kab/kota: Roma

  • Heboh Paus Fransiskus Pakai Istilah Menghina untuk LGBT

    Heboh Paus Fransiskus Pakai Istilah Menghina untuk LGBT

    Vatican City

    Paus Fransiskus dilaporkan menggunakan istilah yang sangat menghina untuk menyebut komunitas LGBT saat berbicara dalam pertemuan pribadi dengan para uskup. Sang pemimpin umat Katolik sedunia ini juga disebut menegaskan kembali posisinya bahwa kaum gay tidak boleh diizinkan menjadi pastor.

    Seperti dilansir media Sky News, Selasa (28/5/2024), laporan surat kabar terbesar di Italia La Repubblica dan Corriere della Sera menyebut Paus Fransiskus menyampaikan pernyataan dengan menggunakan kata-kata yang sangat ofensif untuk komunitas LGBT dalam pertemuan tertutup dengan para uskup.

    Kedua surat kabar Italia itu melaporkan bahwa Paus Fransiskus menggunakan istilah vulgar dalam bahasa Italia “frociaggine” yang merupakan sebutan kasar untuk homoseksualitas. Istilah vulgar tersebut digunakan Paus Fransiskus ketika menggambarkan sekolah tinggi pastoral sudah terlalu penuh dengan homoseksualitas.

    Disebutkan bahwa momen itu terjadi pada 20 Mei lalu, seperti pertama kali diberitakan oleh situs gosip politik Dagospia, ketika Konferensi Uskup Italia menggelar pertemuan pribadi dengan Paus Fransiskus.

    Sementara La Repubblica mendasarkan laporannya pada beberapa sumber yang tidak disebutkan secara spesifik, dan Corriere mengutip para uskup, yang enggan disebut namanya, yang menyatakan bahwa Paus Fransiskus yang berasal dari Argentina mungkin tidak menyadari istilah vulgar Italia itu bersifat sangat menghina.

    Vatikan belum mengomentari laporan tersebut.

    Laporan ini memicu kehebohan karena Paus Fransiskus yang kini berusia 87 tahun, menuai pujian dalam memimpin Gereja Katolik Roma mengambil pendekatan yang lebih ramah terhadap komunitas LGBT.

    Lihat juga Video: Gus Yahya soal Kunjungan Paus Fransiskus: Pererat Komunikasi NU-Vatikan

    Pada awal kepausannya tahun 2013 lalu, Paus Fransiskus pernah berkata: “Jika seseorang gay dan mencari Tuhan serta memiliki niat baik, siapakah saya berhak menghakimi?”

    Tahun lalu, Paus Fransiskus mengizinkan para pastor untuk memberkati pasangan sesama jenis. Hal itu langsung memicu reaksi keras dari kalangan konservatif.

    Namun tahun 2018 lalu, Paus Fransiskus mengatakan kepada para uskup di Italia untuk berhati-hati memeriksa calon pastor dan menolak siapa pun yang diduga seorang homoseksual.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Mengenal Apa Itu ICJ atau Pengadilan Keadilan Internasional

    Mengenal Apa Itu ICJ atau Pengadilan Keadilan Internasional

    Jakarta

    International Court of Justice (ICJ) adalah Pengadilan Keadilan Internasional. Mahkamah Internasional atau Mahkamah Dunia ini merupakan sebuah badan kehakiman utama Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB (United Nations/UN).

    Berikut penjelasannya lebih lanjur:

    Apa Itu ICJ?

    Mengutip situs resminya, ICJ adalah badan peradilan utama PBB yang didirikan berdasarkan Piagam PBB, pada bulan Juni 1945 dan mulai bekerja pada bulan April 1946. Pembentukan ICJ ini merupakan puncak dari proses panjang pengembangan metode penyelesaian sengketa internasional secara damai.

    Tempat kedudukan kantor ICJ berada di Istana Perdamaian di Den Haag, Belanda. Ini merupakan satu-satunya badan PBB yang tidak berlokasi di New York, Amerika Serikat.

    Keanggotaan ICJ

    ICJ terdiri dari 15 hakim, yang dipilih untuk menjabat dengan masa jabatan selama 9 tahun, yang dipilih oleh Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB. Mahkamah ini dibantu oleh sebuah Registry, yakni semacam badan administratif.

    Badan-badan tersebut memberikan suara secara bersamaan namun terpisah. Untuk dapat terpilih, seorang kandidat harus mendapatkan mayoritas mutlak suara di kedua badan tersebut, yakni Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB.

    Untuk menjamin kesinambungan, sepertiga dari anggota ICJ dipilih setiap 3 tahun sekali. Para hakim dapat dipilih kembali. Apabila seorang hakim meninggal dunia atau mengundurkan diri selama masa jabatannya, pemilihan khusus diadakan sesegera mungkin untuk memilih seorang hakim untuk mengisi bagian masa jabatan yang belum berakhir.

    Peran dan Cara Kerja ICJ

    ICJ dapat menangani dua jenis kasus: sengketa hukum antara negara-negara yang diajukan oleh negara-negara yang bersangkutan (kasus-kasus yang disengketakan) dan permintaan pendapat penasehat mengenai masalah-masalah hukum yang diajukan oleh badan-badan khusus PBB (proses penasehat).

    Bedanya ICJ dengan ICC

    Sama-sama merupakan sebuah Mahkamah Internasional atau Mahkamah Dunia, lantas apa bedanya ICJ (International Court of Justice) dengan ICC (International Criminal Court)?

