kab/kota: Riyadh

  • Pemimpin Negara Arab Gelar Pertemuan Tangkal Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Pemimpin Negara Arab Gelar Pertemuan Tangkal Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Riyadh

    Para pemimpin negara-negara Arab akan menggelar pertemuan di Arab Saudi pada Jumat (21/2) waktu setempat. Pertemuan ini akan membahas langkah menangkal rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Gaza dan memindahkan penduduknya ke negara-negara lain.

    Gagasan kontroversial Trump itu memicu persatuan yang jarang terlihat di antara negara-negara Arab, yang secara tegas menolak rencana tersebut. Namun mereka masih berselisih paham mengenai siapa yang akan memerintah atas Jalur Gaza usai perang dan siapa yang akan membiayai rekonstruksinya.

    Pakar kebijakan luar negeri Saudi, Umer Karim, seperti dilansir AFP, Kamis (20/2/2025), mengatakan bahwa pertemuan negara-negara Arab itu akan menjadi pertemuan yang “paling penting” dalam beberapa dekade terakhir sehubungan dengan dunia Arab dan masalah Palestina.

    Trump memicu kemarahan internasional ketika mengumumkan AS akan “mengambil alih” Gaza dan memindahkan 2,4 juta warga Palestina yang tinggal di sana ke negara-negara tetangga, seperti Mesir dan Yordania.

    Seorang sumber yang dekat dengan pemerintah Saudi menuturkan kepada AFP bahwa para pemimpin Arab akan membahas “rencana rekonstruksi untuk menangkal rencana Trump bagi Gaza”.

    Raja Yordania Abdullah II dalam pertemuan dengan Trump di Gedung Putih AS, pada 11 Februari lalu, menegaskan secara langsung penolakan terhadap rencana memindahkan warga Gaza. Dia mengatakan bahwa Mesir akan menyampaikan rencana masa depan terkait Gaza dalam waktu dekat.

    Sumber Saudi yang memahami persiapan pertemuan itu menyebut pembicaraan pemimpin negara-negara Arab di Riyadh akan membahas “rencana versi Mesir” yang disebutkan Raja Abdullah II tersebut.

    Pertemuan puncak antara negara-negara Arab itu awalnya direncanakan untuk dihadiri Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Qatar dan Yordania. Namun partisipan pertemuan itu bertambah hingga mencakup enam negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCO) dan Otoritas Palestina.

    Bagi warga Palestina, upaya apa pun untuk memindahkan mereka secara paksa dari Jalur Gaza mengingatkan pada “Nakba” yang terjadi tahun 1948 silam, ketika ratusan ribu warga Palestina melarikan diri dari pertempuran yang menyertai berdirinya Israel.

    Rekonstruksi Gaza yang hancur akibat perang Hamas-Israel akan menjadi isu penting dalam pertemuan negara-negara Arab di Saudi tersebut, setelah Trump menyoroti hal ini sebagai alasan utama untuk memindahkan penduduk Gaza saat pembangunan kembali dilakukan.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Donald Trump Tak Ingin Lagi Relokasi Warga Gaza? Mesir dan Yordania Percaya Telah Yakinkan Presiden AS

    Donald Trump Tak Ingin Lagi Relokasi Warga Gaza? Mesir dan Yordania Percaya Telah Yakinkan Presiden AS

    PIKIRAN RAKYAT – Mesir dan Yordania meyakini bahwa pihaknya telah berhasil mencegah Presiden AS Donald Trump mendukung pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza.

    Kedua negara itu menyebut bahwa AS telah mendukung rencana pascaperang Mesir untuk daerah kantong itu, diungkapkan seorang pejabat senior Mesir.

    “Ini akan menjadi rencana Mesir yang diadopsi dan didukung oleh orang-orang Arab. Itulah yang disetujui Trump,” kata pejabat itu.

    Pejabat Mesir yang berbicara secara anonim itu mengatakan kunjungan Raja Abdullah II dari Yordania ke Washington sangat penting untuk meyakinkan Trump agar membatalkan rencananya untuk mengosongkan Gaza dari warga Palestina. Kairo dan negara-negara Arab lainnya memandang hasil pertemuan Abdullah sebagai kemenangan.

    “Pertemuan tertutup itu sangat bagus,” kata pejabat Mesir tersebut.

    Tawaran Mesir dan Yordania

    Raja Abdullah tidak secara terbuka menentang Trump terkait usulannya untuk mengambil alih Jalur Gaza, tetapi pejabat Mesir itu mengatakan raja secara pribadi memperingatkan Trump bahwa rencananya akan memicu ekstremisme dan menyebabkan runtuhnya pemerintahan pro-AS di seluruh wilayah.

    “Trump tampak penuh perhatian dan simpatik, kata pejabat itu.

    Sedangkan Mesir mampu memanfaatkan momentum pertemuan Abdullah dan selanjutnya mendapatkan kepercayaan Trump untuk menjadi aktor utama di Gaza dengan berhasil bernegosiasi agar Hamas membebaskan enam tawanan hidup. Jumlah itu dua kali lipat dari jumlah yang diamanatkan oleh kesepakatan gencatan senjata.

    Hamas setuju untuk membebaskan tawanan sebagian karena Israel mengizinkan mesin berat masuk ke Gaza untuk memulai rekonstruksi, tambah pejabat itu.

    Selain itu, Israel mengizinkan rumah mobil masuk ke Gaza yang sebelumnya telah diblokirnya. Hamas mengatakan Israel melanggar gencatan senjata dengan menahan bantuan dan mengancam tidak akan membebaskan tawanan mana pun.

    Pejabat itu mengonfirmasi bahwa Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi akan melakukan perjalanan ke Riyadh, Arab Saudi, untuk membahas rencana Mesir untuk pemerintahan Gaza pascaperang. Seruan Trump agar AS mengambil alih Jalur Gaza yang terkepung dan secara paksa menggusur penduduk Palestina di sana memicu reaksi keras yang meluas di AS dan di seluruh dunia.

    Hal itu membuat kecewa mitra-mitra Arab AS, yang khawatir tentang reaksi keras rakyat Arab terhadap usulan tersebut dan meluasnya perang Israel di Gaza.

    Pembicaraan Gencatan Senjata Tahap II

    Para diplomat dan analis dibuat bertanya-tanya apakah Trump benar-benar menginginkan Jalur Gaza yang dilanda perang atau mengancam akan mengambil alih untuk mendapatkan konsesi dari negara-negara Arab. Menteri Luar Negeri Trump, Marco Rubio, menyatakan bahwa yang terakhir adalah ancaman dan negara-negara Arab harus mengajukan tawaran balasan.

    Dengan semakin populernya rencana Mesir, tampaknya Trump telah terpengaruh.

    Selama kunjungan ke Israel, Senator Republik Lindsey Graham mengatakan bahwa sangat sedikit keinginan bagi AS untuk mengambil alih Gaza dengan cara, bentuk, atau rupa apa pun.

    Senator Demokrat Richard Blumenthal mengatakan Abdullah dari Yordania telah memberitahunya bahwa negara-negara Arab memiliki rencana untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, mencapai penentuan nasib sendiri Palestina, dan memperluas perjanjian pertahanan regional dengan Israel.

