militer, dengan memerlukan persetujuan parlemen untuk perpanjangan atau pencabutannya.

    Seberapa stabil demokrasi di Korea Selatan?

    Pemimpin partai oposisi utama, Partai Demokrat, berbicara kepada media setelah parlemen menolak darurat militer pada Rabu pagi (Reuters)

    Tindakan gegabah Yoon mengejutkan negara tersebut yang mengklaim sebagai negara demokrasi modern yang berkembang pesat dan telah berkembang jauh sejak masa kediktatorannya.

    Banyak orang melihat kejadian yang terjadi pekan ini sebagai tantangan terbesar bagi masyarakat demokratis tersebut dalam beberapa dekade.

    Para ahli berpendapat bahwa tindakan itu mungkin lebih merusak reputasi Korea Selatan sebagai negara demokrasi, lebih parah dari kerusuhan 6 Januari di AS.

    “Pernyataan darurat militer yang dikeluarkan Yoon tampaknya merupakan tindakan yang melampaui batas hukum dan salah perhitungan politik, yang membahayakan ekonomi dan keamanan Korea Selatan,” kata Leif-Eric Easley dari Universitas Ewha di Seoul.

    Baca juga:

    “Ia tampak seperti politisi yang sedang terkepung, mengambil langkah putus asa di tengah skandal, hambatan kelembagaan, dan seruan pemakzulan, yang semuanya kini kemungkinan akan meningkat.”

    Namun, meskipun terjadi kekacauan di Seoul, demokrasi Korea Selatan tampaknya tetap kokoh.

    Kang, mantan menteri luar negeri, mengatakan kepada BBC bahwa dia “sangat lega” bahwa ketegangan tampaknya mereda.

    “Selama berjam-jam sepanjang malam, [melihat] Majelis Nasional melakukan tugasnya dan warga turun ke jalan menuntut agar RUU ini dicabut harus saya katakan pada akhirnya, hal ini menunjukkan bahwa demokrasi di negara saya kuat dan tangguh.”

    Apa tanggapan Korea Utara?

    Sejauh ini, Korea Utara belum memberikan respons terkait situasi politik yang terjadi di Korea Selatan (EPA)

    Dalam deklarasinya, Yoon menargetkan Korea Utara, dengan menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk “melindungi Republik Korea yang bebas dari ancaman pasukan komunis Korea Utara” dan untuk “memberantas pasukan anti-negara pro-Korea Utara yang tercela yang menjarah kebebasan dan kebahagiaan rakyat kita.”

    Komentar seperti ini biasanya akan memancing reaksi dari Korea Utara, tetapi belum ada tanggapan dari media pemerintah negara tersebut.

    Komando militer Korea Selatan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Rabu dini hari bahwa perintah darurat militer Yoon telah dibubarkan dan bahwa “tidak ada kegiatan yang tidak biasa dari Korea Utara.”

    “Posisi keamanan terhadap Korea Utara tetap stabil,” lanjut pernyataan itu, menurut kantor berita Yonhap.

    Para pakar mengatakan masih belum jelas mengapa Yoon menyebutkan ancaman Korea Utara, tetapi banyak yang percaya hal itu tidak akan berdampak positif pada meningkatnya ketegangan antara Korea Utara dan Selatan.

    Fyodor Tertitskiy, yang meneliti politik Korea Utara di Universitas Kookmin di Seoul, meyakini bahwa “tidak ada cara bagi Korea Utara untuk memanfaatkan krisis ini.”

    “Semuanya terjadi begitu cepat; hanya berlangsung beberapa jam,” ungkapnya kepada BBC.

    Saksikan juga video: Presiden Korsel Akhirnya Minta Maaf gegara Bikin Gaduh Darurat Militer

    (nvc/nvc)

  • Demo Besar-besaran, 150.000 Demonstran Tuntut Presiden Korsel Mundur

    Demo Besar-besaran, 150.000 Demonstran Tuntut Presiden Korsel Mundur

    Seoul

    Nyaris 150.000 demonstran menghadiri aksi protes di luar gedung parlemen Korea Selatan (Korsel), saat sidang pleno untuk voting pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol digelar. Dalam aksinya, para demonstran menuntut Yoon untuk segera mundur dari jabatannya.

    “Polisi memperkirakan sekitar 149.000 orang telah bergabung dalam aksi tersebut hingga pukul 17.30 waktu setempat, sedangkan penyelenggara aksi mengklaim jumlah yang hadir mencapai satu juta orang,” demikian laporan kantor berita Yonhap, seperti dilansir AFP, Sabtu (7/12/2024).

    Puluhan ribu demonstran, yang melawan cuaca dingin membekukan ini, berkumpul di bagian depan gedung Majelis Nasional pada Sabtu (7/12) sore. Para demonstran berasal dari berbagai kelompok masyarakat, mulai dari serikat pekerja, mahasiswa hingga warga biasa dari berbagai usia.

    Mereka memenuhi ruas-ruas jalanan di dekat gedung Majelis Nasional di bagian barat Seoul, dengan beberapa membawa poster yang menyerukan pemakzulan Yoon.

    “Lengserkan dia,” demikian bunyi salah satu poster yang dibawa demonstran Korsel.

    “Lindungi negara dengan kekuatan cahaya lilin (unjuk rasa),” bunyi poster lainnya yang dibawa demonstran, yang menyalakan lampu ponsel mereka secara serentak dalam aksinya.

    Aksi protes besar-besaran ini digelar bersamaan dengan berlangsungnya voting untuk mosi pemakzulan Yoon di dalam gedung parlemen Korsel.

    Unjuk rasa besar-besaran warga Korsel di luar gedung parlemen untuk menuntut Presiden Yoon Suk Yeol mundur Foto: AFP/PHILIP FONG

    Tonton Video: Parlemen Korsel Ajukan Mosi Pemakzulan Presiden Seusai Darurat Militer Gagal

  • Meski Diboikot, Parlemen Tetap Gelar Voting Pemakzulan Presiden Korsel

    Meski Diboikot, Parlemen Tetap Gelar Voting Pemakzulan Presiden Korsel

    Seoul

    Parlemen Korea Selatan (Korsel) tetap menggelar voting untuk mosi pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol pada Sabtu (7/12) sore. Voting tetap digelar meskipun partai berkuasa, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang menaungi Yoon memboikotnya melalui aksi walkout hampir seluruh anggota parlemen PPP.

    Tayangan siaran langsung televisi setempat dari ruang sidang pleno, seperti dilansir AFP, Sabtu (7/12/2024), menunjukkan para anggota parlemen yang hadir mulai memberikan suara mereka secara rahasia.

    Tidak diketahui secara jelas apakah ada cukup suara anggota parlemen untuk meloloskan mosi pemakzulan tersebut.

    Berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dibutuhkan dua pertiga mayoritas suara anggota parlemen, sekitar 200 anggota dari total 300 anggota parlemen, untuk meloloskan mosi pemakzulan tersebut.

    Partai Demokrat, sebagai oposisi utama, dan partai-partai oposisi kecil lainnya secara total menguasai 192 kursi dalam parlemen. Ini berarti dibutuhkan setidaknya delapan anggota parlemen dari PPP untuk turut mendukung mosi pemakzulan tersebut.

    PPP menguasai 108 kursi dalam parlemen Korsel. Hampir semua anggota parlemen mereka telah melakukan walkout sebelum voting digelar sebagai bentuk sikap partai memboikot pemakzulan Yoon.

    Voting untuk mosi pemakzulan hingga saat ini masih berlangsung.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

  • Presiden Korsel Minta Maaf ke Rakyat Soal Darurat Militer, Tapi Tak Mundur

    Presiden Korsel Minta Maaf ke Rakyat Soal Darurat Militer, Tapi Tak Mundur

    Seoul

    Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol menyampaikan pidato pertamanya setelah menetapkan darurat militer yang mengejutkan rakyatnya dan dunia. Yoon meminta maaf kepada rakyat Korsel atas langkahnya menetapkan darurat militer, namun tidak mengumumkan pengunduran dirinya.

    Yoon mengejutkan rakyat dan dunia saat menetapkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam, yang menjadi darurat militer pertama sejak tahun 1980-an silam. Penetapan darurat militer itu menangguhkan pemerintah sipil, dengan pasukan militer sempat dikerahkan ke gedung parlemen.

    Namun mayoritas anggota parlemen Korsel, yang dikuasai oposisi, berhasil menggelar voting untuk menolak darurat militer tersebut dan mendesak Yoon untuk mencabutnya. Darurat militer itu hanya berlangsung enam jam setelah Yoon mengumumkan pencabutannya pada Rabu (4/12) dini hari.

    “Deklarasi darurat militer itu muncul dari urgensi saya sebagai presiden,” kata Yoon dalam pidatonya yang disiarkan televisi setempat, seperti dilansir kantor berita Yonhap dan AFP, Sabtu (7/12/2024)

    “Namun, dalam prosesnya, saya menimbulkan kegelisahan dan ketidaknyamanan untuk masyarakat. Saya dengan tulus meminta maaf kepada warga yang sangat menderita,” ujar Yoon, yang kemudian membungkukkan badan sebagai bentuk permintaan maaf kepada rakyat.

    Pidato Yoon ini disampaikan beberapa jam sebelum parlemen menggelar voting untuk mosi pemakzulan dirinya pada Sabtu (7/12) malam. Selain terancam dimakzulkan, Yoon juga dihujani kritikan dan seruan untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

    Usai meminta maaf, Yoon tidak mengundurkan diri dari jabatannya. Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.