    Secara umum, ICJ menyelesaikan sengketa antar-negara, sedangkan ICC menuntut individu atas kejahatan. Dan baik ICJ maupun ICC memiliki peran penting dalam meminta pertanggungjawaban negara dan orang-orang di dalam negara tersebut atas tindakan mereka.

    ICC sendiri merupakan Pengadilan Pidana Internasional yang menyelidiki dan, jika diperlukan, mengadili orang-orang atau individu yang didakwa melakukan empat jenis tindak kejahatan terberat yang dilakukan oleh individu yang menjadi perhatian masyarakat internasional.

    Empat kejahatan terberat yang dimaksud yaitu genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi. Sebagai pengadilan terakhir, pengadilan ini berusaha untuk melengkapi, bukan menggantikan, pengadilan nasional. (Sesuai Statua Roma)

    (wia/imk)

  • Tiga Organisasi Wartawan Kediri Tolak RUU Penyiaran

    Tiga Organisasi Wartawan Kediri Tolak RUU Penyiaran

    Kediri (beritajatim.com) – Puluhan wartawan di Kediri yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Kediri, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kediri raya, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri unjuk rasa menolak draf Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang diinisiasi DPR di Taman Makam Pahlawan Joyoboyo, pada Jumat (17/5/2024).

    Selain berorasi, wartawan juga membentangkan banner berisi tuntutan, salah satu isinya yakni RIP Kebebasan PERS, selain itu dilakukan aksi tabur bunga dan foto dengan pose menutup mulut dengan menggunakan id card.

    Ketua IJTI Korda Kediri, Roma Dwi Juliandi meminta kepada komisi I DPR RI supaya meninjau kembali, mengkaji ulang, bahkan bila perlu mencabut RUU penyiaran tersebut sebab media sangat tidak setuju jika adanya pelarangan untuk melakukan investigasi.

    “Perlu kita ketahui bersama bahwa investigasi itu adalah merupakan mahkota daripada jurnalis dan merupakan mahkota daripada media. Kita tidak berbicara pada anggaran, memang investigasi memerlukan anggaran yang besar, tetapi jika hasil itu bisa dicapai produk jurnalistik tersebut itu merupakan suatu karya yang menjadi mahkota yang tentunya hal ini tidak bisa dibungkam begitu saja,”ucapnya.

    Bambang Iswahyoedhi, Ketua PWI Kediri Raya mengatakan jika aksi ini dilakukan di lapangan sebab ia ingin masyarakat tahu dan paham bahwa para jurnalis ini adalah pro rakyat yang ingin mengetahui informasi dengan baik sesuai dengan data data yang jelas.

    “Kalau ini nanti diberangus secara otomatis hasil karya jurnalis itu tidak akan ada artinya, untuk itu kita berteriak di jalan tujuannya masyarakat yang lewat tahu bahwa kita adalah membela rakyat sesuai dengan pilar keempat demokrasi,” pungkasnya.

    Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, Danu Sukendro mengatakan, dengan adanya undang undang penyiaran ini banyak hal yang sangat membatasi seperti jurnalisme investigasi, kewenangan penanganan sengketa jurnalistik penyiaran dan tidak hanya melanggar undang undang pers, tapi juga melanggar hak asasi manusia.

    “Kita jurnalis bekerja untuk memenuhi masyarakat untuk tahu, atau public rights to know yang mana itu tercantum dalam UUD 1945 nomor 18 F yang mana masyarakat berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, dengan adanya pembatasan itu saya pikir itu menjadi sebuah catatan atau raport merah bagi DPR jika itu menjadi goal,” tambahnya. [nm/ted].

  • Mesranya Hubungan Vatikan-Pemerintah Komunis Vietnam, Ada Apa?

    Mesranya Hubungan Vatikan-Pemerintah Komunis Vietnam, Ada Apa?

    Jakarta

    Awal bulan ini, Uskup Agung Paul Richard Gallagher, sekretaris Vatikan untuk hubungan dengan negara-negara dan organisasi internasional, menyelesaikan perjalanan kerja enam hari ke Vietnam untuk mengantisipasi rumor kunjungan Paus Fransiskus di akhir tahun.

    Gallagher, diplomat tertinggi kepausan, bertemu dengan perdana menteri dan menteri luar negeri Vietnam dan menyatakan “terima kasih” Vatikan atas kemajuan yang dicapai dalam meningkatkan hubungan antara kedua negara, termasuk keputusan Hanoi tahun lalu yang mengizinkan Vatikan mengirimkan duta besar pertamanya ke Vietnam dalam beberapa dekade.

    Sebuah kelompok kerja gabungan dibentuk pada 2009 untuk memperbaiki hubungan yang terputus pada tahun 1975, setelah Partai Komunis Vietnam merebut kekuasaan atas seluruh negeri setelah berakhirnya Perang Vietnam.

    Dialog mencapai puncaknya pada Juli lalu dengan kunjungan mantan presiden Vietnam, Vo Van Thuong ke Vatikan, yang juga bertemu dengan Paus Fransiskus. Pada bulan Desember, Vatikan menunjuk perwakilan tetapnya yang pertama di Vietnam dalam beberapa dekade terakhir.

    Hanoi juga mengundang Paus Fransiskus untuk mengunjungi Vietnam, yang diyakini telah dibahas selama kunjungan Gallagher bulan ini dan ketika Paus bertemu dengan delegasi Partai Komunis Vietnam di Roma pada bulan Januari.

    Namun pengunduran diri Thuong sebagai presiden bulan lalu di tengah kampanye anti-korupsi nasional mungkin mempersulit perundingan mengenai kunjungan Paus, meskipun kunjungan tersebut diperkirakan tetap dilakukan akhir tahun ini.

