kab/kota: Pyongyang

  • AS-Korsel-Jepang Latihan Perang Bareng, Adik Kim Jong Un Berang!

    AS-Korsel-Jepang Latihan Perang Bareng, Adik Kim Jong Un Berang!

    Pyongyang

    Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un, berang mengecam latihan militer gabungan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) bersama Korea Selatan (Korsel) dan Jepang. Kim Yo Jong mengancam “konsekuensi negatif” untuk ketiga negara tersebut terkait latihan gabungan itu.

    AS, Korsel dan Jepang dijadwalkan menggelar latihan pertahanan tahunan yang disebut “Freedom Edge” mulai Senin (15/9) waktu setempat. Militer Seoul menyebut latihan gabungan itu bertujuan meningkatkan kemampuan operasional udara, laut dan siber terhadap ancaman nuklir dan rudal Korut.

    Reaksi keras diberikan oleh Korut, dengan Kim Yo Jong mengecam latihan gabungan itu sebagai “unjuk kekuatan yang sembrono”.

    “Ini mengingatkan kita bahwa unjuk kekuatan yang sembrono oleh AS, Jepang, dan Korea Selatan di tempat yang salah, yaitu di sekitar Republik Rakyat Demokratik Korea (nama resmi Korut, niscaya akan menimbulkan konsekuensi negatif bagi mereka sendiri,” tegas Kim Yo Jong seperti dilansir Reuters, Senin (15/9/2025).

    Peringatan tersebut disampaikan melalui kantor berita resmi Korut, Korean Central News Agency (KCNA), dalam laporannya pada Minggu (14/9).

    AS dan Korsel juga berencana menggelar latihan “tabletop” bernama “Iron Mace” pekan depan untuk mengintegrasikan kemampuan konvensional dan nuklir mereka dalam menghadapi ancaman Korut.

    Secara terpisah, seorang pejabat tinggi partai buruh yang berkuasa di Korut, Pak Jong Chon, seperti dikutip KCNA, juga memperingatkan jika “kekuatan musuh” terus membanggakan kekuatan mereka melalui latihan gabungan semacam itu, maka Pyongyang akan mengambil langkah balasan “dengan lebih jelas dan tegas”.

    Korut secara tradisional mengkritik latihan gabungan antara negara tetangganya, Korsel, dengan AS, sebagai latihan invasi, dan dalam beberapa kasus, negara terisolasi itu merespons dengan uji coba senjata. Namun Seoul dan Washington menegaskan latihan gabungan itu murni bersifat defensif.

    Peringatan dari Kim Yo Jong itu disampaikan setelah kakaknya, Kim Jong Un, seperti dilansir AFP, mengatakan dalam pertemuan penting partai berkuasa di negaranya bahwa Korut akan mengungkap kebijakan untuk memajukan persenjataan nuklir dan kekuatan militer konvensionalnya.

    Sejak pertemuan puncak dengan AS yang gagal pada tahun 2019, Pyongyang telah berulang kali menyatakan tidak akan pernah menyerahkan senjata nuklirnya dan mendeklarasikan diri sebagai negara nuklir yang “tidak dapat diubah”.

    Kim Jong Un, saat mengunjungi fasilitas penelitian senjata pekan lalu, mengatakan Korut “akan mengajukan kebijakan untuk secara bersamaan mendorong pembangunan kekuatan nuklir dan angkatan bersenjata konvensional.

    Dia juga menekankan perlunya “memodernisasi” angkatan bersenjata konvensional negaranya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Korut Makin Sering Eksekusi Mati Warga yang Nonton Film Asing

    Korut Makin Sering Eksekusi Mati Warga yang Nonton Film Asing

    Jakarta

    Pemerintah Korea Utara makin gencar menerapkan hukuman mati, termasuk kepada orang-orang yang ketahuan menonton dan membagikan film dan drama TV asing, demikian temuan laporan penting PBB.

    Rezim kediktatoran Korut juga makin sering menghukum rakyatnya mengikuti kerja paksa seraya membatasi kebebasan mereka, tambah laporan tersebut.

    Kantor Hak Asasi Manusia PBB menemukan bahwa selama satu dekade terakhir, Korea Utara memperketat kendali atas “semua aspek kehidupan warga negara”.

