kab/kota: Senayan

  • Berani Mundur, Rahayu Saraswati Ciptakan Standar Baru di DPR

    Berani Mundur, Rahayu Saraswati Ciptakan Standar Baru di DPR

    GELORA.CO -Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo akan menciptakan standar tersendiri bagi politikus Senayan karena berani mengundurkan diri dari jabatannya.

    Demikian dikatakan politikus Partai Demokrat Jansen Sitindaon melalui akun X miliknya, dikutip Kamis 11 September 2025. 

    “Semua harus lebih hati-hati,” tulis Jansen.

    Jansen mengaku menyesalkan keputusan Saraswati mundur dari parlemen, di luar dia salah bicara yang jadi penyebab kemundurannya.

    “Yang kutahu Sara seorang anggota parlemen yang hebat dan sangat berdedikasi. Dan pikirannya selalu positif. Jadi aku yakin, dia salah ngomong itu bukan untuk melecehkan,” kata Jansen.

    Jansen melihat Saraswati memiliki “keistimewaan” karena lahir dari keluarga terpandang di Indonesia. Bahkan sang paman, Prabowo Subianto merupakan Presiden RI saat ini.

    “Tapi karakter Sara ini, yang kutahu benaran suka menolong dan kental jiwa aktivisnya, khususnya terkait isu: anak, perempuan dan perdagangan orang yang sering dia suarakan. Dan kemana-mana dengan segala yang dia punya, orangnya sangat sederhana,” kata Jansen.

    “Harus aku akui, hebat keponakan pak Prabowo ini. Dan pak Hasyim Ayahnya dalam mendidik Sara. Keep strong, Sara!” sambungnya.

    Teka-teki di balik pengunduran diri mengejutkan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo ternyata terkait pernyataannya soal lowongan pekerjaan yang dianggap tidak berempati dan menyakiti hati para pencari kerja di seluruh Indonesia.

    Dalam pernyataannya pada Rabu 10 September 2025, Saraswati mengakui bahwa niatnya untuk memotivasi anak muda justru menjadi bumerang.

    Inilah kalimat kontroversial yang menjadi pusat dari drama pengunduran diri tersebut:

    “Kalau punya kreativitas, jadilah pengusaha. Jadilah entrepreneur daripada ngomel nggak ada kerjaan,” kata Saraswati dalam podcast yang ditayangkan sebuah media nasional.

    Sontak, kalimat “daripada ngomel nggak ada kerjaan” menjadi bagian yang paling disorot.

  • RUU Perampasan Aset: Cermin yang Ditutup
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        11 September 2025

    RUU Perampasan Aset: Cermin yang Ditutup Nasional 11 September 2025

    RUU Perampasan Aset: Cermin yang Ditutup
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    ADA
    saat ketika sebuah rancangan undang-undang seperti cahaya senja. Redup, samar, dan hampir padam.
    RUU Perampasan Aset pernah berada di titik itu. Ia diajukan, dibicarakan, lalu ditunda. Bertahun-tahun tersangkut di meja DPR, menunggu giliran yang tak kunjung datang.
    Namun pada 9 September 2025, kabar baru datang. DPR akhirnya memasukkan RUU ini ke dalam Prolegnas Prioritas Perubahan Kedua 2025.
    “RUU Perampasan Aset dimasukkan sebagai inisiatif DPR dalam Prolegnas Prioritas Perubahan Kedua 2025,” kata Ketua Baleg DPR, Bob Hasan.
    Senja yang pekat itu seakan menyisakan cahaya jingga. Belum terang penuh, tetapi cukup untuk menunjukkan bahwa kabut panjang mulai terbuka.
    Korupsi di negeri ini tidak hanya soal uang tunai. Ia menjelma rumah di atas bukit, vila di tepi pantai, apartemen di Singapura, hingga rekening dolar di luar negeri. Semua bersembunyi di balik nama kerabat, perusahaan cangkang, atau rekening samaran.
    RUU Perampasan Aset hadir untuk menutup celah itu. Prinsipnya sederhana: negara berhak merampas aset yang tak jelas asal-usulnya, bahkan sebelum ada putusan pidana.
    Non-conviction based asset forfeiture
    —model yang dipakai Italia melawan mafia, Amerika Serikat melawan kartel narkoba, dan Filipina memburu kekayaan Marcos—menjadi rujukan.
    Pertanyaannya: mengapa Indonesia, dengan sejarah panjang korupsi, justru tertinggal dalam langkah ini?
    Di Senayan, RUU ini lama diperlakukan seperti tamu yang tak diundang. Perdebatan lebih banyak tentang kepentingan ketimbang substansi.
    Ada yang khawatir aturan ini bisa dipakai sebagai alat politik. Ada pula yang resah, sebab banyak elite juga menyimpan harta dengan asal-usul yang samar.
    Maka, rapat ditunda. Panitia kerja tak kunjung terbentuk. Alasan prosedural dikedepankan: perlu sinkronisasi dengan regulasi lain, harus ada kepastian hukum, harus jelas mekanisme pengawasan.
    Kini, setidaknya secara formal, pintu sudah terbuka. DPR mengambil inisiatif legislasi, menandai bahwa perdebatan tidak bisa lagi diulur tanpa arah.
    Pertanyaannya: apakah pintu itu sungguh akan dibuka lebar, atau hanya sedikit diselipkan untuk menenangkan amarah publik?
    Secara filosofis, pertanyaan pun muncul: apakah perampasan aset tanpa putusan pidana tidak melanggar asas
    due process of law
    ? Bukankah setiap orang berhak dianggap tak bersalah sebelum terbukti?
    Pertanyaan itu penting. Namun, filsafat hukum memberi jalan lain. Gustav Radbruch pernah mengatakan: hukum yang menjauh dari keadilan kehilangan legitimasi.
    RUU Perampasan Aset mencoba mendekatkan hukum pada keadilan substantif. Pasal 28D UUD 1945 memang menjamin kepastian hukum. Namun, Pasal 23 mengamanatkan bahwa keuangan negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
     
    Bagaimana mungkin amanat itu terwujud bila miliaran rupiah dibiarkan mengendap di rekening gelap?
    Banyak pihak juga mengusulkan agar pembahasan RUU ini diselaraskan dengan revisi KUHAP, supaya mekanisme perampasan aset tetap tunduk pada pengawasan pengadilan. Usulan itu penting untuk memastikan aturan ini tak berubah menjadi alat kekuasaan.
    Ketakutan menjadi wajah paling nyata dari perjalanan panjang RUU ini. Takut bahwa negara akan terlalu kuat. Takut mekanisme ini bisa dipakai untuk menyingkirkan lawan politik.
    Dan yang paling terasa: takut bahwa para pembuat aturan sendiri bisa terseret oleh jerat yang mereka pasang.
    Maka, draf ini dipinggirkan. Ditunda. Seperti seseorang yang memilih menutup mata daripada menatap kebenaran.
    Namun, setelah gelombang demonstrasi Agustus 2025, ketakutan itu mulai retak. Dalam 17+8 Tuntutan Rakyat, desakan agar RUU Perampasan Aset segera disahkan menjadi suara keras di jalanan Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, hingga Medan.
    Rakyat seakan berkata: cukup sudah. Aset koruptor harus kembali kepada pemilik sejati—bangsa ini.
    Sebelum demonstrasi itu, isu RUU Perampasan Aset lebih sering tenggelam. Media menulis seperlunya, LSM bersuara, tetapi gaungnya kalah oleh hiruk-pikuk
    reshuffle
    kabinet atau drama politik harian.
    Demonstrasi besar memang kerap terjadi, tetapi jarang sekali untuk menuntut percepatan RUU ini.
    Padahal, akibat lambannya pembahasan, yang hilang bukan sekadar aset. Yang hilang adalah masa depan: uang untuk sekolah gratis, subsidi pangan, rumah sakit, semua menguap bersama harta yang tak tersentuh.
    Senyap itu berbahaya. Sebab dalam senyap, korupsi bisa kembali tumbuh, mengakar, dan bersembunyi dengan nyaman.
    Bangsa ini pernah belajar dari krisis 1998. Ketika utang menumpuk, ketika korupsi merajalela, ketika rakyat marah. Reformasi lahir bukan sekadar pergantian presiden, melainkan janji untuk menegakkan negara hukum.
    RUU Perampasan Aset seharusnya bagian dari janji itu. Namun, dua dekade lebih berlalu, kita masih berada di titik yang sama. Korupsi tetap diperlakukan sebagai “extraordinary crime”, tetapi penanganannya tetap biasa-biasa saja.
    Ingatan itu perlahan kabur. Seperti senja yang menelan cahaya, kita seakan rela membiarkan janji reformasi tenggelam di ufuk.
    Kini, bangsa ini berada di persimpangan. Apakah RUU itu akan kembali terjebak, ataukah dimanfaatkan sebagai momentum untuk menegaskan komitmen? Pilihan itu bukan hanya milik DPR atau pemerintah, tetapi juga rakyat.
    RUU ini bisa saja disahkan dengan berbagai modifikasi: pengawasan ketat, mekanisme keberatan bagi pemilik aset, dan penguatan peran pengadilan. Semua bisa menjadi pagar agar hukum tidak berubah jadi alat kekuasaan.
    Namun, tanpa keberanian politik, semuanya hanya akan jadi draf di atas meja.
    Senja memang tak bisa dicegah, tetapi senja bukan berarti gelap total. Ada cahaya jingga yang masih bisa memberi harapan. Begitu pula RUU Perampasan Aset. Ia mungkin sedang redup, tetapi bukan mustahil bangkit kembali.
    Yang dibutuhkan hanya satu: keberanian. Keberanian negara untuk berpihak pada rakyat, bukan pada harta yang disembunyikan. Keberanian DPR untuk menatap cermin, meski wajah mereka sendiri mungkin terpantul.
    Dan keberanian kita, sebagai warga, untuk tidak diam. Karena senja kala RUU ini hanya bisa berubah jadi fajar baru bila ada suara yang tak henti-henti menyeru: aset koruptor harus kembali ke rakyat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wamentan luruskan isu, impor beras hanya khusus restoran tertentu

    Wamentan luruskan isu, impor beras hanya khusus restoran tertentu

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menegaskan isu impor beras yang beredar perlu diluruskan, karena beras yang masuk bukan untuk konsumsi masyarakat luas, melainkan khusus memenuhi kebutuhan restoran-restoran tertentu.

    Ia mencontohkan restoran Jepang menggunakan beras asal Jepang dengan karakteristik butiran kecil, sementara restoran Arab dan India membutuhkan beras basmati yang memang tidak dapat digantikan dengan beras lokal Indonesia.

    “Nah, ini kan ada lagi simpang siur. Pak, itu nyatanya ada beras impor? Yang dimaksud beras yang diimpor itu beras restoran Jepang, itu kan dia pakai beras Jepang. Itu nggak bisa diganti, itu beras-beras khusus, kecil, dia nggak terlalu besar gitu,” kata Wamentan di Jakarta, Rabu (10/9).

    “Itu katanya nggak impor beras, kok impor beras? Itu beras, misalnya masakan Arab, masakan India, itu kan pakai beras basmati. Itu nggak bisa diganti sama beras kita. Nah, itu untuk restoran-restoran khusus gitu loh,” tambah Wamentan.

    Menurutnya, impor beras tersebut bersifat terbatas dan spesifik, sehingga tidak bisa disamakan dengan beras konsumsi rumah tangga yang dikategorikan sebagai beras medium, yang produksinya dipastikan cukup dari dalam negeri.

    Sudaryono menekankan komitmen pemerintah menjaga kedaulatan pangan dengan memastikan tidak ada impor beras medium, sehingga kebutuhan pokok masyarakat tetap dipenuhi dari hasil produksi petani Indonesia sendiri.

    “Yang dimaksud tidak impor beras itu adalah impor beras konsumsi masyarakat. Beras medium, kita nggak impor,” ujarnya ditemui seusai membuka Seminar Nasional Mahasiswa Pertanian yang tergabung dalam Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (Popmasepi).

    Selain beras, ia menyampaikan pemerintah juga menargetkan tidak melakukan impor jagung pada tahun 2025, dengan mengoptimalkan produksi dalam negeri melalui peningkatan produktivitas dan kebijakan pendukung petani.

    Target serupa juga berlaku pada komoditas gula konsumsi, dengan visi pemerintah mendorong swasembada untuk menjaga harga stabil dan mengurangi ketergantungan terhadap pasokan pangan dari negara lain.

    Sudaryono menegaskan Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan target ini, sementara Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bersama jajaran, termasuk dirinya, berkomitmen penuh mewujudkan kemandirian pangan pada tahun 2025.

    “Presiden sudah bikin target dan ini sekarang oleh Pak Mentan Pak Amran, kami sebagai tim support-nya beliau, kita dukung Pak Amran untuk mewujudkan ini, kita tidak impor lagi untuk beras, jagung, dan gula konsumsi di tahun 2025 ini,” kata Wamentan.

    Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan sepanjang 2025 Indonesia tidak impor beras, membuktikan kerja keras petani dalam negeri menjaga kedaulatan pangan nasional sehingga tetap kokoh.

    “Yang terpenting, yang menarik adalah, sampai September sekarang, tidak ada impor (beras) Benar? Tahun lalu, 3-4 juta ton. Itu yang terpenting. Kita harus bangga atas gagasan besar Bapak Presiden (Prabowo Subianto), itu paling penting,” kata Mentan ditemui di kawasan DPR RI Senayan Jakarta, Rabu (3/9).

    Ia menyebutkan stok beras nasional pada awal September 2025 mencapai sekitar 4 juta ton, jauh lebih tinggi dibanding periode sama tahun sebelumnya yang hanya berkisar 1 hingga 2 juta ton.

    Baginya capaian itu menjadi bukti nyata keberhasilan kebijakan pangan nasional, sehingga masyarakat harus bangga terhadap gagasan besar Presiden Prabowo Subianto dalam menjaga kedaulatan pangan dan mengurangi ketergantungan impor beras.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: M Razi Rahman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi XI Minta Kemenkeu dalam Kelola APBN Tunjukkan Empati ke Rakyat – Page 3

    Komisi XI Minta Kemenkeu dalam Kelola APBN Tunjukkan Empati ke Rakyat – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Hanif Dhakiri, meminta Kementerian Keuangan dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan berpihak kepada kepentingan rakyat.

    Hal ini disampaikan Hanif dalam rapat kerja perdana Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/9/2025).

    “Saya berharap betul kinerja Kemenkeu ke depan dalam rangka mengelola APBN ini benar-benar bisa menunjukkan empati yang besar kepada masyarakat,” ujar Hanif.

    Ia mengingatkan agar kinerja Kementerian Keuangan tidak semata bertumpu pada angka-angka indah dalam laporan, apalagi sampai mengabaikan realitas sosial yang terjadi di lapangan.

    Menurutnya, dalam setiap kebijakan fiskal pasti terdapat dinamika politik, namun pemerintah tetap harus fokus pada persoalan mendasar yang dihadapi rakyat.

    “Bahwa misalnya ada politiknya atau segala macam pastilah dalam konteks seperti ini akan muncul, tetapi ada underline problem yang harus kita selesaikan, baik melalui kebijakan maupun program pemerintah,” tegas Hanif.

     

  • Menkeu Mau Suntik Perbankan Rp200 Triliun pakai Skema Penempatan SAL

    Menkeu Mau Suntik Perbankan Rp200 Triliun pakai Skema Penempatan SAL

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut dana pemerintah yang rencananya dipindahkan dari Bank Indonesia (BI) ke perbankan sebesar Rp200 triliun berdasarkan dari Saldo Anggaran Lebih (SAL). 

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, pihaknya saat ini masih menyiapkan skema penempatan dana pemerintah itu ke perbankan guna meningkatkan likuiditas. Belum ada perbankan maupun industri keuangan yang ditentukan bakal menerima guyuran likuiditas tersebut.

    Namun, skema penempatan dana itu rencananya bakal mengikuti skema penempatan SAL sebesar Rp83 triliun dari kas di BI untuk disalurkan ke perbankan guna pembiayaan program Koperasi Desa Merah Putih. 

    “Seperti misalnya kan kami sedang menyiapkan penempatan dana untuk KDMP [Koperasi Desa Merah Putih], nah itu peraturannya kan sedang difinalisasi. Jadi itu nanti akan mirip tata kelolanya, tetapi intinya kan kami ingin mempercepat penambahan likuiditas di perekonomian, sehingga itu nanti bisa menjadi kredit yang disalurkan untuk menggerakkan perekonomian,” jelasnya saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/9/2025). 

    Febrio menyebut, penempatan dana pemerintah yang disimpan di BI ke perbankan adalah keputusan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. Bendahara Negara baru itu disebut memandang pemerintah masih memiliki likuiditas yang bisa disalurkan ke perbankan untuk program-program kebijakan fiskal lainnya.

    Kemenkeu pun berencana untuk membuat aturan lebih lanjut agar dana tersebut disalurkan menjadi kredit, bukan ditempatkan perbankan kepada instrumen SBN. 

    “Itu nanti kami pastikan, tapi memang betul bahwa kalau kami melakukan penempatan dana, dalam hal ini kan kami ingin supaya itu digunakan untuk menciptakan kredit. Tentunya kami enggak mau perbankannya nanti menggunakan untuk beli SBN, itu tentunya counter productive. kami siapkan peraturannya,” tegas pria yang dulu memegang jabatan sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu. 

    Saat ditanya apabila Rp200 triliun dimaksud sama dengan Rp83 triliun untuk Kopdes, Febrio menyebut semuanya adalah untuk program pemerintah. Nantinya, penggunaan dana-dana yang ditempatkan itu bakal dilakukan secara pooling. 

    “Nanti kami detailkan. Tapi ini intinya adalah kami punya SAL dan juga SILPA  yang kami simpan di Bank Indonesia, tadi diarahkan agar dialirkan ke perbankan agar bisa menciptakan kredit,” tuturnya. 

    Sebelumnya, Menkeu Purbaya Sadewa menyebut pemerintah akan menyuntik sistem keuangan Tanah Air dengan dana pemerintah yang disimpan di Bank Indonesia (BI). 

    “Saya sudah lapor ke Presiden, ‘Pak saya akan taruh uang ke sistem perekonomian. Berapa? Saya sekarang punya Rp425 triliun di BI, cash besok saya taruh Rp200 triliun’,”  ungkapnya. 

    Ke depan, uang yang disuntikkan ke perbankan itu diminta agar BI tidak menyerapnya lagi. Harapannya, kebijakan fiskal untuk menghidupkan sektor swasta itu bisa menghidupkan perekonomian lagi. Lalu, dia juga akan mendorong belanja pemerintah agar bisa berjalan lebih baik. 

  • Fraksi Gerindra DPR Nonaktifkan Keponakan Prabowo Subianto dari DPR

    Fraksi Gerindra DPR Nonaktifkan Keponakan Prabowo Subianto dari DPR

    Bisnis.com, JAKARTA — Fraksi Partai Gerindra langsung menonaktifkan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo sebagai anggota DPR dari Fraksi Gerindra.

    Sekretaris Fraksi Gerindra DPR RI Bambang Haryadi menegaskan Fraksi Partai Gerindra bakal menghormati keputusan yang diambil oleh Rahayu Saraswati itu. Maka dari itu, sembari menunggu proses pengunduran diri Rahayu Saraswati tersebut, Fraksi Partai Gerindra bakal menonaktifkan keponakan Prabowo Subianto tersebut

    “Fraksi Gerindra DPR menghormati pilihan tersebut dan akan memproses sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. Sementara menunggu proses, maka Saudari Sara akan dinonaktifkan dari DPR,” tuturnya di Jakarta, Rabu (10/9/2025).

    Bambang menjelaskan, proses administratif terkait keputusan Rahayu Saraswati itu akan dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam undang undang yang berlaku dan Fraksi Gerindra juga akan berkoordinasi dengan DPP Partai Gerindra.

    “Kami akan memastikan seluruh prosedur berjalan sesuai aturan. Fraksi Gerindra juga tetap akan konsisten menjaga komitmen kelembagaan dan ketentuan perundang undangan,” katanya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Rahayu Saraswati yang merupakan keponakan Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pengunduran dirinya dari DPR. 

    Namun wanita yang akrab disapa Sara itu mengaku masih memiliki satu tugas akhir di parlemen terkait pembahasan rancangan undang-undang sebelum benar-benar berhenti bertugas.

    Sara sendiri terpilih sebagai anggota DPR periode 2024–2029 dari Daerah Pemilihan Jakarta III yang meliputi Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. 

    Pada Pemilu 2024 lalu, Sara berhasil mengantongi suara signifikan yang mengantarkannya kembali ke Senayan lewat Partai Gerindra.

  • 4
                    
                        Rahayu Saraswati Mundur dari Anggota DPR, Fraksi Gerindra Segera Nonaktifkan
                        Nasional

    4 Rahayu Saraswati Mundur dari Anggota DPR, Fraksi Gerindra Segera Nonaktifkan Nasional

    Rahayu Saraswati Mundur dari Anggota DPR, Fraksi Gerindra Segera Nonaktifkan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Fraksi Gerindra DPR Bambang Haryadi mengatakan, Rahayu Saraswati Djohohadikusumo segera dinonaktifkan usai menyatakan mengundurkan diri sebagai anggota DPR RI.
    “Sementara menunggu proses, maka Saudari Sara akan dinonaktifkan dari DPR,” kata Bambang dalam keterangannya, Rabu (10/9/2025).
    Ia menegaskan, Fraksi Gerindra menghormati keputusan keponakan Presiden Prabowo Subianto itu untuk mengundurkan diri dari anggota DPR RI.
    “Fraksi Gerindra DPR menghormati pilihan tersebut dan akan memproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
    Bambang menuturkan, proses administratif terkait akan dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam UU dan Fraksi Gerindra juga akan berkoordinasi dengan DPP Partai Gerindra.
    “Kami akan memastikan seluruh prosedur berjalan sesuai aturan. Fraksi Gerindra tetap konsisten menjaga komitmen kelembagaan dan ketentuan perundang-undangan,” imbuhnya.
    Sebelumnya, Sara yang merupakan keponakan Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan pengunduran diri dari DPR.
    “Dengan ini, saya menyatakan pengunduran diri saya sebagai Anggota DPR RI kepada Fraksi Partai Gerindra,” kata Rahayu melansir keterangan video yang diunggahnya di akun Instagram pribadinya, @rahayusaraswati, Rabu (10/9/2025).
    Dalam video tersebut, Rahayu meminta maaf atas pernyataannya yang viral dua pekan sebelum perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia yang dirayakan pada 17 Agustus lalu.
    Ia mengungkapkan, pernyataannya yang viral itu berasal dari wawancara sebuah podcast yang tayang pada 28 Februari 2025.
    “Pernyataan saya diambil dari menit 25, 37 detik sampai menit ke 27, 40 detik. Cukup panjang sebenarnya, dua menit lebih. Yang dijadikan beberapa kalimat oleh pihak-pihak yang ingin menyulutkan api amarah masyarakat,” imbuhnya.
    Ia menegaskan, tak memiliki maksud untuk meremehkan dan merendahkan upaya yang sedang dilakukan masyarakat, terutama anak muda yang tengah berusaha untuk menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan.
    Rahayu pun berharap agar dirinya bisa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kepariwisataan yang saat ini masih dibahas di Komisi VII DPR.
    Diketahui, Sara terpilih sebagai anggota DPR periode 2024–2029 dari Daerah Pemilihan Jakarta III yang meliputi Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu.
    Pada Pemilu 2024, ia berhasil mengantongi suara signifikan yang mengantarkannya kembali ke Senayan lewat Partai Gerindra.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi XI Minta Pengelolaan APBN Kemenkeu Tunjukkan Empati Besar ke Rakyat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 September 2025

    Komisi XI Minta Pengelolaan APBN Kemenkeu Tunjukkan Empati Besar ke Rakyat Nasional 10 September 2025

    Komisi XI Minta Pengelolaan APBN Kemenkeu Tunjukkan Empati Besar ke Rakyat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi XI DPR, Hanif Dhakiri, meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa agar pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berpihak kepada kepentingan rakyat.
    “Saya berharap betul kinerja Kemenkeu ke depan dalam rangka mengelola APBN ini benar-benar bisa menunjukkan empati yang besar kepada masyarakat,” ujar Hanif dalam rapat kerja perdana Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/9/2025).
    Hanif mengingatkan agar kinerja Kementerian Keuangan tidak semata bertumpu pada angka-angka indah dalam laporan, apalagi sampai mengabaikan realitas sosial yang terjadi di lapangan.
    Menurutnya, dalam setiap kebijakan fiskal pasti terdapat dinamika politik, namun pemerintah tetap harus fokus pada persoalan mendasar yang dihadapi rakyat.
    “Bahwa misalnya ada politiknya atau segala macam pastilah dalam konteks seperti ini akan muncul, tetapi ada
    underline problem
    yang harus kita selesaikan, baik melalui kebijakan maupun program pemerintah,” ujar Hanif.
    Hanif menekankan pentingnya memastikan setiap program yang telah dirancang Kementerian Keuangan benar-benar menghasilkan manfaat nyata.
    Ia berharap
    output
    dan
    outcome
    dari kebijakan fiskal dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat, bukan sekadar tercatat dalam laporan kinerja.
    “Jadi saya tegaskan, mohon program-program yang sudah disusun Kemenkeu ini benar-benar bisa dilihat
    output

    outcome
    -nya dan bisa dirasakan oleh masyarakat,” tegas Hanif.
    Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyambangi Istana Kepresidenan Jakarta untuk menemui Presiden Prabowo Subianto, Rabu (10/9/2025).
    Ia mengaku akan melaporkan perubahan Anggaran tahun 2026, usai rapat kerja (raker) bersama Komisi XI DPR RI membahas Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) tahun 2025, Rabu pagi.
    “Laporan. Kan di DPR tadi ngomongin anggaran, ada beberapa yang mesti dilaporin ke Presiden. Aman sih,” kata Purbaya.
    Ia menyebut, laporan juga mencakup kesimpulan rapat dengan DPR RI. Namun kata Purbaya, angka spesifik pasca perubahan belum dapat dipastikan mengingat masih tahap awal.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penerimaan Pajak Turun 5,29% Jadi Rp990 Triliun per Juli 2025

    Penerimaan Pajak Turun 5,29% Jadi Rp990 Triliun per Juli 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak melaporkan realisasi penerimaan pajak mencapai Rp990,01 triliun selama Januari—Juli 2025. Angka itu turun 5,29% dari realisasi penerimaan pajak periode yang sama tahun lalu (year on year/YoY) sebesar Rp1.045,3 triliun.

    Realisasi penerimaan pajak itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu (10/9/2025).

    Dalam paparannya, Bimo tidak menjelaskan penurunan nominal realisasi penerimaan pajak itu. Dia hanya menyampaikan bahwa secara kontribusi, penerimaan pajak terhadap total pendapatan negara naik 1,67%; dari 67,63% pada Januari—Juli 2024 menjadi 69,3% pada Januari—Juli 2025.

    “Itu Rp990,01 triliun yang mana konsistensi tumbuh positif sejak bulan Mei, kemudian Juli, dan Juli ke Agustus juga tumbuh slightly [sedikit] positif walaupun kondisi cukup sulit,” ujar Bimo.

    Adapun realisasi Rp990 triliun itu setara 47,2% dari target total penerimaan pajak dalam APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun. Bimo pun merincikan empat sumber utama realisasi penerimaan pajak itu.

    Pertama, dari pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar Rp174,47 triliun atau setara 47,2% dari target APBN 2025. Realisasi PPh Badan itu turun 9,1% dari periode yang sama tahun lalu.

    Kedua, dari PPh Orang Pribadi sebesar Rp14,98 triliun atau setara 98,9% dari target APBN 2025. Realisasi PPh Orang Pribadi itu naik 37,7% dari periode yang sama tahun lalu.

    Ketiga, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar Rp350,62 triliun atau setara 37,1% dari target APBN 2025. Realisasi PPN dan PPnBM itu turun 12,8% dari periode yang sama tahun lalu.

    Keempat, pajak bumi bangunan (PBB) sebesar Rp12,53 triliun. Realisasi itu naik 129,7% dari periode yang sama tahun lalu.

  • Purbaya Ungkap Biang Kerok Krisis Moneter 1997-1998

    Purbaya Ungkap Biang Kerok Krisis Moneter 1997-1998

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap biang kerok krisis moneter 1997-1998 yang memporak-porandakan perekonomian Indonesia. Indonesia belum berpengalaman menghadapi situasi serupa kala itu.

    Purbaya mulanya bercerita bahwa dirinya telah berkecimpung di ranah ekonomi cukup lama, sejak tahun 2000 silam. Lalu sejak 1995 iya mulai intens mempelajari ekonomi, namun sebelum lulus sekolah, terjadi krisis

    “Tapi sebelum sekolah selesai 1998 krisis, pulang negara sudah berantakan pada waktu itu. Pada 2000 pertumbuhan mendekati 0 rendah kan, habis itu kita bantu ke sana dan waktu itu Pak SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) bisa meningkatkan pertumbuhan sampai mendekati 6%,” kata Purbaya dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2025).

    Biang Kerok Krisis Moneter 1997-1998

    Purbaya menjelaskan, terjadinya krisis moneter dimulai dari beberapa negara di Asia, sehingga pada kala itu muncul istilah yang dikenal sebagai Krisis Keuangan Asia 1997. Pada kala itu, negara-negara yang lebih dulu kena seperti Thailand hingga Korea, namun yang terkena dampak paling buruk Indonesia.

    Atas kondisi tersebut, Purbaya melakukan pendalaman untuk menemukan penyebab dari kondisi yang dialami Indonesia saat itu. Analisis dilakukannya mengacu pada pengalaman krisis di Amerika Serikat (AS) pada 1930 yang juga telah dianalisis oleh berbagai ekonom peraih Nobel.

    “Di buku moneter itu ada pemenang Nobel yang bilang bahwa dia mempelajari krisis tahun 1930 di Amerika. Dia bilang waktu itu krisis mereka debat bunga dinolkan, kok masih krisis? Rupanya pada waktu itu, walaupun suku bunga rendah, nol, tapi uang vitamin yang di sistem perekonomian itu negatif, jadi ekonominya dicekik,” jelasnya.

    Saat krisis melanda AS, suku bunga sudah mencapai titik terendahnya di kisaran 0%. Namun ekonomi tidak mampu bergerak akibat peredaran uang primer (base money) justru sedikit.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjalani rapat perdana bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (10/9/2025). Didampingi tiga Wakil Menteri Keuangan, yakni Thomas Djiwandono, Suahasil Nazara, dan Anggito Abimanyu, Purbaya memaparkan rencana kerja serta anggaran Kementerian Keuangan tahun 2026. Foto: Grandyos Zafna

    Suku Bunga Naik

    Indonesia pun melakukan kebijakan serupa pada periode krisis 1997-1998. Purbaya mengatakan, kala itu suku bunga di Indonesia telah dinaikkan untuk meredam tekanan kurs, namun peredaran uang primer malah diperbanyak hingga menyebabkan tekanan inflasi secara signifikan.

    “Tahun 1997, kita melakukan kesalahan yang fatal. Pada waktu itu Bank Indonesia menaikkan bunga sampai 60% lebih karena untuk menjaga rupiah. Semua berpikir kita melakukan kebijakan uang ketat, bunga tinggi mana ada yang pinjam,” ujar Purbaya.

    “Tapi kalau kita lihat di belakangnya apa yang terjadi kita mencetak uang itu tumbuhnya 100%, jadi kebijakannya kacau balau. Mau apa? Mau ketat atau longgar?,” sambungnya.

    Menurutnya, kebijakan itu menjadi awal mula kehancuran perekonomian Indonesia pada 1998. Bahkan Purbaya menyebut, Indonesia membiayai kehancuran ekonomi sendiri pada kala itu tanpa sadar.

    “Kalau kita melahirkan kebijakan kacau, yang keluar adalah setan-setannya dari kebijakan itu. Bunga yang tinggi menghancurkan riil sektor, uang yang banyak dipakai untuk menyerang nilai tukar rupiah kita. Jadi kita membiayai kehancuran ekonomi kita pada waktu itu tanpa sadar,” kata dia.

    Namun demikian, Purbaya menegaskan, kekacauan yang terjadi bukan disebabkan karena kelalaian para ekonom pada kala itu, melainkan karena Indonesia belum pernah menghadapi kondisi serupa, seperti yang sempat terjadi di AS pada 1930.

    “Ini bukan karena ekonom-ekonom yang dulu bodoh atau bagaimana, tapi kita memang belum pernah menghadapi keadaan seperti itu. Jadi, kita belum tahu seperti apa dan saya simpulkan kesalahan kita di situ. Jadi, pada waktu 2008 ada Global Financial Meltdown, kebijakan kita ubah,” ujar Purbaya.

    Halaman 2 dari 2

    (shc/ara)