kab/kota: Seoul

  • Trump Happy, Pamerkan Komitmen Investasi Besar dari Jepang & Korsel

    Trump Happy, Pamerkan Komitmen Investasi Besar dari Jepang & Korsel

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan Korea Selatan akan menyediakan investasi miliaran dolar secara “di muka”. Meskipun Seoul menilai langkah tersebut bisa menyebabkan krisis keuangan jika tuntutan AS dipenuhi tanpa jaminan perlindungan.

    Namun, pernyataan Trump itu bertolak belakang dengan pemahaman Korea Selatan mengenai perjanjian dagangnya dengan Amerika Serikat, kata seorang pejabat pemerintah kepada Reuters yang meminta tidak disebut namanya atau anonim.

    “Kami tidak pernah berpikir untuk melakukan investasi sekaligus,” tambah pejabat Korea Selatan tersebut, seraya menambahkan bahwa baik Korea Selatan maupun Jepang bermaksud untuk menyediakan pembiayaan untuk proyek-proyek hanya setelah “panggilan modal” yang diajukan Amerika Serikat, dikutip dari channelnewsasia Sabtu (27/9/2025).

    Korea Selatan yang menjanjikan US$ 350 miliar untuk proyek-proyek AS pada bulan Juli, telah menolak tuntutan AS untuk mengendalikan dana tersebut. Bahkan para pejabat Korea Selatan mengatakan perundingan untuk meresmikan perjanjian perdagangan mereka menemui jalan buntu.

    Trump meresmikan kesepakatan dagang dengan Jepang bulan ini, menurunkan tarif impor mobil dan produk lainnya dengan imbalan US$ 550 miliar investasinya dalam proyek-proyek AS, dan para pejabat AS telah mendesak Seoul untuk mengikutinya.

    “Kami punya di Jepang, US$ 550 miliar, Korea Selatan US$ 350 miliar. Itu di muka,” kata Trump.

    Komentar Trump muncul di tengah keraguan politik yang semakin menghantui perundingan dagangnya dengan Korea Selatan, membuat para investor khawatir Seoul mungkin akan mendapatkan kesepakatan yang buruk atau bahkan tidak sama sekali.

    Baik Jepang maupun Korea Selatan telah menyatakan bahwa mereka akan berinvestasi berdasarkan proyek-proyek AS, alih-alih membayar total US$ 900 miliar di muka.

    Sebuah nota kesepahaman tentang investasi Jepang senilai US$ 550 miliar yang disepakati dengan Amerika Serikat pada bulan September juga tidak menyebutkan pembayaran “di muka” atas dana tersebut.

    Dikatakan bahwa investasi harus dilakukan ‘dari waktu ke waktu’ hingga akhir masa jabatan Trump pada Januari 2029. Berdasarkan kesepakatannya, Tokyo setuju untuk mentransfer uang dalam waktu 45 hari setelah AS memilih sebuah proyek.

    Pejabat Jepang menolak berkomentar atas pernyataan “terbuka” yang disampaikan Trump pada Jumat.

    Korea Selatan juga menegaskan tidak mampu melakukan investasi tunai dalam jumlah besar. Pekan lalu, Presiden Lee Jae Myung mengatakan kepada Reuters bahwa tanpa perlindungan, seperti mekanisme pertukaran mata uang, ekonomi Korea Selatan berisiko terjerumus ke dalam krisis.

    Para analis mengatakan pertukaran mata uang tidak mungkin terjadi, dan para negosiator Korea Selatan mendorong agar sebagian besar dana diberikan dalam bentuk pinjaman, alih-alih investasi langsung.

    Mereka juga mendesak Washington untuk menyediakan mekanisme guna memastikan bahwa proyek-proyek tersebut layak secara komersial.

    (ven/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Mantan Ibu Negara Korsel Mulai Diadili Atas Kasus Korupsi

    Mantan Ibu Negara Korsel Mulai Diadili Atas Kasus Korupsi

    Seoul

    Korea Selatan (Korsel) mulai mengadili mantan Ibu Negara Kim Keon Hee pada Rabu (24/9) waktu setempat, terkait kasus dugaan korupsi yang menjeratnya. Ini menandai pertama kalinya di Korsel, seorang mantan Ibu Negara menjalani persidangan di pengadilan.

    Kim yang merupakan istri dari mantan Presiden Yoon Suk Yeol ini, seperti dilansir AFP, Rabu (24/9/2025), ditangkap pada Agustus lalu terkait berbagai tuduhan, termasuk manipulasi saham dan korupsi.

    Kim hadir dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Distrik Pusat Seoul pada Rabu (24/9) waktu setempat. Dia dikawal oleh penjaga keamanan.

    Mengenakan setelan jas warga gelap dengan rambut diikat ke belakang, mantan Ibu Negara Korsel itu memakai lencana di dadanya yang bertuliskan nomor narapidana: 4398.

    Persidangan diawali dengan pengadilan mengonfirmasi identitas dan pekerjaan Kim, yang dijawabnya singkat: “Saya menganggur”.

    Kim juga memberikan tanggal lahirnya, dan menolak untuk meminta persidangan dengan juri.

    Dimulainya persidangan terhadap Kim berarti Korsel kini memiliki mantan Presiden dan mantan Ibu Negara yang menghadapi proses pidana secara bersamaan.

    Yoon, suami Kim, dimakzulkan dan dicopot dari jabatannya sebagai Presiden Korsel karena menetapkan darurat militer pada Desember tahun lalu, yang membawa Korsel ke dalam kekacauan. Yoon sedang menghadapi rentetan persidangan, termasuk atas dakwaan pemberontakan, terkait darurat militer tersebut.

    Sebagai mantan Ibu Negara Korsel, Kim telah sejak lama menghadapi pengawasan publik secara ketat, dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih menggantung soal dugaan perannya dalam manipulasi saham.

    Kritikan publik mencuat tahun 2022 ketika seorang pendeta merekam dirinya sendiri saat memberikan tas tangan merek Dior, yang tampaknya diterima oleh Kim. Dia juga dituduh mencampuri proses pencalonan anggota parlemen dari partai yang dipimpin Yoon pada saat itu — sebuah pelanggaran undang-undang pemilu.

    Para pakar hukum mengatakan persidangan tersebut dapat mempertemukan bekas pasangan nomor satu di Korsel itu atas dugaan peran mereka dalam mempengaruhi pemilu parlemen.

    Yoon, saat masih menjabat, diketahui memveto tiga rancangan undang-undang (RUU) soal investasi khusus yang sebelumnya disahkan parlemen yang dikuasai oposisi, yang bertujuan menyelidiki tuduhan-tuduhan yang menjerat istrinya. Veto terakhir dikeluarkan Yoon pada akhir November tahun lalu.

    Sepekan kemudian, Yoon mengumumkan darurat militer yang kontroversial tersebut.

    Lihat juga Video: Video Susul Suaminya, Mantan Ibu Negara Korsel Ditahan

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Pemprov kembangkan wisata urban di Jakarta

    Pemprov kembangkan wisata urban di Jakarta

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengembangkan wisata urban (perkotaan) seiring terbitnya Keputusan Gubernur Nomor 588 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Urban untuk mengoptimalkan kegiatan pariwisata yang berpusat di area perkotaan.

    Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Andhika Permata dalam “JEF Dialogue: Unlocking Jakarta’s Potential Through Tourism and Creative Economy” di Jakarta, Selasa, mengatakan implementasi keputusan tersebut, yakni sebuah konsep pengembangan kawasan yang diisi dengan berbagai aktivitas sehingga menciptakan ruang publik yang berkualitas dan bermakna bagi masyarakat (placemaking).

    Kawasan tersebut, antara lain, Kota Tua sampai Glodok, Merdeka, Cikini sampai Raden Saleh, Pasar Baru, lalu Blok M, Senopati dan Kebayoran Baru.

    Selain itu, pihaknya juga mendorong revitalisasi dan penataan ulang yang adaptif, seperti M-Bloc Space, Pos Bloc, serta Jakarta Creative Hub.

    “Optimalisasi taman kota (juga dilakukan), seperti di Lapangan Banteng, Taman Literasi Martha Tiahahu, Taman Tebet, dan saat ini kami sedang membangun Taman Bendera Pusaka yang juga sebagai sarana penguat pariwisata urban Jakarta,” kata Andhika di Jakarta, Selasa.

    Menurut dia, keunikan destinasi urban ditambah dengan kekayaan budaya, dan kreativitas generasi muda menjadi modal kuat sektor pariwisata untuk mewujudkan Jakarta menjadi kota global, seperti seperti Seoul, Beijing, Tokyo, Paris, dan lain-lain.

    “Visi pembangunan jangka panjang Jakarta sampai dengan tahun 2045 adalah Jakarta kota global yang maju, berkeadilan, berdaya saing, dan berkelanjutan. Saya yakin kita bisa. Kita memiliki modal yang kuat, kekayaan budaya, keunikan destinasi urban, dan yang terpenting semangat serta kreativitas generasi muda,” tutur Andhika.

    Lebih lanjut, dia mengungkapkan pembangunan Jakarta 20 tahun ke depan mensyaratkan tujuh pengembangan sektor prioritas demi terwujudnya visi pembangunan Jakarta, yakni sumber daya manusia, ekonomi, inovasi dan riset, pariwisata, lingkungan, konektivitas, dan tata kelola.

    Ketujuh sektor tersebut, menurut dia, menjadi penentu pemeringkat Jakarta dalam konteks indeks kota global.

    “Implikasi hal ini adalah dengan memprioritaskan sektor tersebut, maka akan didapatkan efek berganda sehingga sektor-sektor lainnya juga akan terdorong dan tujuan pembangunan makro dapat tercapai,” ungkap Andhika.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Skandal Suap Eks Ibu Negara Korsel, Pemimpin Gereja Unifikasi Ditangkap

    Skandal Suap Eks Ibu Negara Korsel, Pemimpin Gereja Unifikasi Ditangkap

    Seoul

    Jaksa Korea Selatan (Korsel) menangkap pemimpin Gereja Unifikasi, Han Hak Ja, terkait skandal penyuapan mantan Ibu Negara Kim Keon Hee. Han yang berusia 82 tahun kini mendekam di penjara Seoul, ibu kota Korsel.

    Penangkapan terhadap Han ini, seperti dilansir AFP, Selasa (23/9/2025), dilakukan setelah pengadilan Seoul mengabulkan pengajuan surat perintah penangkapan oleh jaksa. Pekan lalu, Han menjalani pemeriksaan selama sembilan jam atas dugaan perannya dalam penyuapan Kim dan seorang anggota parlemen terkemuka.

    Selain diduga terlibat penyuapan, Han juga diduga menghasut penghilangan barang bukti dalam kasus tersebut.

    Pengadilan Distrik Pusat Seoul telah mengeluarkan surat perintah penangkapan dengan alasan dia berisiko merusak barang bukti,” kata jaksa penuntut Korsel dalam pernyataannya.

    Jaksa Korsel menyebut Han ditangkap pada Selasa (23/9) dan kini ditahan di Pusat Penahanan Seoul.

    Gereja Unifikasi yang didirikan tahun 1954 silam oleh suami Han, mendiang Moon Sun Myung, telah sejak lama menuai kontroversi. Ajaran Gereja Unifikasi berpusat pada peran Moon sebagai Kedatangan Kedua Yesus Kristus, juga pada pernikahan massal dan budaya yang menyerupai kultus.

    Para pengikut Gereja Unifikasi diejek dengan sebutan “Moonies”. Namun jangkauan gereja itu jauh melampaui agama, mencakup berbagai bisnis mulai dari media dan pariwisata hingga distribusi makanan. Han mengambil alih kepemimpinan Gereja Unifikasi setelah suaminya meninggal dunia tahun 2012 lalu.

    “Kami dengan rendah hati menerima keputusan pengadilan,” demikian pernyataan Gereja Unifikasi usai penangkapan Han.

    “Kami akan dengan tulus bekerja sama dengan investigasi dan prosedur persidangan yang sedang berlangsung untuk mengungkap kebenaran, dan kami akan melakukan yang terbaik untuk memanfaatkan kesempatan ini guna memulihkan kepercayaan terhadap gereja kami,” imbuh pernyataan tersebut.

    “Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah menimbulkan kekhawatiran,” sebut gereja tersebut.

    Dalam kasus mantan Ibu Negara Korsel, Han diduga memerintahkan pengiriman hadiah-hadiah mewah, termasuk tas tangan desainer dan kalung berlian, kepada Kim pada tahun 2022 demi mendapatkan dukungan suaminya, mantan Presiden Yoon Suk Yeol, yang pada saat itu masih menjabat.

    Han telah membantah dirinya telah melakukan pelanggaran hukum. “Mengapa saya melakukan itu?” ucapnya kepada wartawan setelah dia diperiksa jaksa pada 17 September lalu.

    Simak juga Video ‘Liontin-Tas Mewah yang Bawa Eks Ibu Negara Korsel ke Penjara’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Korsel Warning Bisa Jatuh dalam Krisis Bak 1997, Ada Apa?

    Korsel Warning Bisa Jatuh dalam Krisis Bak 1997, Ada Apa?

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan (Korsel) Lee Jae Myung menyatakan bahwa ekonomi negaranya bisa jatuh ke dalam krisis yang menyaingi krisis 1997. Ini jika pemerintah menerima tuntutan Amerika Serikat (AS) dalam perundingan perdagangan yang kini macet, tanpa adanya perlindungan pada dalam negeri.

    Hal ini disampaikan dalam wawancara dengan Reuters, Senin (22/9/2025). Seoul dan Washington secara lisan telah menyepakati perjanjian perdagangan pada bulan Juli, di mana AS akan menurunkan tarif Presiden Donald Trump atas barang-barang Korsel sebagai imbalan atas investasi senilai US$ 350 miliar (sekitar Rp 5.811 triliun) dari Negeri Ginseng.

    Namun, Lee mengatakan bahwa kedua negara belum menuangkan kesepakatan itu ke dalam dokumen resmi yang mengikat. Karena adanya perselisihan tentang bagaimana investasi tersebut akan ditangani.

    “Tanpa currency swap (pertukaran mata uang), jika kita harus menarik US$ 350 miliar seperti yang diminta AS dan menginvestasikan semuanya dalam bentuk tunai di AS, Korsel akan menghadapi situasi seperti yang terjadi pada krisis keuangan 1997,” katanya melalui seorang penerjemah.

    Dalam sebuah wawancara di kantornya pada hari Jumat, Lee juga berbicara tentang penggerebekan imigrasi besar-besaran AS yang menahan ratusan warga Korea. Termasuk hubungan Seoul dengan Korea Utara (Korut), China, dan Rusia.

    Perundingan perdagangan dan pertahanan dengan AS, sekutu militer dan mitra ekonomi utama Korsel, membayangi kunjungan Lee hari ini ke New York. Di mana ia akan berpidato di Majelis Umum PBB dan menjadi Presiden Korsel pertama yang memimpin pertemuan Dewan Keamanan.

    Skandal Hyundai

    Bulan ini, pemerintahan Trump mengguncang Korsel dengan penangkapan lebih dari 300 pekerja warga negaranya di sebuah pabrik baterai Hyundai Motor di Georgia, AS. Pejabat federal AS menuduh mereka melakukan pelanggaran imigrasi.

    Lee mengatakan bahwa warga Korsel secara alami marah dengan perlakuan “kasar” terhadap para pekerja, di mana pemerintahan Trump mempublikasikan foto mereka dalam belenggu. Korsel telah memperingatkan bahwa hal itu dapat membuat perusahaan khawatir untuk berinvestasi di Amerika Serikat.

    Namun, dia mengatakan penggerebekan itu tidak akan merusak aliansi bilateral, memuji Trump karena menawarkan untuk membiarkan para pekerja tinggal. Lee mengatakan dia tidak percaya itu diarahkan oleh Trump, melainkan akibat dari penegakan hukum yang terlalu bersemangat.

    “Saya tidak percaya ini disengaja, dan AS telah meminta maaf atas insiden ini, dan kami telah sepakat untuk mencari langkah-langkah yang masuk akal dalam hal ini dan kami sedang mengerjakannya,” katanya.

    Sementara itu di New York, Kantor Lee mengatakan tidak ada rencana baginya untuk bertemu Trump. Bahwa perundingan perdagangan tidak ada dalam agenda kunjungan tersebut.

    Kata AS

    Menteri Perdagangan Howard Lutnick mengatakan Korsel harus mengikuti kesepakatan Jepang dengan AS. Dia mengatakan Seoul harus menerima kesepakatan itu atau membayar tarif, menggunakan penggambaran pemerintahan Trump tentang pemerintah asing yang membayar pungutan, padahal pungutan tersebut justru dibayar oleh importir AS.

    Lee, ketika ditanya apakah dia akan mundur dari kesepakatan itu, mengatakan bahwa dia yakin antara sekutu dekat, kedua negara akan dapat mempertahankan rasionalitas minimum. Korsel sendiri memang telah mengusulkan jalur currency swap dengan AS untuk mengurangi guncangan investasi terhadap pasar lokal untuk mata uang won. 

    “Korea Selatan berbeda dari Jepang, yang mencapai kesepakatan perdagangan dengan AS pada bulan Juli. Tokyo memiliki cadangan devisa lebih dari dua kali lipat dari Korea Selatan yang sebesar US$ 410 miliar (sekitar Rp 6.814 triliun), mata uang internasional yen dan jalur swap dengan Amerika Serikat,” kata Lee.

    Seoul dan Washington telah menyatakan secara tertulis bahwa setiap proyek investasi harus layak secara komersial. Tetapi menyusun rinciannya terbukti sulit.

    “Mencapai kesepakatan terperinci yang menjamin kelayakan komersial kini menjadi tugas utama-namun juga tetap menjadi hambatan terbesar,” tutur Lee.

    “Proposal selama perundingan tingkat kerja tidak memberikan jaminan kelayakan komersial, sehingga sulit untuk menjembatani kesenjangan,”tambahnya.

    Trump mengatakan bahwa investasi akan “dipilih” olehnya dan dikendalikan oleh AS. Ini berarti Washington akan memiliki kebijaksanaan atas di mana uang itu akan diinvestasikan.

    Namun, penasihat kebijakan Lee, Kim Yong Beom, mengatakan pada bulan Juli bahwa Korsel telah menambahkan mekanisme pengaman untuk mengurangi risiko pembiayaan. Termasuk mendukung proyek-proyek yang layak secara komersial daripada memberikan dukungan keuangan tanpa syarat.

    Lee mengatakan Korsel dan AS tidak setuju untuk meningkatkan kontribusi Seoul terhadap pertahanannya sendiri, yang didukung oleh 28.500 tentara AS di semenanjung Korea. Tetapi Washington ingin menjaga perundingan keamanan dan perdagangan tetap terpisah.

    “Kita harus mengakhiri situasi tidak stabil ini sesegera mungkin,” katanya, ketika ditanya apakah perundingan bisa berlanjut hingga tahun depan.

    Krisis Korea 1997

    Sebelumnya di 1991, mata uang Korea Won, terdepresiasi secara signifikan dan anjlok ke titik terendah sepanjang masa, yaitu 1.995 won terhadap dolar AS. Lonjakan produk domestik bruto (PDB) per kapita dari hanya US$94 pada tahun 1961 menjadi lebih dari US$10.000 pada pertengahan 1990-an, terhenti mendadak pada tahun 1997.

    Resesi besar muncul dipicu oleh jatuhnya mata uang Thailand bath terhadap dolar AS. Korsel menghadapi pukulan finansial yang parah akibat hilangnya kredibilitas karena investor asing menarik uang mereka dari Korea.

    Di antara segudang faktor yang berkontribusi, penyebab utama gejolak keuangan nasional adalah meningkatnya defisit transaksi berjalan, kebijakan nilai tukar pemerintah, konglomerat Korea yang terlilit utang, dan bank-bank yang bergantung pada pinjaman luar negeri jangka pendek. Bisnis dan lembaga pemberi pinjaman yang terlalu percaya diri, termahjakan oleh pinjaman jangka pendek dari kreditor asing, terpapar risiko nilai tukar mata uang asing.

    Kebijakan suku bunga tetap pemerintah, yang seharusnya menjaga nilai tukar won Korea terhadap dolar dalam kisaran tertentu untuk menghindari volatilitas ekstrem, gagal menahan arus keluar modal secara tiba-tiba akibat hilangnya kepercayaan investor asing. Runtuhnya patokan won Korea terhadap dolar mengakibatkan depresiasi nilai mata uang lokal yang signifikan.

    Situasi ini pada gilirannya berarti pembayaran yang lebih besar dari pihak perusahaan dan perusahaan pinjaman yang terbebani dengan pinjaman luar negeri yang besar. Cadangan devisa pemerintah menyusut, turun dari sekitar US$30 miliar menjadi sekitar US$4 miliar pada Desember 1997, sementara utang luar negeri mencapai US$153 miliar.

    Krisis keuangan ini berdampak luas di seluruh masyarakat Korea, menyebabkan gelombang kebangkrutan di antara perusahaan-perusahaan Korea dari berbagai skala. Bahkan raksasa industri seperti Samsung dan Hyundai terpaksa menerapkan langkah-langkah penghematan, termasuk pengurangan investasi dan PHK yang signifikan, dalam upaya memulihkan perekonomian mereka yang sedang terpuruk.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • PBB: Korut Gencar Hukum Mati Penonton Film Drama Korsel

    PBB: Korut Gencar Hukum Mati Penonton Film Drama Korsel

    Jakarta

    Menurut laporan Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR), rakyat Korea Utara saat ini hidup di bawah rezim paling represif di dunia. Hukuman mati, konon, dijatuhkan hanya karena terpidana berbagi konten asing, termasuk drama televisi Korea Selatan.

    Dokumen setebal 14 halaman itu menggambarkan bagaimana kehidupan warga sipil kian terhimpit.

    PBB menyusun laporan ini berdasarkan wawancara dengan sekitar 300 orang yang berhasil melarikan diri dari Korea Utara. Seperti biasa, pemerintah di Pyongyang menolak memberikan akses dan membantah semua temuan tersebut.

    Laporan itu menegaskan bahwa pemerintah Korea Utara “terus menjalankan kendali penuh atas rakyatnya dan secara ketat membatasi hak-hak mendasar, sehingga warga tak bisa membuat keputusan politik, sosial, atau ekonomi sendiri.”

    Hukuman berat untuk penyebar film asing

    PBB juga menyoroti tiga undang-undang yang mengkriminalisasi akses informasi dari luar negeri tanpa izin, melarang konsumsi atau penyebaran publikasi, musik, dan film dari negara “musuh”, hingga melarang penggunaan ungkapan bahasa yang tak sesuai dengan ideologi sosialis.

    “Undang-undang ini menimbulkan keprihatinan serius mengenai pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi,” tulis laporan itu. Hukuman yang dijatuhkan bisa ekstrem: termasuk hukuman mati terhadap kebebasan berbicara yang dilindungi.

    Hukuman mati bagi warga yang mengakses film asing atau mendengarkan musik Korea Selatan melampaui hukuman bagi delik pembunuhan, “dan bertentangan dengan hak untuk hidup,” kata James Heenan, Kepala Kantor HAM PBB untuk Korea Utara. Dia menyebut sejumlah warga Korut sudah dieksekusi karena menyebarkan serial TV asing, termasuk drama Korsel.

    Sesi “kritik diri” dan penjara angker

    Laporan PBB mencatat bagaimana penguasa di Pyongyang menggelar pemilu hanya sebatas simbol. Rakyat juga berulang kali diwajibkan ikut sesi “kritik diri”, serta harus tunduk pada indoktrinasi partai.

    Akibatnya, kebebasan bergerak makin terbatas, sementara para pembelot melaporkan adanya penyiksaan dan perlakuan buruk di tahanan pemerintah.

    “Banyak saksi menyebut melihat kematian di tahanan akibat penyiksaan, kerja paksa, kelaparan, dan bunuh diri,” ungkap laporan itu. Makanan dan perawatan medis di penjara sangat minim.

    Kim Eujin, yang melarikan diri bersama ibunya pada 1990-an dan kini bekerja di Seoul bersama organisasi pembelot, membenarkan situasi yang makin buruk. “Pemerintah saat ini mengontrol setiap bagian hidup rakyat, itulah cara mereka menjaga kendali,” ujarnya.

    “Orang-orang dieksekusi mati hanya karena menonton atau menyebar konten televisi dari luar negeri,” imbuh Kim. “Ada terlalu banyak aturan yang bisa digunakan buat menghukum rakyat, ini adalah bentuk kendali total.”

    Kuasai pangan, kendalikan rakyat

    Dia menambahkan, rakyat kini dilarang menjual beras, jagung, atau pangan pokok lain di pasar. Satu-satunya cara mendapat kebutuhan dasar hanyalah melalui toko pemerintah dengan harga lebih tinggi.

    “Baik rakyat maupun pemerintah paham bahwa jika rejim mengendalikan akses pangan, mereka bisa mempersulit hidup semua yang tidak menaati aturan mereka,” kata Kim.

    Selain membatasi akses pangan dan film asing, rejim komunis Korut juga melarang gaya rambut hingga pakaian, bahkan penggunaan kata-kata ala Korea Selatan.

    “Hukum baru ini menunjukkan bahwa undang-undang yang lama tidak efektif dan Kim Jong-un semakin ketakutan jika rakyat tahu bagaimana kehidupan di luar Korea Utara,” ujar Kim Eujin.

    Tenangkan rejim atau bantu rakyat?

    Aktivis HAM lain, Song Young-Chae, mengatakan penderitaan warga Korea Utara sulit dilukiskan hanya dengan kata-kata. Namun dia melihat pembatasan akses pangan dan hiburan justru bisa dibaca sebagai tanda kelemahan rezim. “Jika mereka benar-benar percaya punya kendali penuh, mereka tak perlu menekan rakyat sebegitu kerasnya,” katanya.

    Meski demikian, solusi bagi persoalan HAM di Korea Utara tetap pelik. Ada yang menyarankan bantuan dari luar untuk menaikkan taraf hidup rakyat, sehingga rezim akan merasa “lebih aman”. Namun hubungan dagang dan keamanan Pyongyang yang makin erat dengan Rusia dan Cina menunjukkan arah sebaliknya: jalan otoritarian tetap jadi pilihan.

    Kim Eujin sendiri gamang, antara membantu rakyat Korut atau terus menekan rezim. Dia kecewa pada kebijakan pemerintah baru Korea Selatan yang menghentikan siaran radio ke Utara. “Siaran ini adalah salah satu cara langka bagi rakyat untuk mengetahui dunia luar,” katanya.

    “Saya khawatir, pemerintah akan mencoba menyelesaikan masalah dengan Korea Utara hanya dengan bersikap baik. Tapi itu artinya bersikap baik pada rezim, bukan pada rakyat.”

    Meski ada sedikit perbaikan, seperti berkurangnya kekerasan penjaga penjara dan aturan baru yang seolah memperkuat jaminan pengadilan adil, laporan PBB tetap menyimpulkan: kebebasan di Korea Utara bukan hanya terbelenggu, melainkan juga dijadikan alat represi.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Sungai Cisadane dan Ketahanan Lingkungan

    Sungai Cisadane dan Ketahanan Lingkungan

    Muhammad Syahrul Ramadhan • 19 September 2025 14:26

    Sungai Cisadane adalah salah satu sungai besar yang menjadi nadi ekologis, sosial, dan ekonomi di Jawa Barat dan Banten. Dengan panjang sekitar 126 kilometer, sungai ini berhulu di Gunung Pangrango dan disuplai juga oleh mata air Gunung Salak lalu mengalir melalui Bogor, membelah wilayah Tangerang, hingga bermuara di Tanjung Burung. 

    Sejak lama, Cisadane bukan hanya sebatas aliran air, tetapi juga sumber kehidupan, identitas budaya, dan ruang sosial masyarakat. Tradisi Festival Cisadane dan ritual ruwatan sungai menunjukkan keterikatan historis antara manusia dan alam. 

    Namun demikian, perkembangan aktivitas masyarakat dan industrialisasi dalam beberapa dekade terakhir membawa tekanan besar terhadap daya dukung sungai. Banjir musiman, longsor, pencemaran limbah industri, dan tumpukan sampah plastik telah mendorong Cisadane ke ambang krisis ekologis. Dalam situasi ini, konsep ketahanan lingkungan menjadi aspek penting untuk memahami kapasitas sungai ini bertahan, beradaptasi, dan pulih.

    Ketahanan dapat didefinisikan sebagai kapasitas suatu sistem, baik alam, sosial, ekonomi, maupun gabungan antaranya, untuk bertahan, beradaptasi, dan pulih ketika menghadapi gangguan, tekanan, atau perubahan, tanpa kehilangan fungsi, struktur, dan identitas utamanya, serta dengan kemampuan untuk bertransformasi bila diperlukan guna menjamin keberlanjutan jangka panjang. 

    Dalam literatur ekologi, kajian tentang ketahanan terbagi ke dalam dua kelompok besar dengan fokus yang berbeda (Donohue et al., 2013). Kelompok pertama adalah penelitian tentang stabilitas ekologi tradisional yang berasumsi bahwa pola dan proses ekologis beroperasi dalam satu rezim keseimbangan (basin of attraction). Konsep-konsep dalam kelompok ini berfokus pada resistensi, persistensi, variabilitas, dan ketahanan. 

    Untuk memperjelas perbedaan dengan pendekatan lain, ketahanan dalam kerangka ini biasanya disebut engineering resilience (Gunderson, 2000), yang identik dengan kemampuan sistem untuk pulih, bangkit kembali, dan kembali ke kondisi semula (Angeler & Allen, 2016).

    Pengukuran stabilitas ekologi ini berguna untuk mengkarakterisasi respon ekosistem setelah terganggu, misalnya sejauh mana suatu sistem menyimpang, berfluktuasi, dan pulih pasca gangguan. Akan tetapi, ukuran ini tidak menangkap sifat sistem adaptif kompleks dari ekosistem, yakni interaksi rumit faktor abiotik dan biotik serta kemungkinan munculnya rezim alternatif, misalnya danau yang berubah dari kondisi jernih ke keruh. Kompleksitas perilaku sistem adaptif inilah yang kemudian dikenal sebagai ecological resilience (Gunderson, 2000). 

    Konsep ini kian menarik perhatian para ilmuwan, baik dalam ilmu alam, penilaian risiko, maupun desain infrastruktur. Ecological resilience menekankan kapasitas adaptif, yakni seberapa besar gangguan dapat diserap sebelum sistem melewati ambang batas yang menyebabkan reorganisasi substansial dalam struktur dan fungsi sehingga stabil pada rezim alternatif.

    Dalam konteks Sungai Cisadane, kedua konsep ini dapat digunakan untuk memahami masalah sekaligus mencari solusi. Dari sisi engineering resilience, pertanyaannya adalah sejauh mana Cisadane dapat pulih kembali setelah banjir, longsor, atau pencemaran. 

    Sedangkan dari sisi ecological resilience, fokusnya adalah apakah sistem sungai masih mampu menyerap tekanan berulang tanpa beralih ke kondisi baru yang lebih buruk, misalnya rezim sungai tercemar permanen dengan keanekaragaman hayati rendah.
    Tiga masalah utama Cisadane memperlihatkan relevansi dua pendekatan ini. 

    Pertama adalah banjir tahunan di Tangerang yang dipicu oleh curah hujan ekstrem di hulu dan menyusutnya daerah resapan. Dari sudut engineering resilience, perbaikan pintu air, tanggul, dan kolam retensi adalah upaya untuk mempercepat pemulihan. 

    Tetapi dari sudut ecological resilience, banjir berulang menunjukkan jika sistem telah kehilangan kapasitas adaptif, karena ruang sungai semakin sempit dan fungsi resapan hilang, sehingga banjir bisa menjadi rezim baru yang permanen. 

    Kedua, longsor dan erosi bantaran di Bogor sering merusak rumah serta infrastruktur. Secara engineering resilience, solusi teknis seperti bronjong atau tanggul dapat menahan tebing. Tetapi secara ecological resilience, permukiman ilegal di bantaran dan hilangnya vegetasi menunjukkan reorganisasi struktural yang jika terus berlangsung akan mengubah fungsi sungai secara permanen. 

    Ketiga, pencemaran air akibat limbah industri dan sampah plastik adalah ancaman paling serius. Secara engineering resilience, pencemaran bisa dipulihkan dengan instalasi pengolahan air limbah. Tetapi jika ambang adaptif terlampaui, Cisadane bisa jatuh ke rezim alternatif, yakni sungai tercemar permanen yang kehilangan biodiversitas dan gagal menyediakan air layak.

    Kerangka hukum sebenarnya sudah ada. UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, serta RTRW Kota Tangerang 2012–2032 dll., menegaskan sempadan Cisadane sebagai kawasan lindung. Namun demikian, lemahnya penegakan hukum membuat regulasi tersebut tidak efektif. 

    Permukiman ilegal masih berdiri di bantaran, industri kerap membuang limbah, dan sanksi hukum jarang diterapkan. Hal ini menandakan lemahnya governance resilience, yaitu kapasitas kelembagaan untuk menjaga sistem agar tetap adaptif menghadapi tekanan.
    Membangun ketahanan Cisadane menuntut strategi yang menggabungkan engineering resilience dan ecological resilience. 

    Dari sisi engineering resilience, perlu dibangun infrastruktur adaptif: tanggul alami, kolam retensi, dan sistem peringatan dini untuk banjir. Dari sisi ecological resilience, strategi harus menyentuh transformasi tata guna lahan dan perilaku sosial. Inspirasi global memberikan pelajaran berharga. 

    Revitalisasi Cheonggyecheon di Seoul menunjukkan keberanian politik mengubah sungai kumuh menjadi ruang publik sehat. Proyek River of Life di Kuala Lumpur memperlihatkan integrasi sanitasi dan wisata kota. Konsep Room for the River di Belanda menekankan pentingnya memberi ruang bagi sungai untuk meluap secara terkendali. Jika diadaptasi ke Cisadane, strategi tersebut dapat meliputi relokasi warga bantaran, rehabilitasi hutan hulu melalui agroforestri, pembangunan sabuk mangrove di hilir, dan pengembangan ekowisata sebagai insentif sosial-ekonomi.

    Masyarakat adalah pilar utama dalam ketahanan lingkungan. Partisipasi publik membuat strategi teknis menjadi lebih kokoh. Komunitas Banksasuci di Tangerang membuktikan bahwa pengelolaan sampah dapat disinergikan dengan pemberdayaan ekonomi. Keterlibatan warga dapat diarahkan pada tiga ranah: edukasi lingkungan di sekolah dan komunitas, pengembangan ekonomi hijau seperti bank sampah dan urban farming, serta ekowisata berbasis komunitas yang memadukan nilai ekonomi dan budaya. Dengan hal itu, Cisadane tidak hanya dipandang sebagai objek kebijakan pemerintah, tetapi juga ruang kolektif yang dijaga bersama.

    Sekalipun peluang revitalisasi terbuka, tantangan yang dihadapi selalu ada. Lemahnya penegakan hukum, fragmentasi kelembagaan antara hulu dan hilir, keterbatasan pendanaan, serta dampak perubahan iklim berupa curah hujan ekstrem dan intrusi air laut menurunkan kapasitas adaptif sistem. 

    Rekomendasi yang dapat diajukan antara lain memperkuat sanksi hukum, menerapkan model pengelolaan terpadu lintas wilayah (Integrated Water Resources Management), mengembangkan skema pendanaan inovatif seperti green bond atau carbon credit, serta memanfaatkan teknologi digital untuk pemantauan kualitas air dan prediksi banjir. Keterlibatan generasi muda melalui pendidikan dan gerakan komunitas akan memastikan keberlanjutan yang bersifat jangka panjang.

    (Eriko Silaban)

    Sungai Cisadane adalah salah satu sungai besar yang menjadi nadi ekologis, sosial, dan ekonomi di Jawa Barat dan Banten. Dengan panjang sekitar 126 kilometer, sungai ini berhulu di Gunung Pangrango dan disuplai juga oleh mata air Gunung Salak lalu mengalir melalui Bogor, membelah wilayah Tangerang, hingga bermuara di Tanjung Burung. 
     
    Sejak lama, Cisadane bukan hanya sebatas aliran air, tetapi juga sumber kehidupan, identitas budaya, dan ruang sosial masyarakat. Tradisi Festival Cisadane dan ritual ruwatan sungai menunjukkan keterikatan historis antara manusia dan alam. 
     
    Namun demikian, perkembangan aktivitas masyarakat dan industrialisasi dalam beberapa dekade terakhir membawa tekanan besar terhadap daya dukung sungai. Banjir musiman, longsor, pencemaran limbah industri, dan tumpukan sampah plastik telah mendorong Cisadane ke ambang krisis ekologis. Dalam situasi ini, konsep ketahanan lingkungan menjadi aspek penting untuk memahami kapasitas sungai ini bertahan, beradaptasi, dan pulih.

    Ketahanan dapat didefinisikan sebagai kapasitas suatu sistem, baik alam, sosial, ekonomi, maupun gabungan antaranya, untuk bertahan, beradaptasi, dan pulih ketika menghadapi gangguan, tekanan, atau perubahan, tanpa kehilangan fungsi, struktur, dan identitas utamanya, serta dengan kemampuan untuk bertransformasi bila diperlukan guna menjamin keberlanjutan jangka panjang. 
     
    Dalam literatur ekologi, kajian tentang ketahanan terbagi ke dalam dua kelompok besar dengan fokus yang berbeda (Donohue et al., 2013). Kelompok pertama adalah penelitian tentang stabilitas ekologi tradisional yang berasumsi bahwa pola dan proses ekologis beroperasi dalam satu rezim keseimbangan (basin of attraction). Konsep-konsep dalam kelompok ini berfokus pada resistensi, persistensi, variabilitas, dan ketahanan. 
     
    Untuk memperjelas perbedaan dengan pendekatan lain, ketahanan dalam kerangka ini biasanya disebut engineering resilience (Gunderson, 2000), yang identik dengan kemampuan sistem untuk pulih, bangkit kembali, dan kembali ke kondisi semula (Angeler & Allen, 2016).
     
    Pengukuran stabilitas ekologi ini berguna untuk mengkarakterisasi respon ekosistem setelah terganggu, misalnya sejauh mana suatu sistem menyimpang, berfluktuasi, dan pulih pasca gangguan. Akan tetapi, ukuran ini tidak menangkap sifat sistem adaptif kompleks dari ekosistem, yakni interaksi rumit faktor abiotik dan biotik serta kemungkinan munculnya rezim alternatif, misalnya danau yang berubah dari kondisi jernih ke keruh. Kompleksitas perilaku sistem adaptif inilah yang kemudian dikenal sebagai ecological resilience (Gunderson, 2000). 
     
    Konsep ini kian menarik perhatian para ilmuwan, baik dalam ilmu alam, penilaian risiko, maupun desain infrastruktur. Ecological resilience menekankan kapasitas adaptif, yakni seberapa besar gangguan dapat diserap sebelum sistem melewati ambang batas yang menyebabkan reorganisasi substansial dalam struktur dan fungsi sehingga stabil pada rezim alternatif.
     
    Dalam konteks Sungai Cisadane, kedua konsep ini dapat digunakan untuk memahami masalah sekaligus mencari solusi. Dari sisi engineering resilience, pertanyaannya adalah sejauh mana Cisadane dapat pulih kembali setelah banjir, longsor, atau pencemaran. 
     
    Sedangkan dari sisi ecological resilience, fokusnya adalah apakah sistem sungai masih mampu menyerap tekanan berulang tanpa beralih ke kondisi baru yang lebih buruk, misalnya rezim sungai tercemar permanen dengan keanekaragaman hayati rendah.
    Tiga masalah utama Cisadane memperlihatkan relevansi dua pendekatan ini. 
     
    Pertama adalah banjir tahunan di Tangerang yang dipicu oleh curah hujan ekstrem di hulu dan menyusutnya daerah resapan. Dari sudut engineering resilience, perbaikan pintu air, tanggul, dan kolam retensi adalah upaya untuk mempercepat pemulihan. 
     
    Tetapi dari sudut ecological resilience, banjir berulang menunjukkan jika sistem telah kehilangan kapasitas adaptif, karena ruang sungai semakin sempit dan fungsi resapan hilang, sehingga banjir bisa menjadi rezim baru yang permanen. 
     
    Kedua, longsor dan erosi bantaran di Bogor sering merusak rumah serta infrastruktur. Secara engineering resilience, solusi teknis seperti bronjong atau tanggul dapat menahan tebing. Tetapi secara ecological resilience, permukiman ilegal di bantaran dan hilangnya vegetasi menunjukkan reorganisasi struktural yang jika terus berlangsung akan mengubah fungsi sungai secara permanen. 
     
    Ketiga, pencemaran air akibat limbah industri dan sampah plastik adalah ancaman paling serius. Secara engineering resilience, pencemaran bisa dipulihkan dengan instalasi pengolahan air limbah. Tetapi jika ambang adaptif terlampaui, Cisadane bisa jatuh ke rezim alternatif, yakni sungai tercemar permanen yang kehilangan biodiversitas dan gagal menyediakan air layak.
     
    Kerangka hukum sebenarnya sudah ada. UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, serta RTRW Kota Tangerang 2012–2032 dll., menegaskan sempadan Cisadane sebagai kawasan lindung. Namun demikian, lemahnya penegakan hukum membuat regulasi tersebut tidak efektif. 
     
    Permukiman ilegal masih berdiri di bantaran, industri kerap membuang limbah, dan sanksi hukum jarang diterapkan. Hal ini menandakan lemahnya governance resilience, yaitu kapasitas kelembagaan untuk menjaga sistem agar tetap adaptif menghadapi tekanan.
    Membangun ketahanan Cisadane menuntut strategi yang menggabungkan engineering resilience dan ecological resilience. 
     
    Dari sisi engineering resilience, perlu dibangun infrastruktur adaptif: tanggul alami, kolam retensi, dan sistem peringatan dini untuk banjir. Dari sisi ecological resilience, strategi harus menyentuh transformasi tata guna lahan dan perilaku sosial. Inspirasi global memberikan pelajaran berharga. 
     
    Revitalisasi Cheonggyecheon di Seoul menunjukkan keberanian politik mengubah sungai kumuh menjadi ruang publik sehat. Proyek River of Life di Kuala Lumpur memperlihatkan integrasi sanitasi dan wisata kota. Konsep Room for the River di Belanda menekankan pentingnya memberi ruang bagi sungai untuk meluap secara terkendali. Jika diadaptasi ke Cisadane, strategi tersebut dapat meliputi relokasi warga bantaran, rehabilitasi hutan hulu melalui agroforestri, pembangunan sabuk mangrove di hilir, dan pengembangan ekowisata sebagai insentif sosial-ekonomi.
     
    Masyarakat adalah pilar utama dalam ketahanan lingkungan. Partisipasi publik membuat strategi teknis menjadi lebih kokoh. Komunitas Banksasuci di Tangerang membuktikan bahwa pengelolaan sampah dapat disinergikan dengan pemberdayaan ekonomi. Keterlibatan warga dapat diarahkan pada tiga ranah: edukasi lingkungan di sekolah dan komunitas, pengembangan ekonomi hijau seperti bank sampah dan urban farming, serta ekowisata berbasis komunitas yang memadukan nilai ekonomi dan budaya. Dengan hal itu, Cisadane tidak hanya dipandang sebagai objek kebijakan pemerintah, tetapi juga ruang kolektif yang dijaga bersama.
     
    Sekalipun peluang revitalisasi terbuka, tantangan yang dihadapi selalu ada. Lemahnya penegakan hukum, fragmentasi kelembagaan antara hulu dan hilir, keterbatasan pendanaan, serta dampak perubahan iklim berupa curah hujan ekstrem dan intrusi air laut menurunkan kapasitas adaptif sistem. 
     
    Rekomendasi yang dapat diajukan antara lain memperkuat sanksi hukum, menerapkan model pengelolaan terpadu lintas wilayah (Integrated Water Resources Management), mengembangkan skema pendanaan inovatif seperti green bond atau carbon credit, serta memanfaatkan teknologi digital untuk pemantauan kualitas air dan prediksi banjir. Keterlibatan generasi muda melalui pendidikan dan gerakan komunitas akan memastikan keberlanjutan yang bersifat jangka panjang.
     