    “Tidak ada populasi lain yang berada di bawah pembatasan seperti itu di dunia saat ini,” sebut laporan PBB.

    Lebih lanjut, menurut laporan itu, pengawasan “lebih meluas”, sebagian karena dibantu oleh kemajuan teknologi.

    Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Trk, mengatakan bahwa apabila situasi ini berlanjut, warga Korea Utara “akan mengalami lebih banyak penderitaan, penindasan brutal, dan ketakutan yang telah mereka alami begitu lama”.

    Laporan tersebut, yang didasarkan pada lebih dari 300 wawancara dengan orang-orang yang melarikan diri dari Korea Utara dalam 10 tahun terakhir, menemukan bahwa hukuman mati makin sering digunakan.

    Menonton film asing, ditembak di depan umum

    Setidaknya enam undang-undang baru telah diberlakukan sejak 2015 yang memungkinkan hukuman mati dijatuhkan.

    Salah satu kejahatan yang kini dapat dihukum mati adalah menonton dan membagikan konten media asing seperti film dan drama TV. Hukuman itu diterapkan karena Kim Jong Un berupaya membatasi akses masyarakat terhadap informasi.

    KCNA via EPALaporan PBB menemukan bahwa pemerintah Korut menggunakan lebih banyak kerja paksa dibandingkan satu dekade lalu.

    Para penyintas mengatakan kepada para peneliti PBB bahwa sejak 2020 dan seterusnya, makin banyak orang yang dieksekusi mati karena mendistribusikan konten asing.

    Warga yang ketahuan menonton atau membagikan film asing, menurut para penyintas, ditembak mati oleh regu tembak di depan umum untuk menanamkan rasa takut pada masyarakat.

    Baca juga:

    Kang Gyuri, yang melarikan diri pada 2023, mengatakan kepada BBC bahwa tiga temannya dieksekusi setelah tertangkap membawa film Korea Selatan.

    Ia menghadiri persidangan salah seorang temannya yang dijatuhi hukuman mati. Temannya berusia 23 tahun.

    “Dia diadili bersama para penjahat narkoba. Dia diperlakukan sama dengan orang yang melakukan kejahatan narkoba,” ujarnya.

    Dia menambahkan bahwa sejak 2020 orang-orang menjadi lebih takut.

    Berharap pada pemimpin baru, tapi rakyat makin lapar

    Pengalaman Kang Gyuri dan para penyintas Korut bertolak belakang dengan apa yang diharapkan rakyat Korea Utara lebih dari 10 tahun lalu.

    Ketika Kim Jong Un pertama kali berkuasa pada 2011, warga Korut yang diwawancarai mengaku berharap kehidupan mereka akan membaik, karena Kim telah berjanji bahwa mereka tidak perlu lagi “mengencangkan ikat pinggang”. Artinya mereka akan memiliki cukup makanan.

    Saat itu, Kim berjanji menumbuhkan ekonomi sekaligus melindungi negara dengan mengembangkan senjata nuklir.

    AFP via Getty ImagesWarga Korut membungkuk di hadapan mosaik yang menggambarkan ayah dan kakek Kim Jong Un di Pyongyang. Foto ini diabadikan pada 9 September.

    Namun, laporan PBB menemukan bahwa sejak Kim berfokus pada program persenjataan serta menghindari diplomasi dengan Barat dan AS pada 2019, situasi kehidupan dan hak asasi manusia rakyat Korut telah “menurun”.

    Hampir semua orang yang diwawancarai mengatakan mereka tidak memiliki cukup makanan. Bahkan, makan tiga kali sehari adalah sebuah “kemewahan”.

    Selama pandemi Covid, banyak pelarian mengatakan bahwa terjadi kekurangan makanan yang parah sehingga banyak orang meninggal karena kelaparan.

    Baca juga:

    Pada saat yang sama, pemerintah Korut menindak pasar-pasar informal tempat penduduk berdagang, sehingga mempersulit mereka untuk mencari nafkah.

    Rezim Korut juga membuat hampir mustahil bagi warganya untuk melarikan diri dengan memperketat kontrol di sepanjang perbatasan dengan China. Para prajurit diperintahkan untuk menembak warga yang mencoba menyeberang.

    “Pada masa-masa awal Kim Jong Un, kami punya sedikit harapan, tetapi harapan itu tidak bertahan lama,” kata seorang perempuan muda yang melarikan diri dari Korut pada 2018 di usia 17 tahun.

    “Pemerintah secara bertahap menghalangi orang-orang untuk mencari nafkah secara mandiri, dan menjalani hidup menjadi siksaan setiap hari,” ia bersaksi kepada para peneliti.

    ‘Rezim Korut menutup mata dan telinga rakyat’

    Laporan PBB menyatakan bahwa “selama 10 tahun terakhir, pemerintah menjalankan kendali hampir total atas rakyat, membuat mereka tidak mampu membuat keputusan sendiri”baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik.

    Laporan tersebut menambahkan bahwa kemajuan teknologi pengawasan telah membantu mewujudkan hal ini.

    Seorang warga Korut yang melarikan dari negara tersebut mengatakan kepada para peneliti bahwa tindakan keras rezim Pyongyang dimaksudkan “untuk menutup mata dan telinga rakyat”.

    “Ini adalah bentuk kendali yang bertujuan menghilangkan tanda-tanda ketidakpuasan atau keluhan sekecil apa pun,” kata mereka yang berbicara secara anonim.

    Baca juga:

    Laporan tersebut juga menemukan bahwa pemerintah menggunakan lebih banyak kerja paksa dibandingkan satu dekade lalu.

    Orang-orang dari keluarga miskin direkrut ke dalam “brigade kejut” untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menuntut kerja fisik, seperti proyek konstruksi atau pertambangan.

    Para pekerja berharap ini akan meningkatkan status sosial mereka, tetapi pekerjaan tersebut berbahaya, dan kematian merupakan hal yang umum.

    Alih-alih meningkatkan keselamatan pekerja, pemerintah justru mengagungkan kematian, melabeli mereka sebagai pengorbanan bagi Kim Jong Un.

    Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah bahkan telah merekrut ribuan anak yatim dan anak jalanan, klaim laporan tersebut.

    Kejahatan terhadap kemanusiaan

    Penelitian terbaru ini menindaklanjuti laporan komisi penyelidikan PBB pada 2014, yang untuk pertama kalinya menemukan bahwa pemerintah Korea Utara melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

    Baca juga:

    Beberapa pelanggaran hak asasi manusia yang paling parah ditemukan terjadi di kamp-kamp penjara politik yang terkenal kejam di negara itu, tempat orang-orang dapat dikurung seumur hidup dan “dihilangkan”.

    Laporan 2025 ini menemukan bahwa setidaknya empat dari kamp-kamp ini masih beroperasi, sementara para tahanan di penjara biasa masih disiksa dan dianiaya.

    Banyak tahanan yang melarikan diri mengatakan mereka telah menyaksikan kematian para tahanan akibat perlakuan buruk, kerja berlebihan, dan malnutrisi, meskipun PBB mendengar adanya “beberapa perbaikan terbatas” di fasilitas-fasilitas tersebut, termasuk “sedikit penurunan kekerasan oleh para penjaga”.

    Dilindungi China dan Rusia

    PBB menyerukan agar situasi ini diserahkan kepada Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag.

    Namun, agar hal ini bisa terwujud, Dewan Keamanan PBB perlu mendukungnya.

    Sejak 2019, dua anggota tetap DK PBB, China dan Rusia, telah berulang kali memblokir upaya untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Korea Utara.

    KCNA via ReutersDari kiri ke kanan: Vladimir Putin, Xi Jinping, dan Kim Jong Un di Beijing.

    Pekan lalu, Kim Jong Un bergabung dengan pemimpin China, Xi Jinping, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam sebuah parade militer di Beijing. Peristiwa ini menandakan penerimaan kedua negara tersebut terhadap program senjata nuklir Korea Utara dan perlakuan terhadap warga Korut.

    Selain mendesak masyarakat internasional untuk bertindak, PBB meminta pemerintah Korea Utara untuk menghapuskan kamp-kamp penjara politiknya, mengakhiri penggunaan hukuman mati, dan mendidik warganya tentang hak asasi manusia.

    “Laporan kami menunjukkan keinginan yang jelas dan kuat untuk perubahan, terutama di kalangan anak muda (Korea Utara),” kata kepala hak asasi manusia PBB, Trk.

    (ita/ita)

  • Cari Kerja Makin Susah, Waspada Modus Penipuan Loker Kuras Rekening

    Cari Kerja Makin Susah, Waspada Modus Penipuan Loker Kuras Rekening

    Jakarta, CNBC Indonesia – Penipuan lowongan pekerjaan tengah marak di level global, setelah para peretas dari Korea Utara membuat lowongan kerja palsu yang menargetkan industri kripto untuk menggesek uang korbannya.

    Berdasarkan laporan Reuters, peretas yang berpura-pura sebagai perekrut akan menghubungi targetnya melalui LinkedIn atau Telegram dengan penawaran lowongan kerja terkait blockchain.

    “Saat ini kami sedang memperluas tim kami,” demikian bunyi pesan LinkedIn tertanggal 20 Januari yang dikirimkan dari seorang perekrut yang mengaku mewakili Bitwise Asset Management kepada targetnya, Victoria Perepel, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (5/9/2025).

    “Kami secara khusus mencari individu yang memiliki minat yang besar terhadap pasar mata uang kripto,” tulis pesan tersebut.

    Setelah berbasa-basi singkat tentang pekerjaan dan kompensasi yang ditawarkan, perekrut akan mendorong calon pelamar untuk mengunjungi situs web yang kurang dikenal untuk mengikuti tes keterampilan dan merekam video. Pada titik ini, beberapa target mulai curiga.

    “Mengapa tidak melakukan wawancara langsung saja melalui platform video yang lebih dikenal, seperti Google Meet atau Zoom?” Kata Olof Haglund pada 21 Januari ketika ia dihubungi oleh Wieslaw Slizewski, yang mengaku sebagai perekrut teknis dari platform perdagangan daring Robinhood.

    Slizewski menolak untuk mengalah dan bersikeras agar Haglund mengunduh kode untuk merekam video. “Kami mengikuti proses perekrutan yang terstruktur, dan penilaian video merupakan bagian penting dari evaluasi kami untuk memastikan konsistensi dan keadilan bagi semua kandidat,” ujar Slizewski dalam pesan LinkedIn.

    Haglund akhirnya mengakhiri wawancara, tetapi yang lain tidak. Seorang manajer produk untuk sebuah perusahaan mata uang kripto AS, yang berbicara dengan syarat anonim karena tidak ingin dikenal sebagai pencari kerja, mengatakan ia merekam video tersebut dan mengirimkannya kepada seseorang yang mengaku sedang merekrut untuk perusahaan mata uang kripto Ripple Labs.

    Malam itu, ketika ia menyadari bahwa ether dan Solana senilai US$ 1.000 hilang dari dompet digital yang ia simpan di komputernya, ia baru menyadari bahwa ia telah ditipu. Ketika ia mencari profil LinkedIn perekrut Ripple tersebut, profil tersebut sudah hilang.

    Dalam kasus lain, konsultan Ben Humbert sedang berbicara melalui LinkedIn dengan Mirela Tafili, seorang perekrut yang mengaku bertindak atas nama bursa mata uang kripto Kraken, mengenai peluang baru untuknya sebagai manajemen proyek.

    Tafili meminta Humbert untuk menyelesaikan “wawancara virtual singkat” dan memberikan tautan yang menurut Tafili akan membantu mereka “mempercepat proses” dan membawanya ke tahap berikutnya. Humbert mengatakan ia merasa curiga dan mengakhiri percakapan tersebut.

    Ripple dan Bitwise tidak membalas pesan Reuters yang meminta komentar terkait masalah itu. Dalam sebuah pernyataan, Robinhood mengatakan bahwa mereka “mengetahui adanya kampanye loker itu awal tahun ini yang mencoba menyamar sebagai beberapa perusahaan kripto, termasuk Robinhood”.

    Robinhood mengklaim telah mengambil tindakan untuk menonaktifkan domain web yang terkait dengan penipuan tersebut.

    Sementara itu, LinkedIn mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa akun-akun perekrut palsu yang diidentifikasi oleh Reuters “telah ditindaklanjuti sebelumnya.” Sefangkan Telegram mengatakan penipuan telah diberantas di mana pun saat ditemukan. Upaya Reuters untuk menghubungi para peretas tidak berhasil.

    SentinelOne dan Validin mengaitkan pencurian tersebut dengan operasi Korea Utara yang sebelumnya dijuluki “Contagious Interview”, membuka tab baruoleh perusahaan keamanan siber Palo Alto Networks.

    Para peneliti yang melacak kampanye penipuan tersebut menyimpulkan bahwa Korea Utara berada di baliknya berdasarkan beberapa faktor, termasuk penggunaan alamat protokol internet dan email yang terkait dengan aktivitas peretasan Korea Utara sebelumnya.

    Sebagai bagian dari penyelidikan mereka, para peneliti mengungkap berkas log yang secara tidak sengaja terekspos oleh para peretas yang menampilkan email dan alamat IP lebih dari 230 orang – pembuat kode, pemberi pengaruh atau influencer, akuntan, konsultan, eksekutif, pemasar, dan banyak lagi – yang menjadi sasaran antara bulan Januari dan Maret.

    Reuters menghubungi semua target untuk memberi tahu mereka tentang aktivitas berbahaya tersebut. Kesembilan belas orang yang berbicara kepada kantor berita Reuters semuanya mengonfirmasi bahwa mereka menjadi target sekitar waktu tersebut.

    Salah satu perusahaan yang disamarkan oleh para peretas mengatakan bahwa hal ini merupakan hal yang umum terjadi di dunia kripto. “Setiap hari ada sesuatu yang terjadi,” kata Nick Percoco, kepala keamanan Kraken.

    Misi Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak membalas pesan yang meminta komentar atas temuan Reuters. Pyongyang secara rutin membantah melakukan pencurian mata uang kripto.

    Target yang diidentifikasi oleh Reuters hanyalah “sebagian kecil” dari calon korban Contagious Interview, yang pada gilirannya mewakili sebagian kecil dari keseluruhan upaya pencurian mata uang kripto oleh Korea Utara, kata Aleksandar Milenkoski, peneliti senior di SentinelOne yang merupakan salah satu penulis pendamping laporan tersebut.

    “Mereka seperti kelompok penipu pada umumnya,” katanya. “Mereka mengincar jangkauan yang luas.”

    Percoco, eksekutif Kraken, mengatakan perusahaan mulai melihat penipuan rekrutmen akhir tahun lalu, dengan laporan yang terus berlanjut hingga Maret, April, dan Mei. Perusahaan menggunakan alat untuk mencari akun palsu yang mengaku sebagai perekrut, tetapi juga menerima laporan dari pihak luar yang akan menghubungi dan mengatakan, “Hei, saya sedang wawancara kerja dengan kalian, lalu ternyata penipuan sungguhan,” kata Percoco.

    Ia mengatakan sulit bagi perusahaan untuk mengawasi peniruan tersebut. “Siapa pun di luar sana dapat mengatakan bahwa mereka adalah perekrut,” katanya.

    Tuduhan bahwa Pyongyang menargetkan dunia blockchain dengan penipuan canggih bukanlah hal baru. Akhir tahun lalu, Biro Investigasi Federal AS atau FBI mengeluarkan peringatan publik bahwa Korea Utara “secara agresif” menargetkan industri mata uang kripto dengan skema rekayasa sosial yang “kompleks dan rumit”.

    Namun, laporan Reuters, yang diperkuat oleh tujuh target dengan tangkapan layar percakapan mereka dengan para peretas, memberikan detail yang sebelumnya tidak dilaporkan tentang bagaimana mereka mengelabui target, beserta rincian taktik mereka.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Spekulasi Mencuat Kala Putri Kim Jong Un Dampingi Ayahnya ke China

    Spekulasi Mencuat Kala Putri Kim Jong Un Dampingi Ayahnya ke China

    Jakarta

    Putri pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un, Ju Ae, menuai sorotan karena untuk pertama kalinya mendampingi sang ayah dalam kunjungan ke luar negeri. Kehadiran Ju Ae pun memunculkan spekulasi baru.

    Dirangkum detikcom dilansir kantor berita CNN, