kab/kota: Senayan

  • Maaf Nih! Nggak Ada Nama Marquez di Rival Terberat Rossi

    Maaf Nih! Nggak Ada Nama Marquez di Rival Terberat Rossi

    Jakarta

    Valentino Rossi membeberkan deretan pebalap yang jadi rival terberatnya selama berkarir di MotoGP. Begini kata The Doctor.

    Valentino Rossi punya karir yang panjang di dunia balap MotoGP. Dia juga tercatat sebagai satu-satunya pebalap dalam sejarah di kejuaraan dunia kelas 125 cc, 250 cc, 500 cc, dan kelas MotoGP.

    Total ada 26 musim yang dijalani Rossi sejak debut perdananya tahun 1996 dan memutuskan pensiun tahun 2021. Khusus di kelas premier, Rossi telah menjalani 22 musim secara keseluruhan.

    Selama puluhan musim itu, Rossi pun dihadapkan dengan banyak rival. Lantas dari banyak nama rider di MotoGP, siapa rival paling berat menurut mantan rider kelahiran Urbino tersebut?

    “Saya punya banyak rival berat selama karir, dan saya pikir itu antara Stoner, Lorenzo, Biaggi, Pedrosa, ini sulit dikatakan untuk yang terbesar. Mungkin Lorenzo karena kami berada di tim yang sama dan menjadi rekan setim untuk waktu yang lama. Kami bukan cuma rival, ya seperti hubungan percintaan,” ungkap Rossi disela-sela konferensi pers peluncuran livery khusus VR46 Racing Team di Cinepolis Senayan Park, Rabu (30/9/2025).

    Menurut Rossi, hubungannya dengan Lorenzo rumit seperti hubungan percintaan. Diketahui keduanya menjadi rekan setim untuk tujuh musim di periode terpisah. Pertama pada tahun 2007-2010. Rossi selanjutnya sempat hengkang ke Ducati. Kemudian setelah dua tahun Rossi membela Si Merah, keduanya kembali bersatu pada tahun 2013 saat juara dunia sembilan kali itu memutuskan kembali ke Yamaha. Rossi dan Lorenzo juga sempat bertarung sengit memperebutkan gelar sebagai rekan setim pada tahun 2016.

    “Kami nggak sekadar rival, ya seperti kisah percintaan,” ujarnya lagi.

    Namun menariknya, tak ada nama Marquez yang disebut legenda MotoGP tersebut. Diketahui keduanya sempat menjadi rival sengit selama dirinya masih berkarir di kelas utama tersebut. Bahkan rivalitasnya masih terasa hingga kini meski Rossi sudah tak lagi membalap di MotoGP.

    (dry/din)

  • Plesetan MBG Jadi Makan Beracun Gratis hingga Makan Belatung Gratis, DPR: Sangat-sangat Menyedihkan

    Plesetan MBG Jadi Makan Beracun Gratis hingga Makan Belatung Gratis, DPR: Sangat-sangat Menyedihkan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Polemik Makan Bergizi Gratis (MBG) berbuntut pada berbagai plesetan. Hal itu menjadi atensi Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris.

    Itu diungkapkan Charles saat rapat bersama Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, Menkes Budi Gunadi Sadikin, hingga Kepala BPOM Taruna Ikrar. Pada Rabu (1/10/2025) di kompleks parlemen Senayan.

    Hal tersebut, kata Charles, berangkat dari sejumlah konten dengan sentimen negatif terkait MBG di media sosial.

    “Saya rasa kita semua punya media sosial ya, kalau kita buka sosial media hari-hari ini ini, banyak itu berseliweran konten-konten termasuk ajakan untuk menolak MBG,” kata Charles dikutip dari TV Parlemen, Kamis (2/10/2025).

    Jika kembali pada tujuan MBGm dia mengungkapkan konten yang seliweran sangat jauh dari harapan. Baginya, semua itu sangat menyedihkan.

    “Ini buat saya sangat-sangat menyedihkan, kita kan mau program ini berhasil. Tapi, kalau ini dibiarkan maka tanpa ada kampanye negatif pun masyarakat bisa saja sudah takut untuk mengizinkan anaknya mengkonsumsi MBG,” ucapnya.

    Dia juga menyebut sejumlah plesetan dimaksud. Charles menanggapnya lucu.

    “Konten-kontennya banyak Pak, lucu-lucu MBG itu sekarang dipelesetin bukan Makan Bergizi Gratis tapi ‘Makan Beracun Gratis’, ‘Makan Belatung Gratis’, makanan berbahaya dan lain-lainlah,” kata Charles.

    Saat ini, dia mengatakan Kepala BGN Dadan Hindayana tengah populer. Fotonya banyak beredar di media sosial.

    Charles lalu mengungkit latar belakang Dadan sebagai ahli serangga. Itu, kata dia, juga dijadikan konten di media sosial.

  • 9
                    
                        Menteri Hukum Sahkan SK Kepengurusan PPP Kubu Mardiono
                        Nasional

    9 Menteri Hukum Sahkan SK Kepengurusan PPP Kubu Mardiono Nasional

    Menteri Hukum Sahkan SK Kepengurusan PPP Kubu Mardiono
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan, telah menandatangani Surat Keputusan (SK) kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan Ketua Umum Muhammad Mardiono.
    Supratman mengaku menandatangani SK itu, pada Rabu (1/10/2025) pagi.
    “Kemarin pagi saya sudah menandatangani SK pengesahan kepengurusan Bapak Mardiono,” kata Supratman, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
    Supratman mengatakan, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) menerima pendaftaran struktur kepengurusan PPP hasil Muktamar X dari pihak Mardiono pada 30 September 2025.
    Pihak AHU kemudian memeriksa anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga (AD/ART) hasil Muktamar PPP di Makassar, dan mendapati dokumen aturan internal partai itu tidak berubah.
    Meski sudah menandatangani SK tersebut, ia mengaku belum mengetahui apakah pihak Mardiono telah mengambil SK tersebut di Kantor Kementerian Hukum.
    “Yang jelas saya sudah tandatangani kepengurusan itu,” tutur Supratman.
    Sebelumnya, PPP terbelah menjadi dua kubu, yakni Ketua Umum Muhammad Mardiono dan kubu Agus Suparmanto yang dimotori Ketua Majelis Pertimbangan Partai, Muhammad Romahurmuziy alias Gus Romy.
    Kedua pihak sama-sama mengeklaim sebagai ketua umum hasil Muktamar X di Jakarta Utara.
    Setelah saling mengeklaim, mereka masing-masing mendaftarkan struktur kepengurusan baru ke Ditjen AHU, Kementerian Hukum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pernah Ada Larangan Politik Dinasti di Pilkada, tapi Gugur di MK
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Oktober 2025

    Pernah Ada Larangan Politik Dinasti di Pilkada, tapi Gugur di MK Nasional 2 Oktober 2025

    Pernah Ada Larangan Politik Dinasti di Pilkada, tapi Gugur di MK
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Suami menjabat kepala daerah, istri duduk di bangku parlemen Senayan.
    Anak menjadi wakil wali kota, ipar memerintah di daerah tetangga.
    Penguasaan politik di daerah oleh satu garis keturunan atau keluarga tertentu semakin lazim ditemukan di khazanah politik Indonesia.
    Mirisnya, pemandangan ini bukan hanya terjadi dalam satu atau dua periode kepemimpinan.
    Namun, sudah muncul ketika rakyat diberikan kedaulatan untuk memilih pemimpinnya sendiri pasca Orde Baru tumbang pada tahun 1998.
    Politik dinasti yang begitu kental di beberapa daerah membuat sejumlah pihak cemas dan gerah.
    Indonesia pernah memiliki aturan untuk melarang merebaknya politik dinasti.
    Namun, larangan ini tumbang sebelum bisa memberikan jalan bagi rakyat untuk berpolitik dengan lebih sehat.
    Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) periode 2010–2014, Djohermansyah Djohan, merupakan salah satu tokoh yang menggagas larangan politik dinasti.
    Prof Djo, panggilan akrabnya, menceritakan bahwa aturan ini berangkat dari kecemasan akan situasi di Indonesia pada tahun 2011.
    Saat itu, Djo yang masih menjabat sebagai Dirjen Otda Kemendagri mendapatkan paparan data sebaran politik dinasti di Indonesia.
    “Ketika pada tahun 2011, kita ingin menyusun UU Pilkada, maka kita menemukan data lapangan, 61 orang kepala daerah dari 524 kepala daerah atau sama dengan 11 persen itu terindikasi menerapkan politik dinasti yang tidak sehat,” kata Djo, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/9/2025).
    Berdasarkan data yang dimilikinya, Djo menemukan banyak daerah yang pemimpinnya berputar di satu keluarga.
    Misalnya, setelah suami menjabat kepala daerah selama dua periode, istrinya naik untuk mengisi posisi kepala daerah.
    Hal ini menjadi bermasalah ketika kepala daerah yang naik tidak memiliki latar belakang pendidikan dan kemampuan yang cukup.
     
    Dalam contoh yang disebutkan Djo, istri mantan kepala daerah ini hanya lulusan SLTA dan tidak memiliki pengalaman berorganisasi atau berpolitik.
    “Suaminya dua periode, kemudian (digantikan), istrinya itu cuma Ketua Tim Penggerak PKK, pendidikannya juga terbatas, cuma SLTA. Nah, banyak kasus itu banyak Ketua PKK jadi wali kota,” imbuh Djo.
    Jika bukan sang istri, justru anak kepala daerah yang baru lulus kuliah yang diatur untuk maju pilkada dan menggantikan ayahnya.
    Anak-anak ‘
    fresh graduate
    ’ ini kebanyakan tidak memahami birokrasi dan tata kelola pemerintahan.
    Akhirnya, ayahnya yang sudah menjabat dua periode ikut campur lagi dan menggerakkan roda kemudi di balik nama anaknya.
    Djo mengatakan, politik dinasti ini menjadi ladang subur untuk praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
    Sebab, ketika tidak ada pergantian kekuasaan, pihak-pihak penyokong dan yang dekat dengan pemerintah juga tidak berubah.
    “Semua pejabat itu yang diangkat bapaknya tetap bertahan, hubungan kontraktor bapaknya tetap bertahan. Jadi, anaknya itu hanya namanya saja sebagai kepala daerah, tapi yang menjalankan pemerintahan tetap bapaknya,” kata Djo.
    Atas temuan yang ada, Djo dan sejumlah tokoh berusaha untuk menyusun pembatasan politik dinasti saat merancang undang-undang Pilkada.
    RUU Pilkada ini melarang anggota keluarga aktif untuk estafet tongkat kepemimpinan.
    Mereka boleh kembali mencalonkan diri, tetapi perlu ada jeda satu periode setelah kerabatnya aktif di pemerintahan.
    “Larangan bahwa kalau mau maju pilkada, (kandidat) dari kerabat kepala daerah yang sedang menjabat itu harus dijeda dulu satu periode. Jadi, ketika bapaknya tidak lagi menjadi kepala daerah, boleh silakan maju,” kata Djo.
    Ia menegaskan, jika ada kerabat yang maju Pilkada ketika saudaranya masih memerintah, dapat dipastikan akan terjadi keberpihakan.
    “(Kalau) anaknya maju, bapaknya (yang masih menjabat) kan tolongin anaknya. Mana ada bapak yang enggak nolong anak sama istri di dunia, kecuali hari kiamat,” kata Djo.
    Larangan ini sempat masuk dalam tatanan hukum Indonesia lewat Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU.
    Disebutkan pada Pasal 7 huruf r, calon pemimpin daerah dapat mengikuti suatu pemilihan apabila tidak mempunyai konflik kepentingan dengan petahana.
    Aturan yang sudah dirancang sejak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat presiden, akhirnya diteken oleh Joko Widodo (Jokowi) di periode pertamanya menduduki kursi RI 1, tepatnya tanggal 18 Maret 2015.
     
    Di hari pengesahannya, pasal ini langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Adnan Purictha Ishan, anak kandung dari Ichsan Yasin Limpo yang saat itu menjabat sebagai Bupati Gowa, Sulawesi Selatan.
    Ketika mengajukan gugatan ke MK, Adnan tengah menjabat sebagai Anggota DPRD Sulawesi Selatan.
    Adnan berdalih, Pasal 7 huruf r ini melanggar hak asasi manusia (HAM).
    Pandangan ini pun diperkuat hakim MK yang mengabulkan permohonan Adnan.
    Menurut Hakim MK Arief Hidayat, Pasal 7 huruf r bertentangan dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
    Tak hanya itu, Arief juga menyebutkan, pasal tersebut menimbulkan rumusan norma baru yang tidak dapat digunakan karena tidak memiliki kepastian hukum.
    “Pasal 7 huruf r soal syarat pencalonan bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 yang bebas diskriminatif serta bertentangan dengan hak konstitusional dan hak untuk dipilih dalam pemerintahan,” ujar dia, dikutip dari laman resmi MK.
    Hakim MK lainnya, Patrialis Akbar, berpendapat, pembatasan terhadap anggota keluarga untuk menggunakan hak konstitusionalnya untuk dipilih atau mencalonkan diri merupakan bentuk nyata untuk membatasi kelompok orang tertentu.
    MK menyadari, dengan dilegalkannya calon kepala daerah maju dalam Pilkada tanpa adanya larangan memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan petahana, berpotensi melahirkan dinasti politik.
    Namun, hal ini dinilai tidak dapat digunakan sebagai alasan karena UUD mengatur agar tidak terjadi diskriminasi dan menjadi inkonstitusional bila dipaksakan.
    Usai dikabulkannya gugatan Adnan, aturan larangan politik dinasti resmi tidak bisa digunakan.
    Adnan selaku penggugat berhasil memenangkan Pilkada 2016 dan menggantikan ayahnya untuk menjadi Bupati Gowa.
     
    Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman mengatakan, politik dinasti marak terjadi karena lahir dari fenomena yang ada.
    Ia menilai, orang yang mau maju dan eksis di dunia politik di Indonesia perlu dua modal, yaitu modal politik dan modal ekonomi.
    “Kalau kita bicara dinasti, dia itu punya dua modalitas itu, modalitas politik dan juga modalitas ekonomi,” ujar Armand, saat dihubungi, Selasa (30/9/2025).
    Modal politik adalah relasi atau jaringan yang dimiliki seseorang agar bisa mulus masuk ke dunia politik.
    Sementara, modal ekonomi merujuk pada kemampuan untuk membayar biaya politik.
    “Yang maju sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah itu adalah kalau dia enggak punya relasi politik, pasti dia juga punya modal ekonomi yang cukup,” kata Armand.
    Masih maraknya politik dinasti, menurut Armand, akan membatasi akses bagi orang di luar dinasti untuk masuk dan terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan.
    Armand mengatakan, politik dinasti itu seperti membangun sebuah tembok dan hanya sebagian kalangan yang bisa masuk ke dalam.
    “Dinasti politik kan sebetulnya itu dia membangun tembok ya. Membangun tembok terhadap partisipasi non-dinasti terhadap proses perencanaan, proses penganggaran, bahkan dalam proses penyusunan kebijakan di daerah gitu,” ujar dia.
    Armand menegaskan, meski secara aturan politik dinasti sudah tidak dilarang, keberadaannya kontraproduktif dengan apa yang hendak dicapai Indonesia.
    Terutama, dalam upaya penguatan demokrasi lokal dan upaya peningkatan efektivitas serta efisiensi pelayanan publik.
    Keberadaan politik dinasti juga dinilai dapat menghilangkan fungsi pengawasan atau
    check and balance
    antar lembaga.
    “(Misalnya), salah satu pasangan di (lembaga) eksekutif, pasangannya yang lainnya di DPRD. Itu akan menghambat
    check and balance
    di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan itu,” kata dia.
    Armand menilai, akan lebih efektif untuk meningkatkan literasi politik masyarakat demi meminimalkan dampak politik dinasti.
    “Sekarang, dengan diberi peluangnya dinasti itu, sebetulnya yang jadi alat kontrol kita sekarang itu adalah literasi ke publik,” kata Armand.
    Semakin masyarakat lebih mengenal calon pemimpinnya, peluang untuk memperbaiki kualitas politik juga akan meningkat.
    Di sisi lain, Armand mendorong adanya reformasi di internal partai politik, yaitu melalui perbaikan sistem kaderisasi.
    “Bagaimanapun, kalau misalnya sistem kaderisasi atau rekrutmen di politik itu juga berbasis pada kepentingan keluarga tertentu, itu juga kan menyuburkan politik dinasti,” ujar dia.
    Armand menegaskan, jika orientasi partai masih sebatas mendorong sanak keluarga atau kerabatnya untuk terpilih, sebatas untuk melanjutkan kekuasaan, politik dinasti tak ayal akan terus ada.
    Namun, jika yang diprioritaskan adalah kualitas individu, mau berasal dari dinasti atau tidak, semisal ia terpilih, tentu tidak dipersoalkan.
    “Kemudian, yang ketiga (yang perlu diperbaiki) ya terkait dengan pembiayaan politik,” kata Armand.
     
    Ia menilai, salah satu alasan politik dinasti muncul karena mahalnya biaya politik di Indonesia.
    Jika politik dinasti ingin dikurangi, biaya politik ini juga harus turun.
    Mahalanya biaya politik di Indonesia juga menjadi sorotan dari Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati.
    Neni menilai, tingginya biaya politik membuat aksesibilitas politik menjadi sangat terbatas.
    “Politik mahal hanya dapat diakses oleh mereka yang sedang berkuasa. Ini sangat bertentangan dengan nilai demokrasi yang sejatinya mendorong aspek inklusivitas,” ujar Neni, saat dihubungi, Selasa (30/9/2025).
    Selain memperkuat literasi publik hingga menurunkan biaya politik, Neni berharap aturan untuk membatasi politik dinasti bisa dibahas lagi oleh pemerintah.
    “Sebetulnya, saya punya harapan besar RUU Partai Politik masuk juga di prolegnas 2026 bersama dengan RUU Pemilu dan Pilkada,” kata dia.
    Ia menilai, politik dinasti bisa dikurangi jika ada syarat dan ketentuan pencalonan yang diperketat.
    Misalnya, seseorang baru bisa maju setelah tiga tahun menjalani kaderisasi dalam sebuah partai politik.
    Menurut dia, butuh pembekalan yang cukup agar kepala daerah memiliki kapasitas yang baik agar tidak dipertanyakan di muka publik.
    Lebih lanjut, pembatasan masa jabatan di lembaga legislatif juga perlu diatur.
    Terlebih, karena jabatan di lembaga eksekutif juga telah dibatasi hanya bisa dua periode.
    Pembatasan masa jabatan ini dinilai dapat mendorong regenerasi di tubuh partai.
    Sebab, selama ini, tokoh yang masuk ke DPR atau DPRD bisa menjabat hingga 20-30 tahun.
    “Selama ini, batasan periodisasi itu tidak ada sehingga partai menjadi institusi bisnis yang menumbuhsuburkan lahirnya politisi, tapi defisit negarawan,” tegas Neni.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anomali Gugatan Hasto soal UU Tipikor: DPR Setuju Revisi tapi Pilih Jalur MK
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Oktober 2025

    Anomali Gugatan Hasto soal UU Tipikor: DPR Setuju Revisi tapi Pilih Jalur MK Nasional 2 Oktober 2025

    Anomali Gugatan Hasto soal UU Tipikor: DPR Setuju Revisi tapi Pilih Jalur MK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sidang uji materi Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atau pasal perintangan penyidikan bergulir dengan agenda mendengar keterangan Presiden atau Pemerintah, dan DPR.
    Sidang ketiga perkara 136/PUU-XXIII/2025 yang diajukan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto itu digelar di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
    Keterangan pertama yang didengarkan adalah dari DPR yang saat itu diwakili oleh Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta.
    Wayan Sudirta hadir secara daring, membacakan alasan DPR bernada dukungan atas gugatan Hasto yang meminta agar ancaman hukuman penjara pelaku perintangan penyidikan kasus korupsi lebih ringan daripada yang diatur saat ini.
    Dalam Pasal 21 UU Tipikor dijelaskan, ancaman hukuman maksimal pelaku
    obstruction of justice
    kasus korupsi adalah 12 tahun.
    Hal ini dinilai kontradiktif dengan ancaman hukuman pidana pokok yang bisa lebih ringan, seperti kasus suap misalnya.
    Sudirta menilai, akan terjadi disparitas antara ancaman hukuman perintangan penyidikan dengan pidana pokok.
    Kader PDI-P ini kemudian merujuk beberapa negara lain, di mana ancaman pidana perintangan penyidikan harus lebih kecil dari pidana pokoknya.
    “Dengan merujuk Jerman, Belanda, Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat, ancaman hukuman
    obstruction of justice
    secara spesifik merujuk pada dan kurang dari bahkan hingga seperempat ancaman pidana tindak pidana awal atau pokok,” kata dia.
     
    Alasan lain, politikus PDI-P ini mengatakan Pasal 21 ini harus dimaknai bukan merupakan bagian tindak pidana korupsi.
    Karena itu, dia khawatir pasal tersebut justru digunakan untuk mengancam pihak lain yang bukan merupakan pelaku tindak pidana korupsi.
    “Pasal ini akan digunakan untuk mengancam pihak lain yang tidak merupakan bagian dari pelaku tindak pidana korupsi,” ucap Sudirta.
    Setelah memperkuat argumennya, Sudirta tiba pada permohonan agar Mahkamah Konstitusi menuruti keinginan Hasto agar ancaman maksimal pidana perintangan kasus korupsi dikurangi jadi tiga tahun.
    “Menyatakan bahwa Pasal 21 UU RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan sengaja secara melawan hukum mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung, penyidikan penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi melalui penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi,” kata Sudirta.
    “Dan atau janji untuk memberikan keuntungan yang tidak semestinya dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta, dan paling banyak Rp 600 juta,” sambung dia.
    Tak seperti DPR, pemerintah sebagai pembentuk undang-undang mempertahankan argumennya atas pembuatan Pasal 21 UU Tipikor tersebut.
    Mereka tetap bertahan dan meminta agar permohonan Hasto ditolak, bukan hanya dari sisi permohonan, tetapi juga kedudukan hukumnya.
    Sikap pemerintah ini disampaikan Kuasa Presiden yang diwakili Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
    “Menyatakan bahwa pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau
    legal standing
    ,” kata Leonard.
    “Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian pemohon tidak dapat diterima,” tutur Leonard.
    Selain meminta MK menolak permohonan Hasto, Leonard juga meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 21 yang digugat Hasto telah sesuai dengan konstitusi.
    “Menyatakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak bertentangan dengan pasal 1 ayat 3, pasal 24 ayat 1, pasal 28D ayat 1, dan pasal 28E UUD 1945,” kata dia.
     
    Mendengar sikap dua lembaga pembentuk undang-undang yang berbeda yakni antara pemerintah dan DPR, Hakim Konstitusi Saldi Isra angkat bicara.
    Dia menyebut, tak biasanya DPR yang dikenal galak mempertahankan produk legislasi mereka tiba-tiba menyetujui revisi undang-undang lewat jalur gugatan di MK.
    Karena pembentuk undang-undang seyogianya memiliki kewenangan merevisi kapan pun undang-undang yang dianggap tidak sesuai.
    Tapi kali ini berbeda, DPR menyetujui permintaan Hasto agar Pasal 21 UU Tipikor direvisi normanya untuk mengurangi ancaman pidana pelaku kejahatan perintangan penyidikan kasus korupsi.
    “Ini memang agak jarang-jarang suasananya terjadi ada pemberi keterangan (dari DPR-RI) yang setuju dengan permohonan pemohon,” kata Saldi Isra.
    Dia juga langsung menyindir kuasa hukum Hasto yang hadir dalam sidang tersebut, jika cerdas maka tak perlu ada lagi sidang lanjutan uji materi Pasal 21 UU Tipikor tersebut.
    Karena, DPR sudah menyatakan dukungan untuk mengubah Pasal 21 UU Tipikor sesuai keinginan Hasto.
    Pihak Hasto seharusnya langsung tancap gas ke Senayan, membawa proposal revisi UU Tipikor.
    “Sebetulnya kalau kuasa hukum pemohon cerdas, sudah saatnya ini datang ke DPR, biar DPR saja yang mengubahnya, tidak perlu melalui Mahkamah Konstitusi, biar komprehensif sekalian,” ucap Saldi.
    Di akhir kata, Saldi meminta agar DPR segera mengirimkan pernyataan tertulis agar menjadi pertimbangan hakim dalam uji materi UU Tipikor tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cucu Mahfud MD Keracunan MBG, Kepala BGN Minta Maaf 6.457 Orang Jadi Korban
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        2 Oktober 2025

    Cucu Mahfud MD Keracunan MBG, Kepala BGN Minta Maaf 6.457 Orang Jadi Korban Regional 2 Oktober 2025

    Cucu Mahfud MD Keracunan MBG, Kepala BGN Minta Maaf 6.457 Orang Jadi Korban
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com –
    Panggung rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, mendadak menjadi saksi sebuah permohonan maaf yang tak biasa pada Rabu (1/10/2025).
    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, secara terbuka meminta maaf kepada mantan Menkopolhukam Mahfud MD, hanya sehari setelah Mahfud mengungkap kisah pilu cucunya yang menjadi korban keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
    Sebelumnya, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD menceritakan pengalaman cucu keponakannya menjadi salah satu korban keracunan setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di Yogyakarta.
    Hal ini disampaikan Mahfud dalam cara di kanal YouTubenya yaitu Terus Terang Mahfud MD, yang tayang Selasa (30/9/2025).
    Dalam siaran YouTube-nya, Mahfud ditanya komentarnya soal program MBG yang dijalankan oleh pemerintah sekarang ini.
    “Cucu saya juga keracunan MBG di Jogja. Cucu ponakan, jadi saya punya keponakan, keponakan saya punya anak namanya Ihsan,” kata Mahfud.