    Kekhawatiran atas hak beragama

    Meskipun umat Katolik hanya berjumlah 6% dari populasi Vietnam, mereka mewakili sekitar setengah dari seluruh penduduk Vietnam yang mengaku beragama, menurut sensus 2019.

    Pada Desember 2022, Amerika Serikat memasukkan Vietnam ke dalam daftar pengawasan khusus mengenai kebebasan beragama karena “telah terlibat atau menoleransi pelanggaran berat terhadap kebebasan beragama.” Beberapa bulan kemudian, otoritas komunis menerbitkan buku putih tentang kebijakan agama yang dimaksudkan untuk menguraikan kebijakan “komprehensif” untuk menjamin kebebasan beragama.

    Pada awal 2018, Vietnam mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan komunitas keagamaan untuk mendaftarkan organisasi dan tempat ibadah mereka kepada pemerintah sebelum mereka diizinkan untuk melakukan kegiatan keagamaan.

    Ancaman pengaruh asing

    Awal tahun ini, sebuah kelompok kampanye hak asasi manusia membocorkan Directive 24, sebuah dokumen “keamanan nasional” yang dibuat oleh Politbiro Partai Komunis yang menurut para analis menunjukkan keinginan pihak berwenang untuk meningkatkan penindasan terhadap institusi dan gagasan yang dapat dipengaruhi oleh pemerintah asing.

    Laporan ini berfokus pada identitas agama dan etnis, termasuk nasihat kepada pihak berwenang untuk “mencegah pembentukan organisasi buruh berdasarkan etnis dan agama.”

    Seorang aktivis hak-hak beragama di Vietnam, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan bahwa pemulihan hubungan dengan Vatikan dapat menyebabkan negara Vietnam mengurangi kendali atas urusan umat Katolik di dalam negeri.

    Namun aktivis tersebut menambahkan bahwa meskipun ada peningkatan hak bagi umat Katolik, hal ini tidak mungkin terjadi pada kelompok agama lain yang tertindas, seperti umat Buddha Theravada dari Khmer Krom, kelompok minoritas di selatan, atau Protestan Dega di dataran tinggi tengah Vietnam.

    Aktivis hak asasi manusia terkemuka lainnya berargumen bahwa Vietnam dimanfaatkan secara sinis oleh Vatikan agar Gereja Katolik bisa bersahabat dengan negara-negara komunis, misalnya Tiongkok, yang juga terlibat dalam perundingan pemulihan hubungan dengan Vatikan.

    Desember lalu, Paus Fransiskus mengatakan perlu dilakukan lebih banyak upaya untuk menyangkal klaim bahwa “gereja tidak menerima budaya atau nilai-nilai [Tiongkok], atau bahwa gereja bergantung pada kekuatan asing.”

    Agama tidak lagi menjadi fokus Uni Eropa

    Hubungan Vatikan-Vietnam juga menimbulkan pertanyaan tentang seberapa serius Eropa memperhatikan hak-hak beragama di negara-negara otoriter seperti Vietnam.

    “Fakta yang menyedihkan adalah Uni Eropa dan sebagian besar negara anggotanya tidak sadarkan diri ketika harus membela kebebasan beragama di Vietnam,” kata Phil Robertson, wakil direktur divisi Asia Human Rights Watch.

    “Uni Eropa harus mempunyai alasan yang sama dengan AS dan negara-negara lain yang berpikiran sama untuk menuntut pemerintah Vietnam mencabut kontrol administratifnya yang ketat terhadap agama, dan membiarkan para pemimpin agama dan pengikutnya menjalankan ibadah tanpa campur tangan terus-menerus,” tambahnya. (rs/hp)

    Lihat juga Video ‘Paus Fransiskus Kutuk Serangan di Moskow: Tindakan Menyinggung Tuhan’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Geger Kardinal Kanada Dituduh Lakukan Pelecehan Seksual terhadap ABG

    Geger Kardinal Kanada Dituduh Lakukan Pelecehan Seksual terhadap ABG

    Ottawa

    Kardinal Kanada Gerald Lacroix dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap seorang remaja perempuan. Tuduhan ini terungkap dalam dokumen gugatan class action terhadap Keuskupan Agung Quebec.

    Seperti dilansir AFP, Jumat (26/1/2024), pengacara yang menangani gugatan itu, Alain Arsenault, menuturkan bahwa Lacroix yang berusia 66 tahun telah menghadapi tuduhan pelecehan dan penyerangan seksual sejak tahun 1987 dan 1988 silam, ketika korban berusia 17 tahun.

    Arsenault mengatakan bahwa para korban kini merasa lebih bebas untuk bersuara, dan mereka yang dituduh “telah dilindungi untuk waktu yang lama”. Dia berharap lebih banyak korban yang akan melapor dan bergabung dalam gugatan class action tersebut.

    Lacroix yang dikenal dekat dengan Paus Fransiskus ini pernah menjadi Uskup Agung Quebec sejak tahun 2011 dan menjadi Kardinal sejak tahun 2014. Dia menjabat sejak taun lalu di Dewan Penasihat Kardinal Paus, yang menghadiri pertemuan rutin di Vatikan.

    Gugatan class action itu merupakan gugatan terbaru dari kasus pertama yang diajukan tahun 2022 lalu. Terdapat kesaksian dari 147 orang yang mengklaim mereka menjadi korban pelecehan seksual oleh lebih dari 100 pastor di Keuskupan Agung tersebut, beberapa di antaranya rohaniwan tingkat tinggi.

    Gugatan terbaru itu mencakup penambahan 46 korban, dan menyebut lebih dari selusin tersangka baru.

    Juru bicara Keuskupan Agung Quebec, Valeria Roberge-Dion, memberikan tanggapan atas gugatan terbaru itu. “Kami masih terkejut saat mencoba memahami perkembangan terbaru ini,” ucapnya.

    Saksikan juga ‘Kala Pastor Disanksi Gegara Izinkan Sabrina Carpenter Syuting di Gereja’:

    Sejak Paus Fransiskus terpilih tahun 2013 lalu untuk memimpin Gereja Katolik Roma, setidaknya ada tiga kardinal lainnya, termasuk Ouellet, yang menghadapi tuduhan pelecehan seksual.

    Akhir tahun 2022, Kardinal Prancis Jean-Pierre Ricard yang mantan Uskup Agung Bordeaux mengakui dirinya telah “berperilaku tercela” terhadap seorang perempuan muda sekitar 35 tahun yang lalu. Jaksa Prancis menutup kasus itu karena statuta limitasinya telah berakhir, namun penyelidikan Vatikan terus berlanjut.

    Paus Fransiskus menjadikan pemberantasan pelecehan seksual di gereja sebagai salah satu misi utama kepausannya, dan menekankan kebijakan “tanpa toleransi” di tengah berbagai skandal yang berdampak luas.

    Paus Fransiskus bahkan membentuk komisi untuk pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, menyingkap tabir kerahasiaan yang menyelubungi perilaku kriminal para pastor selama beberapa dekade.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Mahkamah Internasional Sidangkan Gugatan Afsel terhadap Israel, RI Tak Ikut Gugat?

    Mahkamah Internasional Sidangkan Gugatan Afsel terhadap Israel, RI Tak Ikut Gugat?

    Den Haag

    Komnas HAM mendorong Indonesia untuk melakukan intervensi di Mahkamah Internasional (ICJ) dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan. Namun, Indonesia bukanlah negara peratifikasi Konvensi Genosida. Lantas tindakan konkret apa yang bisa dilakukan Indonesia?

    Mahkamah Internasional (ICJ) dijadwalkan menggelar sidang perdana gugatan yang dilayangkan oleh Afrika Selatan terhadap Israel yang dituding melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza pada 11 dan 12 Januari.

    Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan: “Indonesia secara konsisten berdiri tegak bersama bangsa Palestina memperjuangkan hak-haknya serta melawan kekejaman dan penjajahan Israel” dalam pernyataan pers tahunannya untuk 2024.

    Komnas HAM mendorong pemerintah Indonesia “untuk melakukan intervensi di ICJ dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan di ICJ.”

    Akan tetapi, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI mengatakan Indonesia “secara hukum tidak bisa menggugat” karena dasar gugatan adalah Konvensi Genosida Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Indonesia bukanlah Negara Pihak negara yang setuju untuk terikat perjanjian internasional berkekuatan hukum.

    Lantas bagaimana Indonesia berperan nyata dalam menangani situasi krisis kemanusiaan di dunia seperti apa yang terjadi di Gaza saat ini?

    Berikut ini adalah sejumlah hal yang perlu Anda ketahui tentang sidang gugatan Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional yang digelar pekan ini.

    Sejumlah warga Palestina berduka atas meninggalnya orang terdekat mereka yang meninggal akibat serangan Israel pada 10 Januari 2024 (Getty Images)

    Apa itu Konvensi Genosida?

    Konvensi tentang Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genosida disahkan PBB pada 9 Desember 1948.

    Ahli hukum Rafael Lemkin, yang berkebangsaan Polandia-Yahudi, merancang isi Konvensi dan dia juga yang menemukan kata “genosida”.

    Genosida sendiri adalah tindakan yang bertujuan menghancurkan suatu bangsa, kelompok etnis, ras, atau komunitas penganut agama secara keseluruhan atau sebagian.

    Genosida adalah salah satu kejahatan internasional yang paling sulit dibuktikan.

    Konvensi Genosida PBB secara efektif dilaksanakan pada 12 Januari 1951. Per April 2022, ada 153 negara yang menjadi negara pihak. Negara pihak adalah negara yang setuju untuk terikat perjanjian internasional berkekuatan hukum.

    Apa upaya hukum Afrika Selatan terhadap Israel?

    Gugatan Afrika Selatan diajukan melalui ICJ di Den Haag, Belanda, pada 29 Desember tahun lalu dan Mahkamah dijadwalkan menggelar sidang perdana pada 11 dan 12 Januari minggu ini.

    Afrika Selatan menyusun berkas gugatan setebal 84 halaman yang menyebut aksi-aksi Israel “merupakan sebuah genosida karena mereka berniat menghancurkan” orang-orang Palestina di Gaza “secara substansial”.

    Afrika Selatan mengatakan aksi-aksi genosida ini meliputi pembunuhan, penganiayaan yang berdampak serius terhadap kejiwaan dan fisik, dan secara sengaja membuat kondisi-kondisi yang “menghancurkan [orang-orang Palestina] secara komunitas”.

    Gugatan Afrika Selatan menyebut pernyataan demi pernyataan yang dikeluarkan para pejabat Israel menyiratkan niat genosida.

    Mahkamah Internasional (ICJ) berlokasi di Den Haag, Belanda (Reuters)

    Menurut Juliette McIntyre, seorang dosen hukum dari Universitas South Australia, gugatan terhadap Israel “sangatlah komprehensif” dan “disusun dengan cermat”.

    “Susunan berkas ini merespon semua argumen yang mungkin disebutkan Israel dan juga mengantisipasi klaim-klaim bahwa mahkamah tidak memiliki kewenangan,” ujar McIntyre kepada BBC.

    Teuku Rezasyah, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Bandung, menyoroti kesamaan pandangan antara Afrika Selatan dan Indonesia dalam konteks dukungan terhadap Palestina.

    “Tampaknya terdapat pembagian tanggung jawab di Mahkamah Internasional bagi Indonesia dan Afrika Selatan, yakni dalam kerangka kerjasama Selatan-Selatan dan Dasasila Bandung,” ujar Rezasyah kepada BBC Indonesia.

    Bagaimana posisi Indonesia dalam Konvensi Genosida?

    Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, dalam siaran pers pada Selasa (09/01) mengatakan Komnas HAM Palestina mengimbau mereka untuk mendukung upaya hukum Afrika Selatan di Mahkamah Internasional.

    “[Komnas HAM RI] mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan intervensi di ICJ dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan di ICJ atas dugaan genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza Palestina,” tutur Atnike dalam pernyataan tertulisnya.

    Menanggapi rilis Komnas HAM tersebut, Kementerian Luar Negeri mengatakan Indonesia “secara moral dan politis” mendukung sepenuhnya upaya hukum Afrika Selatan atas dugaan genosida Israel di Gaza.

    “Namun secara hukum Indonesia tidak bisa ikut menggugat karena dasar gugatan adalah Konvensi Genosida dimana Indonesia bukan Negara Pihak,” ujar juru bicara Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal melalui pesan teks yang diterima BBC Indonesia.

    Baca juga:

    “Di sisi lain […]Majelis Umum PBB telah meminta saran dan pendapat Mahkamah Internasional mengenai “status dan konsekuensi hukum” pendudukan Israel terhadap Palestina,” terangnya.

    Dalam kaitan ini, kata Iqbal, pada 19 Februari 2024 mendatang Menlu Retno Marsudi dijadwalkan hadir untuk menyampaikan pendapat lisan di depan Mahkamah Internasional guna mendorong Mahkamah memberikan pendapat lisan seperti yang diminta oleh Majelis Umum PBB.

    Indonesia adalah satu dari beberapa anggota PBB yang tidak menjadi Negara Pihak dalam Konvensi Genosida.

    Dosen senior untuk Kajian Indonesia dari Universitas Queensland, Annie Pohlman, mengatakan dalam makalahnya bahwa Indonesia sepertinya tidak akan meratifikasi Konvensi Genosida juga instrumen HAM kuat lainnya seperti Statuta Roma dalam waktu dekat mengingat sejarah panjang dan kelamnya seperti pelanggaran HAM 1995-1996.

    “Retorika ritualisme hak asasi manusia Indonesia hanya akan bisa menjadi janji-janji kosong,” tulis Pohlman dalam esai bertajuk Indonesia and the UN Genocide Convention: The Empty Promises of Human Rights Ritualism (Indonesia dan Konvensi Genosida PBB: Janji-Janji Kosong Ritualisme Hak Asasi Manusia).

    BBC Indonesia telah memperoleh izin dari Pohlman untuk mengutip makalahnya.

    Secara terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyoroti komitmen pemerintah Indonesia dalam bidang hak asasi manusia (HAM) yang menurutnya “setengah hati”.

    “Dalam kebijakan luar negeri dan sikap RI dalam forum regional maupun multilateral yang membahas krisis hak asasi manusia di sejumlah wilayah maupun dalam kaitan dengan ratifikasi perjanjian internasional […] seperti Suriah dan Palestina, baru sebatas pernyataan moral. Belum ada langkah konkret,” ujar Usman kepada BBC Indonesia.

    Menurut pegiat HAM itu, Indonesia baru sebatas komitmen normatif dan masih bersikap setengah hati di tingkat ratifikasi perjanjian internasional sehingga pelaksanaannya di lapangan menjadi tidak efektif.

    “Bahkan ada sejumlah perjanjian penting yang relevan dengan situasi krisis di Palestina, Ukraina, hingga Myanmar tapi hingga kini tidak kunjung diratifikasi. Contohnya Konvensi Genosida, Konvensi Pengungsi dan Statuta Roma.”

    Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi menyanggah tuduhan bahwa negaranya melakukan genosida di ICJ dalam sidang pada Desember 2019 silam (Reuters)

    “Bahkan agenda ratifikasi Statuta Roma kini dihapus dari RANHAM [Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia],” ujar Usman.

    Implikasinya, kata Usman, adalah Indonesia semakin kehilangan pijakan untuk berperan secara nyata dalam menangani situasi krisis kemanusiaan di dunia.

    Menanggapi pertanyaan mengenai kenapa Indonesia masih belum meratifikasi perjanjian relevan untuk krisis HAM seperti Konvensi Genosida PBB, Usman menjawab: “Indonesia memiliki sejarah kekerasan politik yang panjang”.

    “Termasuk yang dapat digolongkan ke dalam jenis kejahatan paling serius seperti kejahatan kemanusiaan dan genosida,” ujar Usman.

    Sementara menurut Teuku Rezasyah, Indonesia belum meratifikasi Konvensi Genosida “karena belum adanya kepaduan sikap diantara pemerintah, parlemen, dan masyarakat umum”.

    Apa Indonesia bisa berperan lebih banyak terkait Palestina?

    Menurut Kishino Bawono, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Katolik Parahyangan dengan fokus kajian Timur Tengah, posisi Indonesia di peta perpolitikan dunia belum bisa dikatakan middle power (kekuatan menengah) apalagi major power (kekuatan besar).

    Hal ini membuat pengaruh Indonesia di mata internasional tidak akan terlalu signifikan dalam konteks menyuarakan isu kemanusiaan di Palestina.

    “Tidak heran jika memang kita hanya sibuk dengan pernyataan-pernyataan saja dan pertemuan-pertemuan yang juga menghasilkan pernyataan-pernyataan serta resolusi tanpa realisasi signifikan,” tuturnya.

    Di sisi lain, Kishino menambahkan bahwa Indonesia “masih dibebani isu-isu kemanusiaan” di negeri seperti ini.

    Akademisi ini menggarisbawahi kasus kekerasan kepada pengungsi Rohingya di Aceh yang sempat viral pada bulan Desember 2023.

    Baca juga:

    Pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan Indonesia tentang Palestina pun, menurut Kihsino, “juga akan terasa munafik dengan sempat merebaknya sentimen anti pengungsi Rohingnya di Indonesia beberapa waktu terakhir ini.”

    “Di satu sisi menyuarakan seruan membela Palestina, tapi kemudian melakukan tindak kekerasan kepada pengungsi Rohingya yang ada di Indonesia,” ujarnya.

    Lalu, tanpa meratifikasi Konvensi Genosida, apakah Indonesia berperan lebih dalam mendukung Palestina?

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan implikasi dari tidak diratifikasinya Konvensi Genosida dan Statuta Roma adalah Indonesia semakin kehilangan pijakan untuk berperan secara nyata dalam menangani situasi krisis kemanusiaan di dunia.

    Hampir satu juta orang etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar pada 2017 dan sebagian dari mereka menuju Indonesia (Reuters)

    Kendati demikian, Teuku Rezasyah, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Bandung, memiliki pendapat lain.

    “Konvensi Genosida yang ada hingga saat ini, cenderung memojokkan negara berkembang saja. Tidak mampu menyebut genosida di masa lalu, yang telah dilakukan oleh negara-negara berkebudayaan Eropa, atas wilayah jajahan mereka di Asia, Afrika, dan Latin Amerika,” ujar Rezasyah kepada BBC Indonesia.

    Menurut dia, Indonesia masih bisa melakukan langkah-langkah konkret lainnya seperti mendukung saran Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memboikot produk yang berhubungan dengan Israel di dalam negeri dan juga menggalang solidaritas Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Gerakan Non-Blok (GNB) di seluruh dunia dalam mendukung Palestina.

    Seberapa efektif Mahkamah Internasional dalam menyidangkan kasus?

    Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia dan Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, mengatakan lembaga peradilan internasional kerap tidak efektif dalam menegakkan putusan yang telah dibuat karena “tidak ada penegak hukum yang dapat memaksakan putusan”.

    “Dalam masyarakat internasional, yang berlaku adalah hukum rimba yaitu siapa yang kuat dia yang menang. Might is Right,” ujarnya.

    Walaupun Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Genosida, Hikmahanto mengatakan Indonesia tetap bisa memanfaatkan resolusi Majelis Umum PBB yang meminta advisory opinion (saran dan pendapat) dari Mahkamah Internasional (ICJ).

    Juru bicara Kemenlu Indonesia Lalu Muhammad Iqbal sebelumnya mengatakan Menlu Retno Marsudi telah dijadwalkan menyampaikan pendapat lisan di depan Mahkamah Internasional terkait hal ini.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Tuai Protes, Vatikan Bela Keputusan Izinkan Pemberkatan Pasangan Sejenis

    Tuai Protes, Vatikan Bela Keputusan Izinkan Pemberkatan Pasangan Sejenis

    Vatican City

    Vatikan merilis pernyataan terbaru yang isinya mengklarifikasi dan membela keputusan untuk mengizinkan pemberkatan bagi pasangan sesama jenis. Dalam klarifikasinya, Vatikan menyangkal bahwa keputusan itu menyimpang dari doktrin dan mengimbau adanya “kehati-hatian” di negara-negara tertentu.

    Seperti dilansir AFP, Jumat (5/1/2024), pernyataan klarifikasi itu dimuat dalam dokumen yang dirilis oleh Dikasteri Doktrin Iman pada Kuria Roma, perangkat administratif Takhta Suci di Vatikan, pada Kamis (4/1) waktu setempat.

    Pernyataan itu dirilis setelah muncul protes dari uskup-uskup tertentu, khususnya di Afrika, atas keputusan terbaru Vatikan yang diumumkan pada Desember 2023 lalu.

    Keputusan Vatikan, yang disetujui Paus Fransiskus, soal mengizinkan para pastor memberikan berkat kepada pasangan “tidak normal” dan pasangan sesama jenis dalam keadaan tertentu, ditafsirkan oleh sebagian umat Katolik yang konservatif, termasuk di Afrika, sebagai kemunduran terhadap isu pernikahan sesama jenis dan homoseksualitas yang ditentang keras oleh Gereja.

    Vatikan, dalam pernyataan klarifikasi pada Kamis (4/1), menegaskan tetap berpegang pada keputusan yang diumumkan bulan lalu. Dijelaskan Vatikan bahwa keputusan itu yang dimuat dalam dokumen setebal delapan halaman yang dirilis Dikasteri Doktrin Iman itu sudah “jelas dan pasti soal pernikahan dan seksualitas”.

    “Tidak ada ruang untuk menjauhkan diri kita secara doktrinal dari Deklarasi ini atau untuk menganggapnya sesat, bertentangan dengan Tradisi Gereja atau menghujat agama,” tegas Dikasteri Doktrin Iman Vatikan dalam pernyataan klarifikasinya.

    Deklarasi yang dimuat dalam dokumen Vatikan yang dirilis 18 Desember lalu itu memperingatkan bahwa para pastor hanya bisa memberikan berkat kepada pasangan sesama jenis, orang-orang yang bercerai, atau pasangan yang tidak menikah, dalam konteks “non-ritual” dan tidak pernah dalam kaitannya dengan pernikahan atau persatuan sipil.

    Lihat juga Video ‘UU Anti-LGBT ‘Ekstrem’ Uganda Menuai Sorotan Dunia’:

    Ditegaskan Dikasteri Doktrin Iman Vatikan dalam pernyataannya bahwa berbagai konferensi uskup di seluruh dunia menyampaikan reaksi yang “dapat dimengerti” terhadap keputusan Vatikan itu dan “menyoroti perlunya periode refleksi pastoral yang lebih lama”.

    Dalam pernyataannya, Dikasteri Doktrin Iman Vatikan juga menekan bahwa dalam keadaan tertentu, pemberian berkat kepada pasangan sesama jenis tidak akan pantas untuk dilakukan.

    “Jika ada undang-undang yang mengecam tindakan menyatakan diri sendiri sebagai seorang homoseksual dengan hukuman penjara dan dalam beberapa kasus dengan penyiksaan dan bahkan kematian, maka sudah jelas bahwa pemberkatan adalah tindakan yang tidak bijaksana,” sebut Dikasteri Doktrin Iman Vatikan.

    Lebih lanjut, Dikasteri Doktrin Iman Vatikan mengimbau adanya “kehati-hatian dan perhatian terhadap konteks gerejawi dan budaya lokal” dalam menerapkan tindakan tersebut.

    Tanpa menyebut nama negara tertentu, Dikasteri Doktrin Iman Vatikan mengatakan bahwa di beberapa negara, “ada masalah budaya dan bahkan hukum yang kuat yang memerlukan waktu dan strategi pastoral yang melampaui jangka pendek”.

    Sejak terpilih tahun 2013 lalu, Paus Fransiskus bersikeras membuka pintu Gereja bagi semua umat, termasuk dari komunitas LGBT. Namun upaya tersebut mendapat perlawanan kuat dari kalangan tradisional dan konservatif.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Heboh 2 Mafia Berbahaya Italia Ditangkap Saat Pesta-Belanja

    Heboh 2 Mafia Berbahaya Italia Ditangkap Saat Pesta-Belanja

    Roma

    Dua mafia berbahaya Italia yang menjadi buronan kepolisian berhasil ditangkap pekan ini. Salah satu mafia ditangkap di sebuah pesta, sedangkan satu mafia lainnya ditangkap saat berbelanja di supermarket.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Kamis (14/12/2023), Kepolisian Naples menuturkan pada Kamis (13/12) waktu setempat bahwa Gaetano Angrisano (31), yang merupakan anggota klan yang berkuasa di area Scampia yang terkenal di Italia bagian selatan, telah ditangkap.

    Sekitar 18 bulan lalu, Angrisano dijatuhi hukuman 10 tahun penjara atas dakwaan perdagangan narkoba. Dia dijuluki “hantu” yang “lolos dari borgol selama satu setengah tahun”.

    Namanya bahkan masuk dalam daftar “100 buronan paling berbahaya” yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri Italia.

    Namun setelah memastikan informasi bahwa Angrisano akan menghadiri pesta yang digelar di kompleks perumahan sosial setempat pada Rabu (13/12) malam, sekitar 250 polisi mengepung blok tersebut agar “tidak ada yang bisa masuk atau keluar”.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    “Mereka memaksanya keluarga. Angrisano, yang diundang ke sebuah pesta, harus meninggalkan teman dan kerabatnya sesaat setelah kuenya dipotong,” demikian pernyataan Kepolisian Naples.

    Sementara itu, di Torvaianica — sebuah kota pesisir di selatan Roma, kepolisian menangkap seorang mafia berusia 52 tahun yang tidak disebut namanya. Pada November lalu, mafia itu dijatuhi hukuman lebih dari 20 tahun penjara atas dakwaan terlibat asosiasi mafia dan perdagangan senjata serta narkoba.

    “Dia terlihat di wilayah Lazio saat berbelanja di supermarket dan segera ditangkap,” sebut kepolisian setempat dalam pernyataannya pada Kamis (14/12) waktu setempat.

    “Dia menjadi tokoh kejahatan terorganisir terkemuka di (wilayah selatan) Salento pada dekade pertama tahun 2000-an,” imbuh pernyataan tersebut.

  • Kim Jong Un Pamer Satelit Intel Korut Bisa Foto Gedung Putih-Pentagon

    Kim Jong Un Pamer Satelit Intel Korut Bisa Foto Gedung Putih-Pentagon

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un memamerkan satelit mata-mata negaranya yang berhasil mengobrit baru-baru ini bisa mengambil gambar fasilitas strategis Amerika Serikat.

    Kantor berita resmi Korut, KCNA, melaporkan satelit mata-mata tersebut menjadi “mata-mata dari langit” bagi Pyongyang. KCNA mengklaim sejauh ini satelit itu sudah mengambil sejumlah gambar mulai dari situs-situs utama militer Amerika Serikat dan Korea Selatan, dua musuh utama Korut.

    Gambar-gambar tersebut diambil pada Jumat (24/11) pagi waktu setempat, dari pukul 10.15 hingga 10.27. KCNA lalu merinci citra yang diambil meliputi wilayah Seoul, Osan, Pyeongtaek, Mokpo, dan Gunsan.

    KCNA juga mengklaim satelit bernama Malligyong-1 tersebut berhasil mengambil gambar Gedung Putih hingga Ibu Kota Roma di Italia.

    KCNA melaporkan pada Senin (27/11), satelit mata-mata Korut berhasil mengambil gambar Gedung Putih hingga Kementerian Pertahanan AS lebih detail lagi. Media corong pemerintah itu juga menuturkan Kim Jong UN sedang menganalisis dan meninjau foto-foto hasil satelit tersebut.

    KCNA juga mengklaim Kim Jong Un sedang menghitung beberapa kapal induk di pangkalan militer dan galangan kapal di negara bagian tetangga Virginia, AS, dari hasil citra satelit tersebut.

    Sementara itu, Duta Besar Korut untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kim Song hadir di markas Dewan Keamanan untuk membela peluncuran satelit mata-mata Malligyong-1 itu.

    “Tidak ada negara lain di dunia yang berada dalam situasi keamanan yang sama kritis seperti DPRK (Republik Rakyat Demokratik Korea),” kata Kim Song, seperti diberitakan AFP, Senin (28/11).

    Kim Song mengklaim Amerika Serikat mengancam untuk menyerang Korea Utara menggunakan senjata nuklir. Sehingga, ia membela Pyongyang untuk memiliki senjata yang sama dengan Negeri Paman Sam.

    “Salah satu pihak yang berperang, Amerika Serikat, mengancam kami dengan senjata nuklir,” klaimnya.

    “Merupakan hak yang sah bagi DPRK sebagai pihak yang berperang untuk mengembangkan, menguji, memproduksi, dan memiliki sistem senjata yang setara dengan yang dimiliki atau sedang dikembangkan oleh Amerika Serikat,” sambung Song.

    Namun, Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Linda Thomas-Greenfield tidak menerima pernyataan Korea Utara yang mengatakan peluncuran satelit mata-mata itu merupakan bentuk “hak untuk membela diri” Pyongyang.

    Selain itu, Thomas-Greenfield juga menjelaskan negaranya dan Korea Selatan hanya sekadar melakukan latihan rutin tehadap satelitnya.

    “Kami sengaja mengurangi risiko dan mengupayakan transparansi dengan mengumumkan latihan tersebut terlebih dahulu, termasuk tanggal dan kegiatannya. Tidak seperti DPRK,” sindirnya.

    Korea Utara sebelumnya telah menempatkan satelit mata-mata pertama yang diberi nama Malligyong-1, yang diluncurkan dengan roket pendorong baru Chollima-1 pada Selasa (21/11) lalu. Roket yang membawa satelit tersebut diluncurkan ke arah selatan dan diyakini telah melewati prefektur Okinawa di Jepang.

    Korsel juga buka suara dan menganggap peluncuran ini sebagai pelanggaran nyata terhadap resolusi PBB.

    Selain itu, Korsel juga menangguhkan sebagian perjanjian dengan Korut yang membatasi kegiatan pengintaian dan pengawasan di sepanjang zona demiliterisasi (DMZ).

    Namun, negara-negara itu tak bisa memastikan apakah satelit tersebut berhasil mencapai orbit.

    (pra/pra)

  • Terserang Flu, Paus Fransiskus Jalani Pemeriksaan di RS

    Terserang Flu, Paus Fransiskus Jalani Pemeriksaan di RS

    Jakarta, CNN Indonesia

    Paus Fransiskus menjalani serangkaian tes di rumah sakit usai terserang flu. Hasil tes menunjukkan bahwa dia tidak mengalami masalah pernapasan, kata pihak Vatikan.

    Juru bicara Vatikan Matteo Bruni mengatakan, Fransiskus, yang pernah menjalani operasi pengangkatan sebagian paru-parunya saat masih muda, menjalani pemindaian CAT.

    Menurut Bruni tes di rumah sakit Gemelli Roma dilakukan untuk mengesampingkan kemungkinan masalah pernapasan dan hasilnya negatif, mengutip AP. 

    Sebelumnya, Vatikan mengatakan bahwa paus telah membatalkan audiensinya karena flu pada Sabtu (25/11).

    Fransiskus dijadwalkan melakukan perjalanan pada hari Jumat ke Dubai untuk menghadiri konferensi COP28 tentang perubahan iklim. Bruni tidak memberikan informasi mengenai perubahan dalam rencananya dan Vatikan pada hari Sabtu memberikan rincian baru tentang rencana perjalanannya, menunjukkan bahwa perjalanan itu masih berlanjut.

    Paus Fransiskus sebelumnya sempat dirawat di rumah sakit di Roma, Italia, pada awal tahun 2023 karena infeksi pernapasan yang membutuhkan perawatan selama beberapa hari. Paus dirawat setelah mengeluh kesulitan bernapas beberapa hari sebelumnya.

    Namun kemudian, diketahui bahwa ia mengalami “infeksi pernapasan yang membutuhkan perawatan medis yang layak di rumah sakit dalam beberapa hari.”

    Fransiskus juga pernah dirawat di rumah sakit Gemelli selama 10 hari pada Juli 2021 lalu setelah menjalani operasi.

    Ia juga mengalami sakit di bagian dengkul. Paus Fransiskus pun harus menggunakan kursi roda walau rutin bepergian ke luar negeri.

    (AP/dmi)

    [Gambas:Video CNN]