    (Eriko Silaban)
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (RUL)

  • Kafe-kafe Korsel Kewalahan Ladeni Mahasiswa Belajar Berjam-jam

    Kafe-kafe Korsel Kewalahan Ladeni Mahasiswa Belajar Berjam-jam

    Jakarta

    Di kawasan elite Daechi di Kota Seoul, Hyun Sung-joo menghadapi dilema.

    Kedai kopinya kerap kali dikunjungi Cagongjok, istilah yang umumnya digunakan anak muda Korea Selatan untuk belajar atau bekerja di kafe.

    Namun, baru-baru ini Cagongjok membuat Hyun geleng-geleng kepala.

    Ada seorang pelanggan menggunakan dua laptop dan kabel gulung berisi enam stopkontak untuk mengisi daya semua perangkat elektroniknya selama seharian penuh.

    “Akhirnya saya menutup semua stopkontak,” ujarnya kepada BBC.

    “Dengan harga sewa yang tinggi di Daechi, sulit untuk menjalankan kafe jika seseorang menempati kursi sepanjang hari.”

    Fenomena Cagongjok merajalela di Korea Selatan, terutama di area dengan jumlah mahasiswa dan pekerja kantoran yang tinggi.

    Mereka mendominasi kafe, seringkali dalam skala yang jauh lebih besar daripada negara-negara Barat lainnya seperti UK.

    Fenomena itu begitu menguat sampai Starbucks Korea mengatakan ada sebagian orang membawa monitor desktop dan printer, membuat partisi, serta meninggalkan meja tanpa pengawasan.

    Jaringan kedai kopi ini kini telah meluncurkan pedoman nasional yang bertujuan mengekang “sejumlah kecil kasus ekstrem” yang mengganggu pelanggan lain.

    Starbucks mengatakan staf tidak akan meminta pelanggan untuk pergi, tapi akan memberikan “panduan” bila diperlukan.

    Starbucks juga mengutip kasus-kasus pencurian sebelumnya ketika pelanggan meninggalkan barang-barang mereka tanpa pengawasan.

    Perusahaan itu menyebut pedoman baru ini adalah “langkah menuju lingkungan kedai yang lebih nyaman”.

    Namun, hal ini tampaknya tidak sampai menghentikan Cagongjok mengingat budaya kerja dan belajar di kafe sudah berlangsung beberapa tahun terakhir.

    Para pelajar dan mahasiswa Korsel kerap belajar selama berjam-jam di gerai Starbucks. (BBC)

    Pada suatu malam di Distrik Gangnam, Seoul, sebuah cabang Starbucks ramai dengan pelanggan yang sedang belajar. Mereka tampak menundukkan kepala di depan layar laptop dan buku.

    Di antara mereka terdapat seorang pelajar berusia 18 tahun yang sedang mempersiapkan diri untuk ujian masuk universitas, “Suneung”.

    “Saya tiba di sini sekitar pukul 11.00 dan terus di sini sampai pukul 22.00,” ujarnya kepada BBC.

    “Terkadang saya meninggalkan barang-barang saya dan pergi makan di dekat sini,” sambungnya.

    Baca juga:

    Kami tidak melihat peralatan besar selama duduk di Starbucks sejak pedoman baru dikeluarkan pada 7 Agustus. Yang kami lihat ada seorang pria membawa dudukan laptop, keyboard, dan mouse.

    Tapi beberapa pelanggan tampaknya masih meninggalkan meja mereka untuk waktu yang lama. Laptop dan buku mereka terlihat berserakan di meja.

    Ketika ditanya apakah pembatasan baru ini telah menyebabkan perubahan, Starbucks Korea mengatakan kepada BBC bahwa hal itu “sulit untuk dipastikan”.

    Sejumlah mahasiswa belajar di kedai Starbucks, namun kerap meninggalkan barang bawaan mereka untuk makan di luar kemudian kembali lagi. (BBC)

    Reaksi terhadap langkah Starbucks beragam. Sebagian besar menyambut kebijakan ini sebagai langkah yang telah lama dinantikan untuk memulihkan normalisasi penggunaan kafe.

    Tanggapan semacam itu khususnya datang dari pengunjung Starbucks untuk bersantai atau berbincang. Mereka mengaku sulit menemukan tempat duduk karena Cagongjok.

    Suasana yang hening seringkali juga membuat mereka merasa canggung untuk berbicara dengan bebas.

    Beberapa mengkritik kebijakan Starbucks Korea sebagai tindakan berlebihan, seraya mengatakan bahwa jaringan kedai kopi tersebut telah ikut campur urusan pengunjung.

    Baca juga:

    Hal ini mencerminkan perdebatan publik di Korea Selatan tentang Cagongjok yang telah memanas sejak 2010, bertepatan dengan pertumbuhan jaringan kedai kopi waralaba di negara tersebut.

    Saat ini, jumlah kedai kopi waralaba di Korsel mengalami peningkatan sebesar 48% selama lima tahun terakhir hingga mendekati 100.000 unit, menurut Layanan Pajak Nasional Korsel.

    Sekitar 70% orang dalam survei terbaru terhadap lebih dari 2.000 pencari kerja Gen Z di Korea Selatan oleh platform perekrutan Jinhaksa Catch mengatakan mereka belajar di kafe setidaknya sekali seminggu.

    ‘Dua orang menempati ruang untuk 10 pelanggan’

    Mengatasi masalah pelanggan yang “menempati tempat duduk berlama-lama” dan masalah terkait terbilang rumit. Kafe-kafe non-waralaba yang menghadapi hal serupa telah menerapkan berbagai pendekatan.

    Meskipun Hyun pernah mengalami pelanggan yang membawa beberapa perangkat elektronik dan menyiapkan meja kerja di kafe, ia mengatakan kasus ekstrem seperti ini jarang terjadi.

    “Mungkin hanya dua atau tiga orang dari 100 orang,” kata pria yang telah buka usaha sebagai pemilik kafe selama 15 tahun ini.

    “Kebanyakan orang baik hati. Beberapa bahkan memesan minuman lagi jika mereka tinggal lama, dan saya tidak masalah dengan itu,” lanjutnya.

    Kafe Hyun, yang juga digunakan penduduk setempat sebagai ruang untuk mengobrol atau les privat, masih menerima Cagongjok selama pelakunya menghormati ruang bersama.

    Beberapa kafe waralaba lain bahkan menyediakan stopkontak dan meja terpisah.

    BBC Sebagai pemilik kafe, Hyun Sung-joo, tidak menentang Cagongjok. Namun, menurutnya, ada pengunjung yang keterlaluan.

    Namun, sejumlah kafe lain mengambil langkah yang lebih ketat.

    Kim, seorang pemilik kafe di Jeonju yang meminta BBC agar identitasnya dirahasiakan, menerapkan kebijakan “Zona Dilarang Belajar” setelah berulang kali menerima keluhan tentang ruang yang dimonopoli.

    “Dua orang mengambil alih ruang untuk 10 pelanggan. Terkadang mereka pergi untuk makan dan kembali untuk belajar selama tujuh atau delapan jam,” ujarnya.

    “Akhirnya kami memasang tanda yang menyatakan bahwa ini adalah ruang untuk mengobrol, bukan untuk belajar,” sambungnya.

    Kini, kafenya hanya mengizinkan waktu maksimal dua jam bagi mereka yang ingin belajar atau bekerja. Aturan ini tidak berlaku bagi pelanggan tetap yang hanya ingin minum kopi.

    “Saya membuat kebijakan ini untuk mencegah potensi konflik antar pelanggan,” kata Kim.

    ‘Cagongjok’ akan bertahan?

    Jadi apa yang melatarbelakangi tren ini dan mengapa begitu banyak orang di Korea Selatan merasa perlu bekerja atau belajar di kafe ketimbang di perpustakaan, ruang kerja bersama, atau di rumah?

    Bagi sebagian orang, kafe lebih dari sekadar ruang santai; melainkan tempat untuk merasa membumi.

    Yu-jin Mo, 29, bercerita kepada BBC tentang pengalamannya tumbuh besar di panti asuhan.

    “Rumah bukanlah tempat yang aman. Saya tinggal bersama ayah saya di dalam kontainer kecil, dan terkadang ia mengunci pintu dari luar dan meninggalkan saya sendirian di dalam.”

    Bahkan sekarang, sebagai orang dewasa, ia merasa sulit untuk menyendiri.

    “Begitu bangun tidur, saya langsung pergi ke kafe. Saya mencoba perpustakaan dan tempat belajar, tetapi rasanya menyesakkan,” ujarnya.

    BBCYu-jin Mo lebih nyaman belajar di kafe ketimbang di perpustakaan.

    Mo bahkan mengelola kafenya sendiri selama setahun, berharap dapat menyediakan tempat untuk orang-orang seperti dirinya dapat merasa nyaman untuk belajar.

    Profesor Choi Ra-young dari Universitas Ansan, yang telah mempelajari pendidikan seumur hidup selama lebih dari dua dekade, memandang Cagongjok sebagai fenomena budaya bentukan masyarakat Korea Selatan yang sangat kompetitif.

    “Ini adalah budaya anak muda yang diciptakan oleh masyarakat yang kita bangun,” ujarnya kepada BBC.

    “Kebanyakan Cagongjok kemungkinan besar adalah pencari kerja atau mahasiswa.”

    “Mereka berada di bawah tekananentah itu dari akademisi, ketidakamanan pekerjaan, atau kondisi perumahan tanpa jendela dan tanpa ruang untuk belajar.

    “Dalam arti tertentu, anak-anak muda ini adalah korban dari sistem yang tidak menyediakan ruang publik yang cukup bagi mereka untuk bekerja atau belajar,” tambahnya.

    “Mereka mungkin dianggap mengganggu, tetapi mereka juga merupakan produk dari struktur sosial,” cetusnya.

    Profesor Choi mengatakan sudah saatnya menciptakan ruang yang lebih inklusif.

    “Kita membutuhkan pedoman dan lingkungan yang memungkinkan belajar di kafetanpa mengganggu orang lainjika kita ingin mengakomodasi budaya ini secara realistis.”

    (ita/ita)

  • AS-Korsel-Jepang Latihan Perang Bareng, Adik Kim Jong Un Berang!

    AS-Korsel-Jepang Latihan Perang Bareng, Adik Kim Jong Un Berang!

    Pyongyang

    Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un, berang mengecam latihan militer gabungan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) bersama Korea Selatan (Korsel) dan Jepang. Kim Yo Jong mengancam “konsekuensi negatif” untuk ketiga negara tersebut terkait latihan gabungan itu.

    AS, Korsel dan Jepang dijadwalkan menggelar latihan pertahanan tahunan yang disebut “Freedom Edge” mulai Senin (15/9) waktu setempat. Militer Seoul menyebut latihan gabungan itu bertujuan meningkatkan kemampuan operasional udara, laut dan siber terhadap ancaman nuklir dan rudal Korut.

    Reaksi keras diberikan oleh Korut, dengan Kim Yo Jong mengecam latihan gabungan itu sebagai “unjuk kekuatan yang sembrono”.

    “Ini mengingatkan kita bahwa unjuk kekuatan yang sembrono oleh AS, Jepang, dan Korea Selatan di tempat yang salah, yaitu di sekitar Republik Rakyat Demokratik Korea (nama resmi Korut, niscaya akan menimbulkan konsekuensi negatif bagi mereka sendiri,” tegas Kim Yo Jong seperti dilansir Reuters, Senin (15/9/2025).

    Peringatan tersebut disampaikan melalui kantor berita resmi Korut, Korean Central News Agency (KCNA), dalam laporannya pada Minggu (14/9).

    AS dan Korsel juga berencana menggelar latihan “tabletop” bernama “Iron Mace” pekan depan untuk mengintegrasikan kemampuan konvensional dan nuklir mereka dalam menghadapi ancaman Korut.

    Secara terpisah, seorang pejabat tinggi partai buruh yang berkuasa di Korut, Pak Jong Chon, seperti dikutip KCNA, juga memperingatkan jika “kekuatan musuh” terus membanggakan kekuatan mereka melalui latihan gabungan semacam itu, maka Pyongyang akan mengambil langkah balasan “dengan lebih jelas dan tegas”.

    Korut secara tradisional mengkritik latihan gabungan antara negara tetangganya, Korsel, dengan AS, sebagai latihan invasi, dan dalam beberapa kasus, negara terisolasi itu merespons dengan uji coba senjata. Namun Seoul dan Washington menegaskan latihan gabungan itu murni bersifat defensif.

    Peringatan dari Kim Yo Jong itu disampaikan setelah kakaknya, Kim Jong Un, seperti dilansir AFP, mengatakan dalam pertemuan penting partai berkuasa di negaranya bahwa Korut akan mengungkap kebijakan untuk memajukan persenjataan nuklir dan kekuatan militer konvensionalnya.

    Sejak pertemuan puncak dengan AS yang gagal pada tahun 2019, Pyongyang telah berulang kali menyatakan tidak akan pernah menyerahkan senjata nuklirnya dan mendeklarasikan diri sebagai negara nuklir yang “tidak dapat diubah”.

    Kim Jong Un, saat mengunjungi fasilitas penelitian senjata pekan lalu, mengatakan Korut “akan mengajukan kebijakan untuk secara bersamaan mendorong pembangunan kekuatan nuklir dan angkatan bersenjata konvensional.

    Dia juga menekankan perlunya “memodernisasi” angkatan bersenjata konvensional negaranya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Pejabat AS dan China Gelar Pertemuan di Madrid Spanyol, Bahas Apa Saja? – Page 3

    Pejabat AS dan China Gelar Pertemuan di Madrid Spanyol, Bahas Apa Saja? – Page 3

    Mantan negosiator perdagangan USTR dan kepala Asia Society Policy Institute di Washington, Wendy Cutler memperkirakan “hasil” yang lebih substansial akan tersimpan untuk pertemuan potensial antara Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping akhir tahun ini, mungkin pada KTT Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik di Seoul pada akhir Oktober.

    Ini mungkin termasuk kesepakatan akhir untuk menyelesaikan kekhawatiran keamanan nasional AS atas TikTok, dan pencabutan pembatasan pembelian kedelai Amerika oleh Tiongkok serta pengurangan tarif terkait fentanil untuk barang-barang Tiongkok. “Diskusi Madrid dapat membantu meletakkan dasar bagi pertemuan semacam itu, kata Cutler.

    Namun, ia mengatakan menyelesaikan keluhan ekonomi inti AS terhadap China , termasuk tuntutannya agar China mengubah model ekonominya ke arah konsumsi domestik yang lebih besar dan mengurangi ketergantungan pada ekspor yang disubsidi negara, bisa memakan waktu bertahun-tahun.

    “Sejujurnya, saya rasa Tiongkok tidak terburu-buru untuk mencapai kesepakatan di mana mereka tidak mendapatkan konsesi substansial terkait kontrol ekspor dan tarif yang lebih rendah, yang merupakan prioritas utama mereka,” kata Cutler.

    “Dan saya tidak melihat Amerika Serikat dalam posisi untuk memberikan konsesi besar pada keduanya, kecuali ada terobosan dalam tuntutannya kepada Tiongkok.”