    Sebelumnya Israel telah memanfaatkan usulan Trump dan telah mendirikan direktorat untuk memfasilitasi imigrasi sukarela warga Palestina dari Gaza.

    Namun, Israel juga mengatakan akan memulai negosiasi “minggu ini” pada tahap kedua gencatan senjata Gaza, yang mencakup pembicaraan tentang tata kelola Gaza pascaperang.

    Negara-negara Arab dan Otoritas Palestina (PA) telah melontarkan sejumlah rencana pascaperang untuk Jalur Gaza yang akan membuat daerah kantong itu diperintah oleh warga Palestina dari dalam dan luar daerah kantong yang tidak berafiliasi dengan Hamas.

    PA memberi tahu utusan Timur Tengah Trump, Steve Witkoff, bahwa mereka siap untuk berselisih dengan Hamas untuk memaksakan pemerintahan di Jalur Gaza.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Trump Ingin Ambil Alih Gaza-Pindahkan Warganya, Apa Rencana Dunia Arab?

    Trump Ingin Ambil Alih Gaza-Pindahkan Warganya, Apa Rencana Dunia Arab?

    Kairo

    Mesir dan sejumlah negara di Arab sedang menyusun rencana membangun kembali Gaza untuk memastikan warga Palestina tetap berada di wilayah tersebut tanpa harus mengungsi. Langkah itu merupakan respons terhadap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang ingin memindahkan warga Palestina.

    Dalam usulannya, Mesir dan sejumlah negara Arab juga berencana membangun mekanisme pemerintahan di Jalur Gaza tanpa keterlibatan Hamas.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengusulkan agar warga Palestina dipindah ke Mesir, Yordania, dan kemungkinan negara lain.

    Dia juga berniat mengambil alih Gaza dan mengubahnya menjadi “Riviera of The Middle East” atau kawasan pesisir yang indah di Timur Tengah.

    Kantor berita Reuters melaporkan bahwa setidaknya empat proposal sudah dirancang mengenai Gaza.

    Namun proposal yang dibuat Mesir saat ini tampaknya menjadi acuan bagi upaya dunia Arab dalam menawarkan alternatif terhadap rencana Trump.

    Seorang perempuan menjemur pakaian di rumahnya yang hancur di Kota Gaza, 17 Februari 2025 (Getty Images)

    Menurut sumber BBC, Kairo hampir menyelesaikan rincian teknis rencana tersebut yang mencakup pembersihan puing-puing dan pembangunan kembali di Gaza.

    Mereka juga mempersiapkan rencana bagaimana warga Palestina akan hidup selama periode ini dan mekanisme pemerintahan setelah perang.

    Namun, masa depan gencatan bersenjata di Gaza, khususnya Hamas dan Jihad Islam, masih dalam diskusi.

    Mesir mengatakan rencana tersebut akan dibicarakan dengan pemerintah AS.

    Baca juga:

    Tapi, sumber di Mesir mengatakan kapada BBC bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa akan berperan dalam rencana tersebut.

    Mesir sedang berkonsultasi dengan sejumlah negara Arab, termasuk Yordania dan Arab Saudi, mengenai rincian rencana tersebut sebagai persiapan pertemuan regional di Riyadh pada Kamis (21/02), yang diperkirakan akan melibatkan Otoritas Palestina.

    Pertemuan ini akan disusul dengan konferensi tingkat tinggi (KTT) darurat di Kairo, Mesir, yang semula dijadwalkan pada 27 Februari, namun akhirnya ditunda karena alasan logistik dan hingga kini belum jelas kapan pertemuan itu akan digelar.

    Bagaimana rencana ini akan berjalan tanpa pemindahan massal?

    Warga Palestina kembali ke rumah-rumah mereka di Gaza bagian utara pada Januari (Reuters)

    Sebuah sumber di Mesir mengatakan kepada BBC bahwa negara-negara Arab mulai mempersiapkan rencana rekonstruksi Gaza yang melibatkan negara-negara Eropa.

    Sumber tersebut menambahkan bahwa rencana Mesir terutama difokuskan pada pembangunan kembali Gaza dan pembagian Jalur Gaza menjadi tiga zona kemanusiaan.

    Masing-masing zona terdiri dari 20 kamp untuk hunian warga yang menyediakan kebutuhan dasar seperti air dan listrik.

    Dalam rencana itu, puluhan ribu rumah mobil dan bangunan tenda akan ditempatkan di kawasan aman selama enam bulan, bersamaan dengan pemindahan puing-puing akibat perang.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Namun, saat ini hal tersebut tidak diperbolehkan oleh Israel selama tahap awal gencatan senjata.

    Rencana tersebut juga akan menekankan perlunya mengizinkan pasokan bahan bakar dan bahan rekonstruksi masuk ke Gaza secara teratur.

    Menurut rencana Mesir, rekonstruksi akan didanai oleh donor Arab dan internasional. Rencananya sekitar 50 perusahaan multinasional di bidang konstruksi bakal menyediakan unit perumahan dalam waktu 18 bulan di tiga zona Gaza yang diusulkan.

    Pendanaan rekonstruksi akan dikelola oleh sebuah komite yang terdiri dari perwakilan Arab dan internasional.

    Proposal tersebut juga mencakup pembentukan zona penyangga dan penghalang untuk menghalau penggalian terowongan di sepanjang perbatasan Gaza dengan Mesir.

    Tingkat kerusakan di sebuah lingkungan di Gaza difoto pada Februari (EPA)

    Sejumlah besar truk yang membawa rumah kontainer dan peralatan konstruksi berat yang dikirim dari Mesir ke Gaza menunggu di sisi perbatasan Mesir (Getty)

    Selain itu, proposal itu mencakup pembersihan puing-puing dan pembangunan di 20 area perumahan sementara di bagian utara, tengah, dan selatan Jalur Gaza.

    Dr Tarek al-Nabarawi, presiden Egyptian Engineers Syndicate, mengatakan kepada BBC bahwa rencana tersebut dapat memakan waktu tiga hingga lima tahun mengingat jumlah dana yang diperlukan dan banyaknya pihak yang terlibat.

    Namun, pada hari Sabtu (15/02) Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia tidak akan mengizinkan rumah mobil dan peralatan konstruksi memasuki Jalur Gaza.

    Dia beralasan itu karena masalah keamanan, meskipun hal ini merupakan ketentuan dari perjanjian gencatan senjata baru-baru ini.

    Baca juga:Bagaimana masa depan Hamas?

    Sumber di Mesir mengatakan kepada BBC bahwa topik paling penting dan belum terselesaikan adalah masa depan Hamas dan kelompok bersenjata lainnya di Jalur Gaza.

    Sumber tersebut menjelaskan bahwa salah satu usulan Kairo melibatkan pelucutan senjata kelompok-kelompok ini setelah negara Palestina dideklarasikan di dalam perbatasan sebelum Perang Enam Hari.

    Yerusalem Timur akan menjadi ibu kota di negara tersebut dan akan ada zona penyangga yang lokasinya belum ditentukan untuk meyakinkan Israel bahwa tidak akan ada ancaman yang berasal dari Gaza.

    Sementara itu, usulan tersebut juga melibatkan pembentukan komite Palestina untuk memerintah Gaza tanpa partisipasi Hamas.

    BBC

    Pasukan dari negara-negara Arab dan internasional akan membantu komite tersebut untuk sementara waktu dalam mengelola Jalur Gaza.

    Hamas sebelumnya menyatakan bersedia menyerahkan pemerintahan Gaza kepada komite nasional tetapi ingin berperan dalam memilih anggotanya dan tidak memperbolehkan pengerahan pasukan darat apa pun tanpa persetujuannya.

    Sumber di Mesir tersebut juga menekankan bahwa negara-negara Arab akan mendukung Otoritas Palestina dalam melatih personelnya dan bekerja sama dengan Uni Eropa.

    Bagaimana dengan rencana Trump?

    Presiden AS Donald Trump telah berulang kali menyatakan rencananya untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza.

    Ia kerap menjustifikasi hal ini sebagai peluang untuk mengubah Gaza menjadi kawasan investasi wisata untuk keuntungan warga Palestina sendiri, mengingat mereka tidak akan lagi hidup di tengah puing-puing.

    Trump bahkan mengancam akan menghentikan bantuan ke Mesir dan Yordania jika mereka tidak menerima warga Palestina.

    Baca juga:

    Salah satu mantan editor Associated Press Timur Tengah di Kairo, Dan Perry, menulis dalam sebuah artikel untuk koran Israel, Jerusalem Post, bahwa rencana Trump merelokasi warga Palestina dari Gaza adalah untuk menekan negara-negara Arab dan warga Palestina di Gaza agar menyingkirkan Hamas dari kekuasaan.

    Hal ini juga ditujukan untuk menghentikan dukungan finansial bagi Hamas dari negara-negara Arab, khususnya Qatar.

    Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (Reuters)

    Dalam sebuah pertemuan Trump dan Raja Abdullah II dari Yordania yang digelar baru-baru ini digelar di Washington, Raja Abdullah menegaskan kepada Trump bahwa dia lebih memilih Palestina tetap berada di Gaza selama proses rekonstruksi, menurut juru bicara presiden AS, Caroline Levitt.

    Namun secara resmi, Trump lebih memilih merelokasi warga Palestina keluar dari Gaza.

    Perry meyakini Trump mungkin setuju agar warga Palestina tetap tinggal di Gaza dengan imbalan miliaran dolar untuk pembangunan kembali Gaza dan penyingkiran Hamas.

    Perry menambahkan bahwa pemerintahan sipil teknokrat dapat dibentuk di Gaza, yang terkait dengan Otoritas Palestina di Tepi Barat bekerja sama dengan Mesir dan negara-negara Teluk.

    Apa pengaruh dunia Arab terhadap Trump?

    Dr Mubarak Al-Ati, seorang analis politik Saudi, meyakini bahwa keterlibatan AS akan mempertimbangkan kepentingan yang besar di kawasan tersebut, khususnya di Arab Saudi dan Mesir.

    Ia menambahkan bahwa hubungan pribadi antara para penguasa Mesir, AS, dan Arab Saudi akan memungkinkan mereka menemukan titik temu, khususnya kunjungan Trump mendatang ke Arab Saudi, yang akan membentuk hubungan Arab-Amerika di masa mendatang.

    Sementara Dr Hassan Mneimneh, analis politik dari Washington, meyakini jika Trump memangkas bantuan militer dan ekonomi ke Mesir dan Yordania sebagai tanggapan atas rencana Arab, negara-negara ini harus menanggapinya.

    Baca juga:

    Misalnya, Riyadh harus menghentikan investasinya di AS sehingga membuka pintu bagi keterlibatan ekonomi dengan China, Rusia, Uni Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan.

    Al-Ati menyoroti bahwa tawaran normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel, yang menarik bagi AS, sebenarnya merupakan taktik negosiasi Riyadh untuk mendorong terwujudnya negara Palestina dengan perbatasan tahun 1967.

    Sumber Mesir yang tidak disebutkan namanya mencatat bahwa sindiran Kairo baru-baru ini untuk membatalkan perjanjian damai Camp David dengan Israel, yang ditandatangani pada tahun 1979, juga bisa efektif melawan Washington jika Trump menolak rencana Arab apa pun di masa depan.

    Lihat juga Video Trump Mau Ambil Alih Gaza, Liga Arab: Siklus Baru Konflik Intens Arab-Israel

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Salahkan Zelensky karena Perang Ukraina Berlarut-larut

    Trump Salahkan Zelensky karena Perang Ukraina Berlarut-larut

    Washington DC

    Setelah pertemuan antara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dengan mitranya dari Kremlin, Presiden AS Donald Trump yakin bahwa kesepakatan damai dalam perang Ukraina dapat segera dicapai.

    Pembicaraan dengan negosiator Rusia berjalan “sangat baik,” tandasnya dalam konferensi pers di resor miliknya, Mar-a-Lago di Florida di bagian selatan Amerika Serikat: “Rusia ingin melakukan sesuatu.”

    Pada saat bersamaan, Trump menyalahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky atas kelanjutan perang agresi yang diluncurkan oleh Rusia pada Februari 2022.

    Perwakilan Amerika Serikat dan Rusia sepakat pada hari Selasa (18/02) di sebuah pertemuan di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, untuk mengadakan pembicaraan guna mengakhiri perang di Ukraina – tanpa melibatkan perwakilan Ukraina atau pendukungnya di Eropa.

    Sebagaimana diumumkan kedua belah pihak setelah pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, disepakati bahwa pemerintah akan menunjuk negosiator untuk pembicaraan tersebut.

    Trump: Kepemimpinan Ukraina mengizinkan perang

    Di Mar-a-Lago, Trump menanggapi dengan nada mencemooh kritik dari Ukraina bahwa negara itu tidak diundang.

    “Saya mendengar hari ini: ‘Oh, kami tidak diundang’,” ejek tokoh Republikan itu – dan menambahkan: “Yah, Anda sudah berada di sini selama tiga tahun.”

    Perang seharusnya sudah berakhir sejak lama, demikian ia memperingatkan – dan menuduh Ukraina lalai: “Anda seharusnya tidak pernah memulainya. Anda seharusnya bisa membuat kesepakatan.” Disebutkannya, ada kepemimpinan di Kyiv yang “membiarkan perang yang seharusnya tidak pernah terjadi.”

    Mengacu pada Zelensky, Trump berkata: “Saya menyukainya secara pribadi, dia oke.” Namun ini bukan tentang simpati pribadi, imbuhnya, ini tentang “menyelesaikan pekerjaan.”

    Ukraina bergantung pada bantuan Barat untuk mempertahankan diri terhadap invasi Rusia. Di bawah pendahulu Trump, Joe Biden, AS adalah pendukung dan pemasok senjata terpenting negara itu. Karena adanya pergantian kekuasaan di Washington, warga Ukraina kini mengkhawatirkan perubahan drastis yang menguntungkan Rusia.

    Tak lama setelah menjabat, Trump secara pribadi menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin dan berencana untuk segera bertemu langsung dengannya.

