kab/kota: Roma

  • Apa Arti Asap Hitam dan Putih saat Konklaf Pemilihan Paus Baru?

    Apa Arti Asap Hitam dan Putih saat Konklaf Pemilihan Paus Baru?

    Jakarta

    Konklaf pemilihan Paus baru tengah berlangsung hingga kini di Vatikan. Sebanyak 133 kardinal berkumpul dalam pertemuan tertutup di Kapel Sistina untuk memberikan suara secara rahasia guna memilih pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma.

    Selama proses ini, publik di seluruh dunia menantikan tanda visual yang muncul dari cerobong asap Kapel Sistina, yaitu asap hitam atau asap putih. Kedua warna asap ini bukan sekadar simbol, melainkan penanda resmi apakah pemungutan suara berhasil menghasilkan Paus baru atau belum.

    Lantas, apa arti di balik kemunculan asap hitam dan putih dari cerobong asap saat konklaf pemilihan Paus tersebut?

    Arti Warna Asap Hitam dan Putih

    Dikutip dari laman History, asap hitam yang mengepul dari cerobong Kapel Sistina menandakan para kardinal belum mencapai kesepakatan dalam pemungutan suara. Artinya, belum ada Paus baru yang terpilih. Sebaliknya, asap putih menjadi penanda bahwa proses konklaf telah menghasilkan Paus baru.

    Kedua warna asap tersebut dihasilkan dari campuran bahan kimia yang digunakan saat pembakaran surat suara.

    Menurut McGill University (2017), asap hitam dihasilkan dari campuran kalium perklorat, belerang, dan antrasena, yakni senyawa yang umum ditemukan dalam tar batu bara. Sementara itu, asap putih berasal dari campuran kalium klorat, laktosa, dan sedikit resin pohon pinus yang dikenal sebagai Greek pitch.

    Sejarah Penggunaan Tanda Asap

    Tradisi penggunaan asap dalam konklaf dimulai dari pembakaran kertas suara setelah proses penghitungan. Menurut sejarawan Frederic J. Baumgartner, kebiasaan ini sudah berlangsung setidaknya sejak tahun 1417, atau bahkan lebih awal.

    Ia menjelaskan bahwa perubahan ini kemungkinan besar dipicu oleh mandat Paus Pius X yang mewajibkan semua dokumen terkait pemilihan dibakar, bukan hanya surat suara. Tujuannya adalah untuk menghasilkan asap putih dalam jumlah cukup banyak sehingga dapat terlihat jelas dari kejauhan.

    (wia/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Apa Arti Asap Hitam dan Putih saat Konklaf Pemilihan Paus Baru?

    Hari Kedua Pemilihan Paus, Semua Mata Tertuju ke Cerobong Asap Kapel Sistina

    Jakarta

    Dunia Katolik dilanda harap-harap cemas pada hari Kamis (8/5), saat para kardinal yang bertugas memilih paus baru bersiap di Kapel Sistina, Vatikan untuk memulai hari kedua pemungutan suara mereka. Semua mata tertuju ke cerobong asap Kapel Sistina.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (8/5/2025), sebelumnya, gumpalan asap hitam mengepul di atas kerumunan yang memadati Lapangan Santo Petrus pada Rabu (7/5) malam waktu setempat. Hal ini mengonfirmasi bahwa pemungutan suara hari pertama konklaf belum memperoleh mayoritas dua pertiga suara untuk menunjuk pengganti mendiang Paus Fransiskus.

    Ke-133 kardinal menghabiskan malam di wisma tamu Santa Marta, dan akan melakukan misa private pada Kamis pagi waktu setempat, sebelum memulai hari kedua pemungutan suara.

    Jika pemungutan suara rahasia pertama pagi hari gagal lagi untuk mengidentifikasi pemenang yang jelas, maka pemungutan suara kedua akan diadakan. Jika tidak ada konsensus lagi, dua pemungutan suara lagi akan diadakan di sore hari.

    Para kardinal akan tetap berada di balik pintu tertutup sampai paus ke-267 yang baru terpilih mendapat berkat yang jelas untuk memimpin 1,4 miliar umat Katolik di dunia. Mereka disumpah untuk merahasiakan proses yang telah berlangsung berabad-abad itu.

    – ‘Asap hitam’ –
    Ruangan dikunci untuk menghindari gangguan dan kebocoran, satu-satunya cara para kardinal mengomunikasikan hasil suara mereka adalah dengan membakar surat suara mereka dengan bahan kimia untuk menghasilkan asap. Surat suara berwarna hitam jika tidak ada keputusan, atau putih jika mereka telah memilih paus baru.

    Dua pemilihan paus sebelumnya pada tahun 2005 dan 2013 berlangsung selama dua hari, tetapi beberapa pemilihan pada abad sebelumnya berlangsung selama lima hari. Yang terlama berlangsung hampir tiga tahun, antara November 1268 dan September 1271.

    Sebelum asap muncul, puluhan ribu orang — peziarah, turis, dan warga Roma yang penasaran — telah berkumpul di Lapangan Santo Petrus.

    “Saya tidak keberatan dengan asap hitam, itu menunjukkan Roh Kudus sedang bekerja. Akan ada pemungutan suara lainnya segera, kita akan mendapatkan paus kita,” kata James Kleineck, 37 tahun, dari Texas, Amerika Serikat saat melihat asap hitam dari Kapel Sistina pada Rabu (7/5).

    Barbara Mason, 50 tahun, melakukan perjalanan dari Kanada untuk konklaf tersebut, berharap untuk melihat seorang paus yang akan melanjutkan jejak progresif Paus Fransiskus.

    “Saya senang mereka meluangkan banyak waktu karena itu berarti mereka berpikir dengan saksama tentang siapa yang akan menjadi Paus,” katanya.

    Konklaf 2025 adalah yang terbesar dan paling internasional yang pernah ada, yang mempertemukan para kardinal dari sekitar 70 negara — banyak di antaranya sebelumnya tidak saling mengenal.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Dimulai, Begini Ritual Lengkap Konklaf Cara Pemilihan Paus Baru – Halaman all

    Dimulai, Begini Ritual Lengkap Konklaf Cara Pemilihan Paus Baru – Halaman all

    Dimulai, Begini Ritual Konklaf Cara Pemilihan Paus Baru

    Oleh Romo Markus Solo Kewuta. SVD, Penulis sangat akrab dengan sebutan 
    Padre Marco

    TRIBUNNEWS.COM, VATIKAN – Konklaf adalah ritual khas untuk memilih Paus yang baru, sang Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma sedunia. 

    Saat ini, Rabu, 7 Mei 2025 Misa meriah baru saja dimulai pkl. 10.00 tadi, waktu Vatikan yang disebut dengan istilah “Pro Eligendo Pontifice” (Misa pemilihan Paus) dipimpin oleh Pemimpin Kollegium para Kardinal, yakni Kardinal Giovanni Battista Re (91 tahun). 

    Perayaan Misa tersebut dihadiri oleh seluruh Kardinal yang hadir, artinya baik yang berada di bawah umur 80, maupun yang sudah di atas 80 tahun. 

    Jumlah Kardinal yang akan mengikuti acara Konklaf, artinya memilih dan bisa juga dipilih, berjumlah 133 orang. Yang berhak memilih dan diplih dalam Konklaf hanya para Kardinal yang berumur di bawah 80 tahun. 

    Selama ini, sejak kematian Paus Fransiskus tanggal 21 April 2025 yang lalu, Vatikan dan Gereja Katolik mengalami kekosongan Tahta Suci yang disebut dengan istilah “sede vacante”. 

    “Konklav”, asli bahasa Latin “Conclave”. Kata ini secara etimologis terdiri dari dua kata, yakni “cum” artinya “dengan”, dan “clave” artinya “kunci”. 

    Jadi, Konklaf adalah pemilihan Paus yang terjadi di dalam ruangan terkunci rapat. Artinya terjadi dalam suasana sangat rahasia dan tidak diketahui oleh dunia luar. 

    Makna lainnya adalah pemilihan yang terjadi di tempat tersembunyi dan dalam suasana tenang, dalam doa dan meditasi. Di dalam Konklaf, setiap Kardinal di bawah umur 80 tahun bisa memilih dan dipilih. Artinya setiap Kardinal masuk ke dalam ruang Konklaf sebagai Kardinal, tetapi berpotensi nanti keluar sebagai Paus. 

    Setelah Misa pkl. 10.00 pagi hari ini, 7 Mei 2025, yang diperkirakan akan selesai setelah 1,5 jam, para Kardinal akan kembali ke penginapan di rumah Domus Santa Marta untuk santap siang. 

    Domus Santa Marta adalah tempat Paus Fransiskus tinggal selama 12 tahun masa kepausannya. Rumah ini memiliki banyak kamar. Semua kollega dan penghuni rumah sudah diungsikan ke tempat lain untuk memberikan tumpangan kepada 133 Kardinal. 

    Tadi malam sekitar pkl. 18.30 waktu Vatikan, saya lewat di depan rumah ini. Ternyata pintu sudah disegel dengan tulisan larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan. Semua Kardinal Konklaf sedang berada di dalamnya dan rumah itu terasa sangat senyap. 

    Mulai sore hari ini, Vatikan mematikan jaringan internet di wilayah gerak para Kardinal. Mereka juga dilarang menggunakan berbagai perangkat elektronik. 

    Kami para pegawai Vatikan dilarang melewati jalur para Kardinal dan harus parkir mobil di wilayah yang sangat jauh dari mereka. Setelah makan siang di rumah penginapan Domus Santa Marta, tentu saja dalam suasana sangat tenang, para Kardinal di bawah 80 tahun dan di atas 80 tahun, artinya semua Kardinal yang hadir akan diangkut dengan kendaraan menuju Kapel Paolina yang terletak di dalam Istana Kepausan di dalam Vatikan. Sebagian akan berjalan kaki melalui jalur khusus yang sangat tertutup, karena berjarak hanya sekitar 300 meter. 

    Pukul 15.45 waktu Vatikan mereka semua akan sudah hadir di dalam Kapel Paolina. Dari sana mereka semua berarak dalam prosesi agung dan dalam doa sambil menyanyikan lagu “Veni Creator Spiritus”, masuk ke dalam tempat Konklav, yakni Kapel Sistina, yang terletak langsung bersebelahan dengan Kapel Paolina. 

    Keduanya berada di area Sala Reggia, Istana Kepausan, persis di jantung Vatikan. Sekitar pkl.16.30 para Kardinal peserta Konklav (133 orang) akan mengangkat sumpah di atas Kitab Suci, satu demi satu. 

    Dengan itu mereka tidak boleh membocorkan rahasia dan tidak boleh melakukan pelanggaran apapun. Aturan Konklav dari Paus Benediktus XVI mengancam setiap pelanggaran dengan hukuman ekskomunikasi. Setelah angkat sumpah masing-masing, Maestro Liturgi menyerukan kalimat terkenal „Extra Omnes“, artinya semua Kardinal di atas umur 80 harus meninggalkan ruang Konklav. Setelah itu para Kardinal Konklav mulai diarahkan untuk pemilihan putaran pertama. Sore sampai malam ini hanya dilakukan satu putaran saja. 

    Sedangkan hari-hari lainnya akan ada 4 putaran setiap harinya: Dua putaran di pagi hari dan dua di sore hari, sampai ada hasil 2/3 suara dari semua pemilih. 

    Kalau sampai 35 putaran belum ada hasil 2/3, maka dua orang yang meraih suara terbanyak akan dipilih dalam putaran selanjutnya sampai satu dari dua orang itu meraih kemenangan. Konklav-konklav terakhir hanya membutuhkan waktu dua sampai 3 hari, artinya antara 8 sampai 10 putaran saja. 

    Di dalam sejarah pernah terjadi Konklav sampai lebih dari 1 tahun. Yang terpendek adalah 10 jam. Ketika hendak memilih, setiap Kardinal menerima sepucuk kertas dengan judul dalam bahasa Latin: Eligo in Sumum Pontificem Meum, artinya: Saya memilih Pemimpin Tertinggiku, di bawahnya terdapat ruangan untuk menulis nama orang yang ingin dipilih. Setiap kali setelah selesai memilih, setiap Kardinal diminta untuk beranjak dari tempat duduknya menuju Altar, di mana sudah disediakan sebuah tempayan atau piala, tempat mereka memasukkan kertas suara mereka. 

    Setiba di depan Altar, setiap Kardinal berdiri dengan posisi menghadap sidang Kardinal, mengangkat kertas pilihannya tinggi-tinggi untuk membuktikan bahwa dia telah memilih secara sah, berlutut untuk berdoa. Bunyi doanya adalah: “Testor Christum Dominum, qui me iudicaturus est, me eum eligere, quem secundum Deum iudico eligi debere“ (Aku memanggil Kristus Tuhan sebagai hakimku untuk menjadi saksi bahwa saya telah memilih calon ini, yang saya yakin sungguh bahwa dia dipilih sesuai kehendak Tuhan). 

    Setelah berdoa demikian, si Kardinal Pemilih bangun berdiri, melipatkan kertas pilihannya dua kali sehingga berukuran kecil sekitar 2×2 cm, lalu meletakkannya ke tempayan atau piala yang telah disediakan. Setelah itu dia kembali ke tempat duduk dan disusul oleh Kardinal lainnya hingga akhir. Setelah ke-133 Kardinal melakukan tahap ini, ketiga Kardinal termuda yang telah dipilih untuk melancarkan upacara pemilihan, menghitung kertas suara dan mengumpulkan suara, lalu mengumumkan hasil pemilihan. 

    Kalau proses pemilihan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka pemilihan dinyatakan sukses. Di akhir setiap putaran, kertas-kertas yang sudah terbuka akan dilobangkan dengan sebuah jarum lalu dibariskan pada seutas benang, kemudian dimasukan ke dalam oven untuk dibakar. Kalau putaran tersebut belum menghasilkan seorang Paus, maka kertas-kertas itu dibakar dengan campuran zat kimia yang menghasilkan asap warna hitam. 

    Hal ini memberikan isyarat kepada umat Katolik seluruh dunia bahwa Paus belum terpilih. Tanggal 7 Mei, hari pertama yang dimulai sore hari, hanya dilakukan satu putaran saja. Hasilnya melalui asap baru akan dilihat setelah pkl. 19.00 waktu Vatikan, atau tengah malam WIB. 

    Seandainya sebuah putaran telah menghasilkan mayoritas yang dibutuhkan, artinya seorang Paus sudah terpilih, maka Kardinal Dekan menanyakan kepada yang bersangkutan dalam keadaan berdiri, apakah dia menerima pemilihan tersebut. 

    Ketika dia menjawab Ya sebagai tanda kesediaanya, maka kepadanya dilontarkan pertanyaan kedua: Apa nama yang digunakan sebagai Paus. Setelah memberikan jawaban kepada kedua pertanyaan ini dengan jelas, Paus baru dikenakan sebuah tanda khusus berupa sebuah pakaian kebesaran. Dulu, Paus terpilih dikenakan sebuah mahkota, tetapi tradisi ini sudah tidak berlaku lagi.

    Setelah mengenakan pakaian khusus ini, Paus terpilih beranjak dari tempatnya menuju ke Altar, di mana di depan Altar tersebut sudah disediakan kursi khusus. Di hadapannya para Kardinal mengucapkan janji setia dan ketaatan mereka kepadanya. Pada saat itu pengurus pembakaran kertas pilihan memasukkan kertas-kertas yang sudah dideretkan pada seutas tali dan dibakar dengan campuran kimia yang menghasilkan asap warna putih, sebagai tanda bahwa Gereja Katolik sudah memiliki seorang Paus. 

    PIPA KONKLAF DIPASANG – Para pekerja di Vatikan pada hari Jumat waktu setempat (2/5/2025) diketahui telah memasang sebuah cerobong di atap Kapel Sistine untuk prosesi konklaf. (Tangkap Layar Youtube Vatican News)

    Asap putih dari cerobong di atas atap Kapel Sistina akan diiringi dengan bunyi lonceng panjang Basilika Santo Petrus Vatikan. Pada saat yang sama, Paus baru dihantar menuju sebuah kamar di samping Altar yang disebut “camera lacrimatoria”, artinya Kamar Air Mata, di mana dia beristirahat, memikirkan apa yang harus dikatakan beberapa saat kemudian ketika diperkenalkan kepada dunia dari balkon Basilika Santo Petrus. 

    Kamar itu dinamakan “Kamar Air Mata“ karena berbagai alasan, antara lain sebuah tempat khusus, di mana Paus baru meluapkan segala perasaanya, yang umumnya di dalam sejarah berupa deraian air mata kegembiraan atau keterharuan. Di sini pula Paus baru tersebut dikenakan pakaian lain untuk ditampilkan ke publik. 

    Dalam selang waktu antara 20 sampai 40 menit, ketika ratusan ribu umat dan peziarah bergegas menuju Lapangan Santo Petrus, Paus baru dihantar oleh rombongan Kardinal menuju Balkon Basilika Santo Petrus yang berbingkai merah dan ditutup dengan kain lebar berwarna merah pula. 

    Dua ajudan mendampingi seorang Kardinal Diakon yang akan mengumumkan kepada dunia nama Paus baru sebagai hasil konklav. Kardinal Diakon mengumumkan nama Paus baru dengan rumusan awal berikut: “Annuntio vobis gaudium magnum: Habemus Papam!“, artinya: “Saya mengumumkan kepada anda kalian sebuah kegembiraan besar: Kita mempunyai seorang Paus!“

    Kardinal Diakon dan kedua ajuda mundur, lalu tampillah Paus baru sambil menyalami hadirin dan pemirsa di seluruh dunia dengan gestikulasi tangan khas. Paus baru juga membawakan wejangan singkat yang syarat makna. 
    Kata-kata awal sering tersirat kepribadian, spiritualitas, kiblat teologi, pastoral dan arah perjalanan pontifikatnya. Setelah melakukan perkenalan dan sambutan ini, beliau kembali ke kediaman barunya di dalam Vatikan. 

    Beberapa hari kemudian, sebuah Misa instalasi Paus baru akan dilaksanakan dan terbuka untuk umat. Umumnya terjadi di Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Pada saat itu umat dipenuhi kegembiraan sekaligus rasa ingin tahu tentang apa yang akan disampaikan Paus baru di dalam kotbahnya, yang umumnya sudah bisa dibaca dengan jelas visi, misi dan harapannya serta apa yang akan dilakukan di masa-masa mendatang di dalam era kepemimpinannya.

    Romo Markus Solo Kewuta. SVD
    Penulis sangat akrab dengan sebutan 
    Padre Marco.

  • Sambut Paus Baru, Penjahit Vatikan Siapkan Jubah Khusus untuk Pengganti Fransiskus – Halaman all

    Sambut Paus Baru, Penjahit Vatikan Siapkan Jubah Khusus untuk Pengganti Fransiskus – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM –  Menjelang dimulainya rangkaian konklaf atau pemilihan paus baru atau pengganti Paus Fransiskus, sejumlah persiapan mulai dilakukan.

    Di sebuah sudut tersembunyi di pusat Roma, keluarga Gammarelli mengungkap bahwa ia dan sepupunya telah mempersiapkan cassock atau jubah putih untuk paus baru.

    Meskipun Vatikan belum memberikan pesanan resmi, namun Mancinelli tetap setia pada tradisi dengan mempersiapkan jubah-jubah tersebut.

    Keluarga Gammarelli yang dikenal karena menjahit pakaian rohaniwan selama lebih dari 200 tahun untuk delapan paus terakhir, termasuk Paus Fransiskus mengatakan bahwa cassock  buatannya telah siap, siapapun pausnya.

    Tak hanya jubah, Para penjahit kepausan di Gammarelli turut menyiapkan selempang, dan kopiah, dalam tiga ukuran kecil, sedang, dan besar.

    “Begitu Takhta Suci memberi tahu kami bahwa kami harus membuat jubah, kami segera memulainya, kami butuh waktu sekitar 15 hari ” kata Tn. Gammarelli, mengutip dari ABC News.

    “Ketika kami perlu bekerja untuk Bapa Suci, semua orang ingin mengerjakan jubahnya, jadi semua orang mengerjakannya, kami tidak mengesampingkan siapapun,” imbuh Tn. Gammarelli

    Jubah-jubah tersebut dipersiapkan agar bisa dikenakan oleh Paus baru saat pertama kali tampil di balkon Basilika Santo Petrus.

    Melalui tangan-tangannya yang terampil, ia tidak hanya menjahit kain, tetapi juga menjalin sejarah dan spiritualitas yang akan dikenang oleh generasi mendatang.

    Perbedaan Jubah Paus Fransiskus dan Benediktus XVI

    Seiring berjalannya waktu, mode pakaian gerejawi terus mengalami perubahan.

    Perbedaan paling mencolok terjadi setelah Konsili Vatikan II pada tahun 1960-an, dimana pakaian liturgi berubah menjadi lebih sederhana.

    Paus Fransiskus, misalnya, menolak mengenakan pakaian mewah seperti bulu dan beludru yang biasa dipakai oleh pendahulunya.

    Fransiskus melakukan sedikit penyesuaian pada manset jubahnya.

    Memilih aksesori sederhana seperti sepatu hitam polos dan menyimpang dari tradisi dengan memilih Fisherman’s Ring (Cincin Nelayan) berlapis emas daur ulang. Sementara itu, Benediktus memilih cincin dari emas padat.

    Meski dibuat sederhana, namun Mancinelli tetap menjaga kualitas dan keaslian dalam setiap jahitannya.

    Menggunakan bahan wol ringan yang lebih terjangkau namun tetap mencerminkan kehormatan jabatan gerejawi.

    Kontras dengan Paus Fransiskus, pendahulunya yakni Paus Benediktus XVI justru dikenal dengan gaya berpakaian yang sangat tradisional dan liturgis.

    Ia kerap tampil mengenakan mozzetta merah (mantel bahu beludru yang digunakan di luar ruangan), sepatu kulit merah khas Paus, serta topi camauro dan tiara klasik dalam acara tertentu.

    Gaya tersebut mempertegas kontinuitas dengan tradisi kepausan abad pertengahan dan simbol otoritas spiritual.

    Pengamat Vatikan menyebut gaya Benediktus sebagai bentuk “keindahan liturgis” yang disengaja.

    “Benediktus percaya bahwa simbol visual dalam pakaian Paus adalah bagian dari kesaksian iman,” ujar seorang penulis Vatikan yang diwawancarai oleh Catholic News Agency.

    Hari Pertama Konklaf Dimulai

    Setelah 15 sepeninggalan Paus Fransiskus,  serangkaian ritus suci dan proses ketat konklaf resmi dimulai pada Rabu (7/5/2025).

    Serangkaian proses akan dimulai guna membawa Gereja Katolik kepada pemimpin barunya setelah wafatnya Paus Fransiskus.

    Di hari pertama konklaf, Pukul 10.00 waktu setempat atau 15.00 WIB, seluruh anggota College of Cardinals berkumpul dalam Misa Pro Eligendo Romano Pontifice di Basilika Santo Petrus, Vatikan.

    Misa dipimpin oleh Kardinal Giovanni Re, Dekan para Kardinal, yang juga akan menyampaikan homili berdasarkan diskusi internal sejak wafatnya Paus Fransiskus.

    Adapun Homili tersebut menjadi refleksi atas prioritas utama Gereja dalam memilih Paus baru.

    Setelah misa digelar, para kardinal akan beristirahat untuk makan siang dan menjalani masa refleksi pribadi terakhir.

    Pada momen ini, mereka diharapkan mempertimbangkan suara hati dan dorongan Roh Kudus sebelum memasuki proses pemilihan.

    Pukul 16.30 atau 21.30 WIB, prosesi khidmat menuju Kapel Sistina dimulai.

    Di bawah naungan lukisan megah karya Michelangelo, para kardinal menyanyikan himne Latin Veni Creator Spiritus sebelum mengambil sumpah, baik secara kolektif maupun pribadi, untuk menjaga kerahasiaan pemilihan.

    Setelah itu seluruh 133 kardinal pemilih bersumpah, diumumkan seruan “extra omnes” semua yang tidak berkepentingan diminta keluar, dan pintu Kapel Sistina ditutup rapat.

    Usai disumpah, para kardinal akan memulai pemungutan suara.

    Apabila muncul asap putih dari cerobong kapel, berarti telah terpilih seorang Paus baru dengan suara dua pertiga.

    Namun, jika asap berwarna hitam, artinya belum ada kesepakatan dan pemungutan suara akan dilanjutkan.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Asap Hitam Muncul dari Kapel Sistina, Tanda Belum Ada Paus Baru Terpilih

    Asap Hitam Muncul dari Kapel Sistina, Tanda Belum Ada Paus Baru Terpilih

    Roma

    Asap hitam pekat muncul dari cerobong asap Kapel Sistina. Hal ini menandakan belum ada Paus baru yang terpilih.

    Dilansir AFP, Kamis (8/5/2025), puluhan ribu orang berkumpul di Lapangan Santo Petrus. Asap hitam itu muncul sekitar 3 jam 15 menit setelah 133 kardinal masuk ke dalam Kapel Sistina.

    Para uskup akan kembali ke wisma tamu Santa Marta tempat mereka menginap, sebelum mulai memberikan suara lagi.

    Diketahui, para kardinal dipanggil kembali ke Roma setelah kematian Paus Fransiskus pada tanggal 21 April usai 12 tahun menjadi pemimpin bagi 1,4 miliar umat Katolik di dunia.

    Berdasarkan ritual yang telah berlangsung selama berabad-abad, para kardinal akan memberikan suara secara rahasia di Kapel Sistina hingga salah satu dari mereka memperoleh mayoritas dua per tiga suara untuk terpilih menjadi paus.

    Ketika pemilihan, Kapel Sistina akan terkunci rapat. Satu-satunya cara mereka mengomunikasikan hasilnya adalah dengan membakar surat suara mereka dengan bahan kimia untuk menghasilkan asap.

    Konklaf ini adalah yang terbesar yang pernah ada, yang mempertemukan para kardinal dari sekitar 70 negara. Banyak di antara kardinal yang sebelumnya tidak saling mengenal.

    (isa/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Tesla Hancur Lebur, Merek China Tak Terkenal Jauh Lebih Laku

    Tesla Hancur Lebur, Merek China Tak Terkenal Jauh Lebih Laku

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tesla menghadapi mimpi buruk usai bisnisnya hancur lebur gara-gara aksi boikot yang meluas. Di Inggris, mobil Tesla makin sepi peminat. Bahkan, posisinya sudah dikalahkan dua merek China yang tak terkenal.

    Sepanjang bulan lalu, raksasa mobil listrik (EV) milik Elon Musk tersebut ‘hanya’ menjual 512 unit mobil. Jumlah itu anjlok dibandingkan penjualan mobil Tesla di April 2025 yang menembus 1.300 unit.

    Kecaman masyarakat terhadap sikap politik Musk terbukti berdampak besar pada kinerja penjualan Tesla di kawasan Eropa. Masyarakat Inggris ramai-ramai menyerbu mobil merek China dan ogah membeli mobil Tesla.

    Saingan kuat Tesla, BYD, berhasil menjual 2.511 unit mobil dalam periode yang sama. Jumlah itu meningkat 650% dibandingkan tahun sebelumnya.

    Jika dibandingkan BYD, Tesla sudah kalah sangat jauh. Namun, Tesla ternyata juga tak mampu bersaing dengan dua merek China yang masih jarang terdengar, yakni Jaecoo dan Omoda.

    Kedua merek tersebut dimiliki konglomerasi China, Chery. Jaecoo berhasil menjual 1.053 unit mobil di Inggris sepanjang April 2025, sementara Omoda menjual 910 unit mobil pada periode yang sama, dikutip dari Business Insider, Rabu (7/5/2025), berdasarkan data lembaga perdagangan SMMT.

    Ironisnya, Jaecoo dan Omoda baru masuk pasar Inggris tahun lalu, sementara Tesla sudah lebih lama malang-melintang di negara tersebut.

    Jaecoo dan Omoda menawarkan beragam model mobil berteknologi canggih. Ada yang sepenuhnya mobil listrik, ada pula yang bersifat hibrida, hingga yang sepenuhnya masih menggunakan bahan bakar minyak.

    Sementara itu, diketahui bahwa Tesla sepenuhnya menjual mobil listrik. Kendati demikian, fakta bahwa Tesla sudah dikalahkan 2 merek China baru yang belum terkenal menunjukkan tingkat masalah yang dialami Tesla di Eropa.

    Eropa merupakan pasar ketiga terbesar Tesla. Jika Tesla sudah tak berpengaruh di kawasan tersebut, maka bisnisnya secara keseluruhan bisa ikut terdampak.

    Saham Tesla anjlok 2,7% pada perdagangan awal di Selasa (6/5) waktu setempat. Hal ini menyebabkan penurunan harga saham Tesla sepanjang 2025 sudah mencapai 28%.

    Sentimen negatif Tesla di Eropa ditengarai sikap politik Musk yang mendukung partai sayap kanan garis keras AfD. Selain itu, peran Musk dalam pemerintahan Trump dan dukungannya yang dinilai berlebihan dalam masa Pilpres 2024 menyulut kemarahan warga Eropa.

    Aksi penyerangan showroom Tesla dan mobil Tesla di jalanan pun sempat heboh beberapa saat lalu. Polisi juga menyelidiki kebakaran di dealer Tesla di Roma pada 31 Maret 2025 silam.

    Di tengah huru-hara tersebut, Tesla juga menghadapi persaingan ketat dengan merek asal Eropa seperti Volkswagen, serta pabrikan mobil listrik China yang makin kencang mengekspansi penjualan ke pasar Eropa.

    Untung menggenjot kembali minat beli Tesla di Inggris, perusahaan mulai menawarkan pengisian daya gratis selama 2 tahun di fasilitas Supercharging miliknya untuk unit Model Y. Kita tunggu saja apakah taktik ini berhasil menggenjot penjualan Tesla atau upayanya sia-sia.

    (fab/fab)

  • Hadiri Sidang Konklaf, Momen Kardinal Suharyo Tiba di Vatikan

    Hadiri Sidang Konklaf, Momen Kardinal Suharyo Tiba di Vatikan

    Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo tiba untuk menghadiri pertemuan jemaat umum menjelang konklaf untuk memilih paus berikutnya di Roma, Italia, Selasa, (6/5/2025). Pertemuan jemaat umum ini merupakan hari terakhir sebelum dimulainya konklaf. (Dimitar DILKOFF / AFP)

  • Profil Luis Antonio Tagle: Sang “Fransiskus Asia”, Calon Kuat Paus

    Profil Luis Antonio Tagle: Sang “Fransiskus Asia”, Calon Kuat Paus

    Jakarta, CNBC Indonesia – Para kardinal dunia akan mengadakan konklaf untuk memilih Paus, Rabu (7/5/2025). Salah satu figur yang mencuat untuk menduduki posisi tertinggi Gereja Katolik Roma itu adalah Kardinal Luis Antonio Tagle dari Filipina.

    Mengutip The Guardian, sebetulnya Kardinal Tagle tidak memiliki ambisi yang tinggi untuk menjadi Paus. Ia bahkan tertawa ketika ditanya pada tahun 2015 apakah ia pernah mempertimbangkan bahwa ia mungkin suatu hari nanti akan menjadi Paus.

    “Saya membuat pengakuan publik di sini. Saya bahkan tidak bisa mengatur hidup saya. Bagaimana saya bisa membayangkan sebuah komunitas di seluruh dunia?” tuturnya.

    Meskipun tanggapannya terkesan merendah, kardinal Filipina tersebut termasuk di antara mereka yang disebut-sebut sebagai calon pengganti Paus Fransiskus. Jika diangkat, ia akan menjadi Paus pertama dari Asia.

    Tagle, yang dipanggil dengan nama panggilan “Chito,” telah digambarkan sebagai “Fransiskus Asia”, karena pandangannya yang progresif dan gaya hidupnya yang sederhana.

    Ia sebelumnya mengkritik sikap “keras” terhadap ibu tunggal, dan orang-orang yang gay, serta perceraian. Sebagai uskup Imus, sebuah kota dekat Manila, ia naik jeepney, minivan umum murah, dan mengundang orang miskin untuk makan bersamanya.

    Dikenal sebagai orang yang mudah didekati dan bersahaja, Tagle juga penggemar menyanyi dan menari. Video-videonya di Tiktok telah dibagikan secara luas, membuatnya mendapat persetujuan dari banyak orang di Filipina, di mana karaoke praktis menjadi kegemaran nasional, dan sekitarnya.

    “Saat berpidato dan memberikan ceramah, dia bukan pendeta formal yang biasa. Dia bernyanyi. Dia orang Filipina. Dia pastor karaoke,” kata Michael Xiao Chua, seorang sejarawan di Universitas De La Salle. “Tagle memiliki gaya yang tidak biasa, dan seperti bintang rock setelah misa.”

    Masa Kecil dan Kontroversi

    Tagle, 67 tahun, lahir di Imus, dekat wilayah ibu kota Metro Manila, dari orang tua Katolik yang bekerja di bank. Semasa kecil, Tagle dikabarkan ingin menjadi dokter, tetapi masuk gereja setelah seorang pendeta menipunya agar mendaftar ke seminari di Kota Quezon.

    Ia memperoleh gelar doktor di Universitas Katolik Amerika dan menjadi Uskup Imus dan, kemudian, Uskup Agung Manila. Ia diangkat menjadi kardinal oleh Paus Benediktus XVI pada tahun 2012.

    “Beliau (berasal) dari keluarga yang sangat sederhana. Tidak miskin tetapi tidak kaya,” kata Mary John Mananzan, seorang biarawati misionaris Benediktin yang telah mengenal Tagle selama beberapa dekade.

    Namun, kenaikannya ke jajaran atas gereja Katolik bukannya tanpa kontroversi. Tagle menjabat sebagai presiden Caritas Internationalis dari tahun 2015 hingga 2022 ketika tim kepemimpinan dicopot karena kekhawatiran atas kesalahan manajemen. Saat itu, Tagle  mengatakan keputusan itu tidak terkait dengan tuduhan pelecehan seksual atau kesalahan manajemen uang.

    Pada Maret ini, sebuah kelompok penyintas, Survivors Network of those Abused by Priests, menyerukan penyelidikan terhadap Tagle, dan lima kardinal lainnya, terkait dengan penanganan kasus dugaan pelecehan anak oleh Caritas Internationalis di Selandia Baru dan Republik Afrika Tengah. Tagle belum mengomentari seruan tersebut.

    Para pegiat mengatakan Tagle belum bekerja cukup keras untuk mengatasi pelecehan seksual di gereja. Anne Barrett Doyle, salah satu direktur BishopAccountability.org, mengatakan minggu lalu bahwa gereja di Filipina berada dalam “zaman kegelapan” dalam masalah ini, dan bahwa pedoman dalam menangani tuduhan belum dipublikasikan di situs web keuskupan agung Manila atau Konferensi Waligereja Filipina.

    “Jika Kardinal Tagle bahkan tidak bisa membuat rekan-rekan uskupnya di negara asalnya untuk menerbitkan pedoman. Apa yang bisa kita harapkan darinya sebagai paus gereja global?” ujar Doyle.

    Di Filipina, Tagle juga dituduh lamban dalam mengutuk apa yang disebut sebagai perang melawan narkoba yang digagas mantan presiden Filipina Rodrigo Duterte. Sebanyak 30.000 orang tewas dalam tindakan keras tersebut, yang dimulai setelah Duterte menjabat pada bulan Juni 2016.

    Banyak korban adalah pemuda, yang ditembak mati di jalan. Kemudian, pada tahun 2017, Tagle menulis surat pastoral yang mengkritik pembunuhan tersebut

    “Kita tidak dapat memerintah negara dengan membunuh. Kita tidak dapat menumbuhkan budaya Filipina yang manusiawi dan bermartabat dengan membunuh,” tuturnya.

    Perang melawan narkoba yang digagas Duterte menandai babak sulit bagi gereja Katolik di Filipina. Beberapa pastor mengambil risiko melakukan pembalasan dengan mengkritik pembunuhan tersebut, dan meskipun ada kemarahan internasional atas pembunuhan tersebut, Duterte tetap sangat populer di kalangan penduduk yang mayoritas beragama Katolik.

    Tagle menentang pengesahan RUU Kesehatan Reproduksi di Filipina, yang menawarkan alat kontrasepsi gratis dan informasi tentang keluarga berencana. Ia juga menentang hak aborsi.

    (tps)

  • Kisah tiga Paus dari Afrika mengubah Kekristenan dan memberi Hari Valentine – Halaman all

    Kisah tiga Paus dari Afrika mengubah Kekristenan dan memberi Hari Valentine – Halaman all

    Afrika Utara saat ini didominasi umat Islam. Tapi kawasan ini dulunya adalah ‘jantung’ agama Kristen yang telah melahirkan sejumlah Paus. Warisan mereka dapat dirasakan oleh jemaat Gereja hingga hari ini.

    Wilayah kepausan mereka, yang berlangsung pada masa Kekaisaran Romawi, mencakup Tunisia modern, timur laut Aljazair, hingga pantai Libia barat.

    “Afrika Utara adalah Sabuk Alkitab Kekristenan kuno,” kata Prof Christopher Bellitto, seorang sejarawan Kean University di AS.

    Setelah Paus Fransiskus wafat, banyak umat Katolik di Afrika berharap Paus selanjutnya akan kembali berasal dari benua itu untuk pertama kalinya semenjak lebih dari 1.500 tahun yang lalu.

    Melalui artikel ini, kita akan berjumpa dengan tiga Paus dari Afrika – dan bagaimana mereka membuat umat Kristen merayakan Minggu Paskah dan Hari Valentine.

    Ketiganya telah diakui Gereja sebagai santo alias orang kudus.

    Victor I (189-199)

    Dianggap berasal dari Berber (penduduk asli Afrika Utara), Paus Victor I memimpin Gereja Katolik pada saat pengikut Yesus Kristus dipersekusi oleh para pejabat Romawi karena menolak menyembah dewa-dewa Romawi.

    Dia mungkin paling dikenal atas perannya dalam memastikan orang Kristen merayakan Paskah pada hari Minggu.

    Pada abad ke-2, beberapa kelompok Kristen dari Provinsi Romawi Asia (di Turki modern) merayakan Paskah pada hari yang sama saat orang Yahudi merayakan Paskah Yahudi [Passover, untuk merayakan pembebasan orang Yahudi dari perbudakan di Mesir].

    Namun, umat Kristen di bagian barat Kekaisaran Romawi percaya bahwa Yesus Kristus dibangkitkan pada hari Minggu sehingga Paskah harus selalu dirayakan pada hari itu.

    Perdebatan tentang kapan kebangkitan Yesus Kristus terjadi membuat masalah ini sangat kontroversial.

    “Kontroversi Paskah” adalah simbol dari konflik yang lebih besar antara umat Kristen Timur dan Barat, dan apakah orang Kristen harus mengikuti praktik orang Yahudi atau tidak.

    Victor I mengadakan Sinode Romawi pertama atau pertemuan para pemimpin Gereja—untuk menyelesaikan kebuntuan tersebut.

    Dia mengancam para uskup akan diasingkan dari Gereja jika menolak mematuhi keinginannya.

    “Dia bersuara tegas untuk membuat semua orang benar-benar punya pemahaman yang sama dengannya,” kata Prof Bellitto kepada BBC.

    Ini adalah karakter yang mengesankan, kata sejarawan itu, karena “dia adalah Uskup Roma ketika Kekristenan masih dianggap bertentangan dengan hukum di kekaisaran Romawi.”

    Warisan penting lainnya dari Victor I adalah dia memperkenalkan bahasa Latin sebagai bahasa umum Gereja Katolik. Sebelumnya, bahasa Yunani Kuno adalah bahasa utama untuk Liturgi Katolik dan komunikasi resmi Gereja.

    Victor I sendiri menulis dan berbicara dalam bahasa Latin yang saat itu digunakan secara luas di Afrika Utara.

    Miltiades (311-314)

    Paus Miltiades diyakini lahir di Afrika.

    Selama masa kepausannya, kekristenan semakin diterima oleh para kaisar Romawi dan akhirnya menjadi agama resmi Kekaisaran.

    Sebelumnya, persekusi terhadap umat Kristen berlangsung pada berbagai momen dalam sejarah Kekaisaran.

    Meski begitu, Prof Bellitto menunjukkan bahwa Miltiades tidak berperan atas perubahan ini. Dia mengatakan Paus adalah “penerima kebaikan hati Romawi” ketimbang negosiator yang hebat.

     

    Miltiades diberi sebuah istana oleh Kaisar Romawi Konstantinus, dan menjadi paus pertama yang punya kediaman resmi.

    Dia juga diberi izin oleh Konstantinus untuk membangun Basilika Lateran yang sekarang tercatat sebagai gereja publik tertua di Roma.

    Walau Paus modern tinggal dan bekerja di Vatikan, Gereja Lateran kadang-kadang disebut dalam Katolik sebagai “induk dari semua gereja”.

    Gelasius I (492-496)

    Gelasius I adalah satu-satunya di antara tiga paus Afrika yang menurut para sejarawan tidak lahir di Afrika.

    “Ada sumber mengenai dia… lahir di Roma. Jadi kami tidak tahu apakah dia [pernah] tinggal di Afrika Utara, tetapi tampaknya jelas bahwa dia adalah keturunan Afrika Utara,” jelas Prof Bellitto.

    Dia adalah sosok yang paling penting di antara tiga pemimpin umat Kristen asal Afrika, menurut Prof Bellitto.

    Gelasius I secara luas diakui sebagai Paus pertama yang secara resmi disebut “Vikaris Kristus”, sebuah istilah yang menandakan peran Paus sebagai wakil Kristus di Bumi.

    Dia juga mengembangkan Doktrin Dua Pedang, yang menekankan kekuasaan Gereja dan negara yang terpisah tetapi setara.

    Gelasius I juga membuat perbedaan tegas bahwa kedua kekuasaan diberikan kepada Gereja oleh Tuhan. Gereja kemudian mendelegasikan kekuasaan duniawi kepada negara. Inilah yang membuat Gereja pada akhirnya lebih unggul.

    “Setelahnya, pada Abad Pertengahan, Paus kadang-kadang mencoba memveto pemilihan kaisar atau raja, karena mereka mengatakan Tuhan memberi kekuasaan itu kepada mereka,” kata Prof Bellitto.

    Gelasius I juga dikenang karena tanggapannya terhadap Skisma Akasia—perpecahan antara Gereja Kristen Timur dan Barat yang berlangsung dari tahun 484 hingga 519.

    Selama periode ini, Gelasius I menegaskan supremasi Roma dan kepausan atas seluruh Gereja, baik Timur maupun Barat, yang diyakini para ahli melangkah terlalu jauh daripada pendahulunya.

    Gelasius juga bertanggung jawab atas perayaan populer yang masih dirayakan banyak orang sampai sekarang, yaitu perayaan Hari Valentine pada tanggal 14 Februari tahun 496 untuk memperingati Santo Valentine.

    Beberapa catatan mengatakan Valentine adalah seorang pendeta yang terus melakukan pernikahan secara rahasia meski dilarang oleh Kaisar Claudius II.

    Sejarawan percaya bahwa Hari Valentine berakar pada festival cinta dan kesuburan Romawi, Lupercalia, dan merupakan langkah Gelasius I untuk mengkristenkan tradisi pagan.

    Seperti apa wajah paus asal Afrika?

    Prof Bellitto mengatakan tidak ada cara untuk mengetahui, dengan tingkat akurasi apa pun, seperti apa wajah ketiga paus itu.

    “Kita harus ingat bahwa Kekaisaran Romawi, dan memang Abad Pertengahan, tidak memikirkan ras seperti yang kita pikirkan saat ini. Itu tidak ada hubungannya dengan warna kulit,” katanya kepada BBC.

    “Orang-orang di Kekaisaran Romawi tidak ada bermasalah dengan ras, tapi mereka peduli dengan etnisitas.”

    Prof Philomena Mwaura, seorang akademisi di Universitas Kenyatta Kenya, mengatakan kepada BBC bahwa Afrika di bawah kekuasaan Romawi sangat multikultural. Kelompok Berber dan Punic, budak-budak yang telah merdeka, hingga orang-orang dari Roma berdatangan ke Afrika.

    “Komunitas Afrika Utara cukup beragam, dan itu juga merupakan rute perdagangan bagi banyak orang yang terlibat dalam perdagangan di zaman kuno sebelumnya,” jelasnya.

    Alih-alih mengidentifikasi diri dengan kelompok etnis tertentu, “kebanyakan orang yang berasal dari daerah dalam Kekaisaran Romawi menganggap diri mereka sebagai Romawi,” tambah Prof Mwaura.

    Mengapa tidak ada lagi Paus dari Afrika?

    Tak satu pun dari 217 Paus sejak Gelasius I yang diyakini berasal dari Afrika.

    “Gereja di Afrika Utara dilemahkan oleh banyak kekuatan, termasuk jatuhnya Kekaisaran Romawi dan juga serbuan Muslim [ke Afrika Utara] pada abad ke-7,” kata Prof Mwaura.

    Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa hadirnya Islam di Afrika Utara tidak bisa menjelaskan kenapa tidak ada Paus dari kawasan tersebut selama lebih dari 1.500 tahun.

    Prof Bellitto mengatakan proses pemilihan Paus baru menjadi “monopoli Italia” selama bertahun-tahun.

    Namun, dia mengatakan ada kemungkinan besar seorang Paus dari Asia atau Afrika akan terpilih dalam waktu dekat karena jumlah umat Katolik di belahan bumi selatan jauh lebih besar daripada mereka yang tinggal di belahan utara.

    Faktanya, agama Katolik berkembang lebih cepat di Afrika sub-Sahara saat ini daripada di tempat lain.

    Angka terbaru menunjukkan ada 281 juta umat Katolik di Afrika pada tahun 2023. Ini menyumbang 20?ri jemaat di seluruh dunia.

    Tiga orang Afrika menjadi kandidat untuk menggantikan Paus Fransiskus—Fridolin Ambongo Begungu dari Republik Demokratik Kongo, Peter Kodwo Appiah Turkson dari Ghana, dan Robert Sarah dari Guinea.

    Tetapi Prof Mwaura berpendapat bahwa “meskipun Kekristenan sangat kuat di Afrika, kekuatan Gereja masih di utara, karena mereka memiliki sumber daya.”

  • H-1 Konklaf, Petugas Terlibat Pemilihan Paus Baru Disumpah Jaga Kerahasiaan

    H-1 Konklaf, Petugas Terlibat Pemilihan Paus Baru Disumpah Jaga Kerahasiaan

    Jakarta

    Prosesi konklaf pemilihan Paus baru akan digelar besok. Sejumlah petugas yang terlibat konklaf telah diambil sumpah untuk menjaga kerahasiaan.

    Dilansir Vatican News, Selasa (6/5/2025), pengambilan sumpah dilakukan di Kapel Paulina yang berada di Istana Apostolik, Vatikan, pada Senin (5/5) waktu setempat. Pengambilan sumpah dipimpin oleh Kardinal Kevin Joseph Farrell selaku Camerlengo Gereja Roma Suci.

    Sumpah yang diucapkan oleh Kardinal Kevin Joseph Farrell ini diikuti oleh semua individu baik pendeta maupun awam yang telah disetujui Camerlengo dan tiga asisten Kardinal.

    Para petugas yang telah diambil sumpah ini meliputi Sekretaris Dewan Kardinal, Master Perayaan Liturgi Kepausan, tujuh master upacara kepausan, rohaniwan yang dipilih oleh kardinal yang memimpin Konklaf untuk membantunya, dua biarawan Agustinian yang ditugaskan di Sakristi Kepausan, staf biara berbagai bahasa untuk pengakuan dosa, dokter dan perawat medis, operator lift Istana Apostolik.

    Pengambilan sumpah untuk menjaga kerahasiaan konklaf juga dilakukan untuk staf yang bertanggung jawab atas layanan makanan, staf layanan teknis, petugas yang membawa kardinal elektor dari Casa Santa Marta ke Istana Apostolik, kolonel dan mayor Garda Swiss Kepausan yang ditugaskan untuk pengawasan di dekat Kapel Sistina, Direktur Layanan Keamanan dan Perlindungan Sipil Negara Kota Vatikan, bersama dengan beberapa kolaboratornya.

    Setiap individu, setelah diberi petunjuk tentang pentingnya sumpah, secara pribadi mengucapkan dan menandatangani rumusan yang ditentukan di hadapan Kardinal Farrell, dengan dua protonotaris apostolik yang bertindak sebagai saksi.

    Sumpah tersebut mencakup janji khidmat untuk menjaga kerahasiaan mengenai semua hal yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan pemungutan suara dan pemeriksaan untuk pemilihan Paus. Upacara ini menunjukkan komitmen Gereja terhadap kerahasiaan dan kesucian proses pemilihan paus, dengan memastikan bahwa semua personel pembantu menjunjung tinggi integritas Konklaf.

    “Sinyal akan dipulihkan setelah pengumumman pemilihan Paus tertinggi,” bunyi keterangan Vatikan dilansir AFP.

    “Namun penonaktifkan tersebut tidak akan mencakup Lapangan Santo Petrus,” kata Juru Bicara Vatikan, Matteo Bruni.

    Ribuan umat diperkirakan akan berkumpul di alun-alun di depan Basilika Santo Petrus untuk menunggu pengumuman pengganti Paus Fransiskus. Sebanyak 133 kardinal dari seluruh dunia akan berkumpul di Kapel Sistina Vatikan pada hari Rabu untuk mulai memberikan suara bagi pemimpin baru dari 1,4 miliar umat Katolik di dunia.

    “Pemilihan dilakukan dengan sangat rahasia dan para kardinal akan diminta untuk meninggalkan telepon genggam mereka saat memasuki konklaf,” kata Bruni

    ‘Lihat juga Video: 133 Kardinal Sudah Tiba di Vatikan Bersiap Gelar Konklaf’

    (ygs/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini