kab/kota: Seoul

  • Kemendagri Inisiasi Kolaborasi Tanpa Sekat di Kota Metropolitan, Seperti Apa?

    Kemendagri Inisiasi Kolaborasi Tanpa Sekat di Kota Metropolitan, Seperti Apa?

    Jakarta: Kota metropolitan dinilai makin terbebani belakangan, dengan maraknya urbanisasi masyarakat untuk mengadu nasib. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong sinergi tanpa sekat, dalam meringankan beban itu. Sehingga, kota metropolitan dan wilayah penunjang dapat berkolaborasi.

    “Kota-kota besar tersebut mengalami permasalahan beban spasial seperti over capacity di mana daya tampung kota melebihi beban yang diterima,” kata Plh Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Amran, dalam keterangan tertulis, Kamis, 19 Desember 2024.

    Amran memerinci kota metropolitan, seperti Daerah Khusus Jakarta, Bandung, Palembang, Surabaya, hingga Manado. Dia menilai, sebagian besar masyarakat metropolitan ini bekerja di pusat kota.
     

    “Sehingga untuk sampai ke tempat kerjanya harus bermacet-macetan dan mereka harus menghabiskan waktunya di jalan. Ini kerugian yang besar jika dirupiahkan,” kata dia.

    Pihaknya menetapkan pengembangan 10 wilayah metropolitan prioritas yang masuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN). Wilayah metropolitan tersebut yakni, Mebidangro, Patungraya Agung, Jabodetabekpunjur, Cekungan Bandung, Kedungsepur, Gerbangkertosusila, Banjarbakula, Sarbagita, Bimindo, dan Mamminasata.

    Penetapan ini diharapkan dapat mengatasi isu-isu pengembangan wilayah yang tidak dapat tertangani secara sektoral. Seperti, kepentingan masing-masing pemerintah daerah (pemda), ketergantungan pada wilayah inti, hingga rencana pembangunan tak selaras.

    Amran mengungkapkan terdapat beberapa masalah klasik yang dihadapi wilayah metropolitan, seperti kemacetan, hingga pengelolaan sampah. Menurutnya, semua aspek itu perlu menjadi perhatian utama.

    “Dalam konteks Indonesia, pengelolaan kawasan metropolitan tidak dapat dilakukan secara independen,” kata dia.

    Upaya untuk menangani dampak dari perkembangan wilayah metropolitan in tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2022 Tentang Perkotaan. Permasalahan yang kerap dihadapi dalam pengelolaan wilayah metropolitan ini yakni kurangnya sinergi.

    Masing-masing pemda, kata dia, memiliki program dan kebijakannya sendiri. Program dan kebijakan itu dieksekusi tanpa melihat masalah, kebutuhan, dan solusi yang diperlukan. Sehingga, perlu pengelolaan yang tetap berada dalam struktur pemerintahan yang ada.

    “Pengelolaan ini melibatkan pemerintah pusat dan daerah. Intinya, koordinasi dan kerja sama yang baik dalam membangun kawasan metropolitan harus dilakukan antar pemda agar dapat maksimal dalam mencapai hasilnya,” terangnya. 

    Dengan program yang selaras antarpemda dalam satu wilayah metropolitan, Amran meyakini permasalahan dapat diatasi. Termasuk, kemiskinan dan problem sosial lain.

    “Asalkan, semua masalah yang terjadi, seperti akses pendidikan sebagai modal penyediaan tenaga kerja dan transportasi umum terintegrasi, bisa ditangani dengan baik,” tegasnya. 

    Amran juga mengingatkan pemda untuk merancang tata ruang yang baik. Hunian mulai dirancang vertikal untuk menyiasati lahan yang semakin terbatas. Tentunya, pemda harus membangun ruang terbuka hijau sebagai tempat sosialisasi dan menjaga keberlanjutan lingkungan.

    “Untuk beberapa daerah satelit, harus bisa mempertahankan kawasan produktif, seperti pertanian dan perkebunan. Ini diperlukan untuk menopang kebutuhan wilayah metropolitan itu sendiri,” paparnya.

    Dalam pengembangan metropolitan, pemerintah juga dapat melihat best practice pengelolaan kawasan metropolitan dari negara lain, seperti Greater Capital City Statiscal Area Australia, Metropolis Tokyo, dan Metropolitan Seoul Area.

    “Tidak harus mencontoh sama persis karena ada beberapa perbedaan situasi, demografi, dan lainnya. Kita coba melihat mana yang mungkin diterapkan di sini,” kata Amran.

    Ditjen Bina Adwil Kemendagri dalam melakukan asistensi selalu mengingatkan kepada pemda-pemda untuk memetakan masalah dan potensi wilayah sendiri dan sekitarnya. Dari situ, kepala daerah dan organisasi perangkat daerah akan dapat membuat program, kebijakan, dan perencanaan pembangunan yang tepat. Tidak saling tumpang tindih.

    “Sehingga dalam satu wilayah metropolitan tidak saling bersaing dan mengembangkan potensi yang sama. Yang baik itu saling menopang kebutuhan, baik pangan, tenaga kerja, sumber air, dan sebagainya. Nantinya, pemda dan masyarakatnya yang merasakan manfaat ekonomi dari integrasi wilayah yang terpadu dan bersinergi tersebut,” pungkasnya.

    Jakarta: Kota metropolitan dinilai makin terbebani belakangan, dengan maraknya urbanisasi masyarakat untuk mengadu nasib. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong sinergi tanpa sekat, dalam meringankan beban itu. Sehingga, kota metropolitan dan wilayah penunjang dapat berkolaborasi.
     
    “Kota-kota besar tersebut mengalami permasalahan beban spasial seperti over capacity di mana daya tampung kota melebihi beban yang diterima,” kata Plh Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Amran, dalam keterangan tertulis, Kamis, 19 Desember 2024.
     
    Amran memerinci kota metropolitan, seperti Daerah Khusus Jakarta, Bandung, Palembang, Surabaya, hingga Manado. Dia menilai, sebagian besar masyarakat metropolitan ini bekerja di pusat kota.
     

    “Sehingga untuk sampai ke tempat kerjanya harus bermacet-macetan dan mereka harus menghabiskan waktunya di jalan. Ini kerugian yang besar jika dirupiahkan,” kata dia.
    Pihaknya menetapkan pengembangan 10 wilayah metropolitan prioritas yang masuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN). Wilayah metropolitan tersebut yakni, Mebidangro, Patungraya Agung, Jabodetabekpunjur, Cekungan Bandung, Kedungsepur, Gerbangkertosusila, Banjarbakula, Sarbagita, Bimindo, dan Mamminasata.
     
    Penetapan ini diharapkan dapat mengatasi isu-isu pengembangan wilayah yang tidak dapat tertangani secara sektoral. Seperti, kepentingan masing-masing pemerintah daerah (pemda), ketergantungan pada wilayah inti, hingga rencana pembangunan tak selaras.
     
    Amran mengungkapkan terdapat beberapa masalah klasik yang dihadapi wilayah metropolitan, seperti kemacetan, hingga pengelolaan sampah. Menurutnya, semua aspek itu perlu menjadi perhatian utama.
     
    “Dalam konteks Indonesia, pengelolaan kawasan metropolitan tidak dapat dilakukan secara independen,” kata dia.
     
    Upaya untuk menangani dampak dari perkembangan wilayah metropolitan in tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2022 Tentang Perkotaan. Permasalahan yang kerap dihadapi dalam pengelolaan wilayah metropolitan ini yakni kurangnya sinergi.
     
    Masing-masing pemda, kata dia, memiliki program dan kebijakannya sendiri. Program dan kebijakan itu dieksekusi tanpa melihat masalah, kebutuhan, dan solusi yang diperlukan. Sehingga, perlu pengelolaan yang tetap berada dalam struktur pemerintahan yang ada.
     
    “Pengelolaan ini melibatkan pemerintah pusat dan daerah. Intinya, koordinasi dan kerja sama yang baik dalam membangun kawasan metropolitan harus dilakukan antar pemda agar dapat maksimal dalam mencapai hasilnya,” terangnya. 
     
    Dengan program yang selaras antarpemda dalam satu wilayah metropolitan, Amran meyakini permasalahan dapat diatasi. Termasuk, kemiskinan dan problem sosial lain.
     
    “Asalkan, semua masalah yang terjadi, seperti akses pendidikan sebagai modal penyediaan tenaga kerja dan transportasi umum terintegrasi, bisa ditangani dengan baik,” tegasnya. 
     
    Amran juga mengingatkan pemda untuk merancang tata ruang yang baik. Hunian mulai dirancang vertikal untuk menyiasati lahan yang semakin terbatas. Tentunya, pemda harus membangun ruang terbuka hijau sebagai tempat sosialisasi dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
     
    “Untuk beberapa daerah satelit, harus bisa mempertahankan kawasan produktif, seperti pertanian dan perkebunan. Ini diperlukan untuk menopang kebutuhan wilayah metropolitan itu sendiri,” paparnya.
     
    Dalam pengembangan metropolitan, pemerintah juga dapat melihat best practice pengelolaan kawasan metropolitan dari negara lain, seperti Greater Capital City Statiscal Area Australia, Metropolis Tokyo, dan Metropolitan Seoul Area.
     
    “Tidak harus mencontoh sama persis karena ada beberapa perbedaan situasi, demografi, dan lainnya. Kita coba melihat mana yang mungkin diterapkan di sini,” kata Amran.
     
    Ditjen Bina Adwil Kemendagri dalam melakukan asistensi selalu mengingatkan kepada pemda-pemda untuk memetakan masalah dan potensi wilayah sendiri dan sekitarnya. Dari situ, kepala daerah dan organisasi perangkat daerah akan dapat membuat program, kebijakan, dan perencanaan pembangunan yang tepat. Tidak saling tumpang tindih.
     
    “Sehingga dalam satu wilayah metropolitan tidak saling bersaing dan mengembangkan potensi yang sama. Yang baik itu saling menopang kebutuhan, baik pangan, tenaga kerja, sumber air, dan sebagainya. Nantinya, pemda dan masyarakatnya yang merasakan manfaat ekonomi dari integrasi wilayah yang terpadu dan bersinergi tersebut,” pungkasnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ADN)

  • Warga di Korea Utara Bakal Dihukum Kerja Paksa Bila Ceraikan Pasangan

    Warga di Korea Utara Bakal Dihukum Kerja Paksa Bila Ceraikan Pasangan

    Jakarta

    Warga Korea Utara yang bercerai akan langsung dihukum untuk kerja paksa. Menurut warga Korut yang tidak mau disebutkan namanya, ada 12 pasangan yang bercerai pada 13 Desember.

    Tidak lama setelahnya, masing-masing dari orang tersebut langsung dikirim ke kamp kerja militer.

    “Tahun lalu, hanya orang yang awalnya mengajukan gugatan cerai dikirim ke kamp kerja militer. Mereka mengirim keduanya (mantan pasangan), mulai bulan lalu,” kata sumber tersebut, dikutip dari The Korea Herald, Jumat (20/12/2024).

    Sementara pada Juni 2021, media daring Daily NK yang berbasis di Seoul melaporkan tidak semua warga bercerai dikirim ke kamp militer. Menurut pernyataan otoritas Pyongyang, orang yang memiliki lebih banyak kesalahan dalam perceraian yang dikirim ke kamp.

    Hukum Korea Utara secara resmi belum menetapkan jenis hukuman apapun untuk itu. Namun, sumber lain memberi tahu Radio Free Asia tentang seseorang yang menjalani hukuman tiga bulan di kamp kerja paksa karena bercerai.

    Dirinya dilaporkan menjadi orang ke-30 dari 120 warga di kamp tersebut. Wanita umumnya dikenakan hukuman lebih lama daripada pria.

    Hal ini dikarenakan perceraian cenderung lebih banyak diajukan wanita, salah satu faktor terbanyak berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga oleh suami.

    Sebuah laporan bulan Februari oleh Kementerian Unifikasi Korea Selatan mengatakan dalam sebuah survei terhadap 2.432 pembelot, 28,7 persen wanita di antaranya dan 15,2 persen pria telah bercerai. Laporan tersebut juga memuat kesaksian para pembelot yang mengatakan menceraikan pasangan dapat berdampak buruk bagi mereka, bahkan perlu ada ‘suap’ hukum agar bisa selamat.

    Sebuah laporan pada Januari oleh Institut Korea untuk Penyatuan Nasional, berdasarkan wawancara dengan 71 pembelot, mengatakan semakin banyak wanita di Korea Utara yang lebih suka hidup bersama dengan pasangan romantis mereka tanpa status menikah.

    (naf/kna)

  • Tim Kuasa Hukum Bantah Presiden Korsel Yoon Lakukan Pemberontakan

    Tim Kuasa Hukum Bantah Presiden Korsel Yoon Lakukan Pemberontakan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Tim kuasa hukum Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol membantah tuduhan pemberontakan yang dilayangkan terhadap Yoon, buntut deklarasi darurat militer pada 3 Desember lalu.

    Pengacara Yoon, Seok Dong Hyeon, mengatakan tuduhan pemberontakan terhadap Yoon tak masuk akal karena siapa orang yang melakukan pemberontakan secara terang-terangan di hadapan seluruh masyarakat dunia.

    “Dari sudut pandang Presiden Yoon, dia bahkan tidak pernah terpikir soal pemberontakan. Pemberontakan seperti apa yang melibatkan seseorang yang bicara melalui konferensi pers di hadapan orang-orang di seluruh dunia,” ujarnya.

    Seok juga membantah tuduhan mengenai Yoon yang memerintahkan penangkapan para pemimpin partai. Dia mengatakan Yoon justru mengatakan kepada militer dan polisi bahwa mereka tak boleh bentrok dengan warga sipil selama darurat militer berlangsung.

    “Presiden adalah seorang ahli hukum, jadi kenapa pula dia bicara soal penangkapan? Jika mereka melakukan penangkapan, ke mana mereka akan membawa orang-orang yang ditangkap? Saya harap masyarakat dan pers mempertimbangkan akal sehat semacam itu,” ucap dia, seperti dikutip Yonhap.

    Pernyataan Seok ini menjadi pembelaan kesekian atas aksi Yoon menetapkan darurat militer di Korea Selatan pada 3 Desember lalu.

    Yoon telah membantah secara langsung bahwa dirinya melakukan pemberontakan karena mendeklarasikan darurat militer tiba-tiba.

    Kendati begitu, pembelaan-pembelaan ini tak sejalan dengan kesaksian sejumlah pejabat senior militer. Mereka mengaku diminta untuk menyeret keluar anggota parlemen dari gedung Majelis Nasional guna menghentikan penolakan dekrit serta diminta menangkap para pemimpin partai terkemuka.

    Seok menegaskan keputusan Yoon menerapkan darurat militer bukan karena situasi personalnya yang sedang ‘bertikai’ dengan oposisi. Dia menyebut sang Presiden menetapkan hal itu berdasarkan penilaian bahwa Korea Selatan benar-benar dalam keadaan darurat.

    Seok merupakan pengacara yang telah mengenal Yoon selama lebih dari 40 tahun. Keduanya merupakan teman satu almamater di Fakultas Hukum Universitas Nasional Seoul.

    (blq/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • Rencana Darurat Militer Korea Dibahas di Restoran Cepat Saji

    Rencana Darurat Militer Korea Dibahas di Restoran Cepat Saji

    Jakarta, CNN Indonesia

    Mantan perwira intelijen militer dan petahana Korea Selatan disebut membahas rencana operasi darurat militer sambil makan burger di restoran cepat saji.

    Polisi mengatakan rencana itu dibahas 1 Desember atau sekitar dua hari sebelum Presiden Yoon Suk Yeol mendeklarasikan status darurat militer pada 3 Desember.

    Mayjen Angkatan Darat purnawirawan Noh Sang-won, mantan komandan Komando Intelijen Pertahanan (DIC), menyampaikan rencana tersebut kepada beberapa orang, termasuk Mayjen Moon Sang-ho selaku petahanan kepala DIC.

    Rencana operasi darurat militer itu juga dibagikan kepada dua kolonel lain dari komando yang sama di Lotteria, salah satu restoran cepan saji, di Ansan, barat daya Seoul, pada 1 Desember, menurut Kantor Investigasi Nasional (NOI).

    Kantor berita Yonhap pada Rabu (18/12) memberitakan polisi telah memperoleh rekaman pengawasan dari keempat pria yang berbicara sambil makan burger tersebut. 

    Noh Sang-won dan Moon Sang-ho sedang diselidiki atas dugaan peran mereka dalam pemberlakuan darurat militer yang gagal oleh Presiden Yoon Suk Yeol.

    Ia telah ditangkap setelah Pengadilan Distrik Pusat Seoul mengeluarkan surat perintah, dengan alasan kemungkinan ia merusak barang bukti dan berusaha melarikan diri.

    Penangkapan dilakukan setelah ia mengabaikan sidang pengadilan yang akan meninjau mengeluarkan surat perintah atau tidak.

    NOI dan badan antikorupsi menahan Moon Sang-ho pada hari yang sama, yakni Minggu (15/12).

    “Telah dipastikan bahwa mantan Komandan Noh telah berdiskusi terkait darurat militer dengan mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun dan rekan-rekannya yang terkait dengan Komando Intelijen,” kata NOI dalam sebuah pemberitahuan kepada media pada Selasa (17/12).

    Salah satu dari dua kolonel tersebut dilaporkan mengakui selama pemeriksaan polisi bahwa Noh memilih sendiri para petugas untuk dikirim ke Komisi Pemilihan Umum Nasional guna menyita server jaringan sebagai bukti yang dituduhkan Yoon sebagai kecurangan pemilu oleh pihak oposisi.

    Sementara itu, Moon Sang-ho dijerat tuduhan melaksanakan perintah Noh.

    Polisi yakin Noh telah memainkan peran kunci dalam upaya darurat militer, termasuk menyusun dekrit darurat militer dan mendiskusikan rencana aksi dengan Menteri Pertahanan saat itu, Kim Yong-hyun. Noh dikenal sebagai ajudan dekat Kim.

    (chri)

  • Gara-gara Darurat Militer, Yoon Suk Yeol Dituduh Pemberontakan, Pengacara Sebut Penyelidikan Gila – Halaman all

    Gara-gara Darurat Militer, Yoon Suk Yeol Dituduh Pemberontakan, Pengacara Sebut Penyelidikan Gila – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, saat ini sedang terlibat dalam penyelidikan yang melibatkan dugaan pemberontakan.

    Yoon ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan ini.

    Jaksa penuntut kini telah mengumumkan upaya kedua untuk memanggil Yoon guna diinterogasi.

    Dikutip dari Korea Herald, Pengacara Yoon, Seok Donghyun, mengkritik keras proses penyelidikan terhadap kliennya.

    Dalam pernyataannya pada Selasa (17/12/2024), Seok menyebut penyelidikan ini sebagai “kegilaan”, merujuk pada tuduhan pemberontakan yang dianggap tidak dapat dibuktikan.

    Seok menegaskan Yoon akan mengajukan pendiriannya di Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai mosi pemakzulan yang sedang berlangsung dan mengklaim proses hukum ini sangat tidak adil.

    Seok juga mengungkapkan, Yoon akan menghadapi pengadilan dengan penuh percaya diri.

    “Kami akan menanggapi secara terpisah proses Mahkamah Konstitusi dan investigasi yang sedang berlangsung,” kata Seok.

    Ketika ditanya mengenai panggilan kedua dari jaksa penuntut dan polisi, Seok menyatakan ketidakpuasannya atas langkah penyelidikan ini, yang dinilai tidak pantas, mengingat status Yoon sebagai presiden yang sedang menjabat.

    “Apakah presiden akan datang dan pergi begitu saja setiap kali mereka memanggilnya?” ungkap Seok, menyoroti bagaimana penyelidikan ini dipandang sebagai langkah yang mengganggu stabilitas pemerintahan.

    Dari Darurat Militer hingga Tuduhan Pemberontakan

    Kasus ini bermula dari pernyataan darurat militer yang diterapkan pada Selasa (3/12/2024), yang memicu kekacauan di Majelis Nasional.

    Unit khusus yang ditugaskan untuk menyelidiki pernyataan darurat militer ini dipimpin oleh Park Sehyun, Kepala Jaksa dari Kantor Kejaksaan Tinggi Seoul.

    Jaksa penuntut menyatakan mereka telah mengirimkan panggilan kedua kepada Yoon untuk diinterogasi di Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul pada Sabtu mendatang.

    Yoon ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini pada Minggu (8/12/2024).

    Dia dituduh melakukan pemberontakan serta penyalahgunaan wewenang dengan motif yang dianggap tidak konstitusional.

    Jaksa menuduh Yoon secara tidak sah menyatakan darurat militer.

    Lalu memerintahkan pengiriman pasukan militer ke Majelis Nasional, tindakan yang dianggap melanggar prinsip-prinsip dasar konstitusi.

    Enam hakim yang menangani kasus pemakzulan Yoon dijadwalkan untuk bertemu pada Kamis (21/12/2024).

    Di kesempatan tersebut, mereka akan membahas langkah-langkah hukum yang bakal diambil jika perintah pengadilan tidak dilaksanakan.

    Pengadilan juga menegaskan, sidang mengenai pemakzulan ini tidak akan disiarkan langsung di televisi untuk menjaga ketertiban dan kelancaran proses persidangan.

    Proses penyelidikan terhadap Yoon, yang melibatkan tuduhan pemberontakan dan penerapan darurat militer, membawa dampak signifikan bagi politik di Korea Selatan.

    Dengan mosi pemakzulan yang terus berlangsung dan situasi yang semakin tegang, proses hukum ini berpotensi memengaruhi hubungan antara lembaga eksekutif.

    Jika Yoon menentang panggilan kedua dari jaksa, pihak berwenang dapat mempertimbangkan opsi penangkapan.

    Berdasarkan hukum pidana, jaksa penuntut dapat meminta surat perintah penangkapan jika terdapat alasan yang kuat untuk meyakini tersangka telah melakukan kejahatan dan menolak panggilan tanpa alasan yang sah.

    Sebelumnya, jaksa telah menangkap mantan Menteri Pertahanan, Kim Yonghyun, dan mantan kepala kontraintelijen militer, Yeo Inhyung, pada Minggu (8/12/2024) dan Senin (9/12/2024), atas dugaan keterlibatan dalam pemberontakan terkait peristiwa darurat militer tersebut.

    Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Senin (16/12/2024), Yoon Suk Yeol menegaskan ia “tidak akan menghindari tanggung jawab hukum atau politik” terkait deklarasi darurat militer.

    Pernyataan ini disampaikan menjelang pemungutan suara di parlemen mengenai pemakzulan dirinya.

    Meskipun pemakzulan semakin mendekat, Yoon menyatakan ia siap menghadapi tantangan hukum ini dengan tegas.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Kantor Paspampres Korsel Digeledah Buntut Darurat Militer

    Kantor Paspampres Korsel Digeledah Buntut Darurat Militer

    Jakarta, CNN Indonesia

    Tim investigasi gabungan menggeledah kantor dinas keamanan kepresidenan Korea Selatan pada Selasa (17/12), usai parlemen memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol pada akhir pekan lalu.

    Menurut laporan media Korsel Yonhap, penggerebekan ini bertujuan untuk menyita materi yang berkaitan dengan deklarasi darurat militer pada 3 Desember.

    Penggeledahan ini juga menargetkan server komputer dinas keamanan. Saat ini, tim tengah menyelidiki riwayat panggilan telepon aman yang digunakan Kepala Polisi Korsel Komisaris Jenderal Cho Ji Ho.

    Cho dan Kepala Badan Kepolisian Metropolitan Seoul Kim Bong Sik diduga memerintah aparat kepolisian untuk menutup kompleks Majelis Nasional sehingga anggota parlemen tak bisa masuk.

    Jika parlemen tak bisa masuk, mereka juga tak bisa menggelar sidang pleno luar biasa untuk menolak darurat militer.

    Cho juga diduga mengirim personel polisi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Korsel untuk membantu militer dalam melaksanakan perintah. Keduanya kini ditahan pihak berwenang Korsel.

    Tim investigasi yang mengurus kekacauan imbas darurat militer terus melakukan penyelidikan. Pekan lalu, mereka juga sempat menggeledah kompleks kantor kepresidenan hingga Markas Kepala Staf Gabungan (Joint Chiefs of Staff/JCS) yang berada di dekat kompleks kepresidenan.

    Gedung JCS turut digunakan saat deklarasi darurat militer pada 3 Desember lalu.

    Penggeledahan terbaru di kantor Paspampres Korsel terjadi usai parlemen meresmikan mosi pemakzulan Yoon pada Sabtu melalui voting.

    Yoon dituduh secara langsung meminta pasukan darurat militer untuk menutup Majelis Nasional dan menangkap para anggota parlemen.

    Hasil pemungutan suara menyatakan 204 sepakat, 85 menolak, 3 abstain, dan 8 suara dianggap tidak sah.

    Menurut aturan di Korsel, pemakzulan bisa berhasil jika mengantongi dua pertiga atau 200 suara persetujuan.

    Saat ini, pemakzulan sedang diproses di Mahkamah Konstitusi untuk memastikan apakah pemakzulan sah secara hukum atau tidak.

    (isa/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • Ketidakpastian Politik Bayangi Pemakzulan Presiden Korsel

    Ketidakpastian Politik Bayangi Pemakzulan Presiden Korsel

    Jakarta

    Majelis Nasional pada hari Sabtu (14/12) meloloskan mosi pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol, 11 hari setelah dia mengumumkan darurat militer yang dibatalkan cuma beberapa jam kemudian.

    Keputusan bergantung pada pengadilan, apakah akan mencopot Yoon dari jabatannya atau memulihkan kekuasaan presiden dengan mandat mayoritas di parlemen.

    Yoon saat ini telah diskors dari jabatan dan untuk sementara digantikan Han Duck-soo, yang sebelumnya menjabat perdana menteri. Han adalah ketua umum Partai Kekuatan Rakyat, PPP, yang berkuasa. Pada hari Senin (16/12), dia mengundurkan diri dari jabatannya “karena runtuhnya Dewan Tertinggi partai.” Han berjanji akan “mencurahkan seluruh energi dan upaya untuk memastikan stabilitas” kepemimpinan di Korea Selatan.

    Namun begitu, para analis mengatakan, Partai Demokrat yang beroposisi tahu bahwa pemerintah sedang terpojok dan mereka tidak akan menerima kompromi kecuali pemilihan umum baru.

    Partai Demokrat diunggulkan

    Dengan lebih dari 70% publik Korea Selatan menuntut pemakzulan Yoon, tidak diragukan lagi bahwa Partai Demokrat yang beroposisi akan berkuasa di bawah Lee Jae-myung, meskipun ia juga memiliki masalah hukum yang harus dihadapinya.

    “Pemakzulan Yoon bukanlah akhir dari kekacauan politik Korea Selatan. Itu bahkan bukan awal dari akhir, yang akan melibatkan pemilihan presiden baru,” kata Leif-Eric Easley, seorang profesor studi internasional di Universitas Wanita Ewha di Seoul.

    Dia memuji “protes jalanan yang damai” yang muncul ketika demokrasi terancam. Tapi Easley juga memperingatkan, polarisasi mendalam di masyarakat Korea Selatan saat ini tetap menjadi ancaman.

    Apa selanjutnya?

    Berdasarkan hukum, Mahkamah Konstitusi memiliki waktu enam bulan untuk mengeluarkan putusan. Meski begitu, gugatan terhadap presiden di masa lalu acap diputuskan dalam tempo jauh lebih cepat, demi memungkinkan pemulihan stabilitas politik yang lebih cepat.

    Jika pemakzulan Yoon dikonfirmasi, pemilihan umum harus diadakan dalam waktu dua bulan. Tapi meski gugatan terhadap Yoon berkesan kokoh, kasusmya menyimpan komplikasi.

    Mahkamah Konstitusi seharusnya memiliki sembilan hakim, dengan tujuh hakim diperlukan untuk membuat keputusan akhir. Namun, majelis hakim saat ini hanya memiliki enam anggota. Penyebabnya adalah perselisihan antara Partai Demokrat dan pemerintah seputar penunjukkan hakim baru.

    Keputusan pemakzulan lewat musyawarah

    Meski kekurangan hakim, Mahkamah Konstitusi bersikeras, pihaknya memiliki kewenangan untuk mencapai kesimpulan atas pemakzulan Yoon. Tapi akibatnya, hanya perlu satu suara menentang agar mosi tersebut ditolak. Repotnya, tiga hakim MK dinominasikan oleh Yoon sendiri.

    “Sangat mungkin akan ada banyak kebingungan ke depannya,” ujar Kim Sang-woo, mantan politisi dari Kongres Politik Baru Korea Selatan yang condong ke kiri dan sekarang menjadi anggota dewan Yayasan Perdamaian Kim Dae-jung.

    Untuk saat ini, Partai Demokrat mengatakan tidak akan menuntut proses pemakzulan terhadap Han dan anggota Kabinet lainnya, demi memastikan pemerintah terus berfungsi. Namun, Kim mengatakan hal itu mungkin berubah.

    “Lee mengatakan dia tidak akan melakukan penyelidikan lebih lanjut, tetapi dia mungkin berubah pikiran jika penjabat presiden tidak menjalankan urusan sesuai dengan keinginan partainya,” katanya kepada DW. “Jika itu terjadi, maka fungsi pemerintahan bisa lumpuh karena keputusan tidak dapat dibuat atau dilaksanakan.

    “Jika pemerintahan begitu rapuh, siapa yang bertanggung jawab untuk menjalankan urusan luar negeri?” tanyanya. “Jelas bahwa untuk beberapa waktu, akan ada kebingungan.”

    Lee dan oposisi sudah berkampanye untuk pemilihan umum baru, sebagian karena pemimpin Partai Demokrat telah didakwa atas penyuapan, korupsi, pelanggaran kepercayaan dan konflik kepentingan, termasuk pemberian USD8 juta kepada Korea Utara. Lee membantah semua tuduhan tersebut.

    Kasus hukum pemimpin oposisi

    Pada bulan November, Lee dihukum karena membuat pernyataan palsu selama kampanye presiden tahun 2022 dan dijatuhi hukuman penjara satu tahun yang ditangguhkan. Dia sedang mengajukan banding, tetapi jika dikukuhkan, Lee artinya tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

    Namun, jika dia terpilih sebelum putusan dijatuhkan, maka menurut hukum Korea, kasusnya akan dihentikan.

    Sejauh ini ramai tanda-tanda ketegangan antara kedua partai. PPP, misalnya, menolak usulan dari Partai Demokrat untuk membentuk badan pemerintahan konsultatif bersama guna menstabilkan urusan negara.

    Alasannya adalah bahwa PPP masih merupakan partai yang berkuasa.

    Namun, PPP yang baru dibentuk pada tahun 2020 melalui penggabungan sejumlah partai konservatif, terpecah oleh pertikaian internal atas pemakzulan Yoon dan, menurut beberapa pihak, berada di ambang perpecahan.

    “Situasinya sangat sulit, dan saya hanya bisa berharap bahwa segala sesuatunya akan kembali tenang saat pengadilan mulai bersidang”, kata Kim menambahkan.

    “Hal baiknya adalah bahwa bagi warga Korea Selatan pada umumnya, kehidupan tetap berjalan seperti biasa, hampir seolah-olah tidak terjadi apa-apa,” katanya. “Kehidupan kami tidak terpengaruh dan kami tidak merasakan bahaya. Orang-orang hanya ingin proses ini terus berlanjut dan, mudah-mudahan, situasinya akan tetap damai.”

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

    Lihat juga video: Presiden Yoon Dimakzulkan, Pemimpin Partai Berkuasa Korsel Mundur

    (ita/ita)

  • Korut Cap Presiden Yoon Suk Yeol Pemberontak, Sindir Pemakzulan

    Korut Cap Presiden Yoon Suk Yeol Pemberontak, Sindir Pemakzulan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Media pemerintah Korea Utara kembali mengomentari kisruh di Korea Selatan imbas penetapan darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol pada 3 Desember lalu.

    Kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA) pada Senin (16/12) mengecap Yoon sebagai ‘pemimpin pemberontakan’ karena aksinya mendeklarasikan darurat militer yang berujung pemakzulan dia.

    “Investigasi terhadap boneka Yoon Suk Yeol, pemimpin pemberontakan, dan kaki tangannya sedang berlangsung,” tulis KCNA dalam laporannya seperti dikutip South China Morning Post (SCMP).

    “Mahkamah Konstitusi boneka akhirnya akan memutuskan apakah akan melengserkan Yoon atau tidak,” lanjut kantor berita Korut tersebut.

    Korut menyebut Korsel boneka karena afiliasi Seoul dengan Amerika Serikat.

    Ini merupakan tanggapan terbaru Korut mengenai gonjang-ganjing Korsel buntut drama darurat militer Yoon. Pyongyang belakangan relatif bungkam padahal biasanya sangat terprovokasi jika menyangkut Seoul.

    Yoon sendiri membawa-bawa Korut sebagai salah satu dalih status darurat militer perlu ditetapkan pada 3 Desember lalu. Usut punya usut, situasi panas politik antara Yoon dan oposisi yang menyebabkan dia gegabah mengumumkan darurat militer.

    Saat ini, Yoon telah diskors dari tugas-tugasnya sebagai kepala negara Korsel imbas aksinya. Mahkamah Konstitusi kini sedang meninjau apakah akan menyetujui mosi yang diajukan parlemen untuk memakzulkan Yoon.

    MK memiliki waktu 180 hari untuk memutuskan masa depan Yoon.

    Karena posisi presiden kosong, Perdana Menteri Han Duck Soo akan menjadi pengganti sementara.

    KCNA dalam laporannya juga mewartakan kondisi ini dengan menyebut Yoon telah mengalihkan tanggung jawab atas “deklarasi darurat militer yang bodoh” kepada partai oposisi.

    (rds/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Pengadilan Militer Korea Tangkap 2 Jenderal Angkatan Darat yang Perintahkan Penyerbuan DPR – Halaman all

    Pengadilan Militer Korea Tangkap 2 Jenderal Angkatan Darat yang Perintahkan Penyerbuan DPR – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM – Pengadilan militer Korea Selatan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dua jenderal angkatan darat yang memerintahkan penyerbuan militer terhadap gedung Majelis Nasional atau gedung DPR Korea Selatan saat pengumuman darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol 

    Dua jenderal angkatan darat yang ditangkap tersebut adalah Letjen Kwak Jong-geun, mantan kepala Komando Perang Khusus dan Letjen Lee Jin-woo, mantan kepala Komando Pertahanan Ibu Kota.

    Surat perintah penangkapan keduanya terbit Senin, 16 Desember 2024.

    Kwak Jong-geun, mantan komandan Komando Pasukan Khusus, ditangkap atas tuduhan mengirimkan pasukan ke gedung parlemen selama insiden darurat militer pada 3 Desember 2024.

    Bersamaan dengan terbitnya surat perintah penangkapan ini, penyelidik juga untuk menahan mereka selama penyelidikan yang sedang berlangsung.

    Keduanya hadir untuk sidang surat perintah penahanan di Pengadilan Militer Regional Pusat di Yongsan, Seoul, pada hari sebelumnya.

    Baik Kwak maupun Lee menghadapi dakwaan terkait penempatan personel militer ke Majelis Nasional pada malam darurat militer diumumkan.

    Tak Becus

    Unit investigasi khusus kejaksaan yang menyelidiki deklarasi darurat militer Yoon pada hari Senin menanyai Letjen Yeo In-hyung, mantan kepala Komando Kontra Intelijen Pertahanan.

    Ini adalah pertama kalinya Yeo dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka setelah surat perintah penangkapannya dikeluarkan pada 14 Desember.

    Yeo dituduh mengatur kerangka darurat militer dan mengerahkan personel militer ke lembaga-lembaga penting, termasuk Majelis Nasional dan Komisi Pemilihan Umum Nasional, pada malam darurat militer diumumkan.

    Surat perintah penahanan jaksa juga diberikan pada hari Minggu kepada Jenderal Park An-su, yang saat ini diberhentikan dari tugas Kepala Staf Angkatan Darat, atas perannya selama deklarasi termasuk pembagian keputusan darurat militer dan pembahasan rencana tersebut dengan Yoon. 

    Jabatan Kepala Staf Angkatan Darat telah kosong sejak Kementerian Pertahanan memberhentikan Park dari tugasnya pada hari Kamis lalu.

    Dia dinilai tidak becus menjalankan perannya di tengah penyelidikan yang sedang berlangsung atas keterlibatannya dalam deklarasi darurat militer.

    Jenderal Park An-su dipecat dari jabatan sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, atas perannya selama deklarasi termasuk pembagian keputusan darurat militer 3 Desemeber 2024.

    Mayor Jenderal Moon Sang-ho, mantan kepala Komando Intelijen Pertahanan, ditahan oleh polisi pada hari Minggu atas tuduhan terkait dengan memerintahkan pasukan ke Komisi Pemilihan Umum Nasional pada malam darurat militer.

    Namun, jaksa pada Senin sore menolak permintaan polisi untuk melakukan penangkapan darurat terhadap Moon Sang-ho.

    Mereka beralasan, penangkapan darurat dalam kasus ini melanggar ketentuan yurisdiksi Undang-Undang Pengadilan Militer.”

    Jaksa menyetujui penangkapan darurat terhadap Noh Sang-won, mantan kepala Komando Intelijen Pertahanan, yang ditahan bersama Moon.

    Kini sebagai warga sipil, Noh menjabat sebagai kepala intelijen militer pada masa pemerintahan Park Geun-hye dan telah diidentifikasi oleh pihak oposisi sebagai tokoh kunci di balik rencana darurat militer, yang diduga membantu mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun.

    Polisi mencurigai Noh, sekutu dekat dan alumni junior Kim di Akademi Militer Korea, merancang proklamasi darurat militer.

    Selain jenderal bintang dua, Moon, pemecatan tersebut juga berdampak pada empat dari 21 jenderal bintang tiga dan pangkat lebih tinggi di Angkatan Darat, termasuk empat letnan jenderal dan satu jenderal.

    Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai kekosongan kepemimpinan yang signifikan di dalam Angkatan Darat, kekuatan tempur darat utama Korea Selatan dan garis pertahanan pertama melawan Korea Utara.

    Posisi menteri pertahanan masih kosong setelah mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun mengundurkan diri menyusul permintaan surat perintah penahanan dari jaksa atas tuduhan bahwa ia mengusulkan rencana darurat militer kepada Presiden Yoon.

    Belum ada calon yang ditunjuk untuk jabatan tersebut, dan pemakzulan Yoon pada hari Sabtu telah mencabut wewenangnya untuk membuat janji.

    Meskipun Perdana Menteri Han Duck-soo mengambil peran sebagai penjabat presiden, timbul pertanyaan apakah Han mempunyai kemampuan untuk memprioritaskan pencalonan menteri pertahanan baru di tengah tanggung jawab mendesak lainnya.

    Di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai kekosongan kepemimpinan militer, Kementerian Pertahanan mengatakan pada hari Senin bahwa angkatan bersenjata tetap beroperasi secara keseluruhan, dengan pejabat yang bertindak mengisi posisi kepemimpinan yang kosong.

    Dalam pengarahan rutin, Jeon Ha-kyu, juru bicara Kementerian Pertahanan, mengatakan penjabat pejabat memenuhi tugas dari jabatan yang kosong di bawah koordinasi penjabat Menteri Pertahanan Kim Seon-ho.

    Menurut kementerian, Jenderal Go Chang-jun, mantan kepala Komando Operasi ke-2 Angkatan Darat, telah ditunjuk sebagai penjabat Kepala Staf Angkatan Darat. Tidak segera diungkapkan siapa yang dipilih untuk mengisi sisa jabatan jenderal yang diberhentikan.

    Kepala Staf Gabungan mengatakan pekan lalu bahwa sistem pemantauan pasukan Korea Utara dan respons terhadap provokasi tetap tidak terpengaruh, dan menekankan bahwa pos-pos yang terkena dampak skandal darurat militer tidak secara langsung relevan dengan operasi tersebut.

     

     

     

    Letjen Kwak Jong-keun (tengah), mantan kepala Komando Perang Khusus Angkatan Darat, dituduh mengerahkan pasukan ke Majelis Nasional setelah deklarasi darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol pada 3 Desember, tiba di pengadilan militer regional pusat di Yongsan , Seoul, untuk sidang penahanan praperadilan pada Senin pagi. (Yonhap)

    Krisis kepemimpinan militer di Korea Selatan semakin parah ketika para komandan unit utama berada di bawah pengawasan ketat dalam penyelidikan deklarasi darurat militer yang dikeluarkan Presiden Yoon Suk Yeol pada tanggal 3 Desember. Tiga jenderal bintang tiga yang diperiksa telah diberhentikan dari jabatannya, dan KSAD diberhentikan dari tugasnya.

     

    ==============

    Kwak Jong-geun, mantan komandan Komando Pasukan Khusus, ditangkap atas tuduhan mengirimkan pasukan ke gedung parlemen selama insiden darurat militer pada 3 Desember lalu.

    Pengadilan Militer melakukan sidang pra-penahanan dan memutuskan untuk menahan Kwak dengan alasan adanya risiko melarikan diri dan menghilangkan bukti.

    Kwak Jong-geun disebut sebagai orang pertama yang memerintahkan pengerahan satuan 1st Airborne Brigade, 3rd Airborne Brigade, dan 707th Special Mission Battalion ke DPR pada saat pemberlakuan darurat militer. Dalam kesaksian di depan Komite Pertahanan DPR pada 10 November, Kwak mengklaim bahwa ia menerima perintah langsung dari Presiden melalui telepon rahasia untuk memaksa masuk ke gedung DPR dan “menarik keluar orang-orang yang ada di dalam.”

    Kwak juga mengungkapkan bahwa dua hari sebelum pemberlakuan darurat militer pada 1 Desember, ia menerima perintah dari mantan Menteri Pertahanan, Kim, melalui telepon rahasia untuk mengamankan enam lokasi, termasuk DPR, Komisi Pemilu, markas Partai Demokrat, dan beberapa tempat terkait lainnya.

    =========

     

     

     

     

     

     

     

  • KP2MI Berangkatkan 400 Pekerja Migran ke Korea Selatan, Skema G to G

    KP2MI Berangkatkan 400 Pekerja Migran ke Korea Selatan, Skema G to G

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) memberangkatkan 400 PMI ke Korea Selatan dengan skema government to government (G to G) pada Senin (16/12) dan Selasa (17/12).

    Keberangkatan ini jadi yang terakhir di tahun 2024. Adapun sepanjang tahun ini, pemerintah sudah menempatkan PMI ke Korea Selatan sebanyak 10.111 orang.

    “Kedua penerbangan ini merupakan penerbangan terakhir di tahun 2024,” ujar Direktur Penempatan Pemerintah Kawasan Asia dan Afrika, Seriulina Tarigan, dalam konferensi pers di Kantor KP2MI, Jakarta Selatan, Senin (16/12), dikutip dari keterangan tertulis.

    Seriulina menjelaskan jumlah PMI yang dikirim ke Korsel pada tahun ini menurun karena kondisi ekonomi di negara tersebut juga tengah menurun. Pada 2023, ada 11.570 PMI yang dikirim ke Korsel.

    Namun, jumlah penempatan PMI ke Korea Selatan tahun 2024 merupakan yang tertinggi dibandingkan penempatan G to G ke negara lainnya, seperti Jepang.

    “Ke Jepang kita hanya memberangkatkan tahun ini adalah 311 pekerja migran dan demikian juga ke Jerman tahun ini juga menampakkan 111 PMI,” tuturnya.

    Bertalian dengan itu, Seriulina mengatakan saat ini KP2MI tengah menjalin komunikasi intensif dengan KBRI Seoul dan pimpinan HRD Korea di Jakarta untuk membahas lebih lanjut soal regulasi penempatan PMI.

    Bahkan, kata dia, kementerian sudah mengagendakan rapat dengan Kedutaan Besar Korea Selatan di Indonesia dalam waktu dekat. Pemerintah ingin membahas sejumlah hal mengenai tata kelola penempatan PMI, salah satunya berkaitan dengan roster.

    Roster adalah suatu sistem yang mencatat data Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang telah memenuhi persyaratan untuk dapat diseleksi dan dipilih oleh Calon Pemberi Kerja (Sajang/Majikan) di Korea Selatan.

    “Dalam waktu dekat, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Perlindungan Pekerja Indonesia akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Duta Besar RI di Seoul untuk melakukan pertemuan dengan pemerintah Korea Selatan guna membahas data roster tersebut di atas serta hal-hal lain dalam memperbaiki tata kelola penempatan PMI skema G to G ke Korea Selatan,” ucapnya.

    Seriulina mengungkapkan kondisi roster G to G Korea Selatan per 13 Desember 2024, tercatat sebanyak 13.611 CPMI. Jumlah itu terdiri dari lulusan tahun 2022 sebanyak 1.153 CPMI.

    “Artinya tinggal 14 persen dari jumlah roster yang di-approval yang ada di roster,” jelas dia.

    Kemudian, lulusan tahun 2023 sebanyak 5.487 CPMI atau 32 persen dari jumlah roster approval. Sedangkan lulusan 2024 sebanyak 6.971.

    Seriulina menyebut jumlah lulusan 2024 masih akan terus bertambah. Mengingat pengumuman kelulusan gelombang keempat atau yang terakhir, baru dilakukan minggu lalu.

    “Sehingga kelulusan gelombang keempat ini, saat ini sedang melakukan proses untuk lamaran online atau untuk sending (dokumen),” kata Seriulina.

    “Nah, secara umum jika melihat roster lulusan tahun yang lama, yaitu tahun 2022 dan 2023, maka jumlah roster yang tersisa itu sebanyak 6.640 (CPMI) atau hanya sekitar 26 persen dari yang di-approval, jadi kurang dari 30 persen,” tambahnya.

    Direktur Penempatan Non-Pemerintah Kawasan Asia dan Afrika, Mocharom Ashadi, menegaskan penempatan PMI ke Korsel masih mengacu pada aturan yang lama. Ia menuturkan pemerintah masih menyusun regulasi baru soal penempatan CPMI di Korsel.

    “Jadi kebijakan enggak ada yang baru untuk G to G Korea, masih menggunakan kebijakan dari regulasi yang lama. kebijakan dari BP2MI yang lama,” kata Mocharom Ashadi.

    (tim/tsa)

    [Gambas:Video CNN]