    Di Mar-a-Lago, Presiden AS mengumumkan bahwa dia “mungkin” akan bertemu dengan Putin sebelum akhir bulan. Pimpinan di Moskow mengonfirmasi jadwal ini.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Anehnya, penyelidikan juga dilakukan di Kyiv

    Rabu (19/02) ini, Utusan Khusus AS untuk Ukraina Keith Kellogg tiba di Kyiv untuk pembicaraan penjajakan, satu hari lebih awal dari yang diharapkan. Ia mengatakan bahwa ia datang untuk mendengarkan, dalam pernyataan publik pertamanya saat tiba di stasiun kereta api di ibu kota Ukraina.

    Laporannya kepada Presiden Trump seharusnya membantu Amerika Serikat menilai situasi dengan tepat. “Kami memahami perlunya jaminan keamanan,” katanya kepada kamera televisi.

    Menyusul komentar terbaru Trump yang menyalahkan Ukraina atas berlanjutnya perang, Kellogg, yang merupakan mantan jenderal, berusaha mengoreksi kesan tersebut.

    Trump ingin mengakhiri perang yang telah berjalan tiga tahun ini, kata Kellogg. “Dia memahami penderitaan manusia, dia memahami kerusakannya.”

    Macron dorong perundingan lebih lanjut

    Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Kaja Kallas mengatakan pada Selasa (18/02) malam bahwa Menteri Luar Negeri AS Rubio telah memberi tahu menteri luar negeri Eropa tentang pembicaraan di Riyadh.

    Kallas memperingatkan AS agar tidak membiarkan dirinya dikalahkan oleh Kremlin.

    “Rusia akan mencoba memecah belah kita. Jangan sampai kita jatuh ke dalam perangkap mereka,” Kallas memperingatkan. “Dengan bekerja sama dengan Amerika Serikat, kita dapat mencapai perdamaian yang adil dan abadi – demi kepentingan Ukraina,” tegasnya.

    Sementara itu, hanya dua hari setelah pertemuan puncak krisis negara-negara Eropa mengenai perang di Ukraina yang sebagian besar tidak membuahkan hasil, pemerintah Prancis ingin menyerukan perundingan baru. Presiden Emmanuel Macron akan mengambil bagian dalam konferensi video informal dengan kepala negara dan pemerintahan lainnya di Paris, Istana lysee mengumumkan.

    Tujuannya adalah untuk menyatukan semua mitra yang berminat pada perdamaian dan keamanan di Ukraina dan Eropa. lysee awalnya tidak mengumumkan daftar peserta yang pasti.

    Pada hari Senin (17/02), tuan rumah Macron bergabung dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz dan perwakilan Uni Eropa, NATO, Inggris, Italia, Polandia, Spanyol, Belanda, dan Denmark pada pertemuan puncak krisis di Paris.

    Pertemuan itu ditandai oleh ketidaksepakatan mengenai kemungkinan misi penjaga perdamaian di Ukraina. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyatakan kesediaannya untuk mengirim tentara ke sana jika diperlukan.

    Namun, Kanselir Scholz menyebut perdebatan mengenai hal ini tidak tepat dan prematur karena belum ada negosiasi mengenai perdamaian.

    Macron ingin kejelasan tentang peran AS pascaperang

    Menurut surat kabar “La Depche”, Macron mengatakan dalam sebuah wawancara dengan beberapa surat kabar regional bahwa Prancis tidak bersiap untuk mengirim pasukan ke wilayah Ukraina: “Kami memikirkan jaminan keamanan.”

    Pertanyaan mengenai kehadiran militer di Ukraina hanya akan muncul setelah gencatan senjata ditetapkan dan “untuk melindungi Ukraina secara permanen dari serangan baru,” kata Macron seperti dikutip oleh “Ouest France”.

    Untuk tujuan ini, pasukan terbatas dapat dikirim ke daerah yang bukan zona konflik aktif. Macron dilaporkan mengatakan bahwa ini adalah sesuatu yang sedang mereka pertimbangkan dengan Inggris.

    “Kita juga dapat memutuskan, dalam konteks negosiasi, mengenai misi penjaga perdamaian di bawah mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa.”

    Amerika Serikat sendiri tidak ingin mengirim tentara ke Ukraina untuk mengamankan gencatan senjata. Namun,Trump mengatakan dia mendukung pengerahan pasukan penjaga perdamaian Eropa.

    “Saya setuju saja kalau mereka mau melakukan itu. Menurut saya itu tidak apa-apa.”

    Pada Rabu (19/02) pagi, diumumkan di Brussels, Belgia, bahwa negara-negara Uni Eropa telah menyetujui paket sanksi baru terhadap Rusia karena perang agresi yang sedang berlangsung terhadap Ukraina.

    Kesepakatan tersebut akan mulai berlaku pada ulang tahun ketiga invasi Rusia ke Ukraina,Senin depan, Presidensi Dewan Uni Eropa Polandia mengumumkannya menyusul keputusan di Komite Perwakilan Tetap Negara-negara Anggota di Brussels.

    Kendati ada perundingan dengan AS, kepemimpinan di Moskow tampaknya terus melanjutkan rencana penghancurannya tanpa henti untuk saat ini.

    Presiden Ukraina Zelensky mengatakan Rusia telah merusak infrastruktur energi di wilayah selatan Odessa. Ini berarti 160.000 penduduk tidak akan memiliki pemanas atau listrik.

    ap/yf (dpa, rtr, afp)

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Zelensky Ngambek Tak Diajak AS-Rusia soal Perang Ukraina

    Zelensky Ngambek Tak Diajak AS-Rusia soal Perang Ukraina

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky merajuk karena tak diajak Amerika Serikat dan Rusia berunding soal upaya mengakhiri perang Ukraina. Zelensky pun mengkritisi pertemuan antara pejabat AS dan Rusia di Arab Sauda tanpa partisipasi Ukraina.

    Dirangkum detikcom, Rabu (19/2/2025), kekecewaan Zelensky bermula ketika Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bertemu dengan pejabat Rusia di Riyadh, Arab Saudi, Selasa (18/2). Usai pertemuan, Rubio menyatakan bahwa pihaknya ingin mencapai solusi yang “adil” dan “berkelanjutan” untuk perang Ukraina.

    Dalam sambutannya kepada wartawan Rubio mengatakan bahwa “tujuannya adalah untuk mengakhiri konflik ini dengan cara yang adil, langgeng, berkelanjutan, dan dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat,” ujarnya.

    Sementara, juru bicara Departemen Luar Negeri Tammy Bruce mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kedua diplomat tinggi telah sepakat untuk “menunjuk tim tingkat tinggi masing-masing untuk mulai bekerja pada jalur untuk mengakhiri konflik di Ukraina sesegera mungkin”.

    Rubio mengatakan bahwa negara-negara Eropa harus terlibat dalam pembicaraan untuk mengakhiri perang, dan bahwa “peluang luar biasa ada untuk bermitra” dengan Rusia.

    “Kunci untuk membukanya adalah mengakhiri konflik ini,” katanya.

    Zelensky pun bereaksi keras atas pertemuan AS dan Rusia. Zelensky menegaskan setiap pembicaraan yang bertujuan untuk mengakhiri perang harus “adil” dan melibatkan negara-negara Eropa, termasuk Turki.

    Pembicaraan “sedang berlangsung antara perwakilan Rusia dan perwakilan Amerika Serikat. Tentang Ukraina–tentang Ukraina lagi–dan tanpa Ukraina,” kata Zelensky selama kunjungan resmi ke Turki seperti dilansir AFP, Selasa (18/2/2025).