    Mahfud mengatakan, siang hari usai menyantap menu MBG, delapan siswa termasuk cucunya mengalami muntah-muntah.
    Mereka kemudian dilarikan ke rumah sakit. Dia melanjutkan, ada dua orang cucunya bersekolah di sekolah tersebut dan mengalami keracunan.
    Tujuh orang siswa, termasuk cucunya yang lebih tua diperbolehkan pulang ke rumah setelah sehari sebelumnya muntah-muntah.
    “Jadi 6 (orang) dan kakaknya, habis muntah-muntah sehari, lalu disuruh pulang bisa dirawat di rumah,” kata Mahfud.
    Namun cucunya yang lain harus menjalani rawat inap selama empat hari akibat kejadian ini.
    “Tetapi yang satu ini harus dirawat 4 hari,” sambung dia.
    Dok.Andre Pratama Puskesmas Pulau Sebatik, Nunukan, Kaltara kebanjiran pasien anak yang diduga keracunan menu MBG
    Menurut Mahfud walaupun angka keracunan dinilai kecil oleh presiden namun tetap menyangkut nyawa seseorang.
    Mahfud juga membandingkan angka keracunan akibat MBG ini dengan kecelakaan pesawat.
    Dia mengatakan, kendati kecelakaan pesawat tidak sampai 0,1 persen, tetap akan membuat masyarakat khawatir dan ribut.
    “Itu menyangkut nyawa, menyangkut kesehatan. Ini bukan persoalan angka. Ini harus diteliti lagi,” tegas dia.
    Sebelumnya, Presiden Prabowo memastikan program MBG tetap berjalan. Hal itu ia sampaikan dalam sambutan pada acara akad massal 26.000 KPR FLPP di Cileungsi, Bogor, Senin (29/9/2025).
    Prabowo mengatakan, program tersebut telah menjangkau hampir 30 juta penerima manfaat dengan lebih dari 1 miliar paket makanan yang sudah disalurkan.
    Ia mengakui adanya kekurangan, termasuk kasus dugaan keracunan, namun menilai penyimpangan itu relatif kecil.
    “Deviasi itu adalah ternyata 0,0017, cukup membanggakan apa yang kita hasilkan,” ujar Prabowo.
     
    Mahfud menilai, program Makan Bergizi Gratis (MBG) tak jelas tata kelolanya dan perlu perbaikan.
    “Sangat perlu, mendesak diperbaiki tata kelolanya. Banyak pertanyaan-pertanyaan sebenarnya penyelenggara di bawah itu siapa pada tingkat bawah,” ujar Mahfud.
    “Pemerintah daerah tidak tahu, karena tidak dilibatkan, tapi saat ada keracunan mereka yang turun,” imbuh dia.
    Ia mencontohkan, ada satu sekolah yang gurunya tidak mendapatkan tambahan gaji namun dibebani tambahan tugas untuk membersihkan tempat makan MBG.
    Selain itu, jika dilihat dari sisi payung hukum menurut Mahfud program MBG tidak jelas payung hukumnya.
    “Apasih dasar hukum MBG ini? Perpres, PP, apa undang-undang,” kata dia.
    “Siapa yang melakukan apa, yang bertanggung jawab siapa kepada siapa, dari siapa kepada siapa kita kan tidak tahu. Sekolah tidak tahu menahu juga,” ucap dia.
    Padahal, lanjut Mahfud, pada asas-asas umum pemerintahan yang baik terdapat 8 asas salah satunya adalah asas kepastian hukum. Dengan adanya kepastian hukum melalui undang-undang, PP, atau Kepres penyelenggara dapat diukur kinerjanya telah baik atau tidak.
    “Kalau kita mengatakan di kabupaten, sekolah, atau dapur itu pengelolaan tidak benar.
    Terus apa ukuran ketidak benaran, kan harus ada tata kelolanya diatur misalnya dengan PP atau Kepres atau peraturan BGN misalnya atau apa harus jelas sehingga ada ukuran parameter yang memberikan kepastian,” jelas Mahfud.
    Pasca Mahfud MD menceritakan cucunya keracunan karena MBG di Yogyakarta, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana memberikan respon.
    Dadan menyampaikan permintaan maaf kepada eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD karena cucunya keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di Yogyakarta.
    “Ya kami mohon maaf atas hal itu,” kata Dadan saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
    Dadan mengatakan, hari ini BGN menggelar rapat bersama DPR RI, kementerian, dan lembaga terkait untuk mengatasi tata kelola pelaksanaan program MBG.
    “Kami kenapa rapat hari ini juga untuk memperbaiki terkait tata kelola,” ujar Dadan.
    Dalam rapat itu, Dadan dicecar anggota DPR RI terkait berbagai ribuan peristiwa keracunan yang menimpa siswa sekolah hingga ibu hamil setelah mengonsumsi MBG.
    Dadan menuturkan bahwa BGN mencatat ada lebih dari 6.457 orang terdampak keracunan MBG hingga 30 September 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kepala BGN Ungkap Alasan MBG Tetap Jalan di Tengah Rentetan Kasus Keracunan

    Kepala BGN Ungkap Alasan MBG Tetap Jalan di Tengah Rentetan Kasus Keracunan

    Jakarta

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkap alasan program Makan Bergizi Gratis (MBG) lanjut terus di tengah desakan pemberhentian menindaklanjuti temuan kasus keracunan. Dadan mengatakan banyak anak-anak yang tetap memerlukan kebutuhan gizi seimbang.

    “Ya begini, karena ini banyak ke anak yang sebetulnya membutuhkan intervensi pemenuhan gizi dengan menu seimbang,” kata Dadan usai Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).

    Dadan mengatakan pendistribusian MBG adalah hak penerima manfaat. Ia menyebut BGN akan mengevaluasi tata kelola MBG supaya tak ada lagi temuan kasus keracunan di lapangan.

    “Jadi saya kira hak ini harus kita berikan dan kita akan perbaiki tata kelolanya sebaik mungkin, sehingga apa yang diberikan oleh pemerintah itu aman untuk dikonsumsi,” kata Dadan.

    Ia lantas menegaskan jika program MBG ini akan diteruskan. “Insyaallah (MBG tetap jalan,” sambungnya.

    Koordinator Program dan Advokasi JPPI, Ari Hadianto, sempat menyampaikan hal itu di Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI, Senin (22/9/2025). Ari menyebutkan temuan dugaan keracunan lantaran ada kesalahan sistem di BGN.

    “Tolong wakilkan kami untuk sampaikan ini kepada ke Pak Prabowo. Pertama, hentikan program MBG sekarang juga. Ini bukan kesalahan teknis, tapi kesalahan sistem di BGN karena kejadiannya menyebar di berbagai daerah,” kata Ari dalam rapat tersebut.

    “Jadi jangan jadikan anak itu dari target-target program politik yang akhirnya malah menyampingkan keselamatan anak dan tumbuh kembang anak,” ujar Ari.

    “Maka kami meminta dengan hormat kepada para Bapak Ibu anggota Dewan, anggota Komisi IX, sampaikan rekomendasi ini kepada Pak Presiden dan kami minta hentikan MBG dan evaluasi total,” ungkapnya.

    (dwr/azh)

  • Alasan Kepala BGN Tetap Lanjutkan MBG meski Ditolak Banyak Pihak
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Oktober 2025

    Alasan Kepala BGN Tetap Lanjutkan MBG meski Ditolak Banyak Pihak Nasional 1 Oktober 2025

    Alasan Kepala BGN Tetap Lanjutkan MBG meski Ditolak Banyak Pihak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan alasan pemerintah tetap melanjutkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) meski muncul penolakan dari banyak wali murid buntut kasus keracunan makanan.
    Dadan mengatakan banyak anak Indonesia yang membutuhkan intervensi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan gizi mereka.
    “Ya begini, karena ini banyak ke anak yang sebetulnya membutuhkan intervensi pemenuhan gizi dengan menu seimbang,” ujar Dadan saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
    Menurut Dadan, hak anak-anak yang membutuhkan asupan gizi itu harus dipenuhi.
    Dadan berjanji akan memperbaiki tata kelola MBG yang diwarnai keracunan massal di berbagai daerah.
    “Kita akan perbaiki tata kelolanya sebaik mungkin, sehingga apa yang diberikan oleh pemerintah itu aman untuk dikonsumsi,” titir Dadan.
    Adapun Dadan hadir ke DPR RI untuk mengikuti Rapat Kerja (Raker) yang digelar Komisi IX DPR bersama Menteri Kesehatan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kepala BKKBN.
    Dalam rapat itu, banyak anggota DPR RI meminta penjelasan kepada Dadan terkait berbagai kasus keracunan.
    Mereka juga mempertanyakan kemungkinan beban dapur MBG untuk menyiapkan 3.000 porsi setiap hari diturunkan.
    Sebelumnya, banyak wali murid yang menyatakan menolak anak mereka mengikuti atau memakan MBG.
    Wali murid di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al Izzah Kota Serang, Banten, misalnya, menyatakan keberatan dengan MBG.
    Mereka juga keberatan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG ada di sekolah.
    “Kami sudah membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan biaya masuk yang cukup besar, sampai belasan juta. Kalau sudah mampu membiayai itu, kenapa harus ada MBG masuk ke dalam sekolah,” katanya usai audiensi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Serang, Senin (29/9/2025).
    Selain itu, sejumlah emak-emak juga menggelar unjuk rasa menolak MBG di Istana Negara.
    Mereka protes dengan memukul alat dapur.
    Unjuk rasa serupa sebelumnya diikuti puluhan ibu-ibu di Yogyakarta.
    Mereka juga memukul alat dapur sebagai bentuk protes terhadap program MBG pemerintah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fraksi Golkar DPR Dorong UU Sisdiknas Direvisi, Ini Alasannya

    Fraksi Golkar DPR Dorong UU Sisdiknas Direvisi, Ini Alasannya

    Jakarta

    Ketua Fraksi Golkar DPR RI, Sarmuji, mendorong Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) direvisi usai diterapkan selama 22 tahun. Sarmuji mempertanyakan nasib pendidikan di Indonesia saat ini.

    Hal itu disampaikan Sarmuji dalam Focus Group Discussion (FGD) Revisi UU Sisdiknas, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025). Ia menyebut sistem pendidikan di Tanah Air harus direvisi ulang demi kebaikan generasi ke depan.

    “UU Sisdiknas ini sudah berusia 22 tahun, bisa dikatakan satu generasi. Saatnya kita bertanya, bagaimana hasilnya? Apa kabar pendidikan kita hari ini? Kita perlu melakukan review menyeluruh agar sistem pendidikan benar-benar menjadi motor kemajuan bangsa,” kata Sarmuji.

    Dia mencontohkan negara seperti Korea Selatan dan China yang dahulu sama-sama negara berkembang, tetapi kini telah melesat menjadi negara maju. Menurutnya, pendidikan di Indonesia terbuka peluang bernasib yang sama.

    “Ada satu faktor penting yang membuat mereka bisa melakukan lompatan vertikal peradaban, yaitu pendidikan. Kita pun bisa melakukan lompatan serupa asalkan ada perubahan fundamental dalam sistem pendidikan kita,” ujar Sarmuji.

    Lebih lanjut, Sekjen Partai Golkar ini menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang mewajibkan negara menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa biaya dan tanpa diskriminasi. Menurutnya, putusan MK itu jangan sampai mematikan partisipasi masyarakat.

    “Lembaga pendidikan yang dikelola swasta banyak yang terbukti lebih maju. Putusan MK jangan sampai mematikan partisipasi masyarakat, sebaliknya harus memperkuatnya sebagai komplemen peran negara,” ucapnya.

    Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi UU Sisdiknas, Hetifah Sjaifudian, hari ini resmi menerima Draft RUU Sisdiknas beserta Naskah Akademik (NA) dari Badan Keahlian DPR RI.

    Penyerahan ini menandai langkah penting dalam proses legislasi yang akan menjadi dasar pembahasan lanjutan, mulai dari konsultasi publik, harmonisasi di Badan Legislasi DPR RI, hingga nantinya dibawa ke Rapat Paripurna untuk disetujui sebagai RUU Inisiatif DPR RI.

    Hetifah menegaskan bahwa penerimaan draf ini merupakan tahap awal dari proses panjang penyusunan revisi UU Sisdiknas.

    “Kami berkomitmen untuk membuka ruang seluas-luasnya bagi partisipasi publik, sehingga RUU ini benar-benar menjawab kebutuhan bangsa dan memajukan pendidikan nasional,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (1/10/2025).

    (dwr/fas)

  • BGN Respons Desakan Masif agar MBG Disetop

    BGN Respons Desakan Masif agar MBG Disetop

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Gizi Nasional (BGN) angkat suara perihal desakan masif dari berbagai lapisan masyarakat agar proyek Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan.

    Kepala BGN Dadan Hindayana memastikan bahwa program prioritas pemerintah ini akan terus berlanjut seiring dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak di Indonesia.

    “Karena ini banyak anak-anak yang sebetulnya membutuhkan intervensi pemenuhan gizi dengan menu seimbang. Jadi saya kira hak ini harus kita berikan,” katanya kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).

    Lebih lanjut, Dadan menjelaskan bahwa BGN akan memperbaiki tata kelola program MBG ini dengan sebaik mungkin, sehingga makanan yang diberikan aman untuk dikonsumsi.

    Dia lantas menanggapi usulan terkait dasar hukum MBG untuk diatur dalam undang-undang (UU). Menurutnya, usulan tersebut muncul dari penerapan program serupa di berbagai negara yang tidak terbatas oleh periode pemerintahan.

    Dadan menyebut bahwa MBG juga merupakan proyek jangka panjang, sehingga memandang bahwa dasar hukum berbentuk UU dapat menjadikan dasar penerapannya menjadi lebih kuat.

    “Jadi kalau nanti masyarakat melihat bahwa program ini perlu dilanjutkan dan tidak terbatas pada periode pemerintahan, saya kira kalau mau kuat ya harus lewat undang-undang,” ucapnya.

    Sebelumnya, BGN menyampaikan lebih dari 6.457 orang di berbagai wilayah terdampak keracunan MBG hingga 30 September 2025.

    Hal tersebut disampaikan BGN dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI bersama Menteri Kesehatan (Menkes), Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hari ini.

    Sementara itu, jumlah SPPG pada periode yang sama telah mencapai 10.012 unit, yang tersebar di 38 provinsi, 509 kabupaten, dan 7.022 kecamatan di penjuru Tanah Air.