kab/kota: Pyongyang

  • Kim Jong Un Inspeksi Latihan Pasukan Khusus dan Sniper

    Kim Jong Un Inspeksi Latihan Pasukan Khusus dan Sniper

    Jakarta

    Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menginspeksi latihan pasukan khusus dan penembak jitu (sniper) negara tersebut pada hari Rabu (27/8) waktu setempat.

    Kantor berita resmi Korea Utara, KCNA melaporkan, seperti dilansir NK News, Kamis (28/8/2025), bahwa Kim menginspeksi latihan “para sniper dan tentara unit operasi khusus yang ditugaskan untuk misi khusus.” Dia menyebut mereka “pemburu yang membunuh tentara musuh dengan keterampilan menembak jitu 100% akurat di medan perang.”

    Dalam kesempatan tersebut, pemimpin negeri komunis itu juga memeriksa senapan laras panjang “generasi baru” yang didistribusikan ke unit-unit militer. Dia menyebutnya sebagai senjata “presisi jarak jauh” yang unggul. Dia juga menyerukan modernisasi persenjataan serta pengembangan taktik perang yang inovatif.

    Kim juga meminta penyediaan “seragam kamuflase berkualitas” baru yang sesuai untuk berbagai kondisi lingkungan untuk dipasok ke unit-unit tersebut “mulai tahun ini.”

    Korea Utara telah mengerahkan para penembak jitu untuk bertempur dalam perang Rusia melawan Ukraina. Meskipun analisis NK News terhadap rekaman medan perang baru yang dirilis oleh Pyongyang pekan lalu, menunjukkan bahwa mereka masih menggunakan senjata versi Kalashnikov Chukavin buatan Rusia, bukan model baru yang dipromosikan dalam latihan tersebut.

    Foto-foto yang disertakan dalam laporan tersebut menunjukkan Kim berpose dengan para penembak jitu setelah memeriksa latihan target. Para prajurit juga melakukan pertunjukan seni bela diri dan latihan kekuatan untuk Kim, seperti yang telah menjadi tradisi dalam latihan semacam itu.

    Analisis NK News terhadap foto-foto yang disertakan dalam laporan itu menunjukkan bahwa latihan tersebut berlangsung di pangkalan milik Unit 525 KPA di selatan ibu kota Korut, Pyongyang – unit yang sebelumnya melakukan simulasi infiltrasi ke Gedung Biru kepresidenan Korea Selatan.

    KCNA menerbitkan laporan tersebut pada hari terakhir latihan militer gabungan skala besar antara Korea Selatan dan Amerika Serikat, Ulchi Freedom Shield, yang dimulai pada 18 Agustus.

    Pyongyang telah berulang kali mengecam latihan militer tersebut, menyebutnya sebagai upaya untuk “menyerang” negara tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Penyebab Korut Kesal hingga Bilang Presiden Baru Korsel Munafik

    Penyebab Korut Kesal hingga Bilang Presiden Baru Korsel Munafik

    Jakarta

    Korea Utara (Korut) tengah kesal ke Korea Selatan (Korsel) sampai menyebut Presiden Korsel baru Lee Jae Myung munafik. Pangkal masalahnya ternyata soal denuklirisasi Semenanjung Korea.

    Dirangkum detikcom dilansir kantor berita AFP, Rabu (27/8/2025), Pyongyang mengecam Lee Jae Myung soal denuklirisasi Semenanjung Korea, yang disampaikan dalam kunjungan ke Amerika Serikat (AS) pekan ini. Pyongyang menyebut Lee munafik dengan membahas soal denuklirisasi.

    Sejak menjabat pada Juni lalu, Lee mengupayakan hubungan yang lebih hangat dengan Korut yang memiliki senjata nuklir, dan berjanji untuk membangun “kepercayaan militer” dengan Pyongyang.

    Namun, Korut menegaskan tidak tertarik untuk memperbaiki hubungan dengan Korsel, yang merupakan sekutu keamanan regional utama AS.

    Saat berbicara dalam forum Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) di Washington DC, Lee mengatakan bahwa aliansi Korsel dan AS akan “ditingkatkan ke level global” ketika “ada jalan menuju denuklirisasi, perdamaian, dan koeksistensi di Semenanjung Korea”.

    Sejak pertemuan puncak yang berujung kegagalan dengan Washington DC pada tahun 2019, Pyongyang berulang kali menegaskan tidak akan pernah menyerahkan senjata nuklirnya. Korut bahkan telah mendeklarasikan diri sebagai negara nuklir yang “tidak dapat diubah”.

    Kantor berita resmi Korut, Korean Central News Agency (KCNA) menuduh Lee “berpura-pura memiliki keinginan untuk memulihkan hubungan” dengan Korut, namun telah mengungkapkan “wajah aslinya sebagai seorang maniak konfrontasi”.

    KCNA juga menyebut Lee “munafik” dengan pernyataan terbarunya tersebut.

    KCNA mengatakan bahwa penyebutan “denuklirisasi” oleh Lee “hanyalah mimpi naif, seperti berusaha menangkap awan yang melayang di langit”.

    Setelah bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Jepang Shigeru Ishiba di Tokyo pekan lalu, Lee juga mengatakan bahwa kedua negara — yang sama-sama sekutu keamanan AS — telah “menegaskan kembali komitmen bersama untuk denuklirisasi sepenuhnya di Semenanjung Korea”.

    KCNA menyatakan pada Rabu (27/8) bahwa Korut akan “tetap teguh pada pendirian untuk tidak meninggalkan senjata nuklir, martabat dan kehormatan negara”.

    Lee, dalam pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pada Senin (25/8), Lee meminta Trump untuk membantu mewujudkan perdamaian antara Korsel dan Korut. Trump diketahui sering membanggakan hubungan pribadinya dengan pemimpin Korut Kim Jong Un.

    “Satu-satunya orang yang dapat membuat kemajuan adalah Anda, Tuan Presiden,” ucap Lee kepada Trump. “Jika Anda menjadi pembawa damai, maka saya akan membantu Anda dengan menjadi penggerak,” cetusnya.

    Dalam pertemuan dengan Lee, Trump mengatakan dirinya berharap untuk dapat bertemu kembali dengan Kim Jong Un, kemungkinan tahun ini. Selama masa jabatan pertamanya, Trump sudah tiga kali bertemu Kim Jong Un, termasuk pertemuan di Hanoi yang membahas denuklirisasi namun gagal mencapai kesepakatan.

    Halaman 2 dari 3

    (whn/dek)

  • Korut Kesal Presiden Korsel Bahas Denuklirisasi: Munafik!

    Korut Kesal Presiden Korsel Bahas Denuklirisasi: Munafik!

    Pyongyang

    Korea Utara (Korut) mengecam komentar terbaru Presiden Korea Selatan (Korsel) Lee Jae Myung soal denuklirisasi Semenanjung Korea, yang disampaikan dalam kunjungan ke Amerika Serikat (AS) pekan ini. Pyongyang menyebut Lee “munafik” dengan membahas soal denuklirisasi.

    Sejak menjabat pada Juni lalu, Lee mengupayakan hubungan yang lebih hangat dengan Korut yang memiliki senjata nuklir, dan berjanji untuk membangun “kepercayaan militer” dengan Pyongyang.

    Namun, Korut menegaskan tidak tertarik untuk memperbaiki hubungan dengan Korsel, yang merupakan sekutu keamanan regional utama AS.

    Saat berbicara dalam forum Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) di Washington DC, seperti dilansir AFP, Rabu (27/8/2025), Lee mengatakan bahwa aliansi Korsel dan AS akan “ditingkatkan ke level global” ketika “ada jalan menuju denuklirisasi, perdamaian, dan koeksistensi di Semenanjung Korea”.

    Sejak pertemuan puncak yang berujung kegagalan dengan Washington DC pada tahun 2019, Pyongyang berulang kali menegaskan tidak akan pernah menyerahkan senjata nuklirnya. Korut bahkan telah mendeklarasikan diri sebagai negara nuklir yang “tidak dapat diubah”.

    Kantor berita resmi Korut, Korean Central News Agency (KCNA) menuduh Lee “berpura-pura memiliki keinginan untuk memulihkan hubungan” dengan Korut, namun telah mengungkapkan “wajah aslinya sebagai seorang maniak konfrontasi”.

    KCNA juga menyebut Lee “munafik” dengan pernyataan terbarunya tersebut.

    KCNA mengatakan bahwa penyebutan “denuklirisasi” oleh Lee “hanyalah mimpi naif, seperti berusaha menangkap awan yang melayang di langit”.

    Setelah bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Jepang Shigeru Ishiba di Tokyo pekan lalu, Lee juga mengatakan bahwa kedua negara — yang sama-sama sekutu keamanan AS — telah “menegaskan kembali komitmen bersama untuk denuklirisasi sepenuhnya di Semenanjung Korea”.

    KCNA menyatakan pada Rabu (27/8) bahwa Korut akan “tetap teguh pada pendirian untuk tidak meninggalkan senjata nuklir, martabat dan kehormatan negara”.

    Lee, dalam pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pada Senin (25/8), Lee meminta Trump untuk membantu mewujudkan perdamaian antara Korsel dan Korut. Trump diketahui sering membanggakan hubungan pribadinya dengan pemimpin Korut Kim Jong Un.

    “Satu-satunya orang yang dapat membuat kemajuan adalah Anda, Tuan Presiden,” ucap Lee kepada Trump. “Jika Anda menjadi pembawa damai, maka saya akan membantu Anda dengan menjadi penggerak,” cetusnya.

    Dalam pertemuan dengan Lee, Trump mengatakan dirinya berharap untuk dapat bertemu kembali dengan Kim Jong Un, kemungkinan tahun ini. Selama masa jabatan pertamanya, Trump sudah tiga kali bertemu Kim Jong Un, termasuk pertemuan di Hanoi yang membahas denuklirisasi namun gagal mencapai kesepakatan.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kim Jong Un Tiba-Tiba Uji Coba Rudal Baru, Sinyal Keras ke Seoul & AS

    Kim Jong Un Tiba-Tiba Uji Coba Rudal Baru, Sinyal Keras ke Seoul & AS

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengawasi uji coba penembakan dua jenis rudal baru, menurut laporan Media Pemerintah Korea Utara. Uji coba rudal baru ini dilakukan saat militer Korea Selatan dan AS sedang melakukan latihan gabungan.

    Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) resmi Korea Utara mengatakan uji coba pada Sabtu membuktikan rudal tersebut efektif dalam melawan ancaman udara seperti pesawat tak berawak dan rudal jelajah. Badan tersebut juga mengatakan bahwa Kim memberikan tugas penting kepada para ahli pertahanan menjelang konferensi politik besar yang diperkirakan akan diadakan awal tahun depan.

    Laporan itu tidak menyebutkan rudal apa yang diuji atau di mana kejadiannya. Tidak disebutkan pernyataan apa pun dari Kim yang ditujukan kepada Washington atau Seoul.

    Uji coba tersebut bertepatan dengan perjalanan Presiden baru Korea Selatan Lee Jae Myung ke Tokyo untuk menghadiri pertemuan puncak dengan Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba, keduanya berjanji untuk memperkuat kerja sama bilateral dan kemitraan trilateral mereka dengan Amerika Serikat untuk mengatasi tantangan bersama, termasuk ambisi nuklir Korea Utara.

    Korea Utara sendiri telah berulang kali menolak seruan Seoul dan Washington untuk memulai kembali perundingan yang telah lama terhenti yang bertujuan untuk menghentikan program senjata nuklir dan misilnya. Korea Utara terus memprioritaskan Rusia sebagai bagian dari kebijakan luar negeri yang bertujuan untuk memperluas hubungan dengan negara-negara yang menentang AS.

    Minggu lalu, Kim Jong Un menggelar upacara di Pyongyang untuk menghormati tentara Korea Utara yang bertempur di Ukraina. Ia menganugerahkan gelar “pahlawan negara” kepada mereka yang kembali dan menempatkan medali di samping 101 potret para pahlawan yang gugur, memuji mereka sebagai “orang-orang hebat, pahlawan besar, dan patriot hebat,” demikian dilaporkan media pemerintah.

    Menurut penilaian Korea Selatan, Korea Utara telah mengirim sekitar 15.000 tentara ke Rusia, dan sekitar 600 orang tewas dalam pertempuran.

    Kim Jong Un juga setuju untuk mengirim ribuan pekerja konstruksi militer dan penjinak ranjau ke wilayah Kursk Rusia, sebuah pengerahan yang diyakini intelijen Korea Selatan dapat segera terjadi.

     

    (hsy/hsy)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Terungkap! Kim Jong Un Punya Pangkalan Rudal Rahasia Dekat China

    Terungkap! Kim Jong Un Punya Pangkalan Rudal Rahasia Dekat China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Korea Utara diduga memiliki pangkalan militer rahasia yang berpotensi menampung rudal balistik antarbenua (ICBM) berkemampuan nuklir. Temuan ini dipublikasikan oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS), lembaga think tank berbasis di Washington.

    Dalam laporan yang dirilis Rabu (21/8/2025), CSIS menyebut pangkalan bernama Sinpung-dong itu berlokasi di Provinsi Pyongan Utara, sekitar 27 km dari perbatasan China. Fasilitas tersebut diyakini mampu menampung enam hingga sembilan ICBM beserta peluncurnya.

    “Senjata ini menimbulkan potensi ancaman nuklir bagi Asia Timur dan daratan Amerika Serikat,” tulis CSIS, seperti dikutip The Guardian pada Jumat (22/8/2025).

    Laporan itu menyebut pangkalan Sinpung-dong adalah konfirmasi mendalam pertama dari sumber terbuka terkait fasilitas rahasia tersebut. Sinpung-dong disebut sebagai salah satu dari 15 hingga 20 pangkalan rudal, fasilitas pemeliharaan, dan penyimpanan hulu ledak yang tidak pernah dideklarasikan Pyongyang.

    Menurut CSIS, fasilitas itu tidak pernah masuk dalam agenda negosiasi denuklirisasi antara AS dan Korea Utara. “Peluncur dan rudal dapat meninggalkan pangkalan ini saat krisis atau perang, lalu melakukan peluncuran yang sulit dideteksi dari wilayah lain,” kata para peneliti.

    Pengungkapan ini datang di tengah meningkatnya ambisi nuklir Pyongyang. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sebelumnya menyerukan “ekspansi cepat” kemampuan nuklir negara itu, terutama setelah kegagalan KTT dengan Presiden AS Donald Trump di Hanoi pada 2019.

    Sejak pertemuan tersebut, Korea Utara menegaskan tidak akan menyerahkan senjata nuklirnya dan bahkan menyebut statusnya sebagai negara nuklir “tidak dapat diubah”.

    Situasi diperumit dengan semakin eratnya hubungan Korut dan Rusia pasca-invasi ke Ukraina. Badan intelijen Korea Selatan melaporkan Pyongyang mengirim lebih dari 10.000 tentara serta persenjataan ke Rusia pada 2024. Sebagai imbalan, Moskow disebut memberi dukungan teknologi satelit dan antariksa canggih.

    “Peluncur satelit dan ICBM memiliki sebagian besar teknologi dasar yang sama,” tulis CSIS, menegaskan bahwa kolaborasi ini berpotensi memperkuat kemampuan militer Korea Utara di level strategis.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kim Jong Un Beri Penghargaan ke Tentara Korut yang Perang Lawan Ukraina

    Kim Jong Un Beri Penghargaan ke Tentara Korut yang Perang Lawan Ukraina

    Pyongyang

    Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un memberikan penghargaan kepada tentara-tentara Pyongyang yang berperang bersama Rusia melawan Ukraina. Kim Jong Un bahkan berlutut di depan potret para prajurit Korut yang gugur dalam pertempuran melawan pasukan Ukraina.

    Tidak hanya itu, seperti dilansir AFP, Jumat (22/8/2025), Kim Jong Un juga sempat memeluk seorang tentara Korut yang emosional dalam seremoni pemberian penghargaan. Momen-momen itu terlihat dalam foto-foto terbaru yang dirilis oleh media pemerintah Korut pada Jumat (22/8) waktu setempat.

    Foto-foto seremoni itu menunjukkan Kim Jong Un yang terharu sedang memberikan medali, menempatkannya di samping potret para tentara yang gugur dan menghibur tentara lainnya yang kembali dari perang melawan Ukraina.

    Kim Jong Un memuji para tentara Korut itu sebagai “pahlawan” yang mengorbankan masa muda dan nyawa mereka.

    Badan intelijen Korea Selatan (Korsel) dan negara-negara Barat menyebut Korut mengirimkan lebih dari 10.000 tentaranya ke Rusia pada tahun 2024 — terutama ke wilayah Kursk — beserta peluru artileri, rudal, dan sistem rudal jarak jauh.

    Sekitar 600 tentara Korut di antaranya, menurut laporan intelijen Seoul, telah gugur dan ribuan tentara lainnya luka-luka dalam pertempuran bersama Rusia melawan pasukan Ukraina.

    Dalam seremoni yang digelar di markas besar Partai Buruh Korea di Pyongyang, foto-foto tentara Korut yang gugur beserta nama mereka dipajang di atas panggung.

    Kim Jong Un, menurut laporan kantor berita resmi Korean Central News Agency (KCNA), memuji mereka sebagai tentara yang “mengagumkan” yang “pulang dengan penuh kehormatan” setelah bertahan dari “hujan peluru dan bom perang hidup-mati di negeri asing”.

    Salah satu foto yang dirilis KCNA menunjukkan Kim Jong Un yang emosional sedang memeluk seorang tentara yang juga tampak terharu, membenamkan wajahnya di dada sang pemimpin Korut saat seremoni berlangsung.

    Satu foto lainnya menunjukkan Kim Jong Un berlutut di depan potret seorang tentara yang gugur untuk memberikan penghormatan, dan meletakkan medali serta bunga di samping foto mereka.

    Menurut KCNA, Kim Jong Un secara pribadi menganugerahkan gelar “pahlawan DPRK” — nama resmi Korut, Republik Rakyat Demokratik Korea — kepada para komandan yang bertempur dalam operasi di luar negeri, dan yang disebut telah “memberikan prestasi yang luar biasa”.

    Ditambahkan KCNA bahwa pemimpin Korut itu juga meletakkan bunga di memorial wall dan bertemu dengan keluarga tentara yang gugur.

    Korut baru mengonfirmasi soal pengerahan tentaranya untuk mendukung perang Rusia melawan Ukraina pada April lalu, dan mengakui tentara-tentaranya tewas dalam pertempuran di sana.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Pangkalan Militer Rahasia Milik Korut Ketahuan

    Pangkalan Militer Rahasia Milik Korut Ketahuan

    Jakarta

    Pangkalan militer rahasia milik Korea Utara (Korut) ketahuan. Pangkalan militer itu berada di dekat perbatasan China.

    Dirangkum detikcom dilansir kantor berita AFP, Kamis (21/8/2025), hal tersebut didapat dari penelitian terbaru yang mengungkapkan bahwa Korut telah membangun pangkalan militer rahasia di dekat perbatasannya dengan China. Pangkalan rahasia itu diduga menampung rudal balistik antarbenua (ICBM) terbaru buatan Pyongyang.

    Keberadaan pangkalan rudal Korut itu, terungkap dalam laporan penelitian terbaru yang dirilis oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), pada Rabu (20/8) waktu setempat.

    Disebutkan laporan CSIS itu bahwa Pangkalan Operasi Rudal Sinpung-dong yang “tidak dideklarasikan” oleh Korut berada di area berjarak sekitar 27 kilometer dari perbatasan China.

    Fasilitas yang ada di Provinsi Pyongan Utara ini, menurut laporan penelitian CSIS, kemungkinan menampung enam hingga sembilan rudal ICBM yang berkemampuan nuklir beserta peluncur-peluncurnya.

    Disebutkan bahwa senjata-senjata tersebut “menimbulkan potensi ancaman nuklir bagi Asia Timur dan daratan Amerika Serikat”.

    Korut semakin meningkatkan program senjata nuklirnya sejak pertemuan puncak dengan AS yang berujung kegagalan mencapai kesepakatan pada tahun 2019 lalu. Pemimpin Korut Kim Jong Un baru-baru ini menyerukan “ekspansi cepat” kemampuan nuklir negaranya yang terisolasi secara diplomatis.

    CSIS menyebut laporan penelitian terbarunya ini sebagai konfirmasi mendalam dan sumber terbuka pertama mengenai Sinpung-dong.

    Laporan penelitian CSIS itu juga menyebutkan bahwa pangkalan tersebut merupakan salah satu dari sekitar “15-20 pangkalan rudal balistik, fasilitas pemeliharaan, dukungan, penyimpanan rudal, dan penyimpanan hulu ledak yang tidak pernah dideklarasikan oleh Korea Utara”.

    Disebutkan juga oleh CSIS dalam laporannya bahwa fasilitas tersebut “tidak diketahui pernah menjadi subjek negosiasi denuklirisasi apa pun yang sebelumnya dilakukan antara Amerika Serikat dan Korea Utara”.

    Mengutip penilaian para analis mereka saat ini, CSIS mengatakan bahwa peluncur dan rudal-rudal tersebut dapat meninggalkan pangkalan itu saat terjadi krisis atau perang, terhubung dengan unit-unit khusus, dan mampu melakukan peluncuran yang lebih sulit dideteksi dari area-area lainnya di dalam Korut.

    Pangkalan rahasia itu, bersama beberapa pangkalan lainnya, sebut CSIS dalam laporannya, “mewakili komponen utama dari apa yang dianggap sebagai strategi rudal balistik Korea Utara yang terus berkembang, serta kemampuan pencegahan dan serangan nuklir tingkat strategis yang terus berkembang”.

    Pertemuan puncak antara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump di Hanoi, tahun 2019 lalu, gagal mencapai kesepakatan denuklirisasi karena kedua negara tidak sepakat mengenai apa yang akan diberikan oleh Pyongyang sebagai imbalan atas keringanan sanksi.

    Sejak saat itu, Korut berulang kali menyatakan tidak akan pernah menyerahkan senjatanya dan mendeklarasikan diri sebagai negara nuklir yang “tidak dapat diubah”.

    Lihat juga Video ‘Korsel Copot Pengeras Suara Anti-Korut di Perbatasan, Ingin Baikan?’:

    Halaman 2 dari 3

    (whn/wnv)

  • Pangkalan Militer Rahasia Milik Korut Ketahuan

    Terungkap! Korut Punya Pangkalan Militer Rahasia di Dekat Perbatasan China

    Pyongyang

    Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa Korea Utara (Korut) telah membangun pangkalan militer rahasia di dekat perbatasannya dengan China. Pangkalan rahasia itu diduga menampung rudal balistik antarbenua (ICBM) terbaru buatan Pyongyang.

    Keberadaan pangkalan rudal Korut itu, seperti dilansir AFP, Kamis (21/8/2025), terungkap dalam laporan penelitian terbaru yang dirilis oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), pada Rabu (20/8) waktu setempat.

    Disebutkan laporan CSIS itu bahwa Pangkalan Operasi Rudal Sinpung-dong yang “tidak dideklarasikan” oleh Korut berada di area berjarak sekitar 27 kilometer dari perbatasan China.

    Fasilitas yang ada di Provinsi Pyongan Utara ini, menurut laporan penelitian CSIS, kemungkinan menampung enam hingga sembilan rudal ICBM yang berkemampuan nuklir beserta peluncur-peluncurnya.

    Disebutkan bahwa senjata-senjata tersebut “menimbulkan potensi ancaman nuklir bagi Asia Timur dan daratan Amerika Serikat”.

    Korut semakin meningkatkan program senjata nuklirnya sejak pertemuan puncak dengan AS yang berujung kegagalan mencapai kesepakatan pada tahun 2019 lalu. Pemimpin Korut Kim Jong Un baru-baru ini menyerukan “ekspansi cepat” kemampuan nuklir negaranya yang terisolasi secara diplomatis.

    CSIS menyebut laporan penelitian terbarunya ini sebagai konfirmasi mendalam dan sumber terbuka pertama mengenai Sinpung-dong.

    Laporan penelitian CSIS itu juga menyebutkan bahwa pangkalan tersebut merupakan salah satu dari sekitar “15-20 pangkalan rudal balistik, fasilitas pemeliharaan, dukungan, penyimpanan rudal, dan penyimpanan hulu ledak yang tidak pernah dideklarasikan oleh Korea Utara”.

    Disebutkan juga oleh CSIS dalam laporannya bahwa fasilitas tersebut “tidak diketahui pernah menjadi subjek negosiasi denuklirisasi apa pun yang sebelumnya dilakukan antara Amerika Serikat dan Korea Utara”.

    Mengutip penilaian para analis mereka saat ini, CSIS mengatakan bahwa peluncur dan rudal-rudal tersebut dapat meninggalkan pangkalan itu saat terjadi krisis atau perang, terhubung dengan unit-unit khusus, dan mampu melakukan peluncuran yang lebih sulit dideteksi dari area-area lainnya di dalam Korut.

    Pangkalan rahasia itu, bersama beberapa pangkalan lainnya, sebut CSIS dalam laporannya, “mewakili komponen utama dari apa yang dianggap sebagai strategi rudal balistik Korea Utara yang terus berkembang, serta kemampuan pencegahan dan serangan nuklir tingkat strategis yang terus berkembang”.

    Pertemuan puncak antara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump di Hanoi, tahun 2019 lalu, gagal mencapai kesepakatan denuklirisasi karena kedua negara tidak sepakat mengenai apa yang akan diberikan oleh Pyongyang sebagai imbalan atas keringanan sanksi.

    Sejak saat itu, Korut berulang kali menyatakan tidak akan pernah menyerahkan senjatanya dan mendeklarasikan diri sebagai negara nuklir yang “tidak dapat diubah”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Penuturan Pekerja IT Asal Korut Dikirim ke Luar Negeri untuk Danai Rezim

    Penuturan Pekerja IT Asal Korut Dikirim ke Luar Negeri untuk Danai Rezim

    Pyongyang

    Selama bertahun-tahun Jin-su menggunakan ratusan identitas palsu untuk melamar pekerjaan di bidang Teknologi Informasi (Information Technology/IT) secara remote atau jarak jauh di perusahaan-perusahaan negara Barat.

    Hal ini rupanya bagian dari rencana penyamaran besar-besaran demi menghimpun dana untuk Korea Utara.

    Menjalankan beberapa pekerjaan di AS dan Eropa akan menghasilkan setidaknya US$50.000 atau setara Rp80 juta per bulan, kata Jin-su kepada BBC dalam sebuah wawancara.

    Beberapa rekannya, sambung Jin-su, bahkan bisa mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar.

    Sebelum membelot, Jin-su yang namanya telah diganti untuk melindungi identitasnya adalah salah satu dari ribuan orang yang diyakini dikirim ke China, Rusia, atau negara-negara di Afrika dan tempat lainnya, untuk ikut serta dalam operasi rahasia tertutup yang dijalankan oleh Korea Utara.

    Para pekerja IT asal Korea Utara diawasi secara ketat dan hanya sedikit yang berbicara kepada media, tapi Jin-su telah memberikan kesaksian kepada BBC.

    Kesaksian itu memberikan pemahaman yang mendalam tentang kehidupan sehari-hari para pekerja asal Korut dan bagaimana mereka beroperasi.

    Ia berkata 85% dari penghasilannya dikirim kembali untuk mendanai rezim Korea Utara. Sebab, negara itu mengalami kekurangan uang setelah dijatuhi sanksi internasional selama bertahun-tahun.

    “Kami tahu ini seperti perampokan, tetapi kami menerimanya sebagai takdir,” tutur Jin-su. “Masih jauh lebih baik daripada ketika kami berada di Korea Utara,” sambungnya.

    Siluet peretas Korea Utara dengan Bendera Korea Utara (Getty Images via Bill Hinton)

    Pekerja IT tersebut menghasilkan US$250 juta hingga US$ 600 juta per tahun untuk Korea Utara, menurut laporan Dewan Keamanan PBB yang diterbitkan pada Maret 2024.

    Aksi penipuan ini berkembang pesat selama pandemi, ketika kerja jarak jauh menjadi hal yang lumrah. Pihak berwenang maupun pakar pertahanan siber memperingatkan aktivitas mereka terus meningkat sejak saat itu.

    Sebagian besar pekerja menginginkan agar gaji tetap mereka dikirim kembali ke rezim Korea Utara, namun dalam beberapa kasus mereka mencuri data atau meretas perusahaan serta meminta tebusan.

    Tahun lalu, pengadilan AS mendakwa 14 warga Korea Utara yang diduga memperoleh US$ 88 juta dengan bekerja secara menyamar dan memeras perusahaan-perusahaan AS selama periode enam tahun.

    Empat warga Korea Utara lainnya didakwa bulan lalu karena diduga menggunakan identitas palsu untuk menjalankan pekerjaan IT jarak jauh di sebuah perusahaan mata uang kripto di AS.

    Bagaimana mereka mendapatkan pekerjaan itu?

    Jin-su adalah seorang pekerja IT untuk rezim Korea Utara di China selama beberapa tahun sebelum akhirnya membelot.

    Ia dan rekan-rekannya kebanyakan bekerja dalam tim yang terdiri dari 10 orang, katanya kepada BBC.

    Akses internet terbatas di Korea Utara, tapi di luar negeri para pekerja IT ini bisa beroperasi dengan lebih mudah.

    Mereka perlu menyamarkan kewarganegaraan, tidak hanya supaya bisa mendapatkan bayaran lebih tinggi, tetapi juga karena sanksi internasional yang meluas terhadap Korea Utara terkait program senjata nuklir dan rudal balistiknya.

    BBC berbicara dengan Jin-su melalui panggilan video dari London. Demi keselamatannya, kami melindungi identitasnya (BBC)

    Skema ini terpisah dari operasi peretasan Korea Utara yang juga dilakukan untuk menggalang dana untuk rezim tersebut.

    Pada awal tahun ini, Lazarus Group sebuah kelompok peretas terkenal yang diyakini bekerja untuk Korea Utara, meskipun mereka tidak pernah mengakuinya diduga telah mencuri US$1,5 miliar dari perusahaan mata uang kripto Bybit.

    Jin-su menghabiskan sebagian besar waktunya mencoba mendapatkan identitas palsu yang bisa digunakannya untuk melamar pekerjaan.

    Pertama-tama, dia berpura-pura menjadi orang China, lalu menghubungi orang-orang di Hongaria, Turki, dan negara-negara lain untuk meminta menggunakan identitas mereka dengan imbalan persentase dari penghasilannya, ungkap Jin-su kepada BBC.

    “Jika Anda mencantumkan ‘wajah Asia’ di profil, Anda tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan.”

    Baca juga:

    Ia kemudian memakai identitas palsu tersebut untuk mendekati orang-orang di Eropa Barat demi mendapatkan identitas baru, yang selanjutnya dipakai buat melamar pekerjaan di AS dan Eropa.

    Jin-su, mengklaim, selalu berhasil menyasar warga negara UK.

    “Dengan sedikit komunikasi, orang-orang di UK bisa dengan mudah menyebarkan identitas mereka,” imbuhnya.

    Pekerja IT dengan kemampuan bahasa Inggris yang lebih baik sering kali ditugaskan untuk mengelola proses aplikasi.

    Tapi, pekerjaan di situs freelancer atau pekerja lepas, tidak selalu memerlukan wawancara tatap muka dan seringkali interaksi sehari-hari berlangsung di platform seperti Slack, sehingga lebih mudah untuk berpura-pura menjadi orang lain.

    Jin-su berkata kepada BBC, dia selalu menargetkan pasar AS, “karena gaji di perusahaan-perusahaan Amerika lebih tinggi”.

    Peretas dengan hoody merah tua di depan bendera Korea digital dan latar belakang aliran biner konsep keamanan siber (Getty Images via BeeBright)

    Ia mengklaim begitu banyak pekerja IT yang mendapatkan pekerjaan, dan seringkali perusahaan tersebut tanpa sengaja mempekerjakan lebih dari satu orang Korea Utara.

    “Itu sering terjadi,” akunya.

    Pekerja IT biasanya menerima penghasilan mereka melalui jaringan fasilitator yang berbasis di Barat dan China.

    Pekan lalu, seorang perempuan AS dijatuhi hukuman lebih dari delapan tahun penjara atas kejahatan yang terkait dengan membantu pekerja IT Korea Utara mendapatkan pekerjaan dan mengirimkan uang kepada mereka.

    BBC tidak bisa secara independen memverifikasi kesaksian Jin-su, namun melalui PSCORE, sebuah organisasi yang mengadvokasi hak asasi manusia untuk Korea Utara, kami telah membaca kesaksian dari pekerja IT lain yang membelot dan mendukung klaim Jin-su.

    BBC juga berbicara dengan pembelot lain, Hyun-Seung Lee, yang bertemu dengan warga Korea Utara lainnya dan bekerja di bidang IT saat dia bepergian sebagai pengusaha untuk rezim Korea Utara di China.

    Dia mengonfirmasi bahwa mereka memiliki pengalaman serupa.

    Penyamaran yang terbongkar

    BBC berbincang dengan beberapa manajer perekrutan di sektor keamanan siber dan pengembangan perangkat lunak.

    Mereka berkata, menemukan puluhan kandidat yang dicurigai sebagai pekerja IT asal Korea Utara selama proses perekrutan.

    Rob Henley, salah satu pendiri Ally Security di AS, baru-baru ini membuka lowongan untuk serangkaian posisi untuk bekerja jarak jauh di perusahaannya.

    Dia yakin telah mewawancarai hingga 30 pekerja IT Korea Utara dalam proses tersebut.

    “Awalnya seperti sebuah permainan, mencoba mencari tahu siapa yang asli dan siapa yang palsu, tetapi lama-lama menjadi sangat menjengkelkan,” katanya.

    Akhirnya, dia meminta kandidat tersebut melakukan panggilan video untuk menunjukkan suasana hari di tempat mereka berada.

    “Kami hanya merekrut kandidat dari AS untuk posisi-posisi ini. Seharusnya cuaca di Amerika cukup terang. Tapi saya tidak pernah melihat cahaya matahari.”

    Pada Maret lalu, Dawid Moczadlo, salah satu pendiri Vidoc Security Lab yang berbasis di Polandia, membagikan video wawancara kerja jarak jauh yang dilakukannya.

    Dalam video tersebut, kandidat yang diwawancarai tampak menggunakan perangkat lunak kecerdasan buatan untuk menyamarkan wajahnya.

    Ia bilang, setelah berkonsultasi dengan para ahli, dia yakin kandidat tersebut kemungkinan adalah seorang pekerja IT asal Korea Utara.

    BBC telah menghubungi Kedutaan Besar Korea Utara di London untuk menanyakan soal tuduhan itu. Namun, mereka tidak menanggapi.

    Pelarian

    Korea Utara telah mengirim pekerjanya ke luar negeri selama beberapa dekade untuk mendapatkan devisa negara.

    Lebih dari 10.000 orang dipekerjakan di luar negeri sebagai pekerja pabrik atau restoran, sebagian besar di China dan Rusia.

    Setelah beberapa tahun tinggal di China, Jin-su mengatakan “merasa terkekang” atas kondisi kerjanya yang semakin terasa menindas.

    “Kami tidak diizinkan keluar dan harus tinggal di dalam rumah sepanjang waktu,” imbuhnya.

    “Anda tidak bisa berolahraga, Anda tidak bisa melakukan apapun yang Anda inginkan.”

    Agen intelijen rahasia memberi hormat dengan gestur tangan ke arah bendera Korea Utara di ruang perang, menunjukkan rasa hormat (Getty Images via Dragos Condrea)

    Namun, pekerja IT Korea Utara memiliki lebih banyak kebebasan untuk mengakses media Barat ketika berada di luar negeri, kata Jin-su.

    “Anda seperti melihat dunia nyata. Ketika kami berada di luar negeri, kami menyadari ada sesuatu yang salah di Korea Utara.”

    Kendati begitu, Jin-su mengklaim hanya sedikit pekerja IT Korea Utara yang berpikir untuk melarikan diri seperti dirinya.

    “Mereka hanya mengambil uang dan pulang, sangat sedikit yang berpikir untuk membelot.”

    Meskipun mereka hanya menyimpan sebagian kecil dari penghasilannya, uang itu sangat berharga di Korea Utara.

    Baca juga:

    Membelot juga sangat berisiko dan sulit. Pengawasan di China berarti sebagian besar dari mereka bakal tertangkap.

    Beberapa orang yang berhasil membelot mungkin tidak akan pernah bertemu keluarga mereka lagi, dan kerabat mereka bisa menghadapi hukuman karena meninggalkan Korea Utara.

    Jin-su berkata masih bekerja di bidang IT setelah dia membelot.

    Ia mengatakan, keterampilan yang dia asah saat bekerja untuk rezim telah membantunya beradaptasi dengan kehidupan barunya.

    Karena dia tidak bekerja di banyak pekerjaan dengan identitas palsu, penghasilannya jadi lebih sedikit daripada saat bekerja untuk rezim Korea Utara.

    Namun, ia bisa menyimpan lebih banyak pendapatannya. Yang artinya, dia memiliki lebih banyak uang di dompetnya.

    “Saya terbiasa menghasilkan uang dengan melakukan hal-hal ilegal. Tapi sekarang saya bekerja keras dan mendapatkan uang yang pantas saya dapatkan,” ujar Jin-su.

    Tonton juga Video: Kim Jong Un Resmikan Wisata Pantai Megah di Korut, Tertarik Mampir?

    (nvc/nvc)

  • Kim Jong Un Puji Tentaranya yang Bertempur di Rusia: Pasukan Heroik!

    Kim Jong Un Puji Tentaranya yang Bertempur di Rusia: Pasukan Heroik!

    Jakarta

    Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, memuji tentaranya yang dikerahkan untuk membantu Rusia dalam perang melawan Ukraina. Dia mengatakan tentaranya adalah pasukan heroik.

    “Tentara kami adalah pasukan yang heroik,” kata Kim dalam pidatonya kepada anggota militer Korea Utara sebagaimana laporan Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) yang dilansir AFP, Kamis (21/8/2025).

    Kim menyampaikan dukungan hangat kepada para perwira dan tentara yang bertugas di wilayah Kursk Rusia. Badan Intelijen Pyongyang mengatakan mereka telah mengirimkan lebih dari 10.000 tentaranya ke Rusia.

    “Tentara kami sekarang melakukan apa yang seharusnya, dan apa yang perlu dilakukan. Kami juga akan melakukannya di masa depan,” ucap Kim.

    Pernyataan Kim muncul di tengah upaya Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina, setelah mengadakan pembicaraan tingkat tinggi dengan para pemimpin kedua negara dalam beberapa hari terakhir.

    Seperti diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin, yang pekan lalu juga memuji pasukan Korea Utara sebagai “heroik” hingga kini menghindari pertemuan dengan mitranya dari Ukraina, Volodymyr Zelensky, untuk perundingan damai.

    Pada April lalu, Korea Utara untuk pertama kalinya mengonfirmasi bahwa mereka telah mengerahkan satu kontingen tentaranya ke garis depan di Ukraina, bersama pasukan Rusia.

    Badan intelijen Korea Selatan mengatakan Pyongyang mengirim lebih dari 10.000 tentara ke wilayah Kursk Rusia pada tahun 2024, beserta peluru artileri, rudal, dan sistem roket jarak jauh. Sekitar 600 tentara Korea Utara telah tewas dan ribuan lainnya terluka saat bertempur untuk Rusia.

    (zap/yld)