kab/kota: Riyadh

  • Saudi Akan Gelar KTT Arab Bahas Rencana Trump Ambil Alih Gaza    
        Saudi Akan Gelar KTT Arab Bahas Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Saudi Akan Gelar KTT Arab Bahas Rencana Trump Ambil Alih Gaza Saudi Akan Gelar KTT Arab Bahas Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Riyadh

    Arab Saudi akan menjadi tuan rumah bagi pertemuan puncak empat negara Arab pada 20 Februari mendatang. Pertemuan ini akan membahas rencana kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Gaza setelah merelokasi penduduknya ke negara-negara lainnya.

    Dituturkan seorang sumber yang memahami persiapan Riyadh, seperti dilansir AFP, Sabtu (15/2/2025), bahwa pemimpin Mesir, Yordania, Qatar dan Uni Emirat Arab akan menghadiri pertemuan puncak itu, yang akan digelar menjelang pertemuan Liga Arab di Kairo seminggu kemudian untuk membahas masalah yang sama.

    Seorang sumber lainnya, yang enggan disebut identitasnya, menyebut Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga akan hadir dalam pertemuan itu.

    Trump mengejutkan dunia sekaligus menuai kecaman global saat mencetuskan agar AS mengambil alih Gaza dan memindahkan lebih dari dua juta warga Palestina keluar dari wilayah yang hancur akibat perang tersebut. Dia menyebut Mesir atau Yordania sebagai tujuan yang mungkin untuk pemindahan itu.

    Gagasan kontroversial Trump itu disampaikan dalam konferensi bersama Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang pekan lalu berkunjung ke Gedung Putih di Washington DC.

    Penolakan diberikan oleh dunia terhadap rencana Trump itu, terutama oleh negara-negara Arab yang bersatu dalam front persatuan yang jarang terjadi karena marah pada gagasan untuk menggusur warga Palestina secara massal tersebut.

    Bagi warga Palestina, pemindahan paksa membangkitkan kenangan buruk akan “Nakba” — pemindahan massal warga Palestina selama pembentukan negara Israel tahun 1948 silam.

    Namun Trump melontarkan kemungkinan untuk menghentikan bantuan kepada Yordania dan Mesir, sekutu-sekutu lama AS, jika mereka menolak rencana tersebut.

    Yordania sudah menampung lebih dari dua juta pengungsi Palestina. Lebih dari separuh penduduk negara yang total populasinya mencapai 11 juta jiwa itu merupakan keturunan Palestina.

    Sementara Mesir mengajukan proposalnya sendiri untuk rekonstruksi Gaza berdasarkan kerangka yang memungkinkan warga Palestina untuk tetap berada di wilayah tersebut.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio mengatakan pihaknya sangat ingin mendengar usulan baru mengenai Gaza dari pemerintah negara-negara Arab. Namun dia menyebut “saat ini satu-satunya rencana — mereka tidak menyukainya — tetapi satu-satunya rencana adalah rencana Trump”.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Alhamdulillah! Arab Saudi Larang Anak-anak Ikut Haji dan Jemaah Belum Pernah Haji Dapat Prioritas

    Alhamdulillah! Arab Saudi Larang Anak-anak Ikut Haji dan Jemaah Belum Pernah Haji Dapat Prioritas

    TRIBUNJATENG.COM, RIYADH — Menjelang musim haji 2025 yang akan berlangsung pada Juni, Arab Saudi mengumumkan sejumlah aturan baru untuk mengelola kepadatan jemaah.

    Salah satu perubahan penting adalah larangan bagi anak-anak untuk ikut haji tahun ini, CNBCtv18 dan Business Today melaporkan.

    Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan anak-anak, mengingat kerumunan besar yang sering terjadi selama pelaksanaan ibadah haji.

    Selain larangan bagi anak-anak, pemerintah Arab Saudi juga akan memberikan prioritas kepada mereka yang belum pernah menunaikan ibadah haji. Kebijakan ini berlaku untuk jemaah domestik maupun asing.

    Menurut Kementerian Haji dan Umrah, haji adalah kewajiban sekali seumur hidup bagi umat Islam, sehingga jemaah yang sudah pernah berhaji sebelumnya tidak diperbolehkan mengikutinya lagi.
    4-6 Juni

    Haji 2025 diperkirakan akan berlangsung pada tanggal 4 hingga 6 Juni 2025, yang akan bergantung pada penampakan bulan. Jemaah dari berbagai negara akan mulai memasuki Arab Saudi pada bulan Mei 2025.

    Untuk jemaah Indonesia, mereka dijadwalkan mulai masuk asrama haji pada 1 Mei 2025 dan berangkat pada 2 Mei 2025. Kloter terakhir dijadwalkan tiba di Arab Saudi pada 31 Mei 2025.

    Visa dan Pendaftaran

    Arab Saudi juga memperkenalkan aturan visa yang lebih ketat. Mulai 1 Februari 2025, beberapa negara, termasuk Indonesia, India, dan Pakistan, hanya bisa mendapatkan visa sekali masuk, yang berlaku selama 30 hari.

    Aturan ini bertujuan untuk mengurangi praktik haji ilegal yang sering kali menyebabkan kepadatan di lokasi ziarah.

    Pendaftaran untuk haji 2025 telah dibuka melalui aplikasi Nusuk dan situs web resmi, di mana jemaah diwajibkan memverifikasi data mereka dan mendaftarkan pendamping, khususnya bagi wanita yang memerlukan mahram.

    Jemaah yang ingin mengikuti haji 2025 harus memenuhi persyaratan kesehatan tertentu, seperti bebas dari penyakit akut atau menular, serta sudah menerima vaksinasi meningitis dan influenza.

    Kementerian Haji dan Umrah juga menekankan bahwa data yang dimasukkan dalam pendaftaran harus akurat.
    Jika ditemukan ketidaksesuaian, pendaftaran dapat ditolak. Selain itu, setiap jemaah wajib memiliki izin haji yang dicetak melalui portal Nusuk, dan kode QR harus terlihat jelas.

    Pembayaran

    Pemerintah Saudi juga telah memperkenalkan opsi pembayaran berbasis cicilan bagi jemaah domestik, memungkinkan mereka untuk membayar biaya haji dalam tiga kali cicilan. Biaya yang telah dibayar tidak dapat dikembalikan setelah pelaksanaan ibadah haji dimulai.

    Jemaah juga harus menyimpan izin haji mereka sepanjang ibadah, dan izin tersebut tidak boleh dipindahtangankan kepada orang lain.

    Pelunasan Biaya

    Kemenag membuka proses pengisian kuota dan pelunasan biaya haji dalam dua tahap. Tahap pertama ditujukan bagi jemaah haji yang sudah masuk kuota keberangkatan 2025 serta jemaah reguler yang diprioritaskan, seperti lansia.

    Tahap kedua diperuntukkan bagi pengisian sisa kuota yang belum terpenuhi pada tahap pertama. Tahap ini diisi oleh jemaah reguler tahap sebelumnya, pendamping lansia dan penyandang disabilitas, serta jemaah haji cadangan.

    Syarat dan mekanisme pelunasan biaya haji bagi jemaah reguler dapat dilakukan sesuai ketentuan dalam surat edaran yang telah ditetapkan. “Jemaah haji sudah membayar setoran awal sebesar Rp25juta.

    Rata-rata dari mereka juga mendapat nilai manfaat yang masuk melalui virtual account sekitar Rp2 jutaan. Sehingga mereka dalam proses pelunasan nanti tinggal membayar selisihnya,” sambung Hilman, Direktur Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah dikutip dari laman Kemenag RI.

    Kuota Haji 2025 adalah sebesar 221.000 jemaah, kuota akan dibagi menjadi dua, yaitu haji khusus dan haji reguler. Untuk haji khusus, alokasi jemaah adalah sebanyak 17.860 orang. Kemudian, untuk jemaah haji reguler adalah sebanyak 203.320, pembimbing Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah sebesar 685 orang, dan petugas haji daerah sebanyak 1.572. (tribunnews/kontan)

  • Raja Salman Siapkan Amunisi Geng Arab Lawan Rencana Trump Caplok Gaza

    Raja Salman Siapkan Amunisi Geng Arab Lawan Rencana Trump Caplok Gaza

    Jakarta, CNBC Indonesia – Arab Saudi akan membahas rancangan gagasan bagi masa depan Gaza sebagai perlawanan atas ambisi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang berencana mencaplok wilayah tersebut dan merelokasi warga Palestina ke negara lain.

    Melansir Reuters pada Jumat (14/2/2025), Saudi akan membahas hal tersebut dalam pertemuan di Riyadh bulan ini. Sejumlah negara dilaporkan akan hadir, termasuk Mesir, Yordania, dan Uni Emirat Arab (UEA), serta perwakilan Palestina.

    “Arab Saudi, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan perwakilan Palestina akan meninjau dan membahas rencana tersebut di Riyadh sebelum dipresentasikan pada pertemuan puncak Arab yang dijadwalkan pada 27 Februari,” kata sumber pemerintah Arab.

    Satu sumber pemerintah Arab mengatakan setidaknya empat proposal telah dirancang untuk masa depan Gaza, tetapi proposal Mesir sekarang muncul sebagai inti dari dorongan Arab untuk alternatif terhadap gagasan Trump.

    Proposal mungkin melibatkan dana rekonstruksi yang dipimpin Teluk dan kesepakatan untuk menyingkirkan Hamas, menurut narasumber yang mengetahui masalah tersebut.

    Usulan Mesir terbaru melibatkan pembentukan komite nasional Palestina untuk memerintah Gaza tanpa keterlibatan Hamas, partisipasi internasional dalam rekonstruksi tanpa menggusur warga Palestina ke luar negeri, dan gerakan menuju solusi dua negara, kata tiga sumber keamanan Mesir.

    Peran Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS) tampaknya menjadi kunci dalam rencana tersebut.

    “Kami memberi tahu Amerika bahwa kami memiliki rencana yang berhasil. Pertemuan kami dengan MBS akan menjadi penting. Dia yang memimpin,” kata seorang pejabat Yordania.

    Putra mahkota memiliki hubungan yang hangat dengan pemerintahan Trump pertama dan semakin menjadi pusat hubungan Arab dengan Amerika Serikat selama era Trump yang baru.

    Telah lama menjadi mitra regional utama bagi AS, putra mahkota memperluas hubungan Arab Saudi melalui bisnis dan politik kekuatan global.

    Dana kekayaan negara Arab Saudi mengadakan konferensi di Miami bulan ini yang menurut Reuters akan dihadiri Trump. Riyadh juga diharapkan menjadi tuan rumah pembicaraannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mencoba mengakhiri perang Ukraina.

    Sebelumnya Arab Saudi dan sekutu Arabnya terkejut dengan rencana Trump untuk “membersihkan” warga Palestina dari Gaza dan memukimkan kembali sebagian besar dari mereka di Yordania dan Mesir. Gagasan Ini langsung ditolak oleh Kairo dan Amman.

    Kekecewaan di Arab Saudi semakin parah karena rencana tersebut akan membatalkan tuntutan kerajaan untuk jalur yang jelas menuju negara Palestina sebagai syarat untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Hal ini juga akan membuka jalan bagi pakta militer ambisius antara Riyadh dan Washington, yang akan memperkuat pertahanan kerajaan terhadap Iran.

    (luc/luc)

  • Aksi Raja Yordania Tolak soal Gaza Langsung di Depan Muka Trump

    Aksi Raja Yordania Tolak soal Gaza Langsung di Depan Muka Trump

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengadakan pertemuan dengan Raja Yordania Abdullah II. Rencana Trump merelokasi warga Palestina dan membangun kembali Gaza di bawah kepemilikan AS ditolak Raja Yordania.

    Raja Yordania Abdullah II menolak keras gagasan Trump. Dia mengatakan Yordania dan negara Arab punya posisi kuat terkait wacana pemindahan warga Palestina dari Gaza.

    “Saya menegaskan kembali posisi teguh Yordania terhadap pemindahan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Ini adalah posisi Arab yang bersatu,” tegas Raja Abdullah II dalam pernyataannya via media sosial setelah melakukan pembicaraan dengan Trump, dilansir AFP, Rabu (12/2/2025).

    Pertemuan Trump dengan Raja Abdullah II berlangsung di Gedung Putih pada Selasa (11/2) waktu setempat. Raja Abdullah menilai prioritas saat ini adalah membangun Gaza dan merawat masyarakat yang menderita akibat serangan Israel.

    “Membangun kembali Gaza tanpa menggusur warga Palestina dan mengatasi situasi kemanusiaan yang mengerikan harus menjadi prioritas semua pihak,” ucap Raja Abdullah II.

    Kepada Trump, dia juga mengatakan bahwa Mesir sedang menyusun rencana soal bagaimana negara-negara di kawasan Timur Tengah dapat “bekerja” dengan Trump soal gagasan mengejutkan tersebut. Dia mengatakan Mesir dan negara Arab punya rencana terkait masa depan Gaza, Palestina.

    AS Diminta Tunggu Ide Negara-negara Arab

    Foto: Trump bertemu Raja Yordania (Alex Brandon/AP)

    Raja Yordania Abdullah II mendesak AS bersabar dan mengatakan Mesir akan memberikan respons, kemudian negara-negara Arab akan membahasnya dalam pertemuan di Riyadh, Arab Saudi. Dia mengatakan negara-negara Arab akan berdiskusi dengan Putra Mahkota Arab Saudi.

    “Mari kita tunggu sampai Mesir bisa datang dan menyampaikan hal ini kepada presiden dan tidak terburu-buru,” ucapnya.

    Raja Abdullah II tampaknya berhasil membujuk Trump dalam pembicaraan di Gedung Putih. Dia menggambarkan kondisi Gaza dan masyarakat Palestina yang membutuhkan penanganan kesehatan.

    “Salah satu hal yang bisa kita lakukan segera adalah merawat 2.000 anak, anak-anak penderita kanker yang berada dalam kondisi sakit parah. Itu dimungkinkan untuk terjadi,” kata Raja Abdullah II ketika Trump menyambut dirinya dan Putra Mahkota Hussein di Ruang Oval Gedung Putih.

    Trump menjawab bahwa hal tersebut merupakan “tindakan yang sangat indah” dan mengakui dirinya tidak mengetahuinya sebelum kedatangan Raja Yordania di Gedung Putih.

    Di hadapan Raja Abdullah II, Trump menarik pernyataannya soal penghentian bantuan ke Yordania dan Mesir jika tidak mau menampung warga Gaza.

    “Saya tidak perlu mengancam hal itu. Saya yakin kita lebih baik dari hal semacam itu,” ucap Trump.

    Ide Trump Caplok Gaza Ramai Ditolak

    Warga Gaza Antre beli roti saat gencatan senjata (Foto: REUTERS/Dawoud Abu Alkas)

    Trump mengejutkan dunia dengan mencetuskan gagasan kontroversial agar AS “mengambil alih” Gaza dan bahkan mengusulkan “kepemilikan” atas Gaza. Dia membayangkan AS akan membangun kembali secara ekonomi wilayah yang hancur akibat perang itu.

    Ide itu kembali dicetuskan Trump saat konferensi pers bersama Perdana Menteri (PM) Benyamin Netanyahu di Gedung Putih, Minggu (9/2). Sebelumnya, Trump menyatakan AS akan menguasai Jalur Gaza dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina di Gaza ke tempat-tempat lainnya pada Sabtu (25/1) dan Senin (27/1) lalu.

    Trump mencetuskan “kepemilikan jangka panjang” oleh AS atas Jalur Gaza. Dia menyebut AS akan meratakan Jalur Gaza dan membersihkan semua bangunan yang hancur di sana untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan menciptakan ribuan lapangan kerja.

    “Jalur Gaza akan diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Israel pada akhir pertempuran,” cetus Trump dalam pernyataan terbarunya via media sosial Truth Social, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (7/2).

    Dunia menolak keras ide Trump. Presiden Palestina Mahmoud Abbas, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, menolak tegas rencana Trump dan menegaskan Palestina tidak akan melepaskan tanah, hak dan situs-situs suci mereka. Dia mengatakan Jalur Gaza merupakan bagian integral dari tanah negara Palestina, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Penolakan juga disampaikan oleh Hamas, melalui salah satu pejabat seniornya, Sami Abu Zuhri, yang mengecam rencana Trump itu sebagai upaya mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.

    Tak hanya Palestina dan Hamas, Arab Saudi juga tegas menolak upaya apa pun untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Ditegaskan oleh Riyadh bahwa posisinya dalam mendukung Palestina tidak dapat dinegosiasikan.

    Sementara, Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Badr Abdelatty menyerukan rekonstruksi cepat Jalur Gaza tanpa harus mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut, setelah Trump melontarkan usulan mengejutkan tersebut.

    Indonesia juga tegas menolak upaya paksa relokasi warga Palestina.

    Halaman 2 dari 3

    (jbr/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Aksi Raja Yordania Tolak soal Gaza Langsung di Depan Muka Trump

    Trump Ngotot Ingin Miliki Gaza, Raja Yordania Bilang Gini Trump Ngotot Ingin Miliki Gaza, Raja Yordania Bilang Gini

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menegaskan gagasannya untuk merelokasi warga Palestina dan membangun kembali Gaza di bawah kepemilikan AS. Gagasan itu ditolak keras oleh Raja Yordania Abdullah II, yang bertemu langsung dengan Trump di Gedung Putih pada Selasa (11/2) waktu setempat.

    Raja Abdullah II, seperti dilansir AFP, Rabu (12/2/2025), menjelaskan bahwa dirinya menegaskan posisi kuat Yordania menolak relokasi warga Palestina dari Jalur Gaza, seperti yang dicetuskan Trump beberapa waktu terakhir.

    “Saya menegaskan kembali posisi teguh Yordania terhadap pemindahan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Ini adalah posisi Arab yang bersatu,” tegas Raja Abdullah II dalam pernyataannya via media sosial setelah melakukan pembicaraan dengan Trump.

    “Membangun kembali Gaza tanpa menggusur warga Palestina dan mengatasi situasi kemanusiaan yang mengerikan harus menjadi prioritas semua pihak,” cetusnya.

    Namun, Raja Abdullah II juga mengatakan kepada Trump bahwa Mesir sedang menyusun rencana soal bagaimana negara-negara di kawasan Timur Tengah dapat “bekerja” dengan Trump soal gagasan mengejutkan tersebut.

    Dalam pembicaraan di Gedung Putih, Raja Abdullah II tampaknya berhasil membujuk Trump, yang sebelumnya melontarkan kemungkinan menghentikan bantuan AS ke Yordania jika negara itu tidak mau menampung warga Gaza.

    “Salah satu hal yang bisa kita lakukan segera adalah merawat 2.000 anak, anak-anak penderita kanker yang berada dalam kondisi sakit parah. Itu dimungkinkan untuk terjadi,” kata Raja Abdullah II ketika Trump menyambut dirinya dan Putra Mahkota Hussein di Ruang Oval Gedung Putih.

    Trump menjawab bahwa hal tersebut merupakan “tindakan yang sangat indah” dan mengakui dirinya tidak mengetahuinya sebelum kedatangan Raja Yordania di Gedung Putih.

    Lihat Video: Bertemu Trump, Yordania Akan Terima 2 Ribu Anak Gaza yang Sakit

    Trump mengejutkan dunia dengan mencetuskan gagasan kontroversial pekan lalu agar AS “mengambil alih” Gaza, dan bahkan mengusulkan “kepemilikan” atas Gaza. Dia membayangkan AS akan membangun kembali secara ekonomi wilayah yang hancur akibat perang itu.

    Namun rencana Trump itu hanya dilakukan setelah merelokasi warga Gaza ke negara-negara lainnya, seperti Yordania dan Mesir, tanpa ada rencana bagi mereka untuk kembali tinggal di sana.

    Raja Abdullah II mendesak agar bersabar dan mengatakan Mesir akan memberikan respons, kemudian negara-negara Arab akan membahasnya dalam pertemuan di Riyadh, Arab Saudi.

    “Mari kita tunggu sampai Mesir bisa datang dan menyampaikan hal ini kepada presiden dan tidak terburu-buru,” ucapnya.

    Trump, di hadapan Raja Abdullah II, menarik kembali pernyataannya soal penghentian bantuan ke Yordania dan Mesir, dengan mengatakan: “Saya tidak perlu mengancam hal itu. Saya yakin kita lebih baik dari hal semacam itu.”

    Lihat Video: Bertemu Trump, Yordania Akan Terima 2 Ribu Anak Gaza yang Sakit

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Mesir Mengecam Seruan Netanyahu untuk Dirikan Negara Palestina di Tanah Arab Saudi – Halaman all

    Mesir Mengecam Seruan Netanyahu untuk Dirikan Negara Palestina di Tanah Arab Saudi – Halaman all

    Mesir Mengecam Seruan Netanyahu untuk Dirikan Negara Palestina di Tanah Arab Saudi

    TRIBUNNEWS.COM- Mesir mengecam keras komentar Perdana Menteri Israel , yang menyatakan bahwa negara Palestina dapat didirikan di wilayah Saudi. 

    Kementerian Luar Negeri Kairo mengatakan usulan pemindahan warga Palestina ke wilayah Saudi adalah ‘pelanggaran mencolok’ terhadap hukum dan norma internasional.

    Pada hari Kamis, Benjamin Netanyahu mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Channel 14 Israel: “Saudi dapat mendirikan negara Palestina di Arab Saudi; mereka punya banyak tanah di sana.”

    Pernyataan itu muncul setelah Riyadh menegaskan kembali bahwa pihaknya hanya akan menormalisasi hubungan dengan Israel jika ada jalan yang jelas menuju negara Palestina. 

    Tanpa menyebut nama Netanyahu, Kementerian Luar Negeri Kairo mengatakan pada hari Sabtu bahwa pihaknya mengutuk pernyataan tersebut “dengan kata-kata yang paling keras”. 

    “Mesir mengutuk pernyataan Israel yang tidak bertanggung jawab yang menghasut melawan kerajaan dan menyerukan pembentukan negara Palestina di tanah Saudi,” kata kementerian itu. 

    “Keamanan kerajaan dan penghormatan terhadap kedaulatannya adalah garis merah yang tidak akan dibiarkan dilanggar.”

    Ditambahkannya, pernyataan tersebut merupakan “pelanggaran mencolok” terhadap hukum internasional dan norma diplomatik. 

    “Pernyataan Israel merupakan pelanggaran terhadap hak-hak yang sah dan tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka mereka.”

    Hussein al-Sheikh, sekretaris jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), juga bereaksi terhadap pernyataan Netanyahu, menyebutnya sebagai “pelanggaran hukum internasional dan konvensi internasional”.

    “Kami tegaskan bahwa Negara Palestina hanya akan berdiri di atas tanah Palestina. Kami mengapresiasi sikap Kerajaan Saudi Arabia, para pemimpinnya, dan rakyatnya yang senantiasa menyerukan penegakan legitimasi dan hukum internasional,” kata Sheikh pada Sabtu.

    Selama kunjungannya ke AS, Netanyahu menegaskan kembali penolakannya terhadap negara Palestina.

    “Khususnya bukan negara Palestina,” katanya kepada wartawan pada hari Kamis. “Setelah 7 Oktober? Tahukah Anda apa itu? Ada negara Palestina; yang disebut Gaza. Gaza, yang dipimpin oleh Hamas, adalah negara Palestina dan lihat apa yang kita dapatkan.”

    Komentarnya menyusul konferensi pers bersama dengan Donald Trump, di mana presiden AS mengumumkan rencananya untuk mengusir warga Palestina dari Gaza dan mengubah daerah kantong Palestina itu menjadi “Riviera Mediterania”, dengan AS  mengambil alih  wilayah tersebut.

    Kedua pemimpin membahas normalisasi dengan Arab Saudi, dan Netanyahu dengan tegas menolak syarat utama Arab Saudi untuk mendirikan negara Palestina sambil menegaskan bahwa perdamaian antara Israel dan kerajaan itu merupakan kenyataan yang akan datang.

    “Hal itu tidak hanya dapat dilakukan, tetapi saya rasa hal itu akan terjadi,” katanya.

    Konferensi pers tersebut segera diikuti oleh  pernyataan  dari Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, yang menegaskan kembali bahwa sikap kerajaan terhadap negara Palestina adalah “tegas dan tidak tergoyahkan”.

    “Yang Mulia [Putra Mahkota Mohammed bin Salman] menekankan bahwa Arab Saudi akan melanjutkan upaya tanpa henti untuk mendirikan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya dan tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel tanpa itu,” bunyi pernyataan itu.

    Pada hari Jumat, beberapa anggota parlemen Inggris mengecam saran Netanyahu .

    Anggota parlemen dari Partai Buruh Afzal Khan mengatakan kepada Middle East Eye: “Warga Palestina tidak membutuhkan lebih banyak pengungsian. Mereka membutuhkan tanah air yang bebas.

    “Usulan biadab Netanyahu adalah pemindahan paksa penduduk dan rencana pembersihan etnis di Gaza.”

    Anggota parlemen Partai Buruh lainnya, Kim Johnson, mengatakan kepada MEE bahwa komentar Netanyahu “tidak masuk akal dan menghina”.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST EYE

  • Arab Saudi Tolak Keras Pemindahan Warga Palestina dari Gaza    
        Arab Saudi Tolak Keras Pemindahan Warga Palestina dari Gaza

    Arab Saudi Tolak Keras Pemindahan Warga Palestina dari Gaza Arab Saudi Tolak Keras Pemindahan Warga Palestina dari Gaza

    Jakarta

    Pemerintah Arab Saudi menegaskan penolakan kerasnya terhadap pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tentang pemindahan warga Palestina dari tanah mereka. Demikian pernyataan yang disampaikan Kementerian Luar Negeri Saudi.

    Dilansir kantor berita AFP, Senin (10/2/2025), pejabat-pejabat Israel telah mengusulkan pembentukan negara Palestina di wilayah Saudi. Netanyahu tampak bercanda pada hari Kamis lalu, ketika ia menanggapi seorang pewawancara di Channel 14 yang pro-Netanyahu yang keliru mengatakan “negara Saudi” bukannya “negara Palestina”, sebelum mengoreksi dirinya sendiri.

    Meskipun pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi pada Minggu (9/2) waktu setempat menyebutkan nama Netanyahu, pernyataan itu tidak secara langsung merujuk pada komentar Netanyahu tentang pembentukan negara Palestina di wilayah Saudi.

    Mesir dan Yordania juga mengecam usulan Israel tersebut, dengan Kairo menganggap gagasan itu sebagai “pelanggaran langsung terhadap kedaulatan Saudi.”

    Saudi mengatakan bahwa mereka menghargai penolakan negara-negara “persaudaraan” atas pernyataan Netanyahu.

    “Pola pikir ekstremis pendudukan ini tidak memahami apa arti wilayah Palestina bagi saudara-saudara Palestina dan hubungannya yang historis, dan sah dengan tanah itu,” katanya.

    Pembahasan tentang nasib warga Palestina di Gaza telah dijungkirbalikkan oleh usulan mengejutkan dari Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa lalu, bahwa AS akan “mengambil alih Jalur Gaza” dari Israel dan menciptakan “Riviera Timur Tengah” setelah memukimkan kembali warga Palestina di tempat lain.

    Negara-negara Arab telah mengecam keras komentar Trump tersebut.

    Trump mengatakan Arab Saudi tidak menuntut negara Palestina sebagai syarat untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Namun Riyadh menolak pernyataannya itu, dengan mengatakan tidak akan menjalin hubungan dengan Israel tanpa pembentukan negara Palestina.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ejek Usulan Netanyahu, Pejabat Arab Saudi Sebut Israel Bisa Ditempatkan di Alaska dan Greenland

    Ejek Usulan Netanyahu, Pejabat Arab Saudi Sebut Israel Bisa Ditempatkan di Alaska dan Greenland

    PIKIRAN RAKYAT – Seorang anggota Dewan Syura Saudi yang berpengaruh, Yousef bin Trad Al-Saadoun, mengejek usulan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mendirikan negara Palestina di Arab Saudi.

    Ia malah mengusulkan agar Presiden AS Donald Trump menempatkan warga Israel di Alaska dan kemudian di Greenland setelah mencaploknya.

    Dalam surat kabar Saudi Okaz, Al-Saadoun mengkritik pendekatan Trump terhadap kebijakan Timur Tengah, dengan menyatakan bahwa keputusan yang gegabah berasal dari mengabaikan saran ahli dan mengabaikan dialog.

    Ia memperingatkan bahwa Zionis dan sekutu mereka akan gagal memanipulasi kepemimpinan Saudi melalui tekanan media dan manuver politik.

    Tak Jatuh dalam Tekanan

    Menyindir pemerintahan Trump, Al-Saadoun mengatakan bahwa kebijakan luar negeri resmi Amerika Serikat akan mengupayakan pendudukan ilegal atas tanah kedaulatan dan pembersihan etnis penduduknya, yang merupakan pendekatan Israel dan dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

    “Siapa pun yang mengikuti jejak kemunculan dan kelanjutan Israel jelas menyadari bahwa rencana ini tentu saja dirumuskan dan disetujui oleh entitas Zionis, dan diserahkan kepada sekutu mereka untuk dibaca dari podium Gedung Putih,” katanya.

    “Kaum Zionis dan para pendukungnya harus menyadari betul bahwa mereka tidak akan mampu memikat para pemimpin dan pemerintah Saudi ke dalam perangkap manuver media dan tekanan politik palsu,” tulisnya.

    Dewan Syura Saudi adalah majelis konsultatif yang memberi nasihat kepada raja tentang masalah legislatif dan kebijakan tetapi tidak memiliki kewenangan legislatif. Para anggotanya ditunjuk oleh raja dan membahas undang-undang, rencana ekonomi, dan kebijakan sosial.

    Seruan Israel untuk Negara Palestina di Arab Saudi

    Pada hari Kamis, Benjamin Netanyahu mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Channel 14 Israel bahwa Saudi dapat mendirikan negara Palestina di Arab Saudi karena mereka memiliki banyak tanah di sana.

    Pernyataan itu muncul setelah Riyadh menegaskan kembali bahwa mereka hanya akan menormalisasi hubungan dengan Israel jika ada jalur yang jelas menuju negara Palestina.

    Para pejabat Palestina dan Mesir telah mengecam saran Netanyahu untuk mendirikan negara Palestina di Arab Saudi, menyebutnya sebagai serangan terhadap kedaulatan Kerajaan.

    Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam usulan tersebut sebagai rasis dan antiperdamaian, dan menyebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan dan stabilitas Arab Saudi.

    Hussein Al-Sheikh, sekretaris jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mengatakan pernyataan Netanyahu mengabaikan hukum dan konvensi internasional, dan menekankan bahwa negara Palestina hanya akan berdiri di tanah Palestina.

    Mesir juga mengecam komentar tersebut sebagai tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diterima, dan Kementerian Luar Negerinya menyatakan bahwa pernyataan Netanyahu melanggar kedaulatan Saudi dan melanggar hukum internasional serta Piagam PBB.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Timur Tengah Kecam Ide Netanyahu Pindahkan Palestina ke Saudi

    Timur Tengah Kecam Ide Netanyahu Pindahkan Palestina ke Saudi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ucapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengusir Palestina dari wilayahnya mendapat kecaman. Kritikan ini datang dari Timur Tengah, termasuk Arab Saudi yang wilayahnya dirujuk Netanyahu dalam pernyataan.

    Sebelummya, Netanyahu mengusulkan pembentukan negara Palestina di Saudi dalam sebuah wawancara beberapa waktu lalu.

    Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menolak tegas pernyataan tersebut. Dalam keterangannya, pemerintah menyebut nama Netanyahu, namun tidak merujuk soal pembentukan negara Palestina di Saudi, dikutip dari Reuters, Minggu (9/2/2025).

    Bukan hanya Saudi, Mesir dan Yordania juga mengkritik pernyataan itu. “Gagasan tersebut adalah pelanggaran langsung pada kedaulatan Saudi,”kata pihak Kairo.

    Pernyataan Timur Tengah disambut baik oleh Arab Saudi. Pemerintah menyebut pola pikir ekstremis yang tidak paham soal wilayah Palestina bagi rakyatnya.

    “Pola pikir ekstremis kependudukan tidak paham soal arti wilayah Palestina bagi rakyat Palestina yang bersaudara dan berhubungan dengan teliti, historis dan sah,” jelas Arab Saudi.

    Tak lama setelah dilantik, presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengumumkan pihaknya ‘akan mengambil alih Gaza’. Mereka juga akan menciptakan ‘Riviera Timur Tengah’ setelah penduduk Palestina dipindahkan ke wilayah lain.

    Trump juga pernah menyatakan Arab Saudi tidak menuntut Palestina untuk syarat melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Sebaliknya, Riyadh membantah perkataan tersebut.

    (mkh/mkh)

  • Arab Saudi Sarankan Warga Israel Pindah ke Alaska – Halaman all

    Arab Saudi Sarankan Warga Israel Pindah ke Alaska – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Salah satu anggota Dewan Syura Arab Saudi yang berpengaruh, Yousef bin Trad Al-Saadoun, mengejek pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu yang mengusulkan pendirian negara Palestina di tanah Arab Saudi.

    Usulan Netanyahu tersebut muncul di tengah ketegangan hubungan antara Saudi dan Israel, terutama terkait isu Palestina.

    Yousef bin Trad Al-Saadoun menanggapi usulan Netanyahu dengan menyarankan agar Presiden AS, Donald Trump, memindahkan warga Israel ke Alaska atau Greenland.

    Menurutnya, keputusan itu mencerminkan pendekatan yang gegabah dan tidak mempertimbangkan saran dari para ahli.

    “Zionis dan sekutu mereka akan gagal memanipulasi kepemimpinan Saudi melalui tekanan media dan manuver politik,” ungkap Al-Saadoun, seperti dilansir oleh Middle East Eye.

    Al-Saadoun juga mengkritik kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang dianggapnya berupaya melakukan pendudukan ilegal dan pembersihan etnis.

    Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

    “Siapa pun yang mengikuti jejak kemunculan dan kelanjutan Israel jelas menyadari bahwa rencana ini dirumuskan oleh entitas Zionis dan disetujui oleh sekutu mereka,” tegasnya.

    Sebelumnya, Netanyahu menyatakan bahwa Arab Saudi memiliki banyak tanah untuk didirikan negara Palestina.

    Namun, Riyadh menegaskan bahwa mereka hanya akan menormalisasi hubungan dengan Israel jika ada jalan yang jelas menuju negara Palestina.

    Mesir dan Yordania juga mengecam pernyataan Netanyahu, dengan Mesir menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Saudi.

    Situasi di Gaza

    Dalam perkembangan lain, diskusi mengenai nasib warga Palestina di Gaza semakin mendesak setelah Trump mengusulkan untuk mengambil alih Jalur Gaza.

    Negara-negara Arab secara terbuka mengutuk komentar tersebut, terutama saat gencatan senjata sedang berlangsung.

    Di sisi lain, Hamas telah membebaskan tiga sandera Israel pada 8 Desember 2023, sementara Israel juga membebaskan puluhan warga Palestina.

    Kondisi para sandera yang lemah menjadi sorotan, dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa pemandangan tersebut sangat mengejutkan.

    “Gambar para sandera mengingatkan pada penyintas kamp konsentrasi Nazi selama Holocaust,” ungkap Forum Keluarga Sandera, menekankan pentingnya upaya untuk membebaskan semua sandera.

    Ketegangan antara Arab Saudi dan Israel terkait isu Palestina semakin meningkat, dengan pernyataan-pernyataan yang saling mengejek dari kedua belah pihak.

    Sementara itu, situasi di Gaza terus berkembang, dengan pembebasan sandera dan reaksi internasional yang semakin kompleks. (*)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).