kab/kota: Seoul

  • Akui Menderita Imbas Darurat Militer, Menlu Cho Sebut Diplomasi Korsel Hancur: Saya Bimbang

    Akui Menderita Imbas Darurat Militer, Menlu Cho Sebut Diplomasi Korsel Hancur: Saya Bimbang

    ERA.id – Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Tae-yul mengatakan deklarasi darurat militer menimbulkan kerusakan serius bagi hubungan diplomasi negara. Menlu Cho juga mengaku dia menderita dan berencana mengundurkan diri dari jabatannya.

    Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menlu Cho saat ia hadir di sidang parlemen, Jumat (13/12). Menlu Cho secara terang-terangan mengatakan deklarasi Presiden Yoon Suk-yeol menghancurkan hubungan diplomasi negara.

    “Saya pikir telah terjadi kerusakan serius. Kami akan mempertahankan aliansi Korea Selatan-AS yang kuat dan fokus pada pemulihan kepercayaan masyarakat internasional,” kata Menlu Cho, dikutip Yonhap News, Jumat (13/12/2024).

    Yoon yang dilarang meninggalkan negara sejak penegak hukum menggelar penyelidikan atas darurat militernya telah menghentikan semua keterlibatan diplomatik tingkat tinggi. Hal ini pun menyebabkan kekacauan politik di Korea Selatan, termasuk perjanjian yang dibatalkan di Seoul oleh Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan delegasi Swedia.

    Meski demikian, Cho mengatakan bahwa ia yakin diplomasi akan kembali ke jalurnya setelah tatanan konstitusional dipulihkan.

    “Yang terpenting adalah memulihkan tatanan konstitusional melalui prosedur yang demokratis, dan menghormati keinginan rakyat untuk memulihkan dan menstabilkan urusan negara,” kata Cho

    Selama pengumuman darurat militer, Menlu Cho dilaporkan tidak merespons panggilan telepon dari Duta Besar AS Philip Goldberg. Saat ditanyai soal itu, Menlu Cho mengatakan bahwa ia tidak ingin menyesatkan sekutunya tentang situasi yang terjadi.

    “Saya merasa lebih penting untuk mempertimbangkan apa yang harus dikomunikasikan kepada AS,” tegasnya.

    Diketahui, Cho adalah salah satu anggota Kabinet yang sangat menentang darurat militer Yoon. Ia mengatakan bahwa sudah berkali-kali memberi tahu Yoon untuk memikirkan kembali keputusannya.

    “Saya berulang kali mendesaknya untuk mempertimbangkan kembali, tidak hanya dalam hal dampaknya terhadap kebijakan luar negeri, tetapi karena ini adalah masalah serius yang dapat membatalkan semua yang telah dicapai negara ini selama 70 tahun terakhir,” katanya.

    “Tetapi (presiden) mengatakan bahwa ini mendesak dan dia tidak dapat menariknya kembali,” tambahnya.

    Selain itu, Cho mengatakan bahwa ia diberi sebuah kertas dari Yoon yang berisi langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai menteri luar negeri ketika darurat militer diberlakukan.

    Namun Cho enggan mengungkapkan apa yang tertulis pada catatan itu karena dia tidak mengingatnya.

    Cho mengakui bahwa sejak darurat militer diumumkan hingga dicabut, dia berada dalam penderitaan yang mendalam dan berpikir untuk mengundurkan diri.

    “Saya bimbang antara keyakinan pribadi saya tentang apakah akan mengundurkan diri sebagai menteri luar negeri, dan rasa tanggung jawab saya untuk memenuhi tanggung jawab saya,” kata Cho.

  • Presiden Yoon Minta Hakim yang Vonis Bebas Ketua Oposisi Ditangkap

    Presiden Yoon Minta Hakim yang Vonis Bebas Ketua Oposisi Ditangkap

    Jakarta, CNN Indonesia

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol disebut meminta penangkapan terhadap hakim pengadilan di Seoul, Kim Dong Hyun, yang memberi vonis tak bersalah terhadap ketua partai oposisi Demokratik, Lee Jae Myung.

    Perintah penangkapan itu terungkap dari pengacara yang membela Cho Ji Ho, Komisaris Jenderal Badan Kepolisian Nasional yang sedang diselidiki atas penerapan darurat militer.

    Dia mengeklaim bahwa hakim Kim dari Pengadilan Distrik Pusat Seoul termasuk dalam daftar penangkapan Yoon.

    Pada November lalu, Kim membebaskan Lee dari tuduhan suap ke mantan sekretaris wali kota untuk memberi kesaksian palsu di pengadilan.

    Putusan tersebut dipandang meringankan risiko hukum Lee sebagai calon presiden potensial pada 2027.

    Pengacara itu mengatakan Komandan Kontraintlijen Pertahanan Letnan Jenderal Yeo In Hyung menelepon Cho tak lama setelah darurat militer diumumkan. Dia juga meminta sekitar 15 politikus dilacak keberadaannya.

    Menanggapi informasi itu, Mahkamah Agung menyampaikan kekhawatiran mereka.

    “Jika benar, ini merupakan pelanggaran langsung dan serius terhadap kewenangan peradilan,” demikian menurut mereka.

    Insiden itu, lanjut MA, tak boleh terjadi di negara yang menjunjung tinggi hukum.

    “Kami mendesak penyelidikan cepat untuk mengungkap kebenaran dan memastikan pertanggungjawaban hukum yang ketat” imbuh mereka.

    (isa/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • Video: China Geram! Presiden Korsel Tuding Warganya Lakukan Spionase

    Video: China Geram! Presiden Korsel Tuding Warganya Lakukan Spionase

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah China mengaku terkejut dan geram dengan aksi Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, yang menuding warga negara China telah melakukan Spionase terhadap Seoul.

    Selengkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia (Jumat, 13/12/2024) berikut ini.

  • Ribuan Warga Korsel ‘Geruduk’ Rumah Presiden, Bentrok dengan Polisi

    Ribuan Warga Korsel ‘Geruduk’ Rumah Presiden, Bentrok dengan Polisi

    Jakarta, CNN Indonesia

    Ribuan warga Korea Selatan ramai-ramai menggeruduk kediaman Presiden Yoon Suk Yeol di Istana Kepresidenan pada hari ini, Kamis (12/12).

    Sekitar 1.000 orang berbaris menuju pintu masuk kediaman di Hannam-dong. Selama melancarkan aksi ini, para pedemo meneriakkan slogan “tangkap pemimpin pemberontakan Yoon Suk Yeol.

    Demo berlangsung hingga pukul 17.40 waktu setempat meski telah mendapat peringatan dari polisi

    Para pengunjuk rasa, termasuk anggota konfederasi buruh militan Korean Confederation of Trade Union (KCTU) dan kelompok sipil liberal, memulai aksi mereka dari dekat Seoul Plaza pada siang hari dan sempat bersitegang dengan polisi di Namyeong-dong.

    Dalam perjalanan menuju kediaman presiden, mereka memenuhi jalan, menyebabkan kemacetan lalu lintas ibu kota di hari kerja.

    Mereka juga terlibat bentrok dengan polisi yang berjaga di luar istana, dikutip kantor berita Yonhap.

    Demo itu merupakan bentuk kemarahan warga Korsel dan upaya mereka menjaga demokrasi usai Yoon mendeklarasikan darurat militer pada 3 Desember.

    Darurat militer itu hanya berlangsung enam jam karena ditolak parlemen melalui resolusi dalam sidang pleno.

    Oposisi di parlemen juga mengajukan mosi pemakzulan kedua untuk Yoon. Mereka akan menggelar pemungutan suara pada Sabtu mendatang.

    Di luar itu, warga terus berdemo menuntut Yoon mundur.

    Namun, Yoon dengan percaya diri akan menghadapi pemakzulan tersebut dan membawa kasus ini ke pengadilan.

    Yoon juga tak merasa bersalah karena menetapkan darurat militer dan mengerahkan pasukan ke Majelis Nasional.

     

    (isa/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Palsukan Dokumen Anaknya Demi Masuk Kampus Bergengsi, Oposisi Korsel Dipenjara Dua Tahun

    Palsukan Dokumen Anaknya Demi Masuk Kampus Bergengsi, Oposisi Korsel Dipenjara Dua Tahun

    ERA.id

    Pemimpin oposisi terkemuka Cho Kuk dijatuhi hukuman dua tahun penjara atas pemalusan dokumen akademis. Pemalsuan itu dia lakukan demi anak-anaknya bisa diterima di sekolah bergengsi.

    Mahkamah Agung Korea Selatan menguatkan hukuman dua tahun penjara terhadap Cho Kuk. Dalam dakwaan, Mahkamah Agung menekankan perbuatan Cho yang memalsukan dokumen akademis dinyatakan secara sah sebagai perbuatan melanggar hukum.

    “Mahkamah Agung menyatakan dakwaan menghalangi bisnis, dan pemalsuan dokumen publik dan pribadi terhadap para terdakwa adalah sah,” demikian putusan tersebut, dikutip AFP, Kamis (12/12/2024).

    Cho, mantan profesor hukum di Universitas Nasional Seoul, menjabat sebagai sekretaris senior presiden untuk urusan sipil pada tahun 2017-19 pada masa kepresidenan Moon Jae-in. Dia diangkat sebagai menteri kehakiman pada September 2019 sebelum mengundurkan diri sekitar sebulan kemudian di tengah skandal tersebut.

    Cho yang berada di garis depan dalam upaya pemakzulan Presien Yoon Suk-yeol didakwa pada Desember 2019 atas berbagai dakwaan, termasuk memalsukan berbagai dokumen untuk membantu kedua anaknya masuk universitas dan sekolah pascasarjana.

    Bukan hanya itu saja, ia juga diduga menerima suap sebesar 6 juta won (Rp66 juta) dalam bentuk beasiswa untuk putrinya, yang diketahui menempuh pendidikan di sekolah kedokteran di kota tenggara Busan.

    Cho juga didakwa atas tuduhan menggunakan kekuasaanya sebagai bantuan presiden untuk mengakhiri pemeriksaan atas klain suap yang melibatkan mantan wakil walikota Busan.

    Pengadilan Distrik Pusat Seoul menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepadanya pada tahun 2023

    “Sifat kejahatannya sangat serius, karena ia mengeksploitasi posisinya sebagai profesor perguruan tinggi untuk menghalangi proses penerimaan selama bertahun-tahun,” kata pengadilan saat itu.

    Atas kasus yang menjerat Cho, dia yang sudah lama dipandang sebagai calon presiden akan kehilangan kursinya di Kongres. Dia diperintahkan untuk melapor ke lembaga pemasyarakatan untuk menjalani hukumannya.

    Lebih lanjut, jaksa menuntut Cho untuk menyerahkan tuntutannya paling cepat pada Jumat (13/12). Jika Cho tidak memenuhi permintaan jaksa, pihak berwenang akan mengambil tindakan untuk mengamankan hak asuhnya secara paksa.

  • Presiden Korsel Lontarkan Tuduhan Spionase, China Protes

    Presiden Korsel Lontarkan Tuduhan Spionase, China Protes

    Ditegaskan oleh Mao dalam pernyataannya bahwa Beijing “dengan tegas menentang pihak Korea Selatan mengaitkan masalah internal dengan faktor-faktor terkait China”.

    Yoon, dalam pidato terbarunya pada Kamis (12/12) waktu setempat, menuduh partai oposisi utama menghalangi upayanya mengamandemen undang-undang (UU) anti-spionase Korsel.

    Dia menyebut legislasi yang berlaku di Korsel saat ini “tidak memberikan hukuman bagi warga negara asing yang melakukan spionase”, dan kemudian membahas soal dua kasus dugaan spionase oleh warga negara China.

    Disebutkan Yoon bahwa salah satu kasus melibatkan tiga warga negara asing yang tertangkap sedang menerbangkan drone dan merekam kapal induk Amerika Serikat (AS) yang berlabuh di Busan, yang kemudian diketahui perangkatnya juga berisi foto-foto instalasi militer.

    Dalam kasus lainnya, sebut Yoon, seorang pria berusia 40-an tahun melakukan perjalanan dari China ke Seoul dan “langsung menuju” ke kantor Badan Intelijen Nasional Korsel untuk merekam markasnya dengan drone.

    Yoon tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai kedua kasus tersebut, dan menghabiskan sebagian besar pidatonya untuk menuduh oposisi telah menyebabkan “krisis nasional”.

    Korsel dan China merupakan mitra perdagangan utama, namun tidak sejalan secara politik. Partai Komunis yang berkuasa di China merupakan pendukung utama ekonomi dan politik Korea Utara (Korut), yang secara teknis masih berperang dengan Seoul.

    Lihat juga video: Nasib Presiden Korsel, Umumkan Darurat Militer Berujung Jadi Tersangka

    (nvc/idh)

  • Jurus Baru Presiden Korsel Setop Pemakzulan Usai Chaos Darurat Militer

    Jurus Baru Presiden Korsel Setop Pemakzulan Usai Chaos Darurat Militer

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol kembali memberi pernyataan pers terbaru, Kamis (12/12/2024). Ia bersumpah untuk berjuang “hingga menit terakhir” dalam pidato yang membela keputusan mengejutkannya minggu lalu terkait pengumuman darurat militer, di mana ia mengerahkan tentara ke parlemen negara tersebut.

    Pidato tersebut ia lakukan jelang pemungutan suara pemakzulan terbaru yang akan dilakukan 14 Desember. Sebelumnya, upaya pelengseran dirinya Sabtu lalu gagal.

    “Saya minta maaf lagi kepada rakyat yang pasti terkejut dan cemas karena darurat militer,” katanya dalam pidato yang disiarkan televisi, dikutip AFP.

    “Tolong percayalah kepada saya dalam kesetiaan saya yang hangat kepada rakyat,” tambahnya.

    Di kesempatan yang sama, Yoon juga menuding oposisinya, Partai Demokrat, mendorong negara tersebut dalam krisis nasional. Yoon sendiri berasal dari partai penguasa, Partai Kekuatan Rakyat (PPP).

    “Majelis Nasional, yang didominasi oleh partai oposisi yang besar, telah menjadi monster yang menghancurkan tatanan konstitusional demokrasi liberal,” kata Yoon dalam pidato lagi.

    “(Namun) saya tidak akan menghindari tanggung jawab hukum dan politik terkait dengan deklarasi darurat militer,” tambahnya lagi.

    Menurutnya, deklarasi darurat militernya dimaksudkan, sebagian, untuk melindungi Korsel dari ancaman yang ditimbulkan oleh pasukan komunis Korea Utara (Korut). Termasuk melenyapkan elemen-elemen anti-negara.

    Yoon sendiri sudah dilarang melakukan perjalanan ke luar negeri. Ia didakwa melakukan “pemberontakan” karena deklarasinya 3-4 Desember itu.

    Kemarin, polisi juga dilaporkan sudah menggeledah istana presiden. Akibat pengumuman Yoon, ibu kota Seoul telah diguncang oleh protes harian sejak minggu lalu, dengan ribuan orang berkumpul untuk menuntut pengunduran dirinya.

    (sef/sef)

  • Polisi Korsel Gerebek Kantor Presiden Yoon Suk Yeol, Pengawal Halangi Masuk Gedung Utama – Halaman all

    Polisi Korsel Gerebek Kantor Presiden Yoon Suk Yeol, Pengawal Halangi Masuk Gedung Utama – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Polisi Korea Selatan menyerbu kantor Presiden Yoon Suk Yeol pada Rabu (11/12/2024).

    Menurut laporan kantor berita Korea Selatan Yonhap, penggeledahan ini adalah bagian dari upaya penegak hukum untuk memastikan tindakan yang dilakukan Yoon yaitu mendeklarasikan darurat militer pada minggu lalu termasuk pemberontakan.

    Akan tetapi, ketika Badan Kepolisian Nasional, Badan Kepolisian Metropolitan Seoul, Garda Polisi Majelis Nasional, dan penyidik hendak memasuki gedung utama, dihalangi oleh pengawal atau pejabat kemanan Yoon Suk Yeol, dikutip dari NBC News.

    Hal tersebut dikonfirmasi oleh juru bicara kepolisian Korea Selatan.

    “Penyidik ​​telah memperoleh akses ke kantor layanan sipilnya, namun, saat ini kami tidak dapat memasuki gedung utama karena pembatasan akses yang diberlakukan oleh pasukan keamanan presiden,” kata seorang juru bicara kepolisian, dikutip dari The Guardian.

    Beberapa pengamat sebelumnya mengatakan bahwa dinas keamanan presiden kemungkinan tidak akan mengizinkan penggeledahan di kantor Yoon, dengan mengutip undang-undang yang melarang penggeledahan di lokasi yang mengandung rahasia negara tanpa persetujuan dari mereka yang bertanggung jawab di area tersebut.

    Penggerebekan ini terjadi tepat setelah tersiar kabar mantan Menteri Pertahanan, Kim Yong Hyun mencoba mengakhiri hidup ketika ditahan di pusat penahanan di Seoul.

    Kim ditangkap oleh jaksa pada Rabu pagi atas tuduhan memainkan peran kunci dalam pemberontakan dan melakukan penyalahgunaan kekuasaan. 

    Kim menjadi orang pertama yang ditangkap secara resmi atas perintah darurat militer, dikutip dari AP News.

    Kim dikenal sebagai salah satu orang terdekat Yoon.

    Ia dituding sebagai orang yang merekomendasikan darurat militer kepada Yoon.

    Tidak hanya itu, Kim juga dituduh telah mengirim pasukan ke Majelis Nasional untuk menghalangi anggota parlemen memberikan suara.

    Seorang juru bicara pengadilan distrik pusat Seoul mengatakan, dilakukan pengangkapan terhadap Kim lantaran ada kemungkinan ia memusnahkan bukti yang ada.

    Sebelum resmi ditangkap, Kim sempat membuat sebuah pernyataan pada Selasa (10/12/2024).

    Dalam pernyataan tersebuut, ia mengumumkan telah mengundurkan diri dan meminta maaf atas kegaduhan yang terjadi.

    “Meminta maaf sebesar-besarnya karena telah menimbulkan kecemasan yang signifikan kepada publik,” katanya.

    Ia juga mengaku bahwa penererapan darurat militer pada minggu lalu atas usulannya.

    Namun ia meminta keringanan hukuman bagi prajurit yang dikerahkan dalam menghalangi anggota parlemen memberikan suara pada saat itu.

    Selain Kim, dua pejabat senior polisi juga telah ditahan pada hari yang sama.

    Sementara itu, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol telah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan penghasutan atas penetapan darurat militer pada 3 Desember 2024.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Yoon Suk Yeol

  • Paspampres Hadang Polisi yang Hendak Menggeledah Kantor Presiden Korsel – Halaman all

    Paspampres Hadang Polisi yang Hendak Menggeledah Kantor Presiden Korsel – Halaman all

     TRIBUNNEWS.COM, SEOUL – Polisi menghadapi hadangan pasukan pengamanan presiden (paspampres) saat hendak menggerebek kantor kepresidenan Korea Selatan (Korsel) pada Rabu (11/12/2024).

    Dinas keamanan presiden menghadang polisi yang datang untuk menyelidiki  dugaan pemberontakan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol setelah memberlakukan darurat militer pekan lalu.

    Sebuah tim yang terdiri dari 18 penyidik polisi ​​tiba di kompleks kantor kepresidenan sesaat sebelum tengah hari.

    Mereka hendak mencari materi yang terkait dengan dekrit darurat militer, termasuk catatan rapat kabinet yang diadakan sesaat sebelum Yoon mengumumkan perintah darurat militer  pada tanggal 3 Desember 2024, menurut Kantor Investigasi Nasional Badan Kepolisian Nasional (NPA).

    Namun hingga pukul 4 sore, para penyelidik belum memasuki gedung kantor presiden karena pembicaraan masih berlangsung dengan dinas keamanan presiden mengenai bagaimana penggerebekan akan dilakukan.

    Surat perintah penggeledahan mencantumkan Yoon sebagai tersangka.

    Dimana kantor presiden, ruang rapat Kabinet, Dinas Keamanan Presiden, dan gedung Kepala Staf Gabungan (JCS) sebagai subjek penggerebekan.

    Markas besar JCS terletak di kompleks yang sama dan komando darurat militer menggunakan ruang bawah tanah sebagai ruang situasi selama enam jam darurat militer diberlakukan.

    Dikutip dari Yonhap, polisi berusaha memasuki gedung untuk menyita materi yang terkait dengan operasinya.

    Laporan sebelumnya mengatakan Yoon tidak berada di dalam gedung kantor kepresidenan pada saat percobaan penggerebekan itu.

    Presiden Yoon telah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan pemberontakan dan pembangkangan.

    Ia juga dilarang meninggalkan negara itu, menjadi presiden pertama yang dijatuhi larangan keluar negeri,

    Polisi menduga Yoon mendalangi pemberontakan tersebut.

    Komandan Perang Khusus Angkatan Darat Letnan Jenderal Kwak Jong-keun mengatakan kepada para anggota parlemen pada hari Selasa bahwa dia diperintahkan oleh Yoon untuk menyeret keluar para anggota parlemen dari dalam gedung Majelis Nasional untuk menghentikan mereka mencabut perintah darurat militer minggu lalu.

    Petugas penegak hukum juga telah membuka kemungkinan untuk menempatkan Yoon dalam penangkapan darurat tanpa surat perintah mengingat beratnya pemberontakan, kejahatan yang hukumannya hingga mati.

    Polisi juga menggerebek kantor NPA, Badan Kepolisian Metropolitan Seoul (SMPA), dan Garda Polisi Majelis Nasional pada hari Rabu.

    Pencarian tersebut dilakukan menyusul penangkapan darurat terhadap kepala NPA Cho Ji-ho dan kepala SMPA Kim Bong-sik pada dini hari.

     

     

  • Tegang! Geledah Kantor Presiden Korsel, Polisi Dihalangi Paspampres

    Tegang! Geledah Kantor Presiden Korsel, Polisi Dihalangi Paspampres

    Seoul

    Kepolisian Korea Selatan (Korsel) mengatakan para personelnya dihalangi untuk menggeledah kantor Presiden Yoon Suk Yeol terkait penyelidikan terhadap penetapan darurat militer singkat pekan lalu. Para pengawal kepresidenan Korsel mencegah tim kepolisian untuk memasuki gedung utama.

    Yoon telah ditetapkan sebagai tersangka atas sejumlah tuduhan, termasuk pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan, terkait darurat militer singkat pada 3-4 Desember lalu. Dia juga telah dicegah untuk bepergian ke Korsel selama penyelidikan berlangsung.

    Kepolisian Korsel, seperti dilansir AFP, Rabu (11/12/2024), awalnya mengatakan bahwa Tim Investigasi Khusus “telah melakukan penggeledahan” terhadap kantor kepresidenan, berbagai lembaga kepolisian dan Badan Keamanan Majelis Nasional atau parlemen Korsel.

    Namun dalam pernyataan terbaru, juru bicara kepolisian mengungkapkan bahwa para penyelidik tidak bisa memasuki gedung utama yang ada di kompleks kantor kepresidenan.

    “(Para penyelidik) Telah mendapatkan akses ke kantor layanan sipil. Namun, kami saat ini tidak dapat memasuki gedung utama karena pembatasan akses yang diberlakukan oleh para penjaga keamanan kepresidenan,” sebut juru bicara tersebut.

    Kantor kepresidenan Korsel belum memberikan tanggapan langsung atas laporan tersebut.

    Yoon mengejutkan publik Korsel dengan mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam pekan lalu, yang diwarnai pengerahan pasukan dan helikopter militer ke gedung parlemen. Darurat militer itu hanya berlangsung enam jam setelah mayoritas anggota parlemen mendesak Yoon mencabutnya.