kab/kota: Riyadh

  • Zelensky Kesal Tak Diajak AS dan Rusia Berunding soal Perang Ukraina

    Zelensky Kesal Tak Diajak AS dan Rusia Berunding soal Perang Ukraina

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengkritik pertemuan antara pejabat AS dan Rusia di Arab Saudi yang membahas perang Ukraina. Hal itu lantaran pertemuan kedua negara tanpa partisipasi Ukraina.

    Pembicaraan “sedang berlangsung antara perwakilan Rusia dan perwakilan Amerika Serikat. Tentang Ukraina–tentang Ukraina lagi–dan tanpa Ukraina,” kata Zelensky selama kunjungan resmi ke Turki seperti dilansir AFP, Selasa (18/2/2025)

    Zelensky mengatakan bahwa setiap pembicaraan yang bertujuan untuk mengakhiri perang harus “adil” dan melibatkan negara-negara Eropa, termasuk Turki.

    “Ukraina, Eropa dalam arti luas–dan ini termasuk Uni Eropa, Turki, dan Inggris–harus dilibatkan dalam percakapan dan pengembangan jaminan keamanan yang diperlukan dengan Amerika mengenai nasib bagian dunia kita,” kata Zelensky saat konferensi pers dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan selama kunjungan ke Ankara.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya ingin mencapai solusi yang “adil” dan “berkelanjutan” untuk perang Ukraina. Rubio mengungkapkan hal itu usai pertemuan pejabat Rusia di Riyadh, Arab Saudi, Selasa (18/2).

    Dalam sambutannya kepada wartawan Rubio mengatakan bahwa “tujuannya adalah untuk mengakhiri konflik ini dengan cara yang adil, langgeng, berkelanjutan, dan dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat,” ujarnya.

    Sementara, juru bicara Departemen Luar Negeri Tammy Bruce mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kedua diplomat tinggi telah sepakat untuk “menunjuk tim tingkat tinggi masing-masing untuk mulai bekerja pada jalur untuk mengakhiri konflik di Ukraina sesegera mungkin”.

    Rubio mengatakan bahwa negara-negara Eropa harus terlibat dalam pembicaraan untuk mengakhiri perang, dan bahwa “peluang luar biasa ada untuk bermitra” dengan Rusia.

    “Kunci untuk membukanya adalah mengakhiri konflik ini,” katanya.

    (rfs/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS Ingin Akhiri Perang Rusia-Ukraina Secara Adil dan Permanen

    AS Ingin Akhiri Perang Rusia-Ukraina Secara Adil dan Permanen

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan bahwa pihaknya ingin mencapai solusi yang “adil” dan “berkelanjutan” untuk perang Ukraina. Rubio mengungkapkan hal itu usai pertemuan pejabat Rusia di Riyadh, Arab Saudi.

    Seperti dilansir AFP, Selasa (18/2/2025), dalam sambutannya kepada wartawan Rubio mengatakan bahwa “tujuannya adalah untuk mengakhiri konflik ini dengan cara yang adil, langgeng, berkelanjutan, dan dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat,” ujarnya.

    Sementara, Juru bicara Departemen Luar Negeri Tammy Bruce mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kedua diplomat tinggi telah sepakat untuk “menunjuk tim tingkat tinggi masing-masing untuk mulai bekerja pada jalur untuk mengakhiri konflik di Ukraina sesegera mungkin”.

    Rubio mengatakan bahwa negara-negara Eropa harus terlibat dalam pembicaraan untuk mengakhiri perang, dan bahwa “peluang luar biasa ada untuk bermitra” dengan Rusia.

    “Kunci untuk membukanya adalah mengakhiri konflik ini,” katanya.

    Bruce menyebut pertemuan itu sebagai “langkah maju yang penting” menuju perdamaian.

    Rubio dan Lavrov sepakat untuk “meletakkan dasar bagi kerja sama di masa mendatang mengenai masalah-masalah kepentingan geopolitik bersama dan peluang-peluang ekonomi dan investasi bersejarah yang akan muncul dari keberhasilan mengakhiri konflik di Ukraina”, kata juru bicara tersebut.

    Rubio mengatakan ia “yakin” bahwa Moskow bersedia terlibat dalam “proses serius” untuk mengakhiri perang. Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz mengatakan bahwa negosiasi akan difokuskan pada wilayah dan jaminan keamanan.

    “Ini harus menjadi akhir perang yang permanen dan bukan akhir sementara, seperti yang telah kita lihat di masa lalu,” kata Waltz.

    “Akan ada beberapa diskusi mengenai wilayah dan akan ada diskusi mengenai jaminan keamanan,” lanjutnya.

    (rfs/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 7 Fakta & Hasil Pertemuan AS-Rusia di Arab Saudi: Perang Ukraina End?

    7 Fakta & Hasil Pertemuan AS-Rusia di Arab Saudi: Perang Ukraina End?

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Arab Saudi mempertemukan perwakilan Amerika Serikat (AS) dan Rusia di Riyadh, Selasa (18/2/2025). Pertemuan ini dilakukan saat hubungan antara Washington dan Moskow memanas lantaran serangan Rusia ke wilayah tetangganya, Ukraina.

    Dalam pertemuan tersebut, Rusia dipimpin langsung oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Sergei Lavrov dan Penasihat Utama Kebijakan Luar Negeri, Yuri Ushakov. Di sisi lain, AS diwakili Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz.

    Kemudian, Saudi sebagai tuan rumah diwakili Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud. Turut mendampingi Pangeran Faisal adalah Penasihat Keamanan Nasional Saudi, Mosaad bin Mohammad Al Aiban.

    Berikut sejumlah fakta terbaru pertemuan tersebut:

    1. Mengapa Saudi Menyelenggarakan Pertemuan Ini?

    Lokasi pembicaraan ini, yang dijelaskan oleh Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov sebagai lokasi yang ‘secara umum cocok’ bagi AS dan Rusia, secara luas dianggap sebagai kemenangan bagi pemimpin de facto kerajaan yang berusia 39 tahun, Putra Mahkota Mohammed Bin Salman.

    Diketahui, Mohammed Bin Salman memiliki misi untuk mengubah negaranya yang kaya minyak dan masa lalunya yang beraliran Islam fundamentalis. Ia juga ingin menjadikan negara yang dapat mengembangkan kekuatan lunak dari kekayaan yang sangat besar.

    “Saya rasa tidak ada tempat lain di mana pemimpin memiliki hubungan pribadi yang baik dengan Trump dan Putin,” kata komentator Saudi Ali Shihabi, seraya menambahkan bahwa bagi “Arab Saudi, (acara tersebut) bergengsi dan meningkatkan kekuatan lunak Saudi secara regional dan global.”

    Itu semua adalah bagian dari perubahan yang lebih luas. Dalam beberapa tahun terakhir, Arab Saudi telah menyelaraskan kembali kebijakannya menuju netralitas dalam konflik global dengan harapan menarik miliaran investasi yang dapat membantu mencapai “Visi 2030”.

    Pangeran bin Salman telah menarik diri secara signifikan dari Yaman setelah bertahun-tahun berperang dengan tetangganya Houthi. Ia juga memperbaiki hubungan dengan saingan regional Iran dan telah mempertahankan hubungan dekat dengan China dan Rusia, sambil menjaga hubungan dekat Riyadh dengan Barat.

    2. Penghubung Trump dan Putin

    Arab Saudi berupaya menampilkan citra sebagai penjaga perdamaian global dengan menyelenggarakan pertemuan donor bantuan dan konferensi perdamaian. Pada bulan Agustus 2023, negara ini menyelenggarakan pertemuan puncak perdamaian dua hari mengenai Ukraina dengan perwakilan dari lebih dari 40 negara (meskipun tanpa Rusia).

    Pada bulan Februari tahun yang sama, Saudi kemudian menjanjikan bantuan sebesar US$ 400 juta (Rp 6,5 triliun) untuk Ukraina.

    Peningkatan posisi Pangeran Bin Salman sebagai pialang kekuasaan dalam perundingan internasional dimulai dari hubungan dekatnya dengan Presiden AS Donald Trump, yang mendukung bangsawan muda tersebut ketika ia dikucilkan secara internasional setelah pembunuhan kolumnis Jamal Khashoggi oleh agen Saudi.

    Pada tahun 2017, Trump melanggar tradisi dengan memilih Arab Saudi sebagai tempat kunjungan presiden internasional pertamanya. Bahkan setelah ia kalah dalam pemilihan umum tahun 2020, Arab Saudi tetap menjalin hubungan bisnis yang erat dengan Trump

    Di sisi lain, Putra mahkota juga memiliki hubungan hangat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menolak mengisolasi sang pangeran setelah pembunuhan Khashoggi. Putin bahkan mengunjungi Saudi pada tahun 2023 dan telah merayu Riyadh untuk bergabung dengan BRICS.

    “Lindung nilai hubungan Arab Saudi di dunia yang semakin terpolarisasi telah terbukti bermanfaat. Pangeran bin Salman berperan penting dalam pembebasan guru Amerika Mark Fogel dari tahanan Rusia minggu lalu,” kata utusan Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff.

    3. Soal Gaza

    Dalam jangka panjang, Arab Saudi mungkin bermaksud menggunakan perannya sebagai mediator dalam pertemuan antara Rusia dan AS untuk memanfaatkan masalah regional yang mendesak, yakni soal isu Gaza. Persoalan ini semakin kompleks setelah Trump berniat mengambil alih Gaza dan merelokasi penduduknya secara permanen.

    Negara-negara Arab dengan cepat menolak gagasan tersebut. Akan ada pertemuan puncak pada akhir minggu ini di Arab Saudi di mana proposal balasan akan dibahas sebelum menyampaikannya kepada Trump.

    “Dengan memfasilitasi tujuan yang dinyatakan Presiden Trump untuk mengakhiri perang Ukraina, Arab Saudi berada dalam posisi yang baik untuk mengumpulkan niat baik di Washington,” kata Hasan Alhasan, peneliti senior untuk kebijakan Timur Tengah di Institut Internasional untuk Studi Strategis di Bahrain.

    Kerajaan Saudi, yang dijadwalkan menjadi tuan rumah pertemuan puncak mini-Arab pada hari Jumat, dapat memanfaatkan peningkatan hubungan dengan pemerintahan Trump untuk membantu menjembatani kesenjangan antara posisi AS dan Arab mengenai nasib Gaza.

    Empat tahun ke depan, Pangeran Bin Salman dapat mengandalkan hubungan dekatnya dengan Trump. Namun sang pangeran mungkin masih menemukan dirinya dalam posisi sulit saat mencoba menyeimbangkan kepentingan regionalnya di tengah tuntutan agresif dari presiden Amerika yang transaksional.

    Trump ingin melihat hubungan Saudi-Israel dinormalisasi, tetapi di tengah meningkatnya kemarahan di Timur Tengah atas kampanye militer Israel di Gaza, mempertahankan jalan menuju negara Palestina secara politis tidak dapat dinegosiasikan bagi Pangeran Bin Salman.

    “Mencapai perdamaian yang langgeng dan adil tidak mungkin dilakukan tanpa rakyat Palestina memperoleh hak-hak mereka yang sah sesuai dengan resolusi internasional, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kepada pemerintahan AS sebelumnya dan saat ini,” kata Saudi.

    4. Permintaan Rusia

    Di Riyadh, Rusia menggunakan diskusi tentang kemungkinan penyelesaian Ukraina sebagai daya ungkit untuk mendorong keringanan sanksi.

    Yang memimpin negosiasi ekonomi Moskow adalah Kirill Dmitriev, kepala Dana Investasi Langsung Rusia yang berusia 49 tahun dan teman dekat putri Putin. Sebagai mantan bankir investasi, Dmitriev telah memainkan peran penting dalam upaya Rusia menjangkau investor internasional.

    Meskipun ia tidak hadir selama pertemuan antara pejabat Rusia Sergei Lavrov dan Yuri Ushakov serta rekan-rekan mereka dari AS, Dmitriev mengadakan diskusi terpisah di Riyadh.

    “Perusahaan minyak besar AS telah melakukannya dengan sangat baik di Rusia,” kata Dmitriev dalam wawancara singkat pada Selasa pagi sebelum pembicaraan dimulai. “Kami percaya bahwa, pada suatu saat, mereka akan kembali. Mengapa mereka akan melewatkan kesempatan yang telah diberikan Rusia untuk mengakses sumber daya alamnya?”

    5. Putin Siap Temui Zelensky

    Saat perundingan di Riyadh terus berlanjut secara tertutup, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa Presiden Putin akan siap untuk berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelinsky ‘jika perlu’. Namun Peskov masih tampaknya mempertanyakan legitimasinya.

    “Putin sendiri mengatakan bahwa dia akan siap untuk berunding dengan Zelensky jika perlu, tetapi dasar hukum perjanjian perlu didiskusikan mengingat kenyataan bahwa legitimasi Zelensky dapat dipertanyakan,” katanya kepada wartawan.

    Peskov juga mengatakan bahwa masalah aksesi Ukraina ke Uni Eropa adalah hak kedaulatannya dan bahwa Rusia tidak bermaksud untuk mendikte Kyiv bagaimana seharusnya mendekati masalah tersebut. Namun ia menegaskan Moskow akan menarik garis ketika menyangkut aliansi militer.

    “Kita berbicara tentang integrasi dan proses integrasi ekonomi. Dan di sini, tentu saja, tidak seorang pun dapat mendikte apa pun kepada negara mana pun, dan kami tidak akan melakukan itu.”

    Peskov kemudian mengatakan bahwa ‘resolusi yang langgeng dan layak dalam jangka panjang tidak mungkin tercapai tanpa pertimbangan yang komprehensif mengenai isu-isu keamanan di benua Eropa’.

    Ia juga menambahkan bahwa pembicaraan di Riyadh mungkin akan memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai kemungkinan pertemuan antara Vladimir Putin dan Donald Trump. Akan tetapi, belum ada kesepahaman mengenai hal ini.

    6. Eropa Siap Bantu AS Akhiri Perang Ukraina

    Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan kepada utusan AS untuk Ukraina Keith Kellog bahwa pihaknya ingin bekerja sama dengan Washington untuk mengakhiri pertumpahan darah dan membantu mengamankan perdamaian yang adil dan abadi serta layak diterima Ukraina dan rakyatnya.

    Von der Leyen juga menyampaikan kepada Kellogg terkait rencana Eropa untuk meningkatkan produksi dan pengeluaran pertahanan, yang memperkuat kemampuan militer Eropa dan Ukraina.

    “Kami juga menegaskan kembali komitmen Uni Eropa untuk perdamaian yang adil dan abadi, Kami menegaskan kembali bahwa resolusi apa pun harus menghormati kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial Ukraina, yang didukung oleh jaminan keamanan yang kuat,” kata catatan itu.

    “Seperti yang dijelaskan Presiden von der Leyen: sekarang adalah saat yang kritis,” tambahnya.

    7. Hasil Pertemuan di Riyadh

    Rusia bahwa pembicaraannya dengan AS di Arab Saudi “tidak buruk”, tetapi masih sulit untuk menentukan apakah posisi kedua negara semakin mendekat.

    “Sulit untuk mengatakan bahwa posisi kami semakin mendekat, tetapi kami telah membahasnya,” ujar Yuri Ushakov, saat ditanya apakah ada kemajuan dalam penyamaan sikap antara Moskow dan Washington.

    “Ada diskusi yang sangat serius mengenai semua isu yang ingin kami bahas.”

    Ushakov menambahkan bahwa belum ada pembicaraan mengenai tanggal pertemuan puncak antara Donald Trump dan Vladimir Putin.

    Ketika ditanya apakah Ukraina menjadi topik pembahasan, Ushakov mengonfirmasi hal tersebut.

    “Ya, kami mendiskusikannya dan menguraikan pendekatan prinsip kami. Kami juga sepakat bahwa tim negosiator khusus untuk isu ini akan tetap berkomunikasi pada waktunya.”

    Menurut laporan media pemerintah Rusia, pembicaraan berlangsung selama empat setengah jam.

    (luc/luc)

  • Zelensky Bertemu Erdogan di Tengah Perubahan Sikap AS ke Ukraina

    Zelensky Bertemu Erdogan di Tengah Perubahan Sikap AS ke Ukraina

    Jakarta

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Ankara. Pertemuan terjadi saat Kyiv berupaya memperkuat posisinya dalam menanggapi perundingan Amerika Serikat (AS)-Rusia.

    Seperti dilansir AFP, Selasa (18/2/2025), Zelensky terbang ke ibu kota Turki dari Uni Emirat Arab (UEA). Lewat Telegram, ia mengatakan akan membahas pertukaran tahanan dan isu-isu lain dengan Erdogan.

    Perundingan di istana Presiden Erdogan, yang dimulai sekitar pukul 11.15 waktu setempat, terjadi beberapa jam setelah diplomat tinggi AS dan Rusia bertemu di Arab Saudi untuk perundingan tingkat tinggi pertama mereka sejak Moskow menginvasi Ukraina hampir tiga tahun lalu.

    Zelensky, yang terakhir kali mengunjungi Turki pada Maret 2024. Ajudan utama Erdogan, Fahrettin Altun sebelumnya mengatakan bahwa keduanya akan membahas cara untuk “lebih memperkuat kerja sama” antara kedua negara mereka.

    Turki, anggota NATO, telah berupaya menjaga hubungan baik dengan negara-negara tetangganya yang bertikai di Laut Hitam, dengan Erdogan menempatkan dirinya sebagai perantara utama dan kemungkinan pembawa damai antara keduanya.

    Ankara telah menyediakan pesawat nirawak untuk Ukraina tetapi menghindar dari sanksi yang dipimpin Barat terhadap Moskow.

    Bersama Saudi dan UEA, Turki telah memainkan peran dalam menengahi beberapa kesepakatan pertukaran tahanan antara Rusia dan Ukraina yang telah membuat ratusan tahanan kembali ke rumah meskipun konflik masih berlangsung.

    Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov bertemu di Riyadh dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio sebagai bagian dari apa yang dikatakan Kremlin sebagai upaya untuk membuka kembali hubungan dengan Washington.

    Para pejabat AS dan Rusia sedang mengincar pertemuan puncak antara kedua pemimpin mereka, dengan Eropa dan Kyiv khawatir mereka akan mencoba mengakhiri perang di Ukraina tanpa mereka.

    (rfs/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Rusia Ungkap Isi Pertemuan dengan Pejabat AS di Saudi: Sangat Konstruktif

    Rusia Ungkap Isi Pertemuan dengan Pejabat AS di Saudi: Sangat Konstruktif

    Jakarta

    Penasihat kebijakan luar negeri Presiden Rusia Vladimir Putin, Yuri Ushakov, mengungkap isi pertemuan dengan pejabat Amerika Serikat (AS) di Riyadh, Arab Saudi yang disebut membahas perang Ukraina. Apakah ada kesepakatan di antara kedua negara itu?

    Seperti dilansir AFP, Selasa (18/2/2025), pertemuan yang telah lama ditunggu-tunggu antara kedua negara adikuasa bersenjata nuklir itu terjadi setelah tiga tahun ketegangan atas konflik Ukraina. Kedua belah pihak melakukan pendekatan mereka untuk menyelesaikan pertempuran Ukraina.

    “Sulit untuk mengatakan bahwa mereka semakin dekat, tetapi kami telah membicarakannya,” kata Ushakov ketika ditanya tentang apakah posisi Washington dan Moskow menyatu.

    “Ada pembicaraan yang sangat serius tentang semua masalah yang ingin kami bahas,” lanjutnya.

    Ia menambahkan bahwa masih belum mungkin untuk membicarakan tanggal pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Ketika ditanya apakah kedua pihak membahas Ukraina, Ushakov berkata: “Ya, kami membahas dan menguraikan pendekatan berprinsip kami dan sepakat bahwa tim negosiator terpisah mengenai topik ini akan menghubungi pada waktunya,”.

    Negosiasi berlangsung selama empat setengah jam, media pemerintah Rusia melaporkan.

    Di antara mereka yang mengambil bagian dalam pembicaraan tersebut adalah Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz dan utusan Timur Tengah Donald Trump Steve Witkoff.

    Kepala dana kekayaan negara Rusia, Kirril Dmitriev mengatakan kepada TV pemerintah bahwa dialog tersebut “Sangat konstruktif,”.

    “Kami semua menjadi lebih mengenal satu sama lain. Ada banyak lelucon,” katanya.

    (rfs/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Selesai Bertemu AS, Rusia Menuntut Eropa Agar Ukraina Tak Jadi Anggota NATO – Halaman all

    Selesai Bertemu AS, Rusia Menuntut Eropa Agar Ukraina Tak Jadi Anggota NATO – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) dan Rusia selesai melakukan pertemuan di Riyadh, Arab Saudi pada Selasa (18/2/2025).

    Dalam pembicaraan pertama itu, AS dan Rusia membahas tentang berakhirnya perang di Ukraina.

    Mengutip Reuters, negosiator Rusia, Yuri Ushakov mengatakan pembicaraan berjalan dengan baik, dan kondisi dibahas untuk pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin.

    Ushakov mengatakan pertemuan puncak tidak mungkin terjadi minggu depan.

    Namun, pembicaraan di Ibu Kota Saudi ini menggarisbawahi kecepatan upaya AS untuk menghentikan konflik, kurang dari sebulan setelah Trump menjabat dan enam hari setelah ia berbicara melalui telepon dengan Putin.

    Rusia, setelah bertemu dengan AS, memberikan tuntutan agar Ukraina tidak dilibatkan dalam keanggotaan NATO.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova mengatakan kepada wartawan di Moskow bahwa “tidak cukup” bagi NATO untuk tidak menerima Ukraina sebagai anggota.

    Zakharova mengatakan, aliansi tersebut harus melangkah lebih jauh dengan membatalkan perjanjian yang dibuatnya pada pertemuan puncak di Bucharest tahun 2008 tentang Kyiv yang akan bergabung dengan NATO pada tanggal yang tidak ditentukan.

    “Perlu dicatat bahwa penolakan untuk menerima Kyiv ke dalam NATO tidak cukup sekarang,” kata Zakharova.

    “Aliansi harus mengingkari janji-janji Bucharest tahun 2008,” tegasnya.

    “Jika tidak, masalah ini akan terus meracuni atmosfer di benua Eropa,” katanya lagi.

    Zakharova mengatakan bahwa Ukraina perlu kembali ke posisi deklarasi kedaulatannya tahun 1990 dari Uni Soviet, di mana Kyiv mengatakan bahwa mereka akan menjadi negara yang netral secara permanen, tidak berpartisipasi dalam blok militer dan tetap bebas nuklir.

    “Apa yang perlu dilakukan Ukraina adalah kembali ke asal muasal kenegaraannya sendiri dan mengikuti isi dan semangat dokumen tersebut,” kata Zakharova.

    “Ini akan menjadi jaminan terbaik bagi keamanannya,” ungkapnya.

    Zakharova menambahkan bahwa baik keanggotaan NATO maupun intervensi Barat “dengan kedok kontingen penjaga perdamaian” tidak dapat memberikan keamanan seperti itu kepada Ukraina.

    Pada pertemuan puncak di Bucharest pada April 2008, NATO mendeklarasikan bahwa Ukraina dan Georgia akan bergabung dengan aliansi pertahanan yang dipimpin AS.

    Deklarasi tersebut merupakan kompromi yang menutupi keretakan antara Amerika Serikat, yang ingin menerima kedua negara, dan Prancis serta Jerman, yang khawatir hal itu akan membuat Rusia marah.

    Rusia telah berulang kali mengutip perluasan NATO pasca-Soviet, dan khususnya ambisi NATO-Kyiv, sebagai alasan perang di Ukraina.

    NATO menolaknya, dengan mengatakan bahwa itu adalah aliansi pertahanan yang selama tiga tahun terakhir telah membantu Kyiv untuk melawan invasi Rusia.

    Putin Siap Berbicara dengan Zelensky

    Sementara itu, Rusia tetap berkomitmen pada penyelesaian damai konflik Ukraina dan siap mengadakan pembicaraan langsung antara Presiden Vladimir Putin dan pemimpin Ukraina Volodymyr Zelensky.

    Masa jabatan Zelensky berakhir tahun lalu, yang mendorong Rusia mempertanyakan kewenangannya untuk menandatangani perjanjian internasional atas nama Ukraina.

    Kendati demikian, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menekankan bahwa Putin terbuka untuk berdialog dengan Zelensky jika itu sesuai dengan tujuan mencapai perdamaian.

    “Putin telah berulang kali menyatakan kesiapannya untuk berunding dengan Zelensky,” kata Peskov, dikutip dari Russia Today.

    Peskov menggarisbawahi bahwa Putin secara konsisten berupaya memenuhi tujuan keamanan Rusia melalui cara diplomatik, dengan mengatakan bahwa pihak lain tidak melakukan pendekatan yang sama.

    “Ukraina, khususnya, telah melarang keterlibatannya dalam perundingan damai.”

    “Negara-negara Eropa telah mendukung kelanjutan perang dengan cara apa pun.”

    “Pemerintahan sebelumnya di Washington juga mendukung untuk melancarkan perang hingga ke Ukraina terakhir,” kata Peskov. (*)

  • Prancis Takut Adanya Kemungkinan Aliansi Trump-Putin di Balik Akrabnya AS-Rusia – Halaman all

    Prancis Takut Adanya Kemungkinan Aliansi Trump-Putin di Balik Akrabnya AS-Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Prancis dikabarkan khawatir dengan kemungkinan adanya aliansi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Kabar ini muncul setelah para pemimpin negara Eropa menggelar pertemuan darurat di Paris, Prancis, pada Senin (17/2/2025).

    Pertemuan tersebut dilakukan setelah perwakilan tinggi Rusia dan AS tiba di Riyadh, Arab Saudi, pada Senin (17/2/2025) kemarin untuk melakukan pembicaraan tanpa Ukraina pada Selasa (18/2/2025) tentang upaya mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    “Perdana Menteri Prancis François Bayrou melihat kesamaan antara peristiwa terkini dan tahun 1930-an dan merasa khawatir dengan tanda-tanda aliansi antara presiden baru AS dan pemimpin Kremlin,” lapor BFMTV, media berita Prancis.

    “Kita dapat melihat aliansi yang tidak terpikirkan antara Putin dan Trump, yang akan meminggirkan Eropa,” kata François Bayrou, Senin, seperti diberitakan BFMTV.

    Menurut laporan tersebut, François Bayrou mengatakan kepada para pemimpin Eropa bahwa mereka harus mewaspadai kedekatan Rusia dengan pemerintah AS saat ini yang dipimpin oleh Donald Trump.

    Perkataannya mengenai peristiwa 1930-an merujuk pada kedekatan AS dan Uni Soviet hingga membentuk aliansi melawan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.

    “Untuk pertama kalinya sejak 1945, perang dapat terjadi di Eropa, kepada kita,” katanya.

    Dalam pertemuan darurat itu, Perdana Menteri Prancis juga menyampaikan penyesalannya atas kelemahan Uni Eropa dalam situasi ini.

    Pertemuan darurat tersebut dihadiri oleh Jerman, Inggris, Italia, Polandia, Spanyol, Belanda, Denmark, presiden Komisi Eropa, Dewan Eropa serta sekretaris jenderal NATO.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron mengadakan pertemuan itu setelah utusan khusus Donald Trump untuk Rusia-Ukraina, Keith Kellogg, mengatakan AS melihat Eropa kurang berkontribusi di meja perundingan untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina, seperti diberitakan Pravda.

    Pada Selasa hari ini, Presiden Komisi Eropa bertemu dengan Keith Kellogg dan mengatakan kontribusi Eropa dalam mendukung Ukraina tidak boleh dianggap kurang dari kontribusi AS.

    Pekan lalu pada Rabu (12/2/2025), Donald Trump menelepon Putin dan mengumumkan kepada wartawan bahwa Rusia dan Ukraina sama-sama menginginkan perdamaian.

    Ia berencana untuk bertemu dengan Putin di Arab Saudi kemungkinan pada akhir bulan ini.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Putin Siap Bicara dengan Zelensky soal Negosiasi Perang Rusia-Ukraina meski Ragukan Legitimasinya – Halaman all

    Putin Siap Bicara dengan Zelensky soal Negosiasi Perang Rusia-Ukraina meski Ragukan Legitimasinya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Rusia di Kremlin mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin siap berunding dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, meski meragukan legitimasi Zelensky.

    Sebelumnya, Putin berulang kali mengatakan Zelensky tidak berhak melakukan negosiasi untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina karena masa jabatannya sebagai presiden telah berakhir pada Mei tahun 2024.

    “Rusia tetap berkomitmen pada penyelesaian damai konflik Ukraina dan siap mengadakan pembicaraan langsung antara Presiden Vladimir Putin dan pemimpin Ukraina Volodymyr Zelensky, meskipun meragukan legitimasi Zelensky,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam konferensi pers, Selasa (18/2/2025).

    Meski demikian, Dmitry Peskov menekankan Putin terbuka untuk berdialog dengan Zelensky jika itu sesuai dengan tujuan mencapai perdamaian.

    “Putin telah berulang kali menyatakan kesiapannya untuk berunding dengan Zelensky,” tambahnya.

    Dmitry Peskov menggarisbawahi Putin berupaya menjamin keamanan Rusia melalui cara diplomatik dan menuduh Ukraina tidak melakukan upaya yang sama.

    “Ukraina, khususnya, telah melarang keterlibatannya dalam perundingan damai. Negara-negara Eropa telah mendukung kelanjutan perang dengan cara apa pun. Pemerintahan sebelumnya di Washington juga mendukung untuk melancarkan perang hingga ke Ukraina terakhir,” kata Dmitry Peskov.

    Pada hari ini, pejabat senior Amerika Serikat (AS) dan Rusia bertemu di Arab Saudi untuk membahas upaya mengakhiri perang Rusia-Ukraina tanpa melibatkan perwakilan Ukraina.

    Zelensky sebelumnya menanggapi pertemuan itu dengan mengatakan pembicaraan apa pun terkait rencana mengakhiri perang Rusia-Ukraina tanpa melibatkan Ukraina dianggap tidak sah.

    “Ukraina tidak akan berpartisipasi (dalam perundingan). Ukraina tidak tahu apa pun tentang perundingan itu. Ukraina menganggap perundingan apa pun tentang Ukraina tanpa Ukraina tidak ada gunanya. Kami tidak dapat mengakui apa pun atau perjanjian apa pun tentang kami tanpa kami. Kami tidak akan mengakui perjanjian semacam itu,” kata Zelensky wartawan dalam jumpa pers di Uni Emirat Arab, Senin (17/2/2025), dikutip dari Al Arabiya.

    Pemerintahan AS saat ini di bawah Presiden Donald Trump telah berupaya menengahi perundingan antara Rusia dan Ukraina, sembari menyalahkan pemerintahan sebelumnya di bawah presiden Joe Biden yang menjanjikan keanggotaan NATO kepada Ukraina, janji yang menurut Trump tidak realistis.

    Donald Trump pada minggu lalu mengatakan Rusia tidak mengizinkan Ukraina bergabung dengan NATO, namun AS mengisyaratkan Ukraina dapat bergabung, yang mengancam keamanan Rusia hingga Putin meluncurkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022.

    “Saya tidak melihat cara apa pun agar negara dalam posisi seperti Rusia, hanya dalam posisi ini, mengizinkan mereka (Ukraina) bergabung dengan NATO. Saya tidak melihat hal itu terjadi,” kata Donald Trump pada Kamis (13/2/2025).

    Pada 6 Februari 2025, Zelensky mengatakan siap untuk berunding dengan Putin jika sudah ada kesepahaman mengenai berakhirnya perang dan mengatakan Putin takut berbicara dengannya.

    Pada 9 Februari 2025, Zelensky mengatakan siap bertemu dan berunding dengan Putin jika Ukraina mendapatkan jaminan keamanan dari AS dan Eropa setelah Rusia-Ukraina menyetujui perjanjian gencatan senjata, seperti diberitakan Pravda.

    Rusia-AS Berunding di Arab Saudi Tanpa Ukraina

    Pada hari ini, Selasa (18/2/2025), perwakilan Rusia dan AS berunding di Riyadh, Arab Saudi, mengenai rencana Donald Trump untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    Sementara itu, perwakilan Ukraina tidak diundang dalam perundingan tersebut.

    RIA Novosti menerbitkan video pertemuan tersebut ketika dimulai, dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz dan utusan Timur Tengah Steve Witkoff duduk di seberang Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan ajudan senior Putin Yury Ushakov.

    Sebelum pembicaraan, kamera juga menangkap CEO Russian Direct Investment Fund, Kirill Dmitriev, sebagai bagian dari delegasi Rusia. 

    Dmitriev memuji pemerintahan AS saat ini sebagai cepat, efisien, dan sangat sukses, dalam sebuah wawancara dengan CNN.

    Sebelumnya, Kremlin mengatakan pertemuan itu untuk membahas hubungan AS-Rusia dan menindaklanjuti upaya Donald Trump untuk menengahi perundingan Rusia-Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Rusia Ungkap Isi Pertemuan dengan Pejabat AS di Saudi: Sangat Konstruktif

    Pejabat AS-Rusia Bertemu di Saudi Bahas Perang Ukraina

    Riyadh

    Para pejabat Amerika Serikat (AS) dan Rusia melakukan pertemuan di Riyadh, Arab Saudi, pada Selasa (18/2) waktu setempat. Pertemuan ini membahas soal perang yang dipicu Moskow di Ukraina, namun tanpa kehadiran langsung para pejabat Kyiv.

    Pejabat kedua negara, seperti dilansir Reuters, Selasa (18/2/2025), diperkirakan akan membahas cara-cara untuk mengakhiri perang di Ukraina dan memulihkan hubungan AS-Rusia. Pembicaraan itu juga bisa membuka jalan bagi pertemuan puncak antara Presiden Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin nantinya.

    Meski membahas perang Ukraina, para pejabat Kyiv tidak ikut menghadiri pertemuan di Riyadh ini. Otoritas Ukraina sebelumnya menegaskan tidak ada kesepakatan damai yang bisa dibuat atas nama Kyiv di Riyadh.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio memimpin delegasi Washington dalam pertemuan di Riyadh, bersama dengan penasihat keamanan nasional Gedung Putih Mike Waltz dan utusan khusus Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff.

    Delegasi Moskow dipimpin oleh Menlu Sergey Lavrov, yang didampingi penasihat kebijakan luar negeri Putin, Yuri Ushakov. Kepala dana kekayaan negara Rusia, Kirril Dmitriev, juga turut hadir bersama delegasi Moskow di Riyadh.

    Dijelaskan oleh Ushakov bahwa Dmitriev bergabung dengan delegasi Rusia untuk membahas pertanyaan ekonomi yang mungkin muncul dalam pertemuan itu.

    Dmitriev yang mantan bankir Goldman Sachs lulusan AS ini, berperang dalam kontak awal antara Rusia dan AS pada masa jabatan pertama Trump tahun 2016-2020 lalu. Menjelang pertemuan di Riyadh, dia memuji Trump sebagai “pemecah masalah”.

    Pertemuan di Riyadh ini digelar setelah Trump dan Putin berbicara lewat telepon pekan lalu membahas soal isu Ukraina. Para pejabat AS disebut berupaya menjadikan pembicaraan pada Selasa (18/2) sebagai kontak awal untuk menentukan apakah Rusia serius dalam mengakhiri perang di Ukraina.

    “Ini adalah tindak lanjut dari pembicaraan awal antara Putin dan Presiden Trump mengenai apakah langkah pertama itu mungkin dilakukan, apa kepentingannya, apakah hal ini dapat dilakukan,” ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, saat berbicara kepada wartawan di Riyadh.

    Namun Kremlin menyebut pembicaraan itu akan mencakup “seluruh kompleks” hubungan AS-Rusia, serta mempersiapkan pembicaraan mengenai kemungkinan penyelesaian mengenai Ukraina dan pertemuan antara kedua presiden.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 2 Mobil BAIC Jadi Kendaraan Operasional Atlet Tim Indonesia

    2 Mobil BAIC Jadi Kendaraan Operasional Atlet Tim Indonesia

    Jakarta

    BAIC Indonesia mendukung kegiatan National Olympic Committee (NOC) Indonesia dengan peminjaman dua unit model BJ40Plus dan X55 II serta dana sponsor untuk kegiatan atlet Indonesia.

    Direktur Utama Tim Indonesia Richard Sam Bera mengatakan dukungan ini sangat berguna untuk membantu mobilitas atlet Indonesia.

    “Tim Indonesia sangat menyambut baik kerjasama ini. Karena kerja sama ini yang dapat secara langsung mendukung atlet Indonesia,” kata Richard Sam dalam ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) 2025, JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (18/2/2025).

    “Dukungan itu sudah kami rasakan saat Asia Winter Test kemarin di Harbin,” tambah dia.

    Baic Indonesia Foto: Ridwan Arifin

    “Kemarin di Harbin, untuk berkompetisi di Winter Games atlet Indonesia juga memberikan testimoni yang sangat baik terhadap Tim Indonesia tentunya bentuk pelayanan Tim Indonesia tidak akan ideal tanpa adanya kontribusi dari BAIC Indonesia,” kata Richard Sam.

    Nantinya dua kendaraan itu bakal menjadi operasional atlet Tim Indonesia. Misalnya mobilitas penjemputan menuju ke Bandara atau kendaraan pengangkut saat Atlet membutuhkan pertolongan medis dengan cepat.

    “Mobil operasional akan membantu mobilitas atlet Indonesia. Karena banyak atlet yang membutuhkan sarana transportasi dengan cepat,” jelas Richard

    “Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada BAIC Indonesia yang memberikan dukungan berupa sponsorship dan meminjamkan dua unit kendaraan, akan menjadi official car Tim Indonesia,” tambah Richard.

    Tim Indonesia masih harus melakoni kegiatan lain tahun 2025, Asian Youth Games di Manama, Bahrain pada 22-31 Oktober, lalu Islamic Solidarity Games, Riyadh, Arab Saudi pada 7-21 November, dan Asian Games di Pattaya, Bangkok pada 7-19 Desember.

    Chief Operating Officer BAIC Indonesia Dhani Yahya mengatakan pihaknya menjalin kontrak dengan Tim Indonesia selama dua tahun.

    “Kerjasama untuk Indonesia kita menyiapkan dua kendaraan jadi yang semua sudah full dari asuransi dan perawatan. Jadi Tim Indonesia tinggal menggunakannya,” kara Dhani Yahya.

    “Namun event-event occasion yang pada saat membutuhkan unit kendaraan, untuk mengantar, ada pengukuhan apa, kita bisa jemput tim atlet dengan kendaraan kita dari venue menuju airport dan selanjutnya, selain dua unit tersebut,” ungkapnya lagi.

    BAIC BJ40 Plus mengadaptasi tampilan boxy dengan dibekali mesin 2.000 cc turbo in-line 4 cylinder 16 valve. Tenaga yang dihasilkan mencapai 221 dk dan torsi maksimalnya di angka 380 Nm.

    Kemudian BAIC X55-II, ini merupakan SUV medium penggerak roda depan (FWD) dengan mesin MAGIC-CORE, 4-silinder, 16 katup, 1.500 cc DOHC Turbocharger. Tenaganya mencapai 175 Hp dan torsi 300 Nm.

    Dhani mengatakan BAIC juga punya jaringan di luar negeri seperti Timur Tengah dan Thailand. Hal ini tidak menutup kemungkinan jika atlet Tim Indonesia membutuhkan kendaraan BAIC untuk mobilitas di sana.

    “Itu belum tahu nantinya kita tidak terlibat pengurusan logistik atau arrangement pada saat ada multievent di sana,” kata Dhani.

    “Tapi tentu karena kita punya koneksi ke sana. Jadi apabila nanti dalam pembicaraan, mereka butuh kendaraan di sana. Kita bisa license dengan BAIC distributor di sana melalui BAIC International. Memungkinkan,” kata dia.

    (riar/dry)