kab/kota: Roma

  • Kata-kata Terakhir Paus Fransiskus Sebelum Meninggal Dunia

    Kata-kata Terakhir Paus Fransiskus Sebelum Meninggal Dunia

    Vatican City

    Kata-kata terakhir Paus Fransiskus sebelum meninggal dunia pada Senin (21/4) pagi, disampaikan kepada perawat pribadinya, Massimiliano Strappetti. Sosok Strappetti senantiasa mendampingi Paus Fransiskus saat jatuh sakit hingga akhirnya berpulang.

    Strappetti, seperti dilansir Vatican News, Rabu (23/4/2025), tetap berada di sisi Paus Fransiskus selama 38 hari dirawat di Rumah Sakit Gemelli di Roma, dan berjaga sepanjang waktu selama pemulihannya di Casa Santa Marta, Vatikan.

    Paus Fransiskus sendiri pernah menyebut Strappetti sebagai sosok yang menyelamatkan hidupnya, dengan menyarankan dirinya menjalani operasi usus besar. Strappetti kemudian ditunjuk oleh sang Bapa Suci pada tahun 2022 menjadi asisten perawatan kesehatan pribadinya.

    Strappetti juga menjadi sosok yang mendorong sang pemimpin gereja Katolik sedunia itu untuk menyapa langsung umat dengan popemobile di Alun-Alun Santo Petrus pada Minggu Paskah.

    Pada saat itu, Paus Fransiskus ingin memberikan kejutan terakhir yang bermakna kepada 50.000 umat Katolik yang menghadiri misa Paskah pada Minggu (20/4) kemarin.

    Namun Paus Fransiskus sempat ragu dan menanyakan pendapat Strappetti, dengan bertanya: “Menurut Anda, apakah saya sanggup melakukannya?”

    Begitu berada di Alun-alun Santo Petrus, Paus Fransiskus menyapa orang banyak, terutama anak-anak, karena ini menjadi perjumpaan pertamanya setelah keluar dari rumah sakit, sekaligus perjumpaan terakhir dengan umatnya sebelum berpulang.

    “Terima kasih telah membawa saya kembali ke alun-alun ini,” ucap Paus Fransiskus kepada Strappetti pada saat itu.

    Ucapan “terima kasih” itu menjadi salah satu dari kata-kata terakhir Paus Fransiskus sebelum menghembuskan napas terakhirnya. Ucapan itu juga dinilai mengungkapkan keinginan mendalam Paus Fransiskus untuk berada di antara umat Tuhan.

    Usai menyapa umat saat Minggu Paskah, Paus Fransiskus beristirahat pada Minggu (20/4) sore dan makan malam dengan tenang.

    Namun tiba-tiba, pada Senin (21/4) pagi, sekitar pukul 05.30 waktu setempat, tanda-tanda Paus Fransiskus jatuh sakit mulai muncul, yang mendorong respons medis cepat dari mereka yang menjaganya. Paus Fransiskus pada saat itu terbaring di tempat tidurnya di lantai dua Casa Santa Marta.

    Sekitar satu jam kemudian, menurut Vatican News, Paus Fransiskus memberikan isyarat perpisahan dengan tangannya kepada Strappetti. Sang Bapa Suci kemudian jatuh koma.

    Vatikan kemudian mengumumkan Paus Fransiskus meninggal dunia pada pukul 07.35 waktu setempat, setelah mengalami stroke dan serangan jantung.

    Menurut orang-orang yang mendampinginya pada saat-saat terakhir, Paus Fransiskus tidak mengalami penderitaan apa pun sebelum menghembuskan napas terakhir dan semuanya terjadi dengan cepat.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Proses Transisi ‘Kursi Kosong’ Usai Paus Fransiskus Wafat

    Proses Transisi ‘Kursi Kosong’ Usai Paus Fransiskus Wafat

    Jakarta

    Masa transisi yang dikenal sebagai masa “sede vacante” atau kursi kosong ini, dimulai saat seorang Paus wafat dan berakhir ketika Paus baru terpilih.

    Ada tiga tahap yang perlu dijalani secara berurutan. Pertama, hari-hari menjelang pemakaman Paus, lalu masa berkabung dan persiapan para kardinal untuk melakukan konklaf, setelahnya baru konklaf itu sendiri.

    Segera setelah Paus wafat, akan diadakan misa pemakaman selama sembilan hari berturut-turut, yang disebut “Novendiale”, di Basilika Santo Petrus.

    Ini adalah masa istimewa bagi Gereja Katolik, yang penuh dengan simbol-simbol penting penuh makna.

    Sejak hari Senin (21/04) lalu, dokumen-dokumen resmi Vatikan tidak lagi menggunakan lambang Takhta Suci, tetapi diganti dengan lambang khusus masa kekosongan takhta, yakni simbol dua kunci Santo Petrus bersilang di bawah payung terbuka.

    Simbol ini juga muncul di halaman depan surat kabar Vatikan Osservatore Romano, sampai Paus baru terpilih.

    Masa berkabung dan perpisahan dengan Paus yang wafat

    Pemakaman Paus biasanya dilangsungkan dalam waktu enam hari. Paus Fransiskus akan dimakamkan pada Sabtu (26/04). Rentang waktu ini juga yang dilangsungkan saat Paus Yohanes Paulus II wafat pada 2005 lalu, begitu juga saat wafatnya Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus I pada Agustus dan akhir September 1978.

    Menjelang hari pemakaman, umat Katolik memiliki kesempatan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Paus yang wafat di Basilika Santo Petrus. Namun, Paus Fransiskus adalah Paus pertama dalam hampir 150 tahun terakhir yang tidak akan dimakamkan di sana.

    Paus Fransiskus lebih memilih untuk dimakamkan secara sederhana di Gereja Santa Maria Maggiore, yakni gereja Maria di Roma yang dekat dengan stasiun utama kota. Tempat itu sangat berarti bagi Paus Fransiskus.

    Ia menyatakan keinginannya ini dalam surat wasiat, yang diumumkan pada Senin (21/04), serta yang tertulis dalam otobiografinya yang berjudul “Harapan” pada Januari 2025. Hal ini juga pernah ia sampaikan dalam beberapa wawancara di dua tahun terakhir.

    Pertemuan para kardinal di Roma

    Pertemuan para kardinal menjelang konklaf bahkan dimulai sebelum pemakaman Paus berlangsung.

    Serangkaian pertemuan yang disebut “konsistori” atau dewan kardinal ini dihadiri oleh seluruh kardinal Gereja Katolik. Ini termasuk 135 kardinal berusia di bawah 80 tahun yang punya hak pilih dan memilih, serta 252 kardinal Gereja secara keseluruhan.

    Pertemuan “pra-konklaf” ini penting karena 135 kardinal yang berasal dari 71 negara itu belum saling mengenal, bahkan dalam hal pandangan atau kebijakan gereja mereka.

    Pertemuan itu berlangsung di Aula Sinode Vatikan. Para kardinal yang punya hak pilih harus ikut begitu mereka tiba di Roma.

    Pentingnya pertemuan ini juga terlihat jelas setelah Paus Fransiskus terpilih pada 13 Maret 2013 lalu. Saat itu, nama-nama calon Paus masih menjadi perdebatan sengit.

    Waktu itu, Uskup Agung Buenos Aires Jorge Mario Bergoglio menyampaikan pidato yang begitu menyentuh tentang kondisi Gereja Katolik saat itu. Pidato itu membuatnya dilirik sebagai kandidat.

    Namun, seperti yang dijelaskan Paus Fransiskus dalam otobiografinya, pembicaraan antar kardinal itu tidak hanya dalam pertemuan resmi saja, tetapi saat berbincang di sela-sela pertemuan.

    Bahkan, beberapa hari sebelum konklaf dimulai, seorang uskup agung datang mengunjungi Paus Fransiskus di kediamannya dan menyebut beberapa nama calon Paus yang ramai dibicarakan. Menurut Paus Fransiskus, percakapan itu membuatnya “tidak nyaman.”

    Kelompok-kelompok kecil yang berpengaruh di antara para kardinal biasanya terbentuk berdasarkan bahasa atau asal benua, tapi lebih sering didasarkan pada orientasi kebijakan progresif atau konservatifnya.

    Menanti asap putih

    Para kardinal yang punya hak pilih akan memulai konklaf paling lambat pada hari ke-15 hingga ke-20 setelah Paus wafat. Mereka akan tinggal di Casa Santa Marta, rumah tamu Vatikan tempat Paus Fransiskus juga tinggal, tanpa ponsel, komputer, atau surat kabar.

    Pagi harinya, misa khusus untuk pemilihan Uskup Roma diadakan di Basilika Santo Petrus. Sorenya, para kardinal akan berjalan menuju Kapel Sistina untuk mulai memilih.

    Seluruh proses konklaf dan pemilihan Paus ini dijabarkan secara rinci dalam Konstitusi Apostolik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II pada 1996. “Tidak ada dokumen lain dalam sejarah kepausan yang sejelas dan sedetail ini terkait masa kekosongan takhta,” kata sejarawan gereja dan ahli kepausan, Jörg Ernesti, kepada DW. Setelah itu, pemilihan pun dimulai.

    Pada hari wafatnya Paus Fransiskus, sejumlah komentator memprediksi konklaf kali ini akan berlangsung lama karena jumlah peserta yang lebih banyak.

    Pada abad ke-20, konklaf biasanya berlangsung dua hingga lima hari. Namun, konklaf pada 2005 dan 2013 hanya berlangsung 26 dan 27 jam saja, menjadikannya dua konklaf tersingkat dalam sejarah.

    Ernesti menyebutkan soal konklaf terlama sepanjang sejarah, saat pemilihan Paus Pius VII pada 1800. Para kardinal telah berkumpul sejak 1 Desember 1799 dan baru selesai memilih pada 14 Maret 1800. Namun sejak 1831, konklaf biasanya tidak lebih dari enam atau tujuh hari.

    Setiap kali pemungutan suara gagal, surat suara akan dibakar dengan tunku khusus berisi jerami basah dan minyak atau aspal. Sehingga muncul asap hitam, keluar dari cerobong Kapel Sistina, yang menjadi penanda belum terpilihnya Paus baru.

    Jika para kardinal berhasil memilih Paus baru, kertas akan dibakar hanya bersama jerami, yang menghasilkan asap putih.

    Saat ini, para kardinal tidak punya kesulitan untuk datang tepat waktu saat konklaf.

    Namun, dulu keadaannya lain. Pada 1875, Paus Pius IX mengangkat Uskup Agung asal New York, John McCloskey (1810–1885), sebagai kardinal. Ini mengejutkan banyak orang, karena McCloskey adalah kardinal pertama dari “Era Baru” dan bukan warga Eropa.

    Setelah Paus Pius IX wafat, McCloskey melakukan perjalanan panjangnya dengan kapal menuju Roma. Namun, ketika ia tiba dua pekan kemudian, Paus baru, Leo XIII, sudah terpilih.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Khoirul Pertiwi

    Editor: Prita Kusumaputri

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Berkaca dari Paus Fransiskus, Ini Cara Cegah Pneumonia Bilateral

    Berkaca dari Paus Fransiskus, Ini Cara Cegah Pneumonia Bilateral

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma, Paus Fransiskus, meninggal dunia pada Senin (21/4/2025) di kediamannya, Casa Santa Marta, Vatikan. Paus wafat di usia 88 tahun setelah berjuang melawan komplikasi serius akibat pneumonia bilateral, sebuah kondisi infeksi yang menyerang kedua sisi paru-paru secara bersamaan.

    Kesehatan Paus sempat memburuk dalam beberapa minggu terakhir. Setelah menjalani pemeriksaan medis lebih lanjut, dokter mendiagnosis Paus Fransiskus menderita pneumonia bilateral atau pneumonia ganda.

    Pneumonia jenis ini adalah bentuk pneumonia yang lebih berat karena memengaruhi kedua paru-paru dan berisiko tinggi menyebabkan kegagalan pernapasan.

    Apa Itu Pneumonia Bilateral?

    Pneumonia bilateral adalah infeksi yang menyerang kedua paru-paru sekaligus. Penyakit ini bisa disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur yang menyebabkan peradangan dan penumpukan cairan di kantung udara paru-paru. Akibatnya, pertukaran oksigen terganggu dan penderita mengalami kesulitan bernapas.

    Gejala Umum Pneumonia Bilateral

    Gejala yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung tingkat keparahan infeksinya. Namun secara umum, penderita akan merasakan:

    Sesak napas dan nyeri dada yang kian parah.Batuk parah disertai dahak kuning atau hijau.Demam tinggi disertai menggigil.Tekanan pada dada saat bernapas atau batuk.Mudah lelah meski melakukan aktivitas ringan.Napas cepat dan tidak teratur.Warna kulit dan bibir menjadi pucat atau kebiruan akibat kekurangan oksigen.

    Jika mengalami gejala-gejala di atas, sangat disarankan untuk segera mencari pertolongan medis. Pneumonia bilateral memerlukan penanganan yang cepat agar tidak berkembang menjadi kondisi yang lebih serius.

    Penyebab Pneumonia Bilateral

    Berikut ini beberapa penyebab umum penyakit ini:

    Bakteri, seperti streptococcus pneumoniae atau haemophilus influenzae.Virus, seperti influenza, Covid-19, atau RSV (respiratory syncytial virus).Jamur, seperti histoplasma dan coccidioides, terutama pada orang dengan daya tahan tubuh rendah.Penyakit kronis, seperti diabetes, jantung, atau gangguan paru-paru.Sistem kekebalan lemah, misalnya pada penderita HIV/AIDS atau pengguna obat imunosupresan.Penularan infeksi dari satu paru ke paru yang lain.Pencegahan Pneumonia Bilateral

    Untuk mencegah pneumonia bilateral, langkah-langkah berikut ini bisa diterapkan:

    Hindari area berisiko tinggi, seperti rumah sakit atau panti jompo.Cuci tangan dengan sabun secara rutin.Dapatkan vaksin pneumokokus, terutama bagi lansia.Lakukan vaksinasi flu secara berkala.Selain itu, menjaga pola hidup sehat sangat penting, seperti jauhi alkohol dan rokok, konsumsi makanan bergizi, tidur cukup, dan berolahraga teratur.

    Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai pneumonia bilateral, Anda bisa lebih waspada dan proaktif dalam menjaga kesehatan pernapasan, terutama bagi kelompok yang lebih rentan seperti lansia.

  • Alasan Israel Hapus Ucapan Belasungkawa atas Wafatnya Paus Fransiskus, Begini Kata Jerusalem Post – Halaman all

    Alasan Israel Hapus Ucapan Belasungkawa atas Wafatnya Paus Fransiskus, Begini Kata Jerusalem Post – Halaman all

    Ini Alasan Israel Hapus Ucapan Belasungkawa Wafatnya Paus, Begini Kata Jerusalem Post

    TRIBUNNEWS.COM- Ada pemandangan yang mengherankan ketika akun resmi media sosial Pemerintah Israel menghapus ucapan belasungkawa atas wafatnya Paus Fransiskus.

    Pemerintah Israel sempat membagikan dan kemudian menghapus unggahan media sosial yang menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Paus Fransiskus, tanpa menyebutkan alasannya. 

    Sebuah surat kabar Israel mengaitkan keputusan tersebut dengan kritik mendiang Paus terhadap perang di Gaza.

    “Israel hapus cuitan belasungkawa Paus Fransiskus karena takut mendapat reaksi keras,” tulis Jerusalem Post di salah satu judul artikelnya.

    Mantan duta besar Israel untuk Vatikan mengatakan, menghapus cuitan tersebut adalah “sebuah kesalahan” dan “kita tidak seharusnya terus menerus menyimpan dendam seperti ini setelah kematian seseorang.”

    Di antara banyak pesan belasungkawa yang dikirim dari seluruh dunia menyusul wafatnya Paus Fransiskus.

    Namun keheningan hampir total dari pejabat-pejabat Israel tampak sangat menonjol.

    Selain pernyataan Presiden Isaac Herzog, yang menyampaikan belasungkawa kepada dunia Katolik dan menyuarakan harapan bahwa ” kenangannya akan mengilhami tindakan kebaikan dan harapan bagi kemanusiaan,” Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Luar Negeri Gideon Sa’ar khususnya tidak mengeluarkan komentar atau mencuit tentang meninggalnya Paus.

    Para pejabat Israel tidak menyembunyikan alasan di balik bungkamnya ini – hal ini terkait langsung dengan pernyataan terbaru Paus mengenai Israel dan perang di Gaza.

    Selama setahun terakhir, Paus Fransiskus mengatakan bahwa apa yang terjadi di Gaza “bukanlah perang. Melainkan kekejaman,” dan menuduh Israel “membombardir anak-anak dan menembaki mereka dengan senapan mesin.” Ia juga mengklaim bahwa “apa yang terjadi di Gaza memiliki ciri-ciri genosida.”

    Meskipun demikian, sejumlah pejabat Israel mengkritik keputusan untuk tetap diam, dengan alasan bahwa Paus bukan sekadar pemimpin politik.

    Postingan yang Dihapus, Hal yang Mengherankan

    “Saya pikir keputusan itu adalah sebuah kesalahan. Kita seharusnya tidak terus-terusan menyimpan dendam seperti ini setelah kematian seseorang,” kata Raphael Schutz, yang menjabat hingga musim panas lalu sebagai duta besar Israel untuk Vatikan, kepada The Jerusalem Post .

    Ia menegaskan bahwa pernyataan Paus pantas mendapat kecaman keras dan Israel seharusnya menanggapi secara diplomatis saat itu.

    “Namun kini, kita tidak hanya berbicara tentang seorang kepala negara, tetapi juga seorang pemimpin spiritual bagi lebih dari satu miliar orang – hampir 20 persen dari seluruh umat manusia. Saya rasa diam saja tidak akan menyampaikan pesan yang tepat.”

    Kementerian Luar Negeri sempat mengunggah pesan di akun media sosial – Instagram, Facebook, dan X – yang berbunyi, “Beristirahatlah dalam damai, Paus Fransiskus. Semoga kenangannya menjadi berkat.” Namun, unggahan tersebut segera dihapus, sehingga mengundang kontroversi dan perhatian.

    Upacara pemakaman Paus dijadwalkan pada Sabtu pagi. Mengingat kritiknya terhadap Israel di masa lalu dan fakta bahwa pemakaman akan dilaksanakan pada hari Sabat Yahudi, masih belum jelas apakah Israel akan mengirimkan perwakilan resmi.

    Mantan duta besar Schutz yakin Israel harus – dan dapat – mengirim delegasi, meskipun waktunya terbatas.

    “Ini akan menjadi pemakaman yang dihadiri oleh para pemimpin dunia. Jika kami tidak hadir, acara itu akan menjadi sorotan dan berdampak buruk pada kami. Acara itu dapat memperkuat rasa keterasingan, yang sudah meningkat akibat perang yang sedang berlangsung, dan menambah bahan bakar ke dalam api yang tidak perlu. Itu akan sangat disayangkan.”

    Para pejabat di Kementerian Luar Negeri mengatakan kepada Post bahwa “tweet dan pesan tersebut diunggah karena kesalahan. Kami menanggapi pernyataan Paus yang menentang Israel dan perang selama masa hidupnya, dan kami tidak akan melakukannya setelah kematiannya. Kami menghormati perasaan para pengikutnya.”

    Benjamin Netanyahu Bungkam 

    Ketika seluruh dunia menyatakan turut berkabung atas wafatnya Paus Fransiskus, namun tidak demikian dengan Israel.

    Pemerintah Israel sempat membagikan dan kemudian menghapus unggahan media sosial yang menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Paus Fransiskus, tanpa menyebutkan alasannya. 

    Sebuah surat kabar Israel mengaitkan keputusan tersebut dengan kritik mendiang Paus terhadap perang di Gaza.

    Akun @Israel yang terverifikasi telah mengunggah pesan pada hari Senin di platform media sosial X yang berbunyi: 

    “Beristirahatlah dalam damai, Paus Fransiskus. Semoga kenangannya menjadi berkat”, disertai gambar Paus yang sedang mengunjungi Tembok Barat di Yerusalem.

    Jerusalem Post mengutip pernyataan pejabat Kementerian Luar Negeri yang mengatakan bahwa Paus telah membuat “pernyataan yang menentang Israel” dan bahwa unggahan di media sosial tersebut telah diterbitkan karena “kesalahan”.

    Kementerian luar negeri, yang menurut platform media sosial X di situs webnya terkait dengan akun @Israel yang terverifikasi, tidak segera menanggapi permintaan komentar Reuters.

    Fransiskus, yang meninggal hari Senin pada usia 88 tahun, mengusulkan November lalu agar masyarakat global mempelajari apakah kampanye militer Israel di Gaza merupakan genosida terhadap rakyat Palestina, dalam beberapa kritiknya yang paling gamblang terhadap perilaku Israel dalam perang dengan Hamas yang dimulai pada Oktober 2023.

    Pada bulan Januari, Paus juga menyebut situasi kemanusiaan di Gaza sebagai “memalukan” , yang memicu kritik dari kepala rabbi Yahudi di Roma yang menuduh Fransiskus memiliki “kemarahan selektif”.

    Israel mengatakan tuduhan genosida dalam operasinya di Gaza tidak berdasar dan bahwa mereka hanya memburu Hamas dan kelompok bersenjata lainnya.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang memimpin koalisi sayap kanan partai-partai keagamaan dan nasionalis, belum mengomentari kematian Paus.

    Namun, Presiden Israel Isaac Herzog pada hari Senin mengirimkan pesan belasungkawa kepada umat Kristen di Tanah Suci dan di seluruh dunia, dengan menggambarkan Fransiskus sebagai “seorang pria dengan iman yang dalam dan kasih sayang yang tak terbatas”.

    Hubungan antara Gereja Katolik dan Yudaisme telah membaik dalam beberapa dekade terakhir, setelah berabad-abad permusuhan.

    Paus Fransiskus biasanya berhati-hati selama 12 tahun kepausannya dalam mengambil sisi dalam konflik, dan ia mengutuk pertumbuhan kelompok antisemit, sementara juga berbicara melalui telepon dengan komunitas Kristen kecil di Gaza setiap malam selama perang.

    Fransiskus pada tahun 2014 mengunjungi Tembok Barat – tempat doa paling suci dalam agama Yahudi – dan juga berdoa di bagian tembok yang dibangun oleh Israel di Tepi Barat yang diduduki yang memisahkan Yerusalem dan Betlehem.

     

    SUMBER: JPOST, REUTERS

  • Menyoal Stroke yang Memicu Gagal Jantung, Dialami Paus Fransiskus Sebelum Wafat

    Menyoal Stroke yang Memicu Gagal Jantung, Dialami Paus Fransiskus Sebelum Wafat

    Jakarta

    Paus Fransiskus meninggal dunia pada usia 88 tahun pada Senin (21/4/2025), sebulan setelah keluar dari rumah sakit. Vatikan mengatakan pemimpin Gereja Katolik Roma itu meninggal karena stroke yang membuatnya koma dan menyebabkan gagal jantung.

    Stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak tersumbat atau berkurang, sehingga jaringan otak tidak mendapatkan cukup oksigen dan nutrisi. Stroke juga dapat terjadi ketika pembuluh darah di otak bocor atau pecah, yang menyebabkan perdarahan di otak.

    Paus Fransiskus mengalami stroke serebral yang fatal pada tanggal 21 April 2025, karena kombinasi usia lanjut (88) dan kondisi kesehatan serius yang mendasarinya. Ia mengidap tekanan darah tinggi, diabetes tipe 2, penyakit paru-paru (bronkiektasis), dan baru saja pulih dari pneumonia ganda dan gagal napas akut,” kata dr Praveen Gupta, Direktur Utama & Kepala Neurologi, Fortis Gurgaon, kepada TOI Digital.

    “Faktor-faktor ini, bersama dengan tuntutan fisik dan emosional dari perannya, membuatnya sangat rentan terhadap stroke,” lanjutnya lagi.

    Pernyataan kematian menyebutkan bahwa Pope mengidap diabetes tipe 2 dan tekanan darah tinggi, yang merupakan faktor risiko stroke. Sementara kondisi paru-paru kronis yang disebut bronkiektasis membuatnya lebih rentan terhadap infeksi paru-paru dan pneumonia.

    dr Burton Dickey, seorang dokter spesialis paru dan perawatan kritis di MD Anderson Cancer Center, Houston, mengatakan kepada New York Times bahwa ketika infeksi terjadi pada pasien dengan bronkiektasis, kondisinya bisa memburuk dengan cepat.

    Dalam kasus seperti itu, infeksi saluran napas ringan dapat menyebar ke kantung udara kecil tempat paru-paru dan darah bertukar oksigen serta karbon dioksida, yang kemudian menyebabkan pneumonia. Kondisi ini dapat meningkatkan kecenderungan terbentuknya bekuan darah, sehingga risiko stroke pun meningkat.

    Stroke dapat menyebabkan koma, seperti yang terjadi dalam kasus Paus. Stroke yang dialami PausFransiskus menyebabkan “kolapskardiosirkulasi,” yaitu kondisi ketika jantung dan paru-paru tidak lagi mampu berfungsi.

    Ada beberapa cara stroke dapat menyebabkan kolaps kardiovaskular. Stroke dapat memengaruhi bagian otak yang mengendalikan fungsi jantung atau dapat menyebabkan pembengkakan otak yang menciptakan tekanan dan menggerakkan jaringan otak, yang menyebabkan tubuh mati.

    Pada beberapa pasien, stroke dapat terjadi bersamaan atau memicu serangan jantung, yang dengan sendirinya dapat menyebabkan kolapsnya sistem kardiovaskular.

    Selain itu, tanda-tanda stroke secara umum meliputi:

    Mati rasa tiba-tiba: Tidak merasakan sensasi apa pun atau sensasi kesemutan di wajah, tangan, kaki, lengan, tungkai, atau ekstremitas lainnya dapat menjadi tanda peringatan stroke. Hal ini juga dapat menyebabkan hilangnya rasa pada satu sisi tubuh.Kebingungan: Orang yang mengidap stroke mungkin tidak dapat memahami situasi mereka atau kehilangan kemampuan untuk berpikir jernih. Mereka mungkin memiliki ekspresi bingung di wajah mereka, mengalami kesulitan fokus, atau mengalami kesulitan dalam membuat keputusan.Sakit kepala parah: Banyak orang mungkin mengalami sakit kepala atau nyeri tiba-tiba atau parah di kulit kepala atau leher tanpa penyebab yang diketahui. Mereka mungkin memiliki kepekaan cahaya dan rasa tidak nyaman di kepala mereka.Kehilangan keseimbangan: Stroke juga dapat menyebabkan masalah dalam berdiri, berjalan, atau bergerak sama sekali. Orang yang terkena dampak mungkin mulai tersandung atau tiba-tiba menjadi sangat kikuk. Mereka mungkin juga kesulitan memegang barang dengan benar.Pusing: Merasa pusing atau sensasi berputar bisa menjadi tanda bahaya stroke.Penglihatan kabur: Orang mungkin mengalami masalah dengan penglihatan mereka dan mereka mungkin mulai menyipitkan mata atau menggosok mata mereka, tidak dapat membaca apa pun.Kesulitan berbicara: Tidak dapat berbicara, berbicara tidak jelas atau tidak jelas, atau menggunakan kata-kata dengan tidak benar. Kelemahan: Kurangnya kekuatan di wajah, lengan, atau kaki dapat mengindikasikan stroke.

    (suc/kna)

  • Ketika Dunia Berkabung Paus Fransiskus Wafat, Selebrasi dan Kritikan Muncul di Israel – Halaman all

    Ketika Dunia Berkabung Paus Fransiskus Wafat, Selebrasi dan Kritikan Muncul di Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pengumuman wafatnya Paus Fransiskus pada Senin (21/4/2025) pagi membuat seluruh dunia berkabung.

    Namun, tidak dengan Israel yang merasa Paus Fransiskus telah mengecewakan negara Yahudi tersebut.

    Seperti mantan duta besar Israel untuk Vatikan, Rafi Schutz, yang menyebut Paus Fransiskus telah mengecewakan Israel.

    Schutz mengatakan, posisi Paus Fransiskus terhadap Israel setelah perang dimulai di Gaza pantas mendapatkan “kritikan keras”.

    Hal tersebut, kata Schutz, menandai pukulan signifikan terhadap hubungan Israel dengan Vatikan.

    Sementara itu, surat kabar Israel Hayom mengatakan, Paus Fransiskus akan dikenang di Israel, terutama karena pernyataan kerasnya terhadap perang di Gaza.

    Senada dengan surat kabar tersebut, Channel 14 yang berhaluan ekstrem juga menyebut Paus sebagai kritikus paling keras Israel.

    Dikutip dari Middle East Eye, seorang pemimpin redaksi Jerusalem Post menggambarkan kritik Paus Fransiskus terhadap Israel dan dukungannya terhadap Palestina yang diserangnya sebagai “dukungan tanpa syarat untuk Hamas”.

    “Ada optimisme tertentu di dunia Yahudi ketika ia diangkat,” kata Zvika Klein, pemimpin redaksi Jerusalem Post.

    “Ada kekecewaan yang sangat besar di sini dari pihak Israel dan Yahudi (akibat) pernyataan-pernyataan keras terutama dalam beberapa bulan terakhir,” lanjutnya.

    Paus secara vokal dan berulang kali mengkritik perang Israel di Jalur Gaza, khususnya pembunuhan anak-anak Palestina, sehingga memicu kemarahan politisi Israel.

    Dia melakukan panggilan telepon hampir setiap malam dengan komunitas Kristen Gaza selama perang, yang mereka katakan merupakan sumber penghiburan dan kenyamanan.

    Pada Desember, kementerian luar negeri Israel memanggil diplomat tinggi Vatikan setelah komentar Paus Fransiskus yang menuduh Israel melakukan “kekejaman” di Gaza.

    Tak hanya kritikan, selebrasi atas kematian Paus Fransiskus juga menggaung di media sosial Israel.

    Banyak warga Israel biasa menggunakan media sosial untuk mengekspresikan kepuasan mereka atas kematian Paus karena pendiriannya terhadap perang Israel.

    Di Facebook, pengguna media sosial mengkategorikan Paus Fransiskus sebagai “pembenci Yudaisme”.

    Di bawah  postingan Kan 11 tentang kematian Paus, seorang pengguna menulis: “Saya tidak peduli dengan orang tua psikotik ini, yang membenci Israel”.

    Dalam laporan Ynet, yang lain menulis: “Paus Fransiskus akan dikenang sebagai orang yang secara konsisten mendukung antisemitisme modern,” dan menambahkan bahwa dunia “lebih baik tanpanya”.

    Di akun berita Walla, seorang pengguna menyebutnya “seorang bid’ah yang mendukung Nazi Hamas”.

    Dan yang lain bertanya: “Mengapa Anda mengumumkan di media Yahudi tentang seorang pembenci Israel yang meninggal?”

    Meski banyak yang mengutarakan kebencian terhadap Paus, namun banyak juga orang Israel yang merasa kehilangan atas kematiannya.

    Presiden Israel, Isaac Herzog, menulis di X, ia menyampaikan belasungkawa terdalamnya kepada dunia Kristen dan khususnya komunitas Kristen di Israel.

    “Saya sungguh berharap doanya untuk perdamaian di Timur Tengah dan untuk pemulangan para sandera dengan selamat akan segera terkabul.”

    “Semoga kenangannya terus menginspirasi tindakan kebaikan, persatuan, dan harapan,” kata Herzog.

    Paus Fransiskus Disemayamkan

    JENAZAH PAUS FRANSISKUS – Tangkapan layar YouTube Vatican News yang diambil pada Selasa (22/4/2025) menunjukkan Kardinal Camerlengo Kevin Farrell memimpin upacara penetapan kematian dan penempatan jenazah mendiang Paus Fransiskus dalam peti jenazah, yang berlangsung pada Senin malam di kapel Casa Santa Marta. Dalam gambar tersebut, Paus tampak mengenakan jubah kepausan berwarna merah dan sebuah rosario yang diletakkan di tangannya, simbol iman dan pengabdian yang ia pegang teguh sepanjang masa kepemimpinannya. (Tangkapan layar YouTube Vatican News)

    Sebelum upacara pemakaman Paus Fransiskus yang diadakan pada Sabtu (26/4/2025) di Lapangan Santo Petrus, para kardinal Katolik Roma menyiapkan panggung untuk upacara khidmat.

    Saat ini, jenazah Paus Fransiskus disemayamkan di kapel kediaman Santa Marta, tempat ia tinggal selama 12 tahun masa kepausannya.

    Jenazahnya akan dibawa ke Basilika Santo Petrus yang berdekatan pada Rabu pagi pukul 09.00 waktu setempat, dalam sebuah prosesi yang akan dipimpin oleh para kardinal.

    Dikutip dari Reuters, ia akan disemayamkan di sana hingga Jumat malam pukul 19.00 waktu setempat.

    Upacara pemakamannya akan diadakan pada pukul 10.00 pagi hari berikutnya di Lapangan Santo Petrus, di depan basilika abad ke-16.

    Upacara tersebut akan dipimpin oleh Kardinal Giovanni Battista Re, dekan berusia 91 tahun dari Dewan Kardinal.

    Berbeda dengan sebelumnya, Paus Fransiskus mengonfirmasi dalam surat wasiat terakhirnya bahwa ia ingin dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma dan bukan di Basilika Santo Petrus, tempat banyak pendahulunya dimakamkan.

    Meninggalnya Fransiskus telah memicu berbagai ritual kuno, karena Gereja yang beranggotakan 1,4 miliar jiwa ini memulai transisi dari satu Paus ke Paus lainnya.

    Termasuk pemecahan “Cincin Nelayan” dan segel timah milik Paus, yang digunakan semasa hidupnya untuk menyegel dokumen, sehingga dokumen tersebut tidak dapat digunakan oleh orang lain.

    Saat umat Katolik di seluruh dunia berduka atas meninggalnya Paus Fransiskus, semua kardinal di Roma dipanggil ke sebuah pertemuan pada hari Selasa untuk memutuskan urutan acara dalam beberapa hari ke depan dan meninjau jalannya Gereja sehari-hari pada periode sebelum paus baru terpilih.

    Konklaf untuk memilih paus baru biasanya berlangsung 15 hingga 20 hari setelah kematian seorang paus, yang berarti konklaf tidak boleh dimulai sebelum tanggal 6 Mei.

    Tanggal pastinya akan diputuskan oleh para kardinal setelah pemakaman Fransiskus.

    Sekitar 135 kardinal memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam pemungutan suara rahasia, yang dapat berlangsung selama berhari-hari sebelum asap putih yang mengepul dari cerobong Kapel Sistina memberi tahu dunia bahwa seorang paus baru telah dipilih.

    (*)

  • Menanti Penerus Paus Fransiskus

    Menanti Penerus Paus Fransiskus

    Mekanisme Pemilihan Paus

    Foto: AFP/FILIPPO MONTEFORTE

    Dirangkum dari katolisitas.org, The Guardian, dan BBC, para kardinal di seluruh dunia di bawah 80 tahun akan berkumpul di Vatikan untuk mengadakan konklaf. Para kardinal pemilih akan berkumpul di salah satu kapel di Vatikan. Pada konklaf terakhir 2013, berkumpul 115 kardinal pemilih dari seluruh dunia.

    Para kardinal pemilih mengenakan jubah merah dengan perlengkapannya untuk sebuah peristiwa penting. Garda Swiss penjaga Vatikan mengawal dan memastikan tidak ada pihak luar yang berkontak dengan para kardinal pemilih atau sebaliknya pada saat proses konklaf.

    Salah satu kapel telah disiapkan untuk prosesi konklaf, termasuk cerobong asap, pembakar kertas suara pemilihan, pencabutan segala jaringan telepon, internet, pembersihan surat-surat kabar dan merusak sintal handphone untuk menghindari kontak dengan dunia luar.

    Tidak tertutup kemungkinan bagi para kardinal untuk bersalaman satu dengan yang lain. Namun, mereka harus menghindari pembicaraan yang berkaitan dengan calon kandidat pilihan mereka atau segala diskusi lainnya.

    Setelah kardinal pemilih berkumpul, pintu kapel ditutup sebagai tanda penarikan diri mereka dari dunia luar dan konklaf secara resmi dapat dimulai. Para kardinal pemilih mengurus segala sesuatu secara sendiri, akan dipilih 3 kardinal termuda sebagai tenaga pelancar prosesi konklaf.

    Sebelum pemilihan dimulai, masing-masing kardinal dibagikan sebuah kertas pemilih, di atas kertas tertera sebuah kalimat Latin: Eligo in Sumum Pontificem Meum, artinya: Saya memilih Pemimpin Tertinggiku, di bagian ada ruang untuk menulis nama orang yang ingin dipilih.

    Setelah seluruh kardinal memilih, sudah disediakan sebuah piala tempat mereka memasukkan kertas suara mereka. Singkat penjelasan, tahap selanjutnya menghitung kertas suara dan mengumpulkan suara, lalu mengumumkan hasil pemilihan.

    Seandainya seorang calon terpilih dengan suara mayoritas, artinya dua pertiga dari jumlah seluruh pemilih, maka dengan itu seorang Paus sudah terpilih. Jika belum ada minimal mayoritas dua pertiga, pemilihan dilanjutkan ke putaran berikutnya.

    Jika lebih dari putaran ke-30 dan belum juga terpilih seorang Paus, 2 kandidat dengan perolehan suara terbanyak akan dipilih oleh para kardinal, kedua yang terpilih ini otomatis kehilangan hak memilih.

    Pada bagian akhir, kertas-kertas suara dilubangkan dan disatukan pada seutas benang, kemudian dimasukkan ke pembakar untuk dibakar. Jika putaran tersebut belum menghasilkan Paus baru, kertas-kertas itu dibakar dengan campuran kimia yang menghasilkan asap warna hitam keluar dari cerobong. Asap warna hitam memberikan tanda kepada umat Katolik seluruh dunia bahwa Paus belum terpilih.

    Bila dalam sebuah putaran telah menghasilkan suara mayoritas, artinya seorang Paus sudah terpilih, kardinal dekan menanyakan apakah dia menerima pemilihan tersebut. Jika dia menjawab ‘Iya’ sebagai tanda kesediaanya, pertanyaan kedua: Apa nama yang digunakan sebagai Paus.

    Kertas-kertas suara kemudian dideretkan pada seutas tali dan dibakar dengan campuran kimia yang menghasilkan asap warna putih, sebagai tanda bahwa Gereja Katolik sudah memiliki seorang Paus. Asap putih dari cerobong di atas atap kapel akan diiringi dengan bunyi lonceng gereja.

    Kardinal diakon kemudian tampil di Balkon Santo Santo Paulus, lalu mengumumkan nama Paus baru dengan menyebut: Annuntio vobis gaudium magnum. Habemus Papam, artinya: Saya mengumumkan kepada Anda kalian sebuah kegembiraan besar. Kita mempunyai seorang Paus.

    Akhirnya, lalu Paus baru tampil di balkon menyapa umat yang hadir di lapangan Basilika Santo Petrus dan seluruh dunia. Setelah itu, Paus baru membawakan sebuah wejangan singkat untuk seluruh umat.

    Kandidat Pengganti Paus Fransiskus

    Foto: (AP Photo/Andrew Medichini)

    Kandidat potensial pengganti Paus Fransiskus berasal dari berbagai belahan dunia dari Asia, Afrika, Amerika Utara, dan Eropa.
    Paus dipilih melalui proses rahasia yang penuh ritual dikenal sebagai konklaf, yang digelar di Kapel Sistina, Vatikan.

    Dalam ritual itu hanya kardinal berusia di bawah 80 tahun yang berhak memilih, dan biasanya sekitar 120 kardinal berpartisipasi dalam konklaf. Berikut adalah beberapa kandidat potensial:

    Kardinal Luis Antonio Tagle (67, Filipina, Kepala Evangelisasi Vatikan)

    Dijuluki “Fransiskus dari Asia” karena dikenal fokus pada isu keadilan sosial. Tagle dianggap kandidat favorit dan bisa menjadi paus Asia pertama, seperti Fransiskus yang menjadi paus pertama dari benua Amerika. Di atas kertas, Tagle tampaknya memenuhi semua syarat untuk menjadi paus. Namun, prospeknya mungkin meredup akibat tuduhan perundungan institusional di Caritas Internationalis, sebuah asosiasi amal Katolik global yang ia pimpin selama beberapa tahun. Takhta Suci memberhentikan Tagle dari jabatan tersebut pada 2022.

    Kardinal Pietro Parolin (70, Italia, Sekretaris Negara Vatikan)

    Parolin berpotensi menjadi jembatan antar-faksi Gereja. Parolin telah menjabat sebagai Sekretaris Negara Vatikan sejak 2013 dan termasuk di antara kandidat terkuat untuk menjadi paus. Posisinya merupakan yang tertinggi kedua dalam hierarki, setelah paus. Sebagai diplomat karier, ia mendapat kritik dari kalangan konservatif atas perannya dalam perjanjian dengan Beijing terkait pengangkatan uskup di Cina yang dikuasai Partai Komunis. Jika terpilih, Parolin akan membawa kembali kepausan ke tangan bangsa Italia setelah tiga paus non-Italia.

    Kardinal Peter Turkson (76, Ghana, pejabat dan diplomat Vatikan)

    Sebagai calon paus pertama dari Afrika sub-Sahara, Turkson memadukan pengalaman pastoral di Ghana dengan keterampilan diplomatik dan pengalaman kepemimpinan di Vatikan. Paus Fransiskus pernah mengutus Turkson sebagai utusan khususnya untuk misi perdamaian di Sudan Selatan. Kemampuan komunikasinya yang kuat serta asal-usulnya dari salah satu wilayah Gereja yang paling dinamis di tengah tantangan sekularisme di Eropa menjadi nilai tambah yang memperkuat kredibilitasnya.

    Kardinal Marc Ouellet (79, Kanada, mantan Kepala Kantor Uskup Vatikan)

    Seorang veteran dalam lingkaran dalam Vatikan dengan pengalaman global, Ouellet telah lama disebut-sebut dalam diskusi suksesi kepausan. Secara teologis Ia merupakan seorang konservatif dan memiliki kemampuan dalam berbagai bahasa, hal ini membuat sosoknya menarik simpati kalangan tradisionalis. Ia pernah menghadapi tuduhan pelanggaran dalam beberapa tahun terakhir, namun hal tersebut telah dibantah.

    Kardinal Fridolin Ambongo Besungu (65, Kongo, Uskup Agung Kinshasa)

    Disebut sebagai bintang yang tengah naik daun dari Afrika, Ambongo menggabungkan pandangan tradisional yang tegas dengan advokasi keadilan sosial. Ia menjadi suara penting bagi Gereja di benua yang pertumbuhannya sangat pesat itu. Di saat yang sama, Ia juga dikenal vokal menolak terhadap pemberkatan pasangan sesama jenis. Hal itu telah mengangkat profilnya secara internasional, sekaligus memperkuat posisinya di mata kalangan konservatif.

    Kardinal Matteo Zuppi (69, Italia, Uskup Agung Bologna)

    Sering dijuluki “Bergoglio dari Italia” karena keselarasan pandangannya dengan Paus Fransiskus, Zuppi dikenal sebagai “pastor jalanan” karena fokus pada kaum miskin dan migran, serta menghindari hidup dalam kemewahan, bahkan Ia kadang memilih naik sepeda daripada menggunakan mobil dinas. Namun, faksi-faksi Gereja yang lebih konservatif mungkin bersikap waspada terhadap kecenderungan pandangan progresifnya.

    Kardinal Jean-Marc Aveline (66, Prancis, Uskup Agung Marseille)

    Aveline dikenal karena selera humornya dan hubungan baiknya dengan Paus Fransiskus, terutama dalam isu imigrasi dan hubungan dengan umat Muslim. Jika terpilih, Aveline akan menjadi paus pertama asal Prancis sejak abad ke-14 dan yang termuda sejak Paus Yohanes Paulus II. Ia memahami bahasa Italia, meski belum fasih berbicara dalam bahasa itu, hal ini disebut bisa menjadi kelemahan dalam peran sebagai seorang Paus yang sekaligus menjadi Uskup Roma.

    Kardinal Peter Erdo (72, Hungaria, Uskup Agung Esztergom-Budapest)

    Meski dikenal sebagai seorang pembela ajaran dan doktrin Katolik tradisional, Erdo tetap mampu membangun hubungan dengan dunia progresif dari Paus Fransiskus. Ia pernah menjadi kandidat paus pada tahun 2013. Fasih dalam beberapa bahasa, termasuk bahasa Italia, Erdo mungkin tidak dianggap karismatik, tetapi tetap menarik bagi mereka yang menginginkan kepausan yang lebih stabil.

    Kardinal Mario Grech (68, Malta, Sekretaris Jenderal Sinode Uskup)

    Awalnya dianggap konservatif, Grech kini menjadi sosok terdepan dalam mendorong reformasi yang diinisiasi Paus Fransiskus. Pada tahun 2014, ia menyerukan sikap yang lebih terbuka terhadap umat Katolik LGBTQ+, pidatonya itu juga dipuji oleh Fransiskus. Perannya yang menonjol di Vatikan dan hubungan baik dengan lintas faksi membuatnya berada dalam posisi yang kuat untuk menduduki takhta tertinggi.

    Kardinal Juan Jose Omella (79, Spanyol, Uskup Agung Barcelona)

    Dikenal dekat dengan Paus Fransiskus, Omella menjalani hidup sederhana meskipun menduduki posisi senior. Diangkat menjadi kardinal pada 2016, ia bergabung dalam dewan penasihat beranggotakan sembilan orang yang dipilih paus pada 2023. Kedekatannya dengan Fransiskus bisa menjadi kelemahan jika konklaf menginginkan perubahan nada atau arah kepemimpinan.

    Kardinal Joseph Tobin (72, AS, Uskup Agung Newark)

    Meskipun seorang paus asal AS dianggap mustahil, Tobin adalah kandidat yang paling mungkin menjadi kandidat Paus. Lahir di Detroit dan fasih berbahasa Italia, Spanyol, Prancis, dan Portugis, ia dipuji karena berhasil mengelola skandal pelecehan seksual besar di posisinya saat ini. Ia juga dikenal karena keterbukaannya terhadap komunitas LGBTQ+.

    Kardinal Angelo Scola (83, Italia, mantan Uskup Agung Milan)

    Pernah jadi kandidat kuat pada 2013. Pendukung Scola memuji kecerdasannya dalam teologi dan posisinya yang baik di antara mereka yang mendukung Gereja yang lebih terpusat dan hierarkis. Namun, ia telah melewati batas usia 80 tahun untuk memberikan suara dalam konklaf kepausan. Meskipun secara teknis seorang paus dapat dipilih dari luar pemilih, hal ini jarang terjadi di zaman modern.

    Namun, seperti yang dikatakan dalam pepatah lama, “Kardinal muda memilih paus tua.” Pepatah ini menjadi mencerminkan pola tradisional dalam ritual konklaf kepausan, yang menunjukkan bahwa kardinal muda lebih memilih paus yang lebih tua atau mungkin seseorang yang tidak akan menjabat terlalu lama.

  • Umat Katolik di Surabaya Memanjatkan Doa untuk Kedamaian Paus Fransiskus

    Umat Katolik di Surabaya Memanjatkan Doa untuk Kedamaian Paus Fransiskus

    Surabaya (beritajatim.com) – Umat Katolik di Surabaya berkumpul untuk memanjatkan doa Misa Requiem bagi kedamaian jiwa Pemimpin Gereja Katolik Roma, Paus Fransiskus, yang berpulang pada Selasa, 22 April 2025.

    Prosesi khitmad, Misa Requiem itu dilaksanakan di Gereja Katolik Hati Kudus Yesus (HKY) Katedral Surabaya, Jalan Polisi Istimewa. Dimulai pukul 18.00 WIB petang hingga selesai 19.00 WIB malam.

    Uskup Surabaya, Monsinyur (Mgr.) Agustinus Tri Budi Utomo beserta barisan para imam memimpin ibadah Misa Requiem, dengan diikuti seluruh umat Katolik di Kota Surabaya yang hadir.

    Dalam kata pembukanya, Mgr. Didik terlebih dulu menyampaikan kabar duka kepergian Paus Fransiskus, pada Senin (21/4) pagi, waktu Roma. Yang disampaikan oleh Nunsius Apostolik Tahta Suci Vatikan untuk Indonesia, Piero Pioppo lewat sebuah pesan.

    “Kemarin pagi dia datang ke tempat Tuhan Yesus wafat. Harapan kita dia juga ikut bangkit bersama Tuhan Yesus. Dan mendapat kebahagiaan, damai abadi di surga,” kata Uskup Didik, di Gereja HKY Surabaya, Selasa (22/4).

    Ungkapan terima kasih juga disampaikan Uskup Didik kepada segenap umat, berbagai komunitas, dan masyarakat lintas agama. Atas perhatian dan juga belasungkawa, yang diberikan atas wafatnya Sri Paus.

    Menurut Uskup Didik, ungkapan duka – cita yang meluas dari berbagai latar belakang masyarakat atas kepergian Paus Fransiskus merupakan bukti nyata dari terwujudnya persaudaraan yang selama ini selalu beliau (Paus) cita-citakan.

    “Dimensi persuadaraan ini yang diimpikan oleh Paus kita ini. Misi dia tiada lain melahirkan kerahiman kasih Allah, tidak peduli dari kelompok, golongan apa, dan dosa sebesar apa, semua dicintai, dengan dicintai semua terberkati dan diajak untuk bertobat,” ucap Uskup. [ram/ian]

  • PBNU Harap Pengganti Paus Fransiskus Miliki Kegigihan Sama Perjuangkan Kemanusiaan  – Halaman all

    PBNU Harap Pengganti Paus Fransiskus Miliki Kegigihan Sama Perjuangkan Kemanusiaan  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengaku kehilangan atas wafatnya Paus Fransiskus. 

    Dirinya berharap calon pengganti Paus Fransiskus memiliki semangat yang sama dalam memperjuangkan nilai-nilai persaudaraan manusia. 

    “Kita semua berdoa bahwa berpulangnya Paus Fransiskus akan digantikan oleh pemimpin yang sama baiknya dan sama gigihnya dalam memperjuangkan kemanusiaan,” ujar Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf di Jakarta, Selasa (22/4/2025). 

    Kepergian Paus Fransiskus, kata Gus Yahya, merupakan kehilangan besar bagi umat manusia.

    Selama ini, menurut Gus Yahya, Paus Fransiskus selalu menebar kasih sayang kepada seluruh umat manusia tanpa membedakan latar belakang apapun. 

    “Selama kepemimpinan beliau, menghadirkan Gereja Katolik ini sebagai pengasuh kemanusiaan. Itu adalah keteladanan yang paripurna untuk semua orang,” kata Gus Yahya. 

    Gus Yahya menyoroti inisiatif Paus Fransiskus dalam membangun perdamaian dan persaudaraan lintas iman. 

    Salah satunya adalah penandatanganan Piagam Persaudaraan Kemanusiaan bersama Grand Syaikh Al-Azhar Ahmad Al-Tayyeb.

    “Inisiatif beliau untuk bersama-sama Grand Syeikh Azhar adalah ikon dari perjuangan kemanusiaan di tengah-tengah gejolak dunia yang sangat tidak mudah,” katanya.

    Seperti diketahui, Paus Fransiskus wafat pada usia 88 tahun pada Senin (21/4/2025) pagi waktu setempat.

    Kabar duka ini diumumkan oleh Kardinal Kevin Farrell, Camerlengo Gereja Romawi Suci.

    “Pukul 7.35 pagi ini, Uskup Roma, Paus Fransiskus, kembali ke rumah Bapa. Seluruh hidupnya didedikasikan untuk melayani Tuhan dan Gereja-Nya,” kata Kardinal Kevin Ferrell dalam sebuah pernyataan.

  • Presiden AS Donald Trump dan Ibu Negara Melania Akan Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus – Halaman all

    Presiden AS Donald Trump dan Ibu Negara Melania Akan Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengonfirmasi bahwa ia dan Ibu Negara Melania Trump akan menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Roma.

    Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Trump melalui unggahan di Truth Social pada Senin (21/4/2025).

    “Melania dan saya akan menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Roma. Kami tak sabar untuk hadir di sana!,” tulisnya.

    Sebelumnya, sempat muncul spekulasi mengenai apakah Trump akan hadir dalam upacara pemakaman tersebut.

    Namun, tak lama setelah kabar duka datang dari Vatikan, Trump menyampaikan belasungkawa mendalam.

    Dalam pidato singkat di acara White House Easter Egg Roll, Trump menyebut Paus sebagai “seorang pria yang sangat baik yang mencintai dunia, terutama mereka yang sedang mengalami masa sulit,” seperti dilaporkan CBS News.

    Kehadiran Trump di Roma akan menjadi momen diplomatik bersejarah.

    Ia akan menjadi presiden AS pertama yang sedang menjabat yang hadir dalam pemakaman Paus.

    George W Bush lah presiden amerika yang tercatat menghadiri pemakaman Paus Yohanes Paulus II pada 2005.

    Menurut Newsweek, Trump juga memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang di Gedung Putih dan seluruh fasilitas federal sebagai tanda berkabung nasional.

    “Sebagai tanda penghormatan untuk mengenang Yang Mulia Paus Fransiskus,” tulis Trump dalam proklamasi, “bendera Amerika Serikat dikibarkan setengah tiang… hingga matahari terbenam, pada hari pemakaman.”

    Paus Fransiskus Meninggal, Dunia Berduka

    Vatikan mengonfirmasi Paus Fransiskus wafat pada Senin (21/4/2025) pagi pukul 07.35 waktu setempat.

    Ia menghembuskan napas terakhir setelah berjuang lama melawan pneumonia ganda.

    Paus asal Argentina ini merupakan Paus pertama dari Amerika Latin.

    Ia merupakan anggota ordo Jesuit yang dikenal karena hidup sederhana serta fokus membantu kaum miskin dan terpinggirkan.

    Kabar wafatnya Paus Fransiskus langsung memicu duka mendalam dari berbagai penjuru dunia.

    Kardinal Timothy Dolan dari Keuskupan Agung New York mengatakan kepada Saluran Katolik SiriusXM:

    “Ada kematian dalam keluarga. Dan orang-orang di seluruh dunia, khususnya keluarga Katolik, sedang berduka. Kami sudah merindukannya.”

    Mantan Presiden Joe Biden juga menyampaikan belasungkawa lewat platform X (sebelumnya Twitter).

    “Beliau tidak seperti pendahulunya. Paus Fransiskus akan dikenang sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh di zaman kita.”

    Pemakaman di Tengah Reformasi dan Simbol Kesederhanaan

    Pemakaman Paus Fransiskus diperkirakan digelar dalam beberapa hari mendatang di Lapangan Santo Petrus, jika cuaca memungkinkan.

    Upacara akan berlangsung selama dua jam dengan ritus Katolik tradisional, sebagian besar dalam bahasa Latin, menurut laporan Politico.

    Jenazah akan disemayamkan di Basilika Santo Petrus agar umat dapat memberikan penghormatan terakhir selama tiga hari.

    Menariknya, Paus Fransiskus tidak akan dimakamkan di bawah basilika seperti para pendahulunya.

    Ia sebelumnya menyatakan ingin dimakamkan “di dalam tanah, tanpa hiasan khusus”, dengan tulisan nama “Franciscus” dalam bahasa Latin.

    Menurut Reuters, lokasi tersebut belum pernah digunakan untuk pemakaman Paus sejak abad ke-17, ketika Paus Clement IX dimakamkan di sana.

    Warisan yang Dikenang Dunia

    Fransiskus menjabat lebih dari satu dekade sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik.

    Ia dikenal karena keberpihakan kepada kaum miskin, advokasi terhadap migran, serta sikap progresif terhadap isu lingkungan dan keadilan sosial.

    Meskipun Trump dan Paus Fransiskus sempat berselisih pendapat mengenai kebijakan imigrasi, Trump kini menyatakan dirinya menghargai ajakan Paus untuk berbelas kasih terhadap para migran.

    “Ya, saya mendukung, saya mendukung,” ucapnya kepada wartawan, dikutip CBS News.

    Dalam pidato Paskah terakhirnya, yang dibacakan ajudan karena kondisi kesehatannya memburuk, Paus menulis:

    “Betapa banyak penghinaan yang kadang-kadang ditimbulkan terhadap mereka yang rentan, yang terpinggirkan, dan para migran!”

    Masa Berkabung Sembilan Hari

    Vatikan telah memulai masa berkabung resmi selama sembilan hari, dikenal sebagai Novendiale, untuk menghormati wafatnya Paus Fransiskus.

    Selama masa ini, berbagai upacara dan doa akan dilangsungkan untuk mengenang sosok pemimpin spiritual yang telah memberikan pengaruh besar bagi dunia.

    Apa Itu Masa Sede Vacante?

    Masa sede vacante adalah periode penting dalam Gereja Katolik yang terjadi ketika Takhta Suci kosong karena wafatnya atau pengunduran diri seorang Paus.

    Istilah Latin ini secara harfiah berarti “kursi kosong”, merujuk pada kekosongan kepemimpinan tertinggi di Vatikan.

    Begitu seorang Paus wafat, proses sede vacante dimulai dengan verifikasi resmi dari Camarlengo, pejabat yang bertanggung jawab atas urusan administrasi Vatikan selama masa transisi.

    Camarlengo akan memeriksa tubuh Paus dan secara resmi mengumumkan wafatnya kepada publik.

    Setelah pengumuman, kamar pribadi Paus disegel.

    Gereja kemudian memasuki periode novemdiales, yakni sembilan hari berkabung dan misa untuk mengenang Paus yang telah wafat.

    Menanti Paus Baru

    Setelah masa berkabung, para Kardinal Gereja Katolik yang berusia di bawah 80 tahun berkumpul dalam konklaf di Kapel Sistina, Roma.

    Mereka melakukan pemungutan suara rahasia untuk memilih Paus baru.

    Seorang kandidat harus memperoleh dua pertiga suara dari total kardinal pemilih agar dapat terpilih.

    Ketika Paus baru berhasil dipilih, asap putih akan keluar dari cerobong Kapel Sistina sebagai tanda bahwa dunia memiliki pemimpin baru.

    Setelah itu, diumumkan secara resmi dengan ucapan: Habemus Papam (“Kita memiliki Paus”).

    Masa Sede Vacante Terlama dalam Sejarah

    Sede vacante terpanjang tercatat dalam sejarah Gereja Katolik terjadi antara tahun 1268 hingga 1271, menyusul wafatnya Paus Klemens IV.

    Proses pemilihan Paus saat itu berlangsung hampir tiga tahun karena konflik internal di antara para kardinal.

    Situasi tersebut menjadi pelajaran berharga bagi Gereja tentang pentingnya kesepakatan dan reformasi dalam proses konklaf.

    Periode sede vacante terbaru dimulai pada 21 April 2025, setelah Paus Fransiskus dinyatakan wafat oleh Vatikan.

    Paus berusia 88 tahun itu sebelumnya sempat dirawat selama 38 hari di Rumah Sakit Gemelli, Roma, akibat pneumonia ganda, sebelum akhirnya pulang menjelang Paskah.

    Kini, dunia tengah menantikan siapa yang akan terpilih sebagai Paus baru—pemimpin spiritual bagi lebih dari satu miliar umat Katolik di seluruh dunia.

    Apa Itu Novemdiales?

    Novemdiales berasal dari bahasa Latin novem yang berarti sembilan.

    Istilah ini merujuk pada sembilan hari liturgi penuh doa dan misa arwah untuk mendoakan jiwa Paus yang telah wafat.

    Menurut laporan dari Vatican News dan Catholic News Agency, tradisi ini dimulai sehari setelah Camarlengo, pejabat yang memegang kendali administratif selama masa sede vacante, secara resmi mengumumkan wafatnya Paus.

    Pada 22 April 2025, misa pertama novemdiales untuk mendoakan arwah Paus Fransiskus digelar di Basilika Santo Petrus.

    Misa tersebut dipimpin oleh seorang Kardinal senior.

    Prosesi ini menjadi awal dari sembilan hari refleksi mendalam.

    Acara ini dihadiri oleh para Kardinal, rohaniwan, dan ribuan umat Katolik dari seluruh dunia.

    Menjelang Konklaf

    Selama periode novemdiales, para Kardinal juga mengadakan pertemuan (general congregations).

    Pertemuan ini membahas kondisi Gereja global dan menentukan waktu pelaksanaan konklaf—proses pemilihan Paus baru.

    Seperti dilaporkan oleh Reuters, konklaf biasanya digelar antara hari ke-15 hingga ke-20 setelah wafatnya Paus.

    Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh rangkaian novemdiales dapat berlangsung dengan penuh penghormatan.

    Kini, dunia menantikan siapa yang akan melanjutkan tongkat estafet dari Paus Fransiskus.

    Namun sebelum itu, Gereja memberi ruang untuk berduka, berdoa, dan bersyukur atas warisan seorang Paus yang telah menorehkan jejak penting dalam sejarah Katolik modern.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)