kab/kota: Roma

  • Jenguk Paus Fransiskus, PM Italia: Kondisinya Stabil dan Selera Humornya Masih Sama – Halaman all

    Jenguk Paus Fransiskus, PM Italia: Kondisinya Stabil dan Selera Humornya Masih Sama – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Paus Fransiskus, yang kini berusia 88 tahun, sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Gemelli, Roma.

    Sebelumnya, ia didiagnosis menderita penumonia di kedua paru-parunya.

    Pneumonia merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan peradangan serta jaringan parut pada paru-paru, mengakibatkan nyeri dada dan kesulitan bernapas. 

    Paus Fransiskus dirawat sejak minggu lalu akibat infeksi saluran pernapasan yang dideritanya.

    Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni menjadi orang pertama yang menjenguk Paus Fransiskus pada Rabu (19/2/2025).

    Meloni menyatakan bahwa dirinya merasa senang melihat Paus tetap waspada dan tanggap.

    Ia juga menambahkan bahwa Paus Fransiskus masih memiliki selera humornya, bahkan sempat bercanda selama kunjungannya.

    “Kami bercanda seperti biasa. Ia tidak kehilangan selera humornya,” kata Meloni, dikutip dari BBC.

    Meloni berharap Paus Fransiskus dapat segera pulih dan beraktivitas kembali.

    “Atas nama pemerintah Italia dan seluruh negeri, saya menyampaikan harapan terbaik agar beliau segera pulih,” ujar Meloni.

    Vatikan dalam pernyataannya mengonfirmasi bahwa tes darah Paus menunjukkan adanya perubahan dan sudah sedikit membaik.

    “Tes darah menunjukkan sedikit perbaikan, terutama pada penanda inflamasi,” kata Vatikan, dikutip dari Al Jazeera.

    Namun, sebelumnya, hasil tes medis dan rontgen dada memberikan gambaran kondisi yang cukup rumit.

    Seorang pejabat Vatikan juga mengofirmasi keadaan Paus yang saat ini sudah stabil.

    “Saat ini, Paus sudah bisa bangun dari tempat tidurnya dan duduk di kursi berlengan di kamar rumah sakit,” jelasnya.

    Meski masih belum sembuh total, Paus dilaporkan masih melakukan pekerjaannya dari RS.

    “Beliau juga masih tetap melanjutkan beberapa pekerjaannya meskipun dalam kondisi perawatan,” terangnya.

    Sebagai bagian dari proses pemulihan, audiensi kepausan yang seharusnya berlangsung pada hari Sabtu telah dibatalkan.

    Selain itu, kondisi Paus juga tidak memungkinkan untuk menghadiri Misa pada hari Minggu mendatang.

    Di luar rumah sakit, dukungan dan doa terus mengalir untuk Paus Fransiskus.

    Umat Katolik berkumpul untuk berdoa, menyalakan lilin, serta menulis catatan penyemangat.

    “Kami akan terus mendoakan beliau agar segera pulih,” kata Gianfranco Rizzo dari Bari, Italia.

    Sementara itu, Victoria Darmody, seorang turis asal Inggris, menyatakan bahwa meskipun awalnya ia berencana menghadiri audiensi kepausan, ia merasa kehadirannya di rumah sakit untuk mendukung Paus adalah keputusan yang tepat.

    “Kami tadinya berharap bisa menghadiri audiensi kepausan hari ini, tetapi kami merasa ini adalah tempat yang tepat,” ungkapnya.

    Vatikan mengatakan Paus Fransiskus akan tinggal di rumah sakit selama diperlukan.

    Sebagai informasi, Paus Fransiskus memiliki riwayat kesehatan yang membuatnya lebih rentan terhadap infeksi paru-paru.

    Saat masih muda, ia pernah menderita radang selaput dada dan menjalani operasi pengangkatan sebagian paru-parunya.

    Diharapkan dengan perawatan yang intensif, Paus Fransiskus dapat segera pulih dan kembali menjalankan tugas-tugasnya sebagai pemimpin Gereja Katolik.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Paus Fransiskus

  • Jenguk Paus Fransiskus di RS, PM Italia: Selera Humornya Tak Hilang

    Jenguk Paus Fransiskus di RS, PM Italia: Selera Humornya Tak Hilang

    Jakarta

    Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, menjenguk Paus Fransiskus yang sedang dirawat di rumah sakit. Meloni mengatakan kondisi Paus Fransiskus dalam keadaan stabil.

    “Paus Fransiskus tetap terjaga dan masih membuat lelucon meski menderia pneumonia ganda,” kata Meloni dilansir AFP, Kamis (20/2/2025).

    Meloni menjenguk Paus Fransiskus yang sedang dirawat di Rumah Sakit Gemelli Roma pada Rabu (19/2) waktu setempat. Paus diketahui telah dirawat di rumah sakit tersebut sejak Jumat (14/2) akibat mengidap pneumonia.

    Dia mengatakan Paus Fransiskus masih bisa berinteraksi dengan hangat kepada tiap orang yang menjenguknya. Meloni bahkan menyebut Paus Fransiskus tidak kehilangan selera humornya meski sedang menjalani perawatan di rumah sakit.

    “Saya sangat senang melihat dia sigap dan tanggap. Kami selalu bercanda. Dia tidak kehilangan selera humornya,” kata Meloni.

    Vatikan diketahui telah buka suara terkait kondisi terkini dari Paus Fransiskus. Vatikan membantah kabar yang menyebut Paus Fransiskus dalam keadaan kritis.

    “Paus menghabiskan malam yang damai, bangun dan sarapan,” kata Vatikan dalam keterangannya seperti dilansir AFP, Rabu (19/2).

    Paus Fransiskus dirawat di rumah sakit Gemelli sejak pekan lalu. Vatikan mengatakan belum ada alat bantu pernapasan yang dipasang di tubuh Paus Fransiskus.

    “Paus bernapas sendiri. Jantungnya bertahan dengan baik,” kata seorang sumber di Vatikan.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Vatikan Ungkap Kondisi Terkini Paus Fransiskus yang Terbaring Sakit Pneumonia

    Vatikan Ungkap Kondisi Terkini Paus Fransiskus yang Terbaring Sakit Pneumonia

    Jakarta

    Paus Fransiskus tengah dirawat di rumah sakit usai mengidap penyakit pneumonia. Vatikan memastikan kondisi Paus Fransiskus dalam keadaan stabil.

    “Paus menghabiskan malam yang damai, bangun dan sarapan,” kata Vatikan dalam keterangannya seperti dilansir AFP, Rabu (19/2/2025).

    Paus Fransiskus dirawat di rumah sakit Gemelli sejak pekan lalu. Vatikan mengatakan belum ada alat bantu pernapasan yang dipasang di tubuh Paus Fransiskus.

    “Paus bernapas sendiri. Jantungnya bertahan dengan baik,” kata seorang sumber di Vatikan.

    Sumber Vatikan tersebut mengatakan Paus Fransiskus juga masih bisa berkomunikasi melalui sambungan telepon. Pemimpin Gereja Katolok dunia itu masih bisa beraktivitas secara normal di rumah sakit.

    Di hari Selasa (17/2) malam, Vatikan melaporkan kondisi Paus Fransiskus dalam keadaan yang bersemangat. Namun, hasil laboratorium menunjukkan kondisi Paus dalam keadaan yang kompleks.

    “Infeksi polimikroba” yang terjadi selain “bronkiektasis dan bronkitis asma, dan memerlukan penggunaan terapi antibiotik kortison, menjadikan pengobatan terapeutik menjadi lebih kompleks”, kata Vatikan.

    “CT scan dada lanjutan yang dilakukan Bapa Suci sore ini menunjukkan timbulnya pneumonia bilateral, yang memerlukan terapi obat tambahan,” tambahnya.

    Vatikan telah membatalkan sejumlah kegiatan Paus Fransiskus di akhir pekan ini. Paus Fransikus tidak akan menghadiri audiensi kepausan pada Sabtu (22/2) dan ibadah misa pada Minggu (23/2).

    Kardinal Baldassare Reina, vikjen Keuskupan Roma, menyerukan kepada semua paroki di ibu kota Italia untuk berdoa bagi kesembuhan Paus. Lilin, beberapa di antaranya bergambar Paus, dipasang di bagian bawah patung Paus Yohanes Paulus II di luar rumah sakit Gemelli, tempat para peziarah datang untuk berdoa.

    (ygs/azh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Lima Tahun Peringatan Serangan Rasis di Hanau – Halaman all

    Lima Tahun Peringatan Serangan Rasis di Hanau – Halaman all

    Pada 19 Februari 2020, seorang pria bersenjata yang termotivasi keyakinan rasis sayap kanannya melancarkan aksi pembunuhan di Hanau, sebuah kota di Jerman dekat Frankfurt.

    Ia menargetkan tempat-tempat yang terkait dengan komunitas imigran, menembak mati sembilan orang dan melukai tujuh lainnya. Setelah itu, ia mengarahkan senjatanya ke ibunya dan dirinya sendiri.

    Pelaku telah menonton video YouTube sesaat sebelum serangan, termasuk pidato Björn Höcke, salah satu tokoh paling terkemuka di partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) dan pemimpinnya di negara bagian Thuringen.

    Lima tahun kemudian, salah satu ibu korban mengatakan belum cukup banyak yang dilakukan untuk mencegah tragedi seperti itu terjadi lagi. Serpil Temiz Unvar kehilangan putranya yang berusia 23 tahun, Ferhat.

    “Peristiwa tragis ini bergema di masyarakat, tetapi gema ini sebagian besar disebabkan oleh upaya keluarga yang terdampak, yang telah berjuang tanpa lelah untuk membuat suara mereka didengar,” paparnya kepada DW.

    Ditambahkannya: “Upaya-upaya ini, bersama dengan solidaritas yang ditunjukkan oleh banyak pihak, telah berkontribusi pada upaya masyarakat untuk bersatu dalam kasus ini lebih dari pada peristiwa serupa di masa lalu. Namun, upaya-upaya individual ini, meskipun penting, tidak cukup untuk mewujudkan transformasi masyarakat yang mendasar.”

    Mengenang para korban

    Segera setelah pembantaian tersebut, Unvar mendirikan sebuah inisiatif pendidikan yang dinamai sesuai nama putranya untuk melawan rasisme dan memberdayakan kaum muda.

    Sejumlah proyek sosial dan politik lainnya telah didirikan di kota tersebut. Banyak yang diluncurkan atau didukung oleh keluarga dan teman-teman korban, bertekad untuk mengungkap kesalahan yang mungkin menyebabkan serangan tersebut dapat dicegah, untuk menjaga kenangan orang-orang yang mereka cintai tetap hidup, dan untuk menyoroti rasisme di masyarakat Jerman.

    Sebuah tugu peringatan juga akan didirikan pada tahun 2026 di sebuah persimpangan lalu lintas utama di Hanau yang akan berganti nama menjadi “Platz des 19. Februar” atau Lapangan 19 Februari, sebuah patung baja yang memuat nama sembilan korban: Gökhan Gültekin, Sedat Gürbüz, Said Nesar Hashemi, Mercedes Kierpacz, Hamza Kurtović, Vili Viorel Păun, Fatih Saraçoğlu, Ferhat Unvar, dan Kaloyan Velkov.

    Tugu ini akan berdiri di luar Gedung Demokrasi dan Keberagaman, yang juga dijadwalkan selesai pada tahun yang sama dan akan dirancang sebagai ruang untuk dialog, pendidikan, dan peringatan.

    Kelanjutan dan keterkaitan

    Tragedi Hanau bukanlah kejadian yang hanya terjadi sekali. Diperkirakan lebih dari 200 orang tewas dalam serangan sayap kanan di Jerman sejak Jerman bersatu kembali. Meskipun negara ini sering dipuji karena budaya mengenang Holokaus dan kejahatan era Nazi, banyak yang merasa kurang ada kemauan untuk menghadapi berbagai tindakan kekerasan rasis di era pascaperang.

    Furkan Yüksel, anggota Koalisi Wacana Publik Pluralistik (CPPD) dan seorang pendidik yang bekerja di bidang sejarah dan politik, termasuk di antara mereka yang mengkritik budaya mengenang Jerman. “Saya rasa citra Jerman tentang dirinya sebagai bangsa yang telah belajar dari pelajaran Perang Dunia Kedua dan berhasil meninggalkan masa lalunya agak menipu,” jabarnya kepada DW.

    Mirjam Zadoff, direktur Pusat Dokumentasi München untuk Sejarah Sosialisme Nasional, menekankan perlunya mengakui keterkaitan antara masa lalu dan masa kini Jerman.

    “Rasanya sangat penting untuk menunjukkan kesinambungan karena orang-orang dibunuh oleh ideologi yang sama, dan mereka bahkan terkadang berasal dari keluarga yang sama – seperti dalam kasus Mercedes Kierpacz, yang kakek buyutnya dibunuh di Auschwitz dan menjadi salah satu korban di Hanau.”

    Kierpacz, seorang ibu dua anak berusia 35 tahun – seperti dua korban Hanau lainnya – adalah anggota komunitas Roma dan Sinti, minoritas yang juga dianiaya di bawah Nazisme.

    Poster merah putih dengan gambar hati yang patah dan berbagai gambar sembilan korban dan slogan yang menyerukan agar mereka diingat, untuk keadilan dan penyelidikan atas kejahatan tersebut.

    “Gagasan tentang masyarakat homogen yang menganggap dirinya sebagai orang Jerman, sementara orang lain yang berbeda agama atau etnis tetap menjadi orang luar – itu merupakan kelanjutan dari kedua kediktatoran Jerman,” kata Zadoff kepada DW.

    Reformasi pemerintah ditinggalkan

    Ketika pemerintahan kiri-tengah Kanselir Jerman Olaf Scholz berkuasa pada tahun 2021, perjanjian koalisi menyatakan bahwa budaya mengenang negara itu akan diperluas untuk mencakup sejarah kolonial dan migran.

    Jerman baru secara resmi mengakui bahwa itu adalah negara imigran pada tahun 1999. Namun, pekerja migran mulai berdatangan dalam jumlah besar di tempat yang saat itu merupakan Jerman Barat pada tahun 1950-an dan di Jerman Timur pada tahun 1980-an, dan sejarah komunitas kulit hitam Jerman sudah ada sejak abad ke-19.

    Meskipun sudah ada dua museum yang menceritakan kisah emigrasi Jerman ke luar negeri di kota-kota utara Hamburg dan Bremerhaven, museum pertama negara itu tentang migrasi ke Jerman baru akan dibuka di Köln pada tahun 2029. Dinamakan DOMiD, museum ini tumbuh dari sebuah inisiatif yang diluncurkan oleh imigran Turki pada akhir tahun 1980-an.

    Proposal tahun lalu dari kantor komisioner budaya Claudia Roth untuk memperluas budaya peringatan Jerman akhirnya ditangguhkan di tengah kritik, khususnya dari para kepala situs peringatan Holokaus.

    Mereka khawatir tentang relativisasi Shoah, pembunuhan sistematis yang disponsori negara terhadap sekitar enam juta orang Yahudi, bersama dengan Sinti dan Roma, lawan politik, dan kelompok-kelompok lain.

    Ribuan orang membawa spanduk dengan wajah para korban dan plakat dengan nama mereka berkumpul untuk memperingati ulang tahun keempat Hanau dan berdemonstrasi melawan teror sayap kanan.

    Namun, beberapa lembaga publik sudah mulai berubah. Pusat Dokumentasi München untuk Sejarah Sosialisme Nasional mulai memasukkan pameran tentang kekerasan sayap kanan di Jerman kontemporer setelah serangan senjata tahun 2016 di München, yang menewaskan sembilan orang. Dan pada tahun 2024, pusat ini memamerkan instalasi karya Talya Feldman “Wir sind Hier” (Kami Ada di Sini).

    Berdasarkan proyek peta digitalnya yang sedang berjalan dengan nama yang sama, karya tersebut mengenang para korban teror sayap kanan dan kekerasan polisi selama 40 tahun terakhir, termasuk Hanau. Seniman asal Amerika Serikat tersebut menyebut proyeknya sebagai seruan untuk “mengingat secara aktif”.

    Rasisme struktural, pendidikan, wacana politik

    Yüksel ingin melihat pendekatan transnasional terhadap pengajaran sejarah di sekolah-sekolah Jerman dan pengakuan bahwa rasisme dan ekstremisme sayap kanan ada dalam semua konteks budaya.

    Ia juga menyerukan pelatihan antidiskriminasi untuk menjadi bagian wajib dari pelatihan guru di Jerman dan untuk lebih banyak kesadaran tentang rasisme struktural di bidang-bidang seperti pendidikan, lembaga penegakan hukum, dan kedokteran.

    Ia juga mengkritik wacana politik seputar migrasi di seluruh spektrum partai setelah perdebatan “remigrasi” AfD yang kontroversial, sebuah rencana yang dilaporkan untuk deportasi massal jutaan penduduk.

    “Kita perlu menciptakan kesadaran bahwa kekerasan sayap kanan bukan hanya fenomena yang melibatkan pelaku individu yang gila,” katanya. “Itu bukan hanya senjata terhunus yang menciptakan kekerasan.”

    Meskipun terjadi pembunuhan di Hanau pada tahun 2020, AfD, yang sebagian anggotanya telah diklasifikasikan sebagai ekstremis sayap kanan oleh dinas intelijen negara, memperoleh lebih dari 18% suara dalam pemilihan daerah tahun 2023 di Negara Bagian Hessen, tempat Hanau berada, dan menjadi partai terbesar kedua.

    Musim gugur lalu, lukisan dinding setinggi 27 meter yang menggambarkan wajah para korban Hanau di kota terbesar di negara bagian Hessen, Frankfurt, harus dipugar setelah diolesi cat bergambar swastika dan lambang SS.

    Yang lebih mengancam lagi, ayah pelaku telah berulang kali melecehkan Serpil Temiz Unvar lewat surat dan upaya menghubungi meskipun ada perintah penahanan.

    Oktober lalu, pengacara Unvar meminta hukuman penjara selama 18 bulan, tetapi hakim menyimpulkan bahwa meskipun Hans-Gerd R. “tanpa diragukan lagi rasis,” hukuman penjara tidaklah tepat. Ia mengatakan bahwa meskipun ia mungkin akan melanjutkan tindakannya, ini adalah “sesuatu yang harus ditoleransi oleh masyarakat.”

  • Paus Fransiskus Idap Pneumonia di Kedua Paru-paru, Kondisinya Baik

    Paus Fransiskus Idap Pneumonia di Kedua Paru-paru, Kondisinya Baik

    Jakarta

    Pemimpin umat Katolik dunia Paus Fransiskus dirawat di rumah sakit sejak minggu lalu. Vatikan mengungkapkan Paus menderita pneumonia di kedua paru-paru dan situasi klinis pria berusia 88 tahun itu tetap “kompleks”.

    Seperti dilansir AFP, Rabu (19/2/2025), Fransiskus dirawat di rumah sakit Gemelli di Roma sejak Jumat (14/2) dengan bronkitis setelah mengalami kesulitan bernapas dan Takhta Suci telah membatalkan acara-acaranya hingga akhir pekan.

    “Uji laboratorium, rontgen dada, dan kondisi klinis Bapa Suci terus menunjukkan gambaran yang kompleks,” kata Vatikan dalam sebuah pernyataan.

    Dikatakan bahwa “infeksi polimikroba” yang muncul di atas “bronkiektasis dan bronkitis asma, dan yang memerlukan penggunaan terapi antibiotik kortison, membuat perawatan terapeutik menjadi lebih kompleks”.

    “Pemindaian CT dada lanjutan yang dilakukan Bapa Suci sore ini… menunjukkan timbulnya pneumonia bilateral, yang memerlukan terapi obat tambahan,” katanya.

    “Meskipun demikian, Paus Fransiskus dalam semangat yang baik,” tambahnya.

    Paus Fransiskus menghabiskan hari kelimanya di rumah sakit dengan istirahat bergantian, berdoa, dan membaca teks, kata Vatikan.

    “Ia bersyukur atas kedekatan yang ia rasakan saat ini dan memohon, dengan hati yang bersyukur, agar kita terus berdoa untuknya”, tambahnya.

    Pemimpin Gereja Katolik sejak 2013, Paus Fransiskus asal Argentina dirawat di rumah sakit setelah beberapa hari kesulitan membaca teksnya di depan umum.

    Ini adalah masalah kesehatan terbaru bagi sang Jesuit, yang telah menjalani operasi hernia dan usus besar sejak 2021 dan menggunakan kursi roda karena nyeri di lututnya.

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Paus Fransiskus Dirawat di RS, Vatikan Batalkan Agenda Akhir Pekan

    Paus Fransiskus Dirawat di RS, Vatikan Batalkan Agenda Akhir Pekan

    Jakarta

    Paus Fransiskus dirawat di rumah sakit belum bisa keluar sehingga Vatikan membatalkan acara-acaranya pada akhir pekan. Paus dapat sarapan dan membaca koran seperti biasa pada hari kelimanya di rumah sakit.

    Seperti dilansir AFP, Rabu (19/2/2025), pria berusia 88 tahun itu dirawat di rumah sakit Gemelli di Roma karena bronkitis, tetapi Takhta Suci mengatakan bahwa pihaknya mengubah perawatannya untuk mengatasi gambaran klinis yang “rumit”.

    Setelah awalnya merevisi buku hariannya, Vatikan mengatakan bahwa audiensi pada Sabtu (22/2) akan dibatalkan, dan Paus mendelegasikan misa yang direncanakan pada Minggu (23/2) pagi kepada pastor lain.

    Namun, Vatikan tidak menyebutkan doa Angelus, yang biasanya disampaikan Paus pada siang hari pada Minggu, tetapi ia tidak hadir pada akhir pekan lalu.

    Dalam pengarahan kepada wartawan pada Selasa (18/2) siang, juru bicara Vatikan Matteo Bruni mengatakan situasi Paus Argentina itu mirip dengan beberapa hari terakhir.

    Fransiskus “bangun dan sarapan serta mendedikasikan dirinya untuk membaca beberapa koran seperti yang biasa dilakukannya”, katanya. Dia mengatakan akan ada pembaruan medis di sore hari.

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Derita Infeksi Pilimikroba, Paus Fransiskus Dirawat di Rumah Sakit Lebih Lama – Halaman all

    Derita Infeksi Pilimikroba, Paus Fransiskus Dirawat di Rumah Sakit Lebih Lama – Halaman all

    Paus Fransiskus harus tinggal di rumah sakit lebih lama, demikian menurut diagnosis baru yang dirilis oleh Vatikan pada hari Senin (17/02), setelah Paus jatuh sakit dengan bronkitis minggu lalu.

    Paus Fransiskus telah menderita infeksi saluran pernapasan selama lebih dari seminggu dan dirawat di Rumah Sakit Gemelli di Roma, Italia sejak Jumat (14/02) lalu “Hasil tes yang dilakukan dalam beberapa hari terakhir dan hari ini telah menunjukkan adanya infeksi polimikroba pada saluran pernapasan, yang telah menyebabkan modifikasi lebih lanjut dari terapi,” demikian pernyataan singkat Vatikan.

    “Semua tes yang dilakukan hingga hari ini menunjukkan situasi klinis yang kompleks yang akan memerlukan perawatan di rumah sakit yang sesuai,” sambung pernyataan itu.

    Dalam pembaruan informasi malam harinya, Vatikan mengatakan Paus Fransiskus dalam kondisi “stabil”, tanpa demam.

    Dari rumah sakit, Paus terus melakukan panggilan telepon ke satu-satunya paroki Katolik di Gaza, demikian menurut seorang pastor setempat yang tinggal di kawasan itu. Paus mengatakan dia telah melakukan kontak rutin dengan paroki itu sejak dimulainya perang di Israel dan Gaza pada Oktober 2023.

    “Dia memberi tahu kami: ‘Saya tidak sehat’ dan Anda bisa melihat dia lelah,” ujar pastor setempat, Romo Gabriel Romanelli, lembaga kepada penyiaran publik Italia RAI tentang panggilan telepon video yang dia lakukan dengan sang Paus pada hari Sabtu (15/02).

    Romanelli, seorang warga Argentina, mengutip perkataan Paus Fransiskus, “Beberapa hari (di rumah sakit) dan saya akan kembali”, dan bercanda bahwa ia “bukan pasien yang mudah bagi dokter, karena ia selalu berbicara, selalu sangat aktif.”

    Vatikan mengatakan Fransiskus melakukan beberapa pekerjaan dan membaca makalah pada hari Senin (17/02) kemarin.

    Virus atau bakteri?

    Juru bicara Vatikan Matteo Bruni tidak menyebutkan secara spesifik apakah Paus menderita infeksi bakteri atau virus. Sementara infeksi bakteri dapat diobati dengan antibiotik, infeksi virus tidak. Virus biasanya harus sembuh sendiri, tetapi pasien dapat dibantu dengan obat-obatan lain untuk menurunkan demam atau membantu tubuh melawan infeksi.

    Infeksi polimikroba disebabkan oleh dua atau lebih mikroorganisme, dan dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Dr. Andrea Vicini, seorang imam Jesuit dan dokter medis, mengatakan polimikroba adalah istilah umum, namun tidak menyebutkan akar penyebab infeksi.

    Vicini, yang mengatakan bahwa ia tidak mengetahui kasus Paus selain dari pernyataan Vatikan, juga mengatakan bahwa Vatikan telah mengatakan sebelumnya pada hari Senin (17/02) bahwa Paus sarapan, tanpa menggunakan alat bantu pernapasan.

    “Itu berarti tubuh tidak melemah hingga tidak dapat menerima makanan dan mencernanya,” ujar Vicini, seorang profesor di Boston College.

    Fransiskus, yang telah menjadi Paus sejak 2013, telah beberapa kali terkena flu dan masalah kesehatan lainnya selama dua tahun terakhir. Saat muda, ia menderita radang selaput dada dan menjalani operasi pengangkatan sebagian paru-paru, dan akhir-akhir ini ia rentan terhadap infeksi paru-paru.

    Vatikan mengatakan bahwa audiensi mingguan Paus di Lapangan Santo Petrus, yang dijadwalkan pada hari Rabu (19/02), telah dibatalkan “karena Bapa Suci masih dirawat di rumah sakit”.

    Dokter Paus sebelumnya telah memerintahkan istirahat total, dan Fransiskus tidak dapat menyampaikan doa mingguan rutinnya pada hari Minggu (16/02) kepada para peziarah di Lapangan Santo Petrus atau memimpin Misa khusus bagi para seniman untuk menandai Tahun Yubelium Gereja Katolik.

    Kecemasan akan kehilangan Paus

    Para peziarah yang mengunjungi Vatikan pada hari Senin (17/02) menyampaikan harapan mereka bahwa Fransiskus akan segera pulih.

    “Kami tentu berharap agar dia segera pulih,” kata Pater Tyler Carter, seorang pendeta Katolik dari Amerika Serikat. “Dia adalah bapa dan gembala kami, jadi kami menginginkan kesehatan dan berkat yang terus menyertainya.”

    Manuel Rossi, seorang turis dari Milan, Italia, mengatakan bahwa dia “sangat khawatir” ketika Paus membatalkan penampilannya pada hari Minggu (16/02).

    “Saya berusia 18 tahun, jadi saya hanya bertemu beberapa Paus dalam hidup saya, dan saya sangat dekat dengannya,” kata Rossi. “Saya berharap dia pulih secepat mungkin.”

    ap/hp (afp/ap/afp)

  • Derita Infeksi Polimikroba, Paus Fransiskus Dirawat di RS Lebih Lama

    Derita Infeksi Polimikroba, Paus Fransiskus Dirawat di RS Lebih Lama

    Jakarta

    Paus Fransiskus harus tinggal di rumah sakit lebih lama, demikian menurut diagnosis baru yang dirilis oleh Vatikan pada hari Senin (17/02), setelah Paus jatuh sakit dengan bronkitis minggu lalu.

    Paus Fransiskus telah menderita infeksi saluran pernapasan selama lebih dari seminggu dan dirawat di Rumah Sakit Gemelli di Roma, Italia sejak Jumat (14/02) lalu “Hasil tes yang dilakukan dalam beberapa hari terakhir dan hari ini telah menunjukkan adanya infeksi polimikroba pada saluran pernapasan, yang telah menyebabkan modifikasi lebih lanjut dari terapi,” demikian pernyataan singkat Vatikan.

    “Semua tes yang dilakukan hingga hari ini menunjukkan situasi klinis yang kompleks yang akan memerlukan perawatan di rumah sakit yang sesuai,” sambung pernyataan itu.

    Dalam pembaruan informasi malam harinya, Vatikan mengatakan Paus Fransiskus dalam kondisi “stabil”, tanpa demam.

    Dari rumah sakit, Paus terus melakukan panggilan telepon ke satu-satunya paroki Katolik di Gaza, demikian menurut seorang pastor setempat yang tinggal di kawasan itu. Paus mengatakan dia telah melakukan kontak rutin dengan paroki itu sejak dimulainya perang di Israel dan Gaza pada Oktober 2023.

    “Dia memberi tahu kami: ‘Saya tidak sehat’ dan Anda bisa melihat dia lelah,” ujar pastor setempat, Romo Gabriel Romanelli, lembaga kepada penyiaran publik Italia RAI tentang panggilan telepon video yang dia lakukan dengan sang Paus pada hari Sabtu (15/02).

    Romanelli, seorang warga Argentina, mengutip perkataan Paus Fransiskus, “Beberapa hari (di rumah sakit) dan saya akan kembali”, dan bercanda bahwa ia “bukan pasien yang mudah bagi dokter, karena ia selalu berbicara, selalu sangat aktif.”

    Vatikan mengatakan Fransiskus melakukan beberapa pekerjaan dan membaca makalah pada hari Senin (17/02) kemarin.

    Virus atau bakteri?

    Juru bicara Vatikan Matteo Bruni tidak menyebutkan secara spesifik apakah Paus menderita infeksi bakteri atau virus. Sementara infeksi bakteri dapat diobati dengan antibiotik, infeksi virus tidak. Virus biasanya harus sembuh sendiri, tetapi pasien dapat dibantu dengan obat-obatan lain untuk menurunkan demam atau membantu tubuh melawan infeksi.

    Infeksi polimikroba disebabkan oleh dua atau lebih mikroorganisme, dan dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Dr. Andrea Vicini, seorang imam Jesuit dan dokter medis, mengatakan polimikroba adalah istilah umum, namun tidak menyebutkan akar penyebab infeksi.

    Vicini, yang mengatakan bahwa ia tidak mengetahui kasus Paus selain dari pernyataan Vatikan, juga mengatakan bahwa Vatikan telah mengatakan sebelumnya pada hari Senin (17/02) bahwa Paus sarapan, tanpa menggunakan alat bantu pernapasan.

    “Itu berarti tubuh tidak melemah hingga tidak dapat menerima makanan dan mencernanya,” ujar Vicini, seorang profesor di Boston College.

    Fransiskus, yang telah menjadi Paus sejak 2013, telah beberapa kali terkena flu dan masalah kesehatan lainnya selama dua tahun terakhir. Saat muda, ia menderita radang selaput dada dan menjalani operasi pengangkatan sebagian paru-paru, dan akhir-akhir ini ia rentan terhadap infeksi paru-paru.

    Vatikan mengatakan bahwa audiensi mingguan Paus di Lapangan Santo Petrus, yang dijadwalkan pada hari Rabu (19/02), telah dibatalkan “karena Bapa Suci masih dirawat di rumah sakit”.

    Dokter Paus sebelumnya telah memerintahkan istirahat total, dan Fransiskus tidak dapat menyampaikan doa mingguan rutinnya pada hari Minggu (16/02) kepada para peziarah di Lapangan Santo Petrus atau memimpin Misa khusus bagi para seniman untuk menandai Tahun Yubelium Gereja Katolik.

    Kecemasan akan kehilangan Paus

    Para peziarah yang mengunjungi Vatikan pada hari Senin (17/02) menyampaikan harapan mereka bahwa Fransiskus akan segera pulih.

    “Kami tentu berharap agar dia segera pulih,” kata Pater Tyler Carter, seorang pendeta Katolik dari Amerika Serikat. “Dia adalah bapa dan gembala kami, jadi kami menginginkan kesehatan dan berkat yang terus menyertainya.”

    Manuel Rossi, seorang turis dari Milan, Italia, mengatakan bahwa dia “sangat khawatir” ketika Paus membatalkan penampilannya pada hari Minggu (16/02).

    “Saya berusia 18 tahun, jadi saya hanya bertemu beberapa Paus dalam hidup saya, dan saya sangat dekat dengannya,” kata Rossi. “Saya berharap dia pulih secepat mungkin.”

    ap/hp (afp/ap/afp)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Dunia Hari Ini: Pesawat Delta Air Terbalik, Tak Ada Korban Jiwa

    Dunia Hari Ini: Pesawat Delta Air Terbalik, Tak Ada Korban Jiwa

    Memasuki hari yang kedua pekan ini, kami sajikan rangkuman informasi pilihan dari berbagai negara yang terjadi dalam 24 jam terakhir.

    Dunia Hari Ini edisi Selasa, 18 Februari 2025 akan kami awali dari Kanada.

    Delta Air terbalik di Bandara Toronto Pearson

    Penerbangan Delta Air Lines 4819 sedang dalam perjalanan dari Minneapolis, Amerika Serikat, kemudian tergelincir saat mendarat hingga membuat badan pesawat terbalik.

    Video yang diunggah di Instagram oleh Pete Koukov memperlihatkan penumpang yang digiring keluar dari pesawat dan menuju landasan pacu saat petugas pemadam kebakaran menyemprotkan air ke badan pesawat.

    Dalam sebuah pernyataan, Delta mengatakan 18 orang terluka dan tiga orang dalam keadaan kritis.

    “Seluruh keluarga Delta di seluruh dunia berduka cita atas mereka yang terdampak oleh insiden hari ini di Bandara Internasional Toronto-Pearson,” kata CEO Delta, Ed Bastian.

    Amerika Serikat lanjutkan pengiriman bom berat ke Israel

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyambut baik pengiriman tersebut dengan menyebutnya sebagai “aset penting bagi Angkatan Udara dan IDF (Pasukan Pertahanan Israel)”, serta berterima kasih kepada Amerika Serikat atas “dukungannya yang tak tergoyahkan.”

    Bom MK-84 yang mampu menghancurkan beton dan logam tebal tersebut tiba di Israel saat negosiasi memasuki tahap kedua kesepakatan gencatan senjata Gaza.

    Pengiriman bom seberat 907 kilogram ke Israel sempat dihentikan di era Presiden Joe Biden, tapi Presiden Amerika Serikat Donald Trump mencabut larangan tersebut, segera setelah pelantikannya.

    Para ahli menyebut pengiriman bom ini adalah “pesan” yang ingin disampaikan Amerika Serikat ke wilayah itu.

    Jacob Kiplimo pecahkan rekor dunia setengah maraton di Barcelona

    Pelari asal Uganda tersebut memecahkan rekor dunia dengan selisih 48 detik dari rekor sebelumnya.

    Ia dengan berlari selama 56 menit 42 detik di Barcelona, Spanyol.

    Jacob, yang berusia 24 tahun, merebut kembali rekor yang dipegangnya dari tahun 2021 hingga November 2024 dengan apa yang ia gambarkan sebagai perlombaan yang “sempurna”.

    “Hari ini semuanya sempurna, lintasan, cuaca, dan tentu saja saya sendiri,” tulisnya di Instagram.

    Ia memanfaatkan kondisi yang “sempurna”, yakni 13 derajat Celsius tanpa angin, untuk menjadi atlet pertama yang memecahkan rekor 57 menit untuk jarak 21,0975 km.

    World Athletics mengatakan perbedaan 48 detik dari rekor sebelumnya menjadi yang terbesar dalam sejarah rekor ‘half marathon’ untuk putra.

    Paus Fransiskus berjuang melawan infeksi pernapasan

    Pemimpin tertinggi umat Katolik, berusia 88 tahun, sudah sakit selama lebih dari seminggu dan dirawat di Rumah Sakit Gemelli di Roma, Italia.

    Dalam pernyataan singkat kemarin, seorang juru bicara Vatikan mengatakan rencana perawatan Paus diubah.

    “Hasil tes yang dilakukan dalam beberapa hari terakhir dan hari ini menunjukkan adanya infeksi polimikroba pada saluran pernapasan, yang telah menyebabkan modifikasi lebih lanjut dari terapi tersebut,” ujar juru bicara.

    Infeksi polimikroba disebabkan oleh dua atau lebih mikroorganisme, dan dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur.

    Sebelumnya, juru bicara Vatikan Matteo Brunit mengatakan Paus Fransiskus dalam kondisi “penuh semangat.”

  • Kondisi Kesehatan Paus Fransiskus, Dirawat Intensif karena Gejala ‘Kompleks’

    Kondisi Kesehatan Paus Fransiskus, Dirawat Intensif karena Gejala ‘Kompleks’

    Jakarta

    Paus Fransiskus masih perlu dirawat intensif di rumah sakit karena mengalami gejala klinis yang kompleks. Kabar terbaru ini disampaikan pihak Vatikan pada Senin (17/2/2025), dikutip dari AFP.

    Ada kekhawatiran kesehatan Paus yang kini berusia 88 tahun terus melemah. Juru bicara Vatikan Matteo Bruni mengungkap hasil tes yang dilakukan dalam beberapa hari terakhir.

    Paus disebut terkena infeksi saluran pernapasan polimikroba, ia menjalani perubahan kedua dalam terapi obatnya, sejak dirawat di RS Jumat kemarin.

    Para ilmuwan mengatakan penyakit polimikroba disebabkan campuran virus, bakteri, jamur, dan parasit.

    Tidak ada waktu pasti berapa lama Paus akan dirawat inap, sudah lebih dari empat hari Paus Fransiskus absen, terlama bila dibandingkan riwayat sakitnya pada 2023 karena pneumonia.

    Menurut Bruni, kompleksitas gejalanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang tepat.

    Bruni mengatakan kondisi Fransiskus stabil dan ia telah melanjutkan beberapa aktivitas, termasuk membaca.

    Fransiskus menjalani operasi pengangkatan sebagian paru-paru setelah terkena infeksi saat masih muda. Kondisi tersebut membuat ia rentan terhadap serangan bronkitis di musim dingin.

    Ia dirawat di rumah sakit Gemelli di Roma pada hari Jumat setelah bronkitis yang diidapnya selama sepekan semakin parah. Dokter mengonfirmasi adanya infeksi saluran pernapasan dan menyarankan istirahat total, di samping terapi obat yang tidak disebutkan.

    Bruni mengatakan Fransiskus sarapan, membaca koran, dan menerima Ekaristi pada hari Senin setelah malam ketiga yang damai. Dan sebagai tanda Fransiskus masih menjalankan beberapa hal penting dalam rutinitasnya, pendeta paroki Gereja Katolik di Gaza, Pendeta Gabriel Romanelli, melaporkan Fransiskus telah melakukan video call ke gereja pada hari Jumat dan Sabtu malam. Ia juga mengirim pesan teks pada hari Minggu.

    “Kami mendengar suaranya. Memang benar, suaranya lebih lelah,” kata Romanelli kepada Vatican News.

    “Tetapi kami mendengar suaranya dengan jelas dan ia mendengarkan kami,” kata pendeta Argentina, yang ditelepon Fransiskus setiap hari.

    Menyoal Bronkitis

    Bronkitis, atau peradangan pada gelombang udara, bisa jadi relatif ringan pada orang sehat, tetapi menjadi jauh lebih parah pada mereka yang sudah berusia lanjut atau memiliki riwayat masalah paru-paru, terutama saat mereka tidak mampu batuk dan mengeluarkan lendir yang terkumpul.

    Bakteri dan organisme lain bisa menyebabkan infeksi lebih lanjut yang mungkin lebih sulit diobati.

    dr Maor Sauler, yang mengkhususkan diri dalam pengobatan paru-paru orang dewasa dan perawatan kritis di sekolah kedokteran Yale, mengatakan bukan hal yang aneh bagi orang pengidap bronkitis, mengalami infeksi dengan lebih dari satu organisme di paru-paru mereka.

    Namun, yang menjadi perhatian adalah antibiotik dan terapi obat lain tidak bekerja sendiri, serta mengharuskan tubuh untuk merespons, mengingat riwayat kesehatan Paus Fransiskus yang lain bisa jadi membuat pemulihan lebih berat.

    “Menjadi lebih tua, menggunakan kursi roda, semua itu merupakan faktor risiko untuk situasi di mana kita tidak dapat mengobatinya meskipun kita telah berupaya sebaik mungkin,” kata Sauler, yang tidak terlibat dalam perawatan Paus.

    (naf/kna)