    “Ukraina, Eropa dalam arti luas–dan ini termasuk Uni Eropa, Turki, dan Inggris–harus dilibatkan dalam percakapan dan pengembangan jaminan keamanan yang diperlukan dengan Amerika mengenai nasib bagian dunia kita,” kata Zelensky saat konferensi pers dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan selama kunjungan ke Ankara.

    Zelensky Batalkan Perjalanan ke Arab Saudi

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Ankara. Pertemuan terjadi saat Kyiv berupaya memperkuat posisinya dalam menanggapi perundingan Amerika Serikat (AS)-Rusia. Foto: (AFP/HANDOUT)

    Zelensky bahkan menunda rencana kunjungannya ke Arab Saudi, lantaran Kyiv tak dilibatkan dalam pertemuan AS dan Rusia di Riyadh, pekan ini.

    Zelensky yang saat ini sedang berkunjung ke Turki, seperti dilansir Reuters, Rabu (19/2/2025), mengumumkan sendiri penundaan kunjungannya ke Saudi. Awalnya dia dijadwalkan berkunjung ke Riyadh pada Rabu (19/2) waktu setempat.

    Diumumkan Zelensky bahwa kunjungannya ke Saudi ditunda hingga 10 Maret mendatang. Dia mengaku tidak ingin ada “kebetulan-kebetulan apa pun”.

    Menurut dua sumber yang memahami situasi terkini, penundaan kunjungan itu diambil Zelensky agar tidak memberikan “legitimasi” terhadap pertemuan pejabat Washington-Moskow yang digelar di Riyadh pada Selasa (18/2) waktu setempat.

    “(Ukraina) Tidak ingin memberikan legitimasi apa pun terhadap hal apa pun yang terjadi di Riyadh,” ungkap salah satu sumber itu saat berbicara kepada Reuters.

    Zelensky mengatakan di Ankara bahwa dirinya tidak diundang ke pertemuan di Riyadh pada Selasa (18/2) antara delegasi pejabat tinggi AS dan Rusia, yang dihadiri oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) kedua negara.

    Washington dan Moskow mengatakan setelah pembicaraan itu bahwa mereka sepakat untuk terus melanjutkan upaya dalam mengakhiri perang di Ukraina.

    “Kami tidak ingin siapa pun memutuskan apa pun di belakang kami… Tidak ada keputusan yang dapat dibuat tanpa Ukraina mengenai cara mengakhiri perang di Ukraina,” tegas Zelensky dalam pernyataannya.

    Trump Kecewa Zelensky Ngeluh

    Presiden AS Donald Trump. Foto: Jim Watson/AFP/Getty Images

    Presiden AS Donald Trump justru menyalahkan Zelensky atas invansi Rusia. Trump bahkan mengatakan dia lebih yakin kesepakatan mengakhiri perang akan terjadi setelah perundingan AS dengan Rusia.

    Dilansir AFP, Rabu (19/2/2025), Trump menekan Zelensky untuk mengadakan pemilu-yang sejalan dengan salah satu tuntutan utama Moskow-, Trump juga mengecam Zelensky karena mengeluh tidak dilibatkan dalam perundingan AS-Rusia di Arab Saudi.

    Trump juga menyarankan agar Zelensky bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin sebelum bulan ini berakhir ketika Washington merombak sikapnya terhadap Rusia.

    “Saya sangat kecewa, saya dengar mereka kesal karena tidak mendapatkan kursi (dalam perundingan AS-Rusia),” kata Trump kepada wartawan di Florida ketika ditanya tentang reaksi Ukraina.

    “Hari ini saya mendengar, ‘oh, kami tidak diundang’. Nah, Anda sudah berada di sana selama tiga tahun… Anda seharusnya tidak pernah memulainya. Anda bisa saja membuat kesepakatan,” katanya.

    Zelensky sebelumnya mengkritik perundingan AS-Rusia karena tidak menyertakan Kyiv, dengan mengatakan upaya untuk mengakhiri perang harus “adil” dan melibatkan negara-negara Eropa, sambil menunda perjalanannya ke Arab Saudi. Pernyataan Zelensky ini lah yang diduga membuat Trump marah hingga kemudian dia menyerang Zelensky.

    Ketika ditanya apakah Amerika Serikat akan mendukung tuntutan Rusia yang ingin memaksa Zelensky mengadakan pemilu baru sebagai bagian dari kesepakatan, Trump tidak menjawab tegas, namun dia mengkritik Ukraina.

    “Mereka menginginkan kursi di meja perundingan, tapi bisa dibilang… bukankah rakyat Ukraina punya hak untuk bersuara? Sudah lama sejak kita mengadakan pemilu,” kata Trump.

    “Itu bukan hal yang berasal dari Rusia, itu berasal dari saya, dari negara lain,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 3

    (taa/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS-Ukraina Memanas, Trump Sebut Zelensky ‘Diktator Tanpa Pemilu’

    AS-Ukraina Memanas, Trump Sebut Zelensky ‘Diktator Tanpa Pemilu’

    Jakarta

    Tensi hubungan Amerika Serikat (AS) dan Ukraina memanas. Presiden AS Donald Trump melontarkan kritik kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai diktator.

    “Seorang diktator tanpa pemilu, Zelensky lebih baik bergerak cepat atau dia tidak akan punya negara yang tersisa,” tulis Trump di platform Truth Social dilansir AFP, Kamis (20/2/2025).

    Pernyataan Trump ini menambah ketegangan yang melibatkan Trump dan Zelensky dalam upaya mengakhiri konflik Rusia dan Ukraina. Zelensky sempat menyebut Trump menerima informasi yang salah dari Rusia usai Presiden Amerika itu menyebut Ukraina sebagai pemicu perang dengan Rusia.

    Dalam kritik yang dilontarkan di platform Truth Social, Trump juga mempertanyakan legitimasi Zelensky sebagai Presiden Ukraina. Jabatan Zelensky sedianya berakhir tahun lalu, namun diperpanjang atas pertimbangan darurat militer.

    “Dia menolak untuk mengadakan pemilu, nilainya sangat rendah dalam jajak pendapat di Ukraina, dan satu-satunya hal yang dia kuasai adalah mempermainkan (Joe) Biden ‘seperti biola,’” kata Trump dalam postingan Truth Social.

    “Sementara itu, kami berhasil merundingkan diakhirinya perang dengan Rusia, sesuatu yang semua orang akui hanya bisa dilakukan oleh ‘TRUMP’ dan Pemerintahan Trump,” tambah Trump.

    Volodymyr Zelensky sebelumnya juga telah memutuskan untuk menunda rencana kunjungannya ke Arab Saudi. Hal itu dilakukan setelah pemerintahnya tidak dilibatkan dalam pertemuan para pejabat Amerika Serikat dan Rusia di Riyadh, Saudi pekan ini. Pertemuan yang membahas perang Ukraina itu sama sekali tidak melibatkan para pejabat Ukraina.

    Zelensky yang saat ini sedang berkunjung ke Turki, seperti dilansir Reuters, Rabu (19/2), mengumumkan sendiri penundaan kunjungannya ke Saudi. Awalnya dia dijadwalkan berkunjung ke Riyadh pada Rabu (19/2) waktu setempat.

    Diumumkan Zelensky bahwa kunjungannya ke Saudi ditunda hingga 10 Maret mendatang. Dia mengaku tidak ingin ada “kebetulan-kebetulan apa pun”.

    Menurut dua sumber yang memahami situasi terkini, penundaan kunjungan itu diambil Zelensky agar tidak memberikan “legitimasi” terhadap pertemuan pejabat Washington-Moskow yang digelar di Riyadh pada Selasa (18/2) waktu setempat.

    “(Ukraina) Tidak ingin memberikan legitimasi apa pun terhadap hal apa pun yang terjadi di Riyadh,” ungkap salah satu sumber itu saat berbicara kepada Reuters.

    Zelensky mengatakan di Ankara bahwa dirinya tidak diundang ke pertemuan di Riyadh pada Selasa (18/2) antara delegasi pejabat tinggi AS dan Rusia, yang dihadiri oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) kedua negara.

    Washington dan Moskow mengatakan setelah pembicaraan itu bahwa mereka sepakat untuk terus melanjutkan upaya dalam mengakhiri perang di Ukraina.

    “Kami tidak ingin siapa pun memutuskan apa pun di belakang kami… Tidak ada keputusan yang dapat dibuat tanpa Ukraina mengenai cara mengakhiri perang di Ukraina,” tegas Zelensky dalam pernyataannya.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pertemuan Amerika Serikat dan Rusia di Riyadh Tak Bahas Pencabutan Sanksi

    Pertemuan Amerika Serikat dan Rusia di Riyadh Tak Bahas Pencabutan Sanksi

    PIKIRAN RAKYAT – CEO Dana Investasi Langsung Rusia (Russian Direct Investment Fund/RDIF), Kirill Dmitriev mengatakan delegasi Rusia dan Amerika Serikat (AS) tak membahas pencabutan sanksi dalam pembicaraan tingkat tinggi di Riyadh, Arab Saudi pada Selasa, 18 Februari 2025.

    Menurutnya, sebagian kalangan di Rusia malah menilai sanksi sudah mendorong pertumbuhan ekonomi negara itu.

    Berikut kemungkinan pembahasan pertemuan Amerika Serikat dan Rusia di Riyadh seperti dilansir dari Kantor Berita Antara.

    Pembahasan Pertemuan AS dan Rusia

    Rusia dan Amerika Serikat membahas kemungkinan strategi pengembangan hubungan bilateral, termasuk langkah-langkah ekonomi bersama dan penyelesaian masalah politik tanpa menyinggung pencabutan sanksi.

    Menurut Dmitriev, Moskow dan Washington terbuka untuk kerja sama dan siap mengembangkan kegiatan ekonomi dan investasi, saat ditanya apa yang ditawarkan Rusia pada AS.

    Pihaknya menilai, negosiasi antara negara Rusia dan Amerika Serikat di Riyadh sangat positif.

    Kerja Sama Ekonomi

    Dmitriev menilai, dialog kedua negara sangat konstruktif, memiliki jalan panjang dan serius di masa depan.

    Ia mengungkapkan, Amerika Serikat dan Rusia memiliki banyak pemahaman pada proyek ekonomi positif yang bisa menghubungkan keduanya.

    “Tentu, sebuah dialog yang sangat konstruktif. Kami memiliki jalan yang sangat, sangat panjang dan serius ke depannya, tetapi ini adalah awal yang sangat positif untuk diskusi yang konstruktif: banyak titik kontak, banyak pemahaman bahwa terdapat proyek ekonomi positif yang dapat menghubungkan keduanya. Semuanya sangat positif,” lanjutnya.

    Rusia dan AS juga membahas fakta bahwa dua negara besar tidak bisa tak saling berkomunikasi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Fakta Baru Perundingan AS-Rusia: Trump Sindir Zelensky-Perang Usai?

    Fakta Baru Perundingan AS-Rusia: Trump Sindir Zelensky-Perang Usai?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Delegasi Amerika Serikat (AS) dan Rusia mengadakan pertemuan di Riyadh, Arab Saudi, Selasa (18/2/2025). Pertemuan ini dilakukan saat hubungan antara Washington dan Moskow memanas lantaran serangan Rusia ke wilayah tetangganya, Ukraina, di mana AS mendukung Kyiv dalam perang tersebut.

    Dalam pertemuan tersebut, Rusia dipimpin langsung oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Sergei Lavrov dan Penasihat Utama Kebijakan Luar Negeri, Yuri Ushakov. Di sisi lain, AS diwakili Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz.

    Kemudian, Saudi sebagai tuan rumah diwakili Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud. Turut mendampingi Pangeran Faisal adalah Penasihat Keamanan Nasional Saudi, Mosaad bin Mohammad Al Aiban.

    Pertemuan itu pun menghasilkan sejumlah kesepakatan. Meski begitu, belum ada tanda-tanda konkret bahwa dialog keduanya akan segera menghasilkan penghentian penuh perang di Ukraina.

    Berikut sejumlah hasil dan dinamika yang terjadi pasca pertemuan keduanya dikutip Associated Press dan Al Jazeera:

    1. Membangun kembali hubungan diplomatik yang rusak

    Hal pertama dalam daftar pencapaian kedua negara adalah kesepakatan untuk mengakhiri hubungan diplomatik yang telah memburuk. Lavrov mengatakan setelah pembicaraan hari Selasa bahwa kedua belah pihak sepakat untuk mempercepat penunjukan duta besar baru.

    “Diplomat senior dari kedua negara akan segera bertemu untuk membahas hal-hal spesifik terkait dengan penghapusan hambatan buatan terhadap pekerjaan kedutaan besar AS dan Rusia serta misi lainnya,” ujarnya.

    Pemusnahan personel kedutaan besar AS dan Rusia dimulai jauh sebelum pasukan Rusia memasuki Ukraina pada tahun 2022, dimulai setelah Rusia mencaplok Krimea pada tahun 2014. Hal itu dianggap ilegal oleh sebagian besar dunia selama pemerintahan Obama, yang memerintahkan beberapa kantor Rusia di AS untuk ditutup.

    Hal ini semakin memanas setelah peristiwa peracunan mata-mata Rusia yang diasingkan dan putrinya di Inggris pada tahun 2018, yang oleh otoritas Inggris disalahkan pada Rusia. Ini mengakibatkan pengusiran massal diplomat dan penutupan sejumlah konsulat di kedua negara dan Eropa.

    Ketika ditanya oleh The Associated Press apakah AS kini menganggap kasus-kasus tersebut telah selesai, Rubio menolak untuk menjawab tetapi mengatakan bahwa mustahil untuk mendapatkan perjanjian damai Ukraina tanpa keterlibatan diplomatik.

    “Saya tidak akan bernegosiasi atau membahas setiap elemen gangguan yang ada atau telah ada dalam hubungan diplomatik kita, mengenai mekanismenya,” katanya.

    “Mengakhiri konflik tidak dapat terjadi kecuali kita memiliki setidaknya beberapa kenormalan dalam cara misi diplomatik kita beroperasi di Moskow dan di Washington, D.C.”

    2. Negosiasi untuk mengakhiri konflik di Ukraina

    Kedua pihak sepakat untuk membentuk kelompok kerja tingkat tinggi guna mulai menjajaki penyelesaian konflik melalui negosiasi. Belum jelas kapan kedua tim ini akan bertemu pertama kali, tetapi keduanya mengatakan akan segera bertemu.

    Mengenai konsesi yang mungkin perlu dibuat oleh semua pihak, penasihat keamanan nasional Trump, Mike Waltz, yang berpartisipasi dalam pembicaraan hari Selasa, mengatakan masalah wilayah dan jaminan keamanan akan menjadi salah satu pokok bahasan yang dibahas.

    Rubio mengatakan tim tingkat tinggi, termasuk para ahli yang mengetahui detail teknis, akan mulai bekerja sama dengan pihak Rusia mengenai “parameter seperti apa akhir dari konflik ini.”

    Mengenai isu utama misi penjaga perdamaian prospektif untuk memantau potensi gencatan senjata di Ukraina, diplomat tinggi Rusia mengatakan Moskow tidak akan menerima pasukan dari anggota NATO, mengulangi pernyataannya bahwa upaya Ukraina untuk bergabung dengan aliansi militer Barat menimbulkan masalah keamanan besar.

    “Kami menjelaskan bahwa pengerahan pasukan dari negara-negara anggota NATO, bahkan jika mereka ditempatkan di bawah bendera Uni Eropa atau bendera nasional, tidak akan mengubah apa pun dan tentu saja tidak dapat diterima oleh kami,” kata Lavrov.

    3. Pengecualian Ukraina dan Eropa dari perundingan

    Baik Ukraina maupun negara-negara Eropa tidak diundang ke perundingan hari Selasa di Riyadh. Namun pejabat AS mengatakan tidak ada niat untuk mengecualikan mereka dari perundingan perdamaian jika perundingan itu dimulai dengan sungguh-sungguh.

    “Tidak ada yang dikesampingkan di sini,” kata Rubio. “Jelas, akan ada keterlibatan dan konsultasi dengan Ukraina, dengan mitra kami di Eropa dan negara-negara lain. Namun pada akhirnya, pihak Rusia akan sangat diperlukan dalam upaya ini.”

    4. Zelensky kesal

    Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky jelas kesal karena tidak diikutsertakan dalam pertemuan tersebut. Ia bahkan menunda rencana untuk mengunjungi Arab Saudi pada hari Rabu untuk menghindari keterkaitan perjalanannya dengan perundingan AS-Rusia pada hari Selasa.

    Berbicara dari Ankara sebelumnya, Zelensky telah mengisyaratkan alasannya. Ia mengatakan bahwa ia tidak ingin memberikan “kesan yang salah”. Namun, pejabat Ukraina lain yang tidak disebutkan namanya, berbicara kepada kantor berita AFP bahwa Kyiv menuduh pemerintahan Presiden AS Donald Trump “memuaskan keinginan Putin” dengan mengadakan pertemuan tersebut tanpa pemimpin Eropa atau Ukraina.

    “Sejak awal, seluruh negosiasi ini tampaknya sangat berpihak pada Rusia. Bahkan, muncul pertanyaan apakah negosiasi ini harus disebut sebagai negosiasi atau dalam beberapa hal, serangkaian kapitulasi Amerika,” kata Nigel Gould-Davies, peneliti senior untuk Eurasia dan Rusia di Institut Internasional untuk Studi Strategis di London dan mantan duta besar Inggris untuk Belarus.

    5. Kemungkinan pencabutan sanksi AS terhadap Rusia

    Ketika ditanya apakah AS dapat mencabut sanksi terhadap Moskow yang dijatuhkan selama masa jabatan Biden, Rubio menyatakan bahwa “untuk mengakhiri konflik apa pun, harus ada konsesi yang dibuat oleh semua pihak” dan “kami tidak akan menentukan sebelumnya apa saja konsesi tersebut.”

    Ketika ditanya apakah AS dapat secara resmi menghapus Lavrov dari daftar sanksinya, Rubio mengatakan bahwa “kami belum sampai pada tingkat pembicaraan itu.”

    6. Potensi kerja sama AS-Rusia

    Kirill Dmitriev, kepala Dana Investasi Langsung Rusia yang bergabung dengan delegasi Rusia di Riyadh, mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia dan AS harus mengembangkan usaha patungan di bidang energi.

    “Kami membutuhkan proyek bersama, termasuk di Arktik dan wilayah lainnya,” katanya.

    Jika kedua belah pihak berhasil merundingkan akhir konflik Ukraina, Rubio mengatakan, hal itu dapat membuka “peluang luar biasa” untuk bermitra dengan Rusia “dalam berbagai isu yang diharapkan akan baik bagi dunia dan juga meningkatkan hubungan kita dalam jangka panjang.”

    7. Tetangga AS teriak

    Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly mengatakan Ukraina membutuhkan jaminan keamanan yang ‘kuat’ sebagai bagian dari kesepakatan apa pun untuk mengakhiri perang. Pasalnya, ia menyoroti langkah Rusia yang telah memotong batasan-batasan tertentu untuk menciptakan stabilitas kawasan.

    “Posisi Kanada adalah Ukraina harus ikut serta,” kata Joly dalam bahasa Prancis selama pengarahan virtual dengan wartawan.

    “Kami tahu betul bahwa Presiden (Rusia) Putin tidak memiliki batasan dan bahwa setelah Ukraina, serangan itu pasti dapat dilakukan terhadap wilayah NATO,” katanya.

    Ia menambahkan bahwa penting bagi Kanada, AS, dan Eropa untuk menawarkan jaminan keamanan kepada Ukraina.

    “Kami tidak ingin berada dalam situasi di mana pada dasarnya ada gencatan senjata, ada perdamaian yang tidak bertahan lama, dan pasukan Rusia meninggalkan wilayah Ukraina, mengatur ulang diri mereka, dan kembali menyerang Ukraina. Kami akan menemukan diri kami dalam situasi yang bahkan lebih berbahaya daripada saat ini,” tambah Joly.

    8. Trump sindir Zelensky

    Trump tidak menunjukkan kesabaran terhadap keberatan Ukraina karena dikecualikan dari perundingan di Arab Saudi. Ia berulang kali mengatakan bahwa para pemimpin Ukraina seharusnya tidak pernah membiarkan konflik dimulai, yang mengindikasikan bahwa Kyiv seharusnya bersedia memberikan konsesi kepada Rusia sebelum mengirim pasukan ke Ukraina pada tahun 2022.

    “Hari ini saya mendengar, ‘Oh, baiklah, kami tidak diundang.’ Ya, Anda sudah berada di sana selama tiga tahun. Anda seharusnya mengakhirinya tiga tahun lalu,” kata Trump kepada wartawan di kediamannya di Florida. “Anda seharusnya tidak pernah memulainya. Anda bisa membuat kesepakatan.”

    (pgr/pgr)

  • Trump Ingin Bantuan 500 Miliar Dolar AS Diganti Mineral Langka, Zelensky: Saya Tak Jual Ukraina – Halaman all

    Trump Ingin Bantuan 500 Miliar Dolar AS Diganti Mineral Langka, Zelensky: Saya Tak Jual Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menanggapi pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengklaim AS telah memberikan bantuan senilai 500 miliar dolar ke Ukraina.

    Sebelumnya Donald Trump mengatakan harapannya agar Ukraina membalas AS atas bantuan tersebut dengan perjanjian eksplorasi sumber daya mineral di Ukraina.

    Namun, Zelensky menganggap Donald Trump tidak serius mengatakan hal tersebut.

    “Itu bukan pembicaraan serius,” kata Zelensky dalam konferensi pers, Rabu (19/2/2025).

    Zelensky menekankan bahwa pemerintah AS sebelumnya di bawah Joe Biden, telah memberikan dukungan penting untuk Ukraina dalam menghadapi serangan Rusia.

    Presiden Ukraina menganggap klaim penyelesaian perang melalui konsesi teritorial atau finansial bukanlah hal yang tepat.

    “Saya tidak akan menjual negara saya,” kata Zelensky, sambil menambahkan bahwa Ukraina ingin mendapat jaminan keamanan dari AS jika Trump menginginkan mineral langka, seperti diberitakan RBC.

    Ia menekankan Ukraina akan terus mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaannya, tidak akan ada penyerahan wilayah atau sumber daya.

    Donald Trump Ingin Ukraina Beri Imbalan ke AS

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan ia ingin menegosiasikan alokasi bantuan senilai 500 miliar dolar dengan imbalan akses terhadap mineral langka di Ukraina.

    “Kami ingin membuat kesepakatan dengan Ukraina, di mana mereka akan menyediakan apa yang kami berikan kepada mereka, yakni mineral tanah langka dan hal-hal lainnya,” kata Donald Trump, Jumat (7/2/2025).

    Zelensky sebelumnya melunak dengan tawaran tersebut, namun ia mensyaratkan bahwa AS juga harus memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina.

    Keinginan Donald Trump untuk mengeksplorasi sumber daya Ukraina muncul setelah ia mengusulkan agar AS menjadi penengah dalam perundingan Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang.

    Donald Trump bersedia untuk mendesak Putin mengakhiri perang dengan imbalan akses AS terhadap mineral langka di Ukraina.

    Donald Trump berulang kali mengeluh bahwa pemerintah AS selama ini memberikan bantuan yang sangat besar kepada Ukraina, sedangkan negara-negara Eropa yang bertetangga dengan Ukraina hanya memberikan bantuan yang lebih sedikit.

    “Presiden Zelensky mengatakan minggu lalu bahwa dia belum menerima bahkan setengah dari dana yang telah ditransfer Amerika Serikat ke Ukraina. Kami memberi Kyiv, saya rasa, $350 miliar. Baiklah, katakanlah kurang sedikit, tetapi itu banyak,” kata Donald Trump dalam konferensi pers di Mar-a-Lago, Selasa (18/2/2025).

    “Di mana semua uang yang dialokasikan itu? Ke mana mereka pergi? Saya belum pernah melihat laporan mengenai hal ini,” lanjutnya.

    Ia kemudian mengatakan Eropa mengalokasikan sekitar $100 miliar, dan AS mengalokasikan lebih dari $300 miliar, jumlah dukungan yang menurutnya tidak seimbang.

    Sementara itu, Donald Trump mulai merealisasikan usulannya untuk menengahi negosiasi antara Rusia dan Ukraina.

    Pada Selasa (18/2/2025), perwakilan tinggi Rusia dan AS bertemu di Riyadh, Arab Saudi, tanpa mengundang Ukraina untuk membahas usulan Donald Trump soal negosiasi perang Rusia-Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Putin dan Trump akan Bertemu sebelum Akhir Februari, Bahas Perang Rusia-Ukraina – Halaman all

    Putin dan Trump akan Bertemu sebelum Akhir Februari, Bahas Perang Rusia-Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kremlin mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan akan bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebelum akhir bulan Februari ini.

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan pada pekan lalu bahwa ia akan bertemu dengan Putin setelah ia mengusulkan untuk menjadi penengah dalam negosiasi antara Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang yang berlangsung sejak tahun 2022.

    “Negosiasi antara Presiden Rusia dan AS Vladimir Putin dan Donald Trump dapat terjadi sebelum akhir Februari,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Rabu (19/2/2025).

    “Media Barat banyak menulis, media kita banyak menulis,” katanya, seperti diberitakan RIA Novosti.

    Dmitry Peskov mengatakan pertemuan Donald Trump dan Putin akan memerlukan persiapan tertentu dari Kementerian Luar Negeri Rusia.

    Juru bicara Kremlin menegaskan Rusia dan AS telah mengambil langkah yang sangat penting untuk menyelesaikan perang di Ukraina.

    Selain itu, Putin akan menunjuk seorang negosiator dari Rusia, tergantung siapa yang ditunjuk AS.

    “Kremlin menunggu (Presiden Ukraina) Volodymyr Zelensky untuk merumuskan posisinya dalam menyelesaikan perang,” katanya.

    Berbicara tentang pertemuan perwakilan Rusia dan AS di Arab Saudi pada Selasa (18/2/2025), Dmitry Peskov mengatakan itu langkah pertama memperbaiki hubungan bilateral.

    “Hubungan antara Rusia dan Amerika Serikat tidak dapat diperbaiki dalam satu hari. Ini adalah langkah pertama dan jalan ini sangat panjang, tidak mungkin memperbaiki semuanya dalam satu hari atau satu minggu,” kata Dmitry Peskov.

    Ia menekan hubungan tersebut perlu dipulihkan setelah dirusak oleh pemerintah Joe Biden sebelumnya.

    Sebelumnya, perwakilan tinggi Rusia dan AS bertemu di Riyadh, Arab Saudi, pada Selasa (18/2/2025) untuk menindaklanjuti usulan Donald Trump yang ingin menengahi perundingan Rusia-Ukraina.

    Dari pihak Rusia, pertemuan tersebut dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov dan ajudan presiden Yuri Ushakov. 

    Sedangkan AS diwakili oleh Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz dan Utusan Khusus untuk Timur Tengah Stephen Witkoff.

    Pertemuan selama 4,5 jam itu menyepakati cara memulai negosiasi mengenai Ukraina.

    Setelah pertemuan tersebut, delegasi Rusia dan Amerika mengumumkan hasil positif, kesepakatan untuk menyelesaikan masalah bersama, dan persiapan untuk pertemuan baru, dikutip dari Al Mayadeen.

    Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pihaknya tidak diundang dalam pertemuan delegasi Rusia-AS di Arab Saudi pada hari Selasa.

    Ia juga menegaskan, Ukraina tidak akan mengakui pertemuan apapun untuk mengakhiri perang tanpa partisipasi dari Ukraina.

    “Ukraina menganggap perundingan apa pun tentang Ukraina tanpa Ukraina tidak ada gunanya. Dan kami tidak dapat mengakui apa pun atau perjanjian apa pun tentang kami tanpa kami. Kami tidak akan mengakui perjanjian semacam itu,” kata Zelensky wartawan dalam jumpa pers di Uni Emirat Arab, Senin (17/2/2025), dikutip dari Al Arabiya.

    Zelensky juga mengatakan ia hanya ingin bernegosiasi secara langsung dengan Putin tanpa melalui perwakilan atau tim apapun dari Rusia.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina