kab/kota: Seoul

  • Genesys Perkuat Investasi Cloud dan AI di Asia, Singapura Jadi Pusat Regional

    Genesys Perkuat Investasi Cloud dan AI di Asia, Singapura Jadi Pusat Regional

    Bisnis.com, SINGAPURA – Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS), Genesys mempertegas komitmennya di pasar Asia dengan meluncurkan region inti (core region) Genesys Cloud berkapasitas penuh di Singapura.

    Vice President Asia Genesys Mao Gen Foo mengatakan, ekspansi ini bukan hanya memperkuat kehadiran teknologi Genesys, tetapi juga membangun kepercayaan terhadap ekosistem cloud regional. 

    “Region Cloud Singapura yang baru akan menjembatani inovasi dan kepercayaan. Investasi ini memperkuat komitmen Genesys terhadap pertumbuhan regional serta mendukung aspirasi Singapura sebagai pemimpin digital berbasis AI,” ujarnya di Gedung WeWork, 21 Collyer Quay, Singapura, Kamis (6/11/2025).

    Investasi strategis itu dinilai akan mempercepat transformasi digital perusahaan di sektor keuangan, kesehatan, dan publik di Asia, termasuk Indonesia, dengan menawarkan layanan yang lebih cepat, aman, dan patuh terhadap regulasi perlindungan data. 

    Adapun, infrastruktur baru ini terhubung dengan Amazon Web Services (AWS) Asia Pacific (Singapore) Region untuk memastikan keandalan dan kepatuhan terhadap aturan seperti Personal Data Protection Act (PDPA).

    Dengan terhubung ke Amazon Web Services (AWS) Asia Pacific (Singapore) Region, infrastruktur baru ini memberikan akses bagi organisasi terhadap inovasi Agentic AI terbaru dari Genesys Cloud sehingga memungkinkan intelijen pengalaman secara real time di seluruh perjalanan pelanggan dan karyawan.

    Berdasarkan riset Genesys, lebih dari 80% eksekutif perusahaan di bidang pengalaman pelanggan (customer experience/CX) di Asia juga menyatakan akan meningkatkan alokasi anggaran AI hingga 10% dalam satu tahun ke depan. 

    Sementara itu, 58% perusahaan telah menggunakan chatbot atau agen virtual berbasis AI, dan 51% berencana memperluas otomasi layanan menggunakan sistem Agentic AI.

    Di sisi lain, riset Genesys menunjukkan tantangan utama perusahaan di Asia dalam mengoptimalkan layanan pelanggan berasal dari kompleksitas regulasi dan sistem warisan yang belum terintegrasi. 

    Dalam laporan keuangan kuartal II tahun fiskal 2026 (1 Mei–31 Juli 2025), Genesys mencatat annual recurring revenue (ARR) global nyaris US$2,2 miliar, atau tumbuh 35% (year-on-year/yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. 

    Di kawasan Asia Pasifik, ARR Genesys Cloud telah menembus US$200 juta, dengan pertumbuhan lebih dari 45% yoy pada sektor jasa keuangan dan lebih dari 60% di Singapura.

    Genesys saat ini mengoperasikan region layanan penuh di Tokyo, Osaka, Sydney, Mumbai, dan Seoul, serta koneksi satelit di Hong Kong dan Jakarta. Kehadiran region inti di Singapura memperkuat posisi Asia sebagai motor pertumbuhan utama bagi bisnis cloud perusahaan.

    Di Asia, Genesys mendukung pelanggan terkemuka di berbagai industri seperti layanan kesehatan, layanan keuangan, dan ritel, termasuk Maxicare, ProbeCX, Astro, Siam Commercial Bank, Adira Finance, dan Security Bank. 

  • Dengan Kapal Selam Nuklir, Korsel Masuki Era Perlombaan Senjata

    Dengan Kapal Selam Nuklir, Korsel Masuki Era Perlombaan Senjata

    Jakarta

    Presiden Donald Trump yang ingin memulai babak baru aliansinya dengan Asia Timur, mendukung gagasan Korea Selatan untuk membangun dan mengoperasikan kapal selam bertenaga nuklir. Dia menambahkan bahwa kapal pertama akan dibuat di AS.

    “Korea Selatan akan membangun Kapal Selam Bertenaga Nuklirnya di Philadelphia,” tulis Trump di platform Truth Social miliknya.

    Seoul menyambut gembira keputusan ini. Menteri Pertahanan Korea Selatan Ahn Gyu-back mengatakan dalam pertemuan parlemen yang digelar bersamaan dengan pengumuman Trump itu bahwa kapal selam bertenaga nuklir akan berdampak signifikan memperkuat militer Korsel.

    Saat ini, Korea Selatan mengoperasikan kapal selam konvensional bertenaga hibrid – diesel dan listrik. Namun menurut Ahn, kapal selam bertenaga nuklir akan menawarkan kecepatan dan daya jelajah yang lebih baik untuk menandingi kemampuan kapal selam tempur nuklir Korea Utara.

    Meskipun Pyongyang belum memberikan komentar resmi, para analis mengatakan bahwa rezim Kim Jong Un hampir pasti akan bereaksi dengan marah dan kemungkinan besar mengumumkan langkah balasan terhadap keputusan Korea Selatan.

    Korea Selatan memasuki era perlombaan senjata

    Para ahli memperingatkan bahwa Korea Utara dan Selatan kini dengan cepat meningkatkan perlombaan senjata, sementara negara-negara lain di Asia Timur Laut lainnya terpantau turut menambah anggaran pertahanan mereka.

    “Tidak diragukan lagi, kita sudah berada dalam era perlombaan senjata,” kata Andrei Lankov, profesor sejarah dan hubungan internasional di Universitas Kookmin, Seoul.

    “Trump tampaknya tidak henti mengatakan bahwa ia sudah jemu dengan sekutu-sekutu parasitnya, yaitu Korea Selatan dan Jepang. Ia bisa mengumumkan bahwa AS akan hengkang dari sekutunya kapan saja,” tambah Lankov.

    Bagi kedua negara, lanjut Lankov, hal itu akan menjadi ancaman. Terutama Korsel yang berbatasan langsung dengan musuh bersenjata nuklir yang berulang kali menyerangnya di masa lalu.

    “Sehingga sangat wajar jika Seoul meningkatkan kemampuan militernya secara drastis dan mungkin juga mengembangkan senjata nuklir,” tambahnya.

    Lankov juga menyoroti faktor kedua yakni perkembangan militer Korea Utara yang sangat cepat selama satu dekade terakhir, termasuk keberhasilan mengembangkan rudal balistik antarbenua dengan bahan bakar padat dan memperluas arsenal hulu ledak nuklirnya.

    Kemajuan militer tersebut didukung oleh Rusia. Moskow diperkirakan telah memasok Pyongyang dengan reaktor miniatur untuk mengoperasikan kapal selam bertenaga nuklir.

    Faktor ketiga yang tak terhindarkan, menurut Lankov, adalah Cina yang berupaya menguatkan kekuatan militernya dan melengkapinya dengan sistem persenjataan yang paling mutakhir.

    Pyongyang unjuk kekuatan jelang kunjungan Trump

    “Cina ingin menegaskan perannya di Asia Timur sebagai pusat kekuatan utama yang tidak dapat ditantang siapa pun,” kata Lankov.

    Sementara itu, menurut Lankov, AS tampak semakin ingin mengurangi keterlibatannya di kawasan meski beberapa pasukan AS masih bertahan di Semenanjung Korea.

    Ancaman terhadap Korea Selatan semakin serius karena aliansi Pyongyang yang semakin erat dengan Rusia serta kekerabatan lamanya dengan Cina. Aliansi tersebut memungkinkan Pyongyang bertindak lebih agresif.

    Bahkan rezim Korea Utara menguji rudal hipersonik seminggu sebelum kedatangan Trump di Korea Selatan jelang forum APEC pada 1 November lalu serta menembakkan sejumlah rudal jelajah sesaat sebelum kedatangan Trump.

    Pyongyang juga meluncurkan rudal dan artileri pada Senin (3/11) saat Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengunjungi Zona Demiliterisasi (DMZ).

    Taipei dan Tokyo meningkatkan anggaran Pertahanan

    Masih di kawasan, Cina sedang melakukan uji kapal induk ketiganya, Fujian, dan semakin sering menguji pertahanan udara dan laut negara tetangganya. Jepang di sekitar Kepulauan Okinawa serta Filipina di Laut Cina Selatan.

    Beijing juga memiliki ambisi jangka panjang untuk mengambil alih Taiwan, yang dianggapnya sebagai bagian dari provinsinya yang memisahkan diri. Taipei kini meningkatkan anggaran pertahanan, termasuk pembelian 66 jet tempur F-16V dan bom luncur dari AS.

    Jepang mulai secara signifikan membangun sistem pertahanannya, mengucurkan investasi besar pada pertahanan laut dan udara dengan rudal baru yang canggih, pasukan kapal selam yang lebih besar, serta drone laut dan udara.

    Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mengatakan kepada Trump dalam pertemuan mereka di Tokyo akhir Oktober lalu bahwa Jepang akan meningkatkan pengeluaran pertahanan dari 1% menjadi 2% dari PDB pada awal tahun fiskal berikutnya (1 April).

    Jepang juga menandatangani kesepakatan untuk memasok Australia dengan 11 fregat kelas Mogami dan tengah bernegosiasi dengan Selandia Baru untuk kesepakatan serupa.

    Selain itu, Tokyo juga sepakat untuk memberikan Filipina pesawat patroli pantai dan sistem radar canggih guna membantu Manila memantau kapal-kapal Cina di Laut Cina Selatan.

    Masa damai di Asia Timur mulai berakhir

    Dan Pinkston, profesor hubungan internasional di kampus Seoul Universitas Troy, mengatakan bahwa negara-negara Asia telah menikmati masa damai selama beberapa dekade, namun masa-masa mungkin akan perlahan berakhir.

    Pinkston menjelaskan kepada DW bahwa banyak negara Asia Timur kini memiliki kekuatan ekonomi yang cukup untuk meningkatkan kekuatan militer mereka.

    Ia juga memperingatkan bahwa pembelian kapal selam bertenaga nuklir dapat menjadi langkah awal bagi Korsel untuk memperoleh senjata nuklir, meskipun Seoul secara resmi mendukung Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).

    “Kita tidak pernah bisa menduga detail kesepakatan yang dibuat Trump atau apa yang akan dia usulkan selanjutnya,” kata Pinkston, menyinggung dukungan mendadak presiden AS terhadap rencana kapal selam bertenaga nuklir Korsel.

    “Namun apakah berarti Korsel akan bergerak sendirian?” tanyanya.

    Menurut Pinkston, Korea Selatan berencana membeli uranium yang diperkaya dari AS untuk reaktor kapal selam bertenaga nuklir. Korsel juga sudah memiliki fasilitas dan teknologi nuklir sendiri, sehingga bisa saja ia memperkaya bahan bakar nuklirnya. Langkah berikutnya, Korsel bisa mengembangkan senjata nuklirnya sendiri, katanya.

    “Jika kapal-kapal selam itu dirancang untuk membawa rudal dengan hulu ledak konvensional, maka itu tidak terlalu jauh dari rencana perancangan hulu ledak nuklir yang menurut Seoul penting bagi keamanan nasionalnya. Korsel semakin mendekat ke rencana tersebut,” pungkas Pinkston.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Rizky Nugraha

    Tonton juga Video: Cekcok Dengan Eks Presiden Rusia, Trump Kirim 2 Kapal Selam Nuklir

    (ita/ita)

  • Kisah Trio Pengusaha Rp 3.200 Triliun Nongkrong Makan Ayam Goreng

    Kisah Trio Pengusaha Rp 3.200 Triliun Nongkrong Makan Ayam Goreng

    Seoul

    Mengapa Jensen Huang, CEO Nvidia, menikmati chimaek, gabungan kata Korea chicken (ayam goreng) dan maekju (bir), bersama Chairman Samsung Electronics Lee Jae-yong dan CEO Hyundai Motor Group Euisun Chung?

    Ketiga tokoh teknologi itu menyantapnya di Kkanbu Chicken, di jantung ibu kota negara tersebut, menjelang KTT APEC di Gyeongju belum lama ini. “Aku suka ayam goreng dan bir bersama teman-temanku, jadi Kkanbu tempat yang sempurna, bukan?” kata Huang di sana.

    Selain menjadi nama jaringan restoran, Kkanbu juga merupakan istilah gaul Korea untuk menyebut sahabat karib. Menurut kantor berita Yonhap, ketiganya menyantap bola keju, stik keju, ayam tanpa tulang, dan ayam goreng bersama bir Korea merek Terra dan minuman beras lokal, soju.

    Video media lokal menunjukkan ketiganya, dengan total kekayaan gabungan sekitar USD 195 miliar atau di kisaran Rp 3.200 triliun, saling mengaitkan lengan saat meneguk bir, gestur yang di Korea melambangkan keakraban. Huang, Lee, dan Chung kemudian keluar untuk membagikan ayam goreng dan stik keju kepada kerumunan yang berkumpul.

    Ketika Huang membunyikan lonceng emas, tanda ia akan mentraktir seluruh tamu restoran, orang-orang bersorak. Namun, menurut Yonhap, tagihan makan justru dibayar oleh Lee dari Samsung, sementara Chung menraktir untuk putaran kedua.

    Menurut sejumlah sumber, dikutip detikINET dari Korea JongAng Daily, sosok di balik acara tak biasa tersebut adalah putri Huang, Madison Huang. Madison sekarang menjabat sebagai direktur Nvidia’s simulation software division

    Sumber mengatakan bahwa Madison secara khusus memilih cabang Kkanbu Chicken di Samseong-dong, Distrik Gangnam, untuk pertemuan tersebut. “Madison Huang yang memilih lokasi itu sendiri” ujar salah satu sumber.

    Dilaporkan bahwa Madison tiba di Korea sebulan sebelumnya untuk meninjau sejumlah perusahaan yang bekerja sama dengan Nvidia, sekaligus memilih restoran ayam goreng tersebut jauh hari sebelum pertemuan penting itu.

    Sepanjang kunjungannya di Korea, Madison selalu mendampingi ayahnya dari dekat, sering kali berjalan sedikit di depan untuk menunjukkan arah. Saat Huang memberikan dua botol wiski Jepang premium Hakushu 25 bertanda tangan kepada Lee dan Chung, Madison-lah yang menyerahkan botol-botol itu kepada ayahnya.

    (fyk/afr)

  • Tanda Tanya Ribuan Tentara Korut Dikirim ke Rusia

    Tanda Tanya Ribuan Tentara Korut Dikirim ke Rusia

    Jakarta

    Korea Utara (Korut) lagi-lagi mengirim pasukan tentara ke Rusia setelah invasi Moskow ke Ukraina. Pengiriman pasukan tentara Pyongyang ke Moskow ini masih mengandung tanda tanya.

    Korut dilaporkan telah mengirimkan lagi sekitar 5.000 tentaranya ke Rusia sejak September lalu. Pengiriman personel militer Pyongyang itu disebut untuk membantu “rekonstruksi infrastruktur” di Rusia.

    Informasi terbaru soal pengiriman tentara Korut itu, dilansir AFP, Rabu (5/11), diungkapkan oleh seorang anggota parlemen Korea Selatan (Korsel), Lee Seong Kweun, setelah mendapatkan penjelasan dari badan intelijen Seoul (NIS) pada Selasa (4/11) waktu setempat.

    Pemimpin Korut Kim Jong Un disebut menjadi semakin berani dengan perang di Ukraina. Kim dilaporkan mengamankan dukungan penting dari Moskow setelah mengirimkan ribuan tentaranya untuk bertempur bersama pasukan militer Rusia.

    Saat berbicara kepada wartawan, Lee mengatakan bahwa ribuan tentara Korut kembali dikerahkan ke Rusia secara bertahap untuk misi “rekonstruksi infrastruktur”.

    “Sekitar 5.000 tentara konstruksi Korea Utara telah dipindahkan ke Rusia secara bertahap sejak September dan diperkirakan akan dimobilisasi untuk rekonstruksi infrastruktur,” sebutnya.

    Lee menambahkan bahwa “tanda-tanda berkelanjutan untuk pelatihan dan seleksi personel dalam persiapan pengerahan pasukan tambahan telah terdeteksi”.

    Badan intelijen Korsel mengatakan kepada para anggota parlemen, menurut Lee, bahwa sekitar 10.000 tentara Korut diperkirakan saat ini dikerahkan ke dekat perbatasan Rusia-Ukraina.

    2.000 Tentara Korut Tewas dalam Perang Rusia-Ukraina

    Pada September lalu, Badan intelijen Korsel melaporkan sekitar 2.000 tentara Korut diperkirakan tewas setelah dikerahkan untuk membantu Rusia bertempur melawan Ukraina. NIS, dilansir AFP, Selasa (2/9), melaporkan pada April lalu bahwa “jumlah korban perang setidaknya 600 perang”.

    “Namun, berdasarkan penilaian terbaru, kini diperkirakan jumlahnya sekitar 2.000 tentara,” kata anggota parlemen Korsel, Lee Seong Kweun, saat berbicara kepada wartawan setelah mendapatkan pengarahan intelijen terbaru dari NIS.

    Badan-badan intelijen Korsel dan Barat mengatakan bahwa Korut mengirimkan lebih dari 10.000 tentaranya ke wilayah Rusia pada tahun 2024, terutama ke wilayah Kursk. Pyongyang juga diduga telah mengirimkan peluru artileri, rudal, dan sistem roket jarak jauh.

    Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertemu dengan keluarga tentara yang berpartisipasi dalam operasi militer di luar negeri, di Pyongyang, Korea Utara, dalam gambar yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea pada 30 Agustus 2025. (Reuters)

    Lee mengatakan bahwa NIS meyakini Korut berencana untuk mengerahkan 6.000 tentara dan teknisi tambahan ke Rusia, dengan sekitar 1.000 personel di antaranya telah tiba.

    “Diperkirakan dari rencana pengerahan ketiga 6.000 tentara baru-baru ini, sekitar 1.000 teknisi tempur telah tiba di Rusia,” ungkapnya pada September lalu.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/ygs)

  • Korut Tembakkan Roket Saat Menhan AS Kunjungi Korsel

    Korut Tembakkan Roket Saat Menhan AS Kunjungi Korsel

    Seoul

    Korea Utara (Korut) menembakkan sejumlah roket artileri saat Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS) Pete Hegseth berkunjung ke Korea Selatan (Korsel). Rentetan roket artileri itu ditembakkan oleh Pyongyang ke Laut Kuning sekitar satu jam sebelum Hegseth mengunjungi area perbatasan kedua negara.

    Korut, menurut Kepala Staf Gabungan militer Korsel (JCS), seperti dilansir AFP, Selasa (4/11/2025), juga menembakkan senjata serupa beberapa menit sebelum Presiden Korsel Lee Jae Myung melakukan pembicaraan dengan Presiden China Xi Jinping pekan lalu.

    JCS dalam pernyataannya melaporkan bahwa pihaknya baru-baru ini “mendeteksi sekitar 10 roket artileri yang ditembakkan ke bagian utara Laut Barat” — sebutan Seoul untuk Laut Kuning.

    Rentetan roket artileri itu, menurut JCS, ditembakkan sekitar pukul 15.00 waktu setempat pada Sabtu (1/11) dan sekitar pukul 16.00 waktu setempat pada Senin (3/11).

    “Detail proyektil tersebut sedang dianalisis secara cermat saat ini oleh otoritas intelijen Korea Selatan dan AS,” sebut JCS.

    Hegseth mengunjungi perbatasan yang dijaga ketat yang memisahkan Korsel dan Korut pada Senin (3/11) waktu setempat. Kunjungan itu menjadikan Hegseth sebagai pemimpin Pentagon pertama dalam delapan tahun terakhir yang melakukannya.

    Dia juga mengunjungi Panmunjom, desa gencatan senjata simbolis yang menjadi tempat bagi pasukan kedua Korea saling berhadapan. Sebelum itu, Hegseth singgah di Post Pemantauan Ouellette yang menghadap ke Zona Demiliterisasi.

    Hegseth dan Menhan Korsel Ahn Gyu Back, menurut Kementerian Pertahanan Korsel, “menegaskan kembali postur pertahanan gabungan yang kuat dan kerja sama yang erat antara Korea Selatan dan Amerika Serikat”.

    Kunjungan Hegseth ke perbatasan Korea itu dilakukan setelah tawaran Presiden AS Donald Trump kepada pemimpin Korut Kim Jong Un, selama turnya ke Asia pekan lalu, tidak mendapat respons dari Pyongyang.

    Namun, Trump telah mengindikasikan bahwa dirinya masih bersedia “kembali” untuk pertemuan mendatang dengan Kim Jong Un.

    Lihat juga Video: Geramnya Warga Korsel Atas Aksi Peluncuran Roket Korut yang Berulang

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Siaran Asing Dihentikan, Korut Kian Terisolasi dari Dunia Luar

    Siaran Asing Dihentikan, Korut Kian Terisolasi dari Dunia Luar

    Jakarta

    Pemerintah Amerika Serikat dan Korea Selatan telah menghentikan operasi media yang menyiarkan berita ke Korea Utara, membuat puluhan ribu penduduk negara tersebut semakin terisolasi dari dunia luar.

    “Ini sangat buruk bagi rakyat Korea Utara dan jadi kemunduran yang sangat serius untuk hak asasi manusia di sana,” kata Kim Eu-jin, yang melarikan diri dari Korea Utara bersama ibu dan saudarinya pada tahun 1990-an.

    “Pemerintah menolak telak kebebasan rakyat Korea Utara untuk mengakses informasi, dan sekarang yang akan mereka dengar hanyalah propaganda Pyongyang,” ujarnya kepada DW.

    Warga Korea Utara sebelumnya bisa diam-diam mendengarkan Radio Free Asia (RFA) dan Voice of America (VOA) dari AS, serta siaran Voice of Freedom dari Korea Selatan. Aktivis mengatakan bahwa dengan mendengarkan siaran yang tidak diperbolehkan oleh rezim tersebut membantu warga Korea Utara bertahan menghadapi kesulitan.

    Kim mengatakan ia tidak pernah mendengarkan siaran radio asing sebelum melarikan diri dari Korea Utara karena terlalu berbahaya. Rezim di Pyongyang menginvestasikan banyak waktu dan tenaga untuk menangkap dan menghukum orang yang mengakses media asing. Dalam beberapa kasus, mereka yang tertangkap diadili secara terbuka dan dijatuhi hukuman kerja paksa. Dalam kasus ekstrem, bisa dijatuhi hukuman mati.

    Kim mengatakan pemerintah Korea Utara takut pada siaran ini dan dalam beberapa tahun ini kian serius memperingatkan dan mengancam mereka yang mendengarkan media asing tersebut.

    Mengapa siaran dihentikan?

    Sejak Donald Trump kembali memerintah di awal tahun, ia pun membungkam Voice of America dengan mengeluarkan perintah eksekutif untuk menghapus badan induk VOA, US Agency for Global Media. Ratusan staf kehilangan pekerjaan.

    Sistem pengeras suara besar di perbatasan yang sebelumnya menyiarkan berita dan musik pop Korea Selatan ke Korea Utara turut dibongkar.

    Pemerintah Korea Selatan mengatakan langkah tersebut bertujuan untuk mengurangi ketegangan dengan Korea Utara dengan harapan Pyongyang dapat membuka kembali negosiasi dengan Seoul. Namun, hingga saat ini belum ada indikasi positif dari harapan tersebut.

    Radio Free Asia: “Redaksi gelap, siaran dibungkam”

    Pada 29 Oktober, Rosa Hwang, pemimpin redaksi Radio Free Asia, menyatakan siarannya dihentikan karena “ketidakpastian pendanaan,” hal yang pertama kalinya terjadi sepanjang sejarah untuk RFA yang telah mengudara selama 29 tahun.

    “Redaksi gelap. Mikrofon dimatikan. Siaran dibungkam. Penerbitan dihentikan. Di media sosial. Di situs web kami.”

    “Tanpa RFA Korea, 26 juta warga Korea Utara terisolasi rezim represif yang menentang kebebasan berbicara dan pers yang bebas akan kehilangan akses penting akan informasi independen,” katanya, sambil menyoroti liputan RFA yang berhasil memenangkan penghargaan, liputan tentang nasib para pembelot Korea Utara.

    Pada Oktober 2025, situs 38 North yang menganalisis seputar Korea Utara, mengeksplorasi dampak radio dan televisi yang disiarkan ke Utara dalam sebuah acara.

    Hasilnya menunjukkan bahwa siaran radio anti-rezim menurun sebesar 85% dan program televisi hampir hilang sepenuhnya sejak pemotongan oleh pemerintah AS dan Korea Selatan.

    Meskipun sulit menentukan berapa banyak orang yang telah dijangkau siaran tersebut, para analis menekankan ada usaha dan sumber daya yang dikerahkan rezim Kim Jong Un untuk memblokir penetrasi siaran-siaran tersebut.

    Korea Utara semakin mahir mengacaukan sinyal siaran. Pandemi virus COVID-19 telah membuat penyelundupan USB dan kartu memori jadi lebih sulit.

    Menurut para ahli yang hadir di acara 38 North, pembatasan yang diperketat dengan Undang-Undang Anti-Pemikiran dan Budaya Reaksioner yang disahkan pada 2020 menunjukkan betapa seriusnya Pyongyang menghadapi ancaman ini.

    ‘Menjadi perpanjangan tangan’ rezim

    “Saya yakin pemerintah Pyongyang sangat senang dengan perkembangan ini,” kata Lim Eun-jung, profesor studi internasional di Kongju National University.

    “Menghentikan siaran ini berarti orang-orang di sana kini hanya memiliki media negara Korea Utara untuk didengar, dan mereka akan semakin sedikit mengetahui apa yang terjadi di dunia luar,” ujar sang professor kepada DW.

    “Saya bisa memahami keputusan pemerintah Korea Selatan yang tidak ingin ketegangan antar negara meningkat dan berharap membuka jalur komunikasi dengan Korea Utara, tapi pada saat yang sama, ini berarti orang-orang yang sudah hidup layaknya di ‘penjara’ kini memiliki akses informasi yang lebih sedikit.”

    Pembelot Korea Utara, Kim, mengatakan meskipun siaran asing tidak berperan besar dalam pembelotannya tiga dekade lalu, siaran itu kemudian menjadi alat penting melawan rezim.

    “Siaran itu mengajarkan orang di Korea Utara tentang hak asasi manusia,” katanya.

    “Itu memberi tahu mereka apa itu kebebasan. Bagi sebagian orang, hal itu membuat mereka berjuang untuk kebebasan itu dengan meninggalkan Korea Utara. Saya tidak mengerti mengapa kita justru ‘menjadi perpanjangan tangan’ rezim dengan menghentikan siaran ini.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga Video: Media Korea Utara Merilis Gambar Rudal Balistik Ketujuh

    (ita/ita)

  • Presiden Lee Jae Myung Bawa AI Sebagai Inti Visi Ekonomi Korea Selatan

    Presiden Lee Jae Myung Bawa AI Sebagai Inti Visi Ekonomi Korea Selatan

    Bisnis.com, JAKARTA — Korea Selatan memasang kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) sebagai inti dari visi ekonomi. Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung berjanji untuk mentransformasi sektor industri, layanan publik, dan pertahanan melalui investasi besar-besaran dan dukungan kebijakan di bidang AI.

    Dalam pidato anggaran tahunan pertamanya di hadapan parlemen sejak menjabat pada Juni, Lee menyebut rencana anggaran 2026 sebagai “anggaran nasional pertama untuk era AI”.

    Hal itu pun menandai pergeseran kebijakan besar setelah gejolak politik berbulan-bulan yang dipicu oleh kegagalan upaya pendahulunya, Yoon Suk Yeol, untuk memberlakukan darurat militer.

    “Di era AI, keterlambatan satu hari saja berarti tertinggal satu generasi,” ujar Lee kepada para anggota parlemen, dikutip Bloomberg pada Selasa (4/11/2025).

    Lee menyebut negaranya memulai dengan langkah yang terlambat, maka kini diperlukan gerak yang lebih cepat dan bekerja lebih keras untuk mengejar peluang.

    Adapun, Pemerintahan Korsel akan meningkatkan investasi AI lebih dari tiga kali lipat menjadi 10,1 triliun won (setara dengan US$7 miliar) tahun depan sebagai bagian dari usulan anggaran sebesar 728 triliun won. Anggaran itu ditujukan untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi, mengatasi penurunan demografis, serta mempersiapkan diri menghadapi gelombang disrupsi perdagangan dan teknologi global.

    Lee menyatakan AI akan menjadi fondasi daya saing masa depan di sektor-sektor utama seperti robotika, otomotif, semikonduktor, dan logistik.

    Dia berjanji akan mengembangkan kemampuan “AI fisik” dengan menggabungkan basis manufaktur Korea dan data waktu nyata, serta mendorong penerapan luas AI di bidang bioteknologi, kesehatan masyarakat, pendidikan, dan perpajakan.

    Dia juga berencana untuk memperkuat kapasitas komputasi nasional dan melatih lebih banyak tenaga kerja terampil, dengan mempercepat pembelian chip komputer berperforma tinggi serta menyediakan pendidikan AI tingkat lanjut.

    Pekan lalu, Nvidia Corp. menandatangani kesepakatan untuk memasok teknologinya kepada perusahaan-perusahaan terbesar di Korea Selatan. Berdasarkan perjanjian yang diumumkan selama kunjungan CEO Jensen Huang ke Korea untuk KTT CEO APEC, Nvidia akan memasok lebih dari 260.000 chip akselerator guna mendorong proyek-proyek AI di Korea.

    Dalam sektor keamanan, Seoul berencana meningkatkan anggaran pertahanan sebesar 8,2% menjadi 66,3 triliun won, dengan fokus pada peningkatan senjata konvensional dan penerapan AI. Sehingga, total pengeluaran pertahanan mencapai 2,4% dari produk domestik bruto (PDB).

    Meskipun para anggota parlemen oposisi tetap berhati-hati terhadap agenda ambisiusnya, Lee menyerukan kerja sama lintas partai, menyebut tahun 2026 sebagai “titik balik bersejarah.”

  • Jokes ala Pemimpin Dunia, Saat Xi Jinping Guyon soal Mata-mata

    Jokes ala Pemimpin Dunia, Saat Xi Jinping Guyon soal Mata-mata

    Jakarta

    Presiden China Xi Jinping dikenal jarang melemparkan candaan, apa lagi candaan itu soal spionase atau mata-mata. Namun, hal tersebut terjadi saat Xi memberikan telepon genggam atau HP kepada Presiden Korea Selatan (Korsel) Lee Jae Myung.

    Xi melontarkan candaan soal mata-mata saat menghadiahkan sepasang ponsel pintar kepada Jae Myung. Xi meminta Lee untuk “memeriksa apakah ada backdoor” ketika menyerahkan hadiah ponsel pintar tersebut.

    Peristiwa itu menjadi lelucon langka yang dilontarkan sang pemimpin China, yang langsung menjadi pemberitaan utama di Korsel. Momen itu terjadi pada Sabtu (1/11) waktu setempat di kota Gyeongju, ketika Xi dan Lee saling memberikan hadiah di sela-sela KTT APEC.

    Lawatan pemimpin negeri tirai bambu itu menandai kunjungan pertama Xi ke Korsel selama lebih dari satu dekade terakhir. Xi, seperti dilansir AFP, Senin (3/11), menghadiahkan dua ponsel pintar atau smartphone Xiaomi yang dilengkapi layar buatan Korea kepada Lee.

    “Apakah jalur komunikasinya aman?” tanya Lee dengan nada bercanda, yang disambut tawa Xi.

    Sembari menunjuk ke perangkat komunikasi tersebut, Xi menjawab: “Anda harus memeriksa apakah ada backdoor.”

    Jawaban Xi itu memicu tawa dan tepuk tangan dari Lee. Istilah ‘backdoor’ merujuk pada perangkat lunak pre-installed yang memungkinkan pemantauan pihak ketiga atau third party.

    Ramai Dibicarakan di Media

    Candaan singkat tersebut menjadi sorotan media secara besar-besaran selama akhir pekan kemarin, karena Xi jarang terlihat melontarkan lelucon, apalagi soal spionase.

    “Xi tertawa terbahak-bahak setelah Lee bercanda tentang keamanan ponsel Xiaomi,” demikian judul berita di harian Seoul Shinmun edisi Senin (3/11).

    Salah satu video di YouTube yang menunjukkan interaksi kedua pemimpin itu menarik lebih dari 800 komentar, dengan banyak yang mengatakan terkejut dengan percakapan keduanya.

    “Rasanya seperti jagoan bela diri yang saling beradu argumen dalam sebuah duel,” tulis salah satu komentar netizen.

    Juru bicara kepresidenan Korsel, Kim Nam Joon, mengatakan kepada AFP bahwa momen lucu tersebut menggarisbawahi bagaimana kedua pemimpin semakin dekat selama serangkaian pertemuan selama dua hari.

    “Dari upacara penyambutan dan pertukaran hadiah hingga jamuan makan dan pertunjukan budaya, kedua pemimpin memiliki banyak kesempatan untuk berinteraksi dan membangun chemistry pribadi,” sebutnya.

    “Jika bukan karena chemistry seperti itu, lelucon semacam itu tidak akan mungkin terjadi,” ujar Kim.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/fas)

  • Di Forum APEC, Presiden Prabowo Ungkap Penerapan AI untuk Percepat Swasembada Pangan

    Di Forum APEC, Presiden Prabowo Ungkap Penerapan AI untuk Percepat Swasembada Pangan

    FAJAR.CO.ID, SEOUL — Presiden Prabowo Subianto mengungkap strategi utama Indonesia dalam rangka percepatan pencapaian program swasembada pangan tanah air.

    Salah satu strateginya adalah pemanfaatan kecerdasan buatan (AI). Prabowo menilai saat ini sektor pertanian di Indonesia sudah merambah dengan menerapkan kemajuan teknologi tinggi tersebut.

    Hal itu disampaikan Presiden dalam pertemuan APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM) sesi ke-2 di Hwabaek International Convention Centre (HICO), Gyeongju, Republik Korea, Sabtu (1/11) waktu setempat.

    “Seperti yang kita ketahui, kita sedang memasuki era baru yang ditandai oleh kemajuan teknologi tinggi, khususnya kecerdasan buatan (AI). Kita juga memahami bahwa kita harus menghadapi tantangan yang dibawa oleh perubahan demografi,” ungkap Prabowo.

    Prabowo juga menyebut bahwa pemerintah saat ini berkomitmen menuntaskan kemiskinan dan kelaparan dengan langkah cepat dan terukur. Menurut dia, kedua hal tersebut merupakan tugas paling mendesak dalam pembangunan nasional.

    “Inilah sebabnya mengapa tugas paling mendesak bagi Indonesia dan hal yang terus kami sampaikan kepada para mitra ekonomi kami adalah untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan sesegera mungkin. Kami sedang memusatkan seluruh upaya untuk hal ini. Karena itu, kami percaya bahwa kami dapat memperoleh manfaat besar dari penggunaan kecerdasan buatan,” tegas Prabowo.

    Lebih lanjut, Ketua Umum Partai Gerindra itu menyampaikan bahwa Indonesia kini mulai merasakan hasil nyata dari penerapan AI di sektor pertanian. Teknologi tersebut, kata dia, mampu mendorong produktivitas dan mempercepat pencapaian swasembada pangan nasional.

  • 2 Tawanan Perang Korut di Ukraina Memohon Dibawa ke Korsel

    2 Tawanan Perang Korut di Ukraina Memohon Dibawa ke Korsel

    Jakarta

    Dua tawanan perang Korea Utara yang ditahan di Ukraina memohon untuk tinggal di Korea Selatan. Sebelumnya kedua tawanan perang Korut itu ditangkap di Ukraina saat ikut pertempuran Rusia dan Ukraina.

    Dilansir AFP, Minggu (2/11/2025), para tawanan mengajukan permintaan tersebut dalam sebuah wawancara untuk sebuah film dokumenter yang dikoordinasikan oleh organisasi tersebut, Gyeore-eol Nation United.

    Diketahui, sekitar 10.000 tentara Korea Utara dikirim pada tahun 2024 untuk berperang bagi Rusia dalam perangnya melawan Ukraina, menurut badan intelijen Korea Selatan dan Barat.

    “Kedua (tawanan perang) tersebut meminta produser di akhir wawancara untuk membawa mereka ke Korea Selatan,” kata Jang Se-yul, kepala organisasi yang bekerja dengan para pembelot Korea Utara.

    Wawancara tersebut berlangsung pada 28 Oktober di sebuah fasilitas yang dirahasiakan di Kyiv tempat kedua tawanan perang tersebut ditahan setelah mereka ditangkap oleh Ukraina.

    Berdasarkan konstitusi Korea Selatan, semua warga Korea dianggap sebagai warga negara, termasuk mereka yang berada di Korea Utara, dan Seoul menyatakan hal ini berlaku untuk semua pasukan yang ditangkap di Ukraina.

    Video tersebut belum dipublikasikan, tetapi diperkirakan akan dirilis dalam beberapa minggu mendatang, kata Jang.

    “Kami menunjukkan kepada mereka pesan-pesan video dan surat-surat dari para pembelot Korea Utara untuk memberi mereka harapan,” kata Jang.

    Seorang tahanan sebelumnya telah meminta untuk tinggal di Korea Selatan ketika dikunjungi oleh salah satu anggota parlemen pada bulan Februari.

    Berdasarkan Dinas Intelijen Korea Selatan, tentara Korea Utara diperintahkan untuk bunuh diri daripada ditawan.

    Yu Yong-weon, anggota parlemen yang bertemu dengan mereka, mengatakan para tahanan telah menyaksikan rekan-rekan mereka yang terluka bunuh diri dengan granat.

    “Mengirim kembali para tentara ke Korea Utara pada dasarnya akan menjadi hukuman mati”, kata Yu.

    (yld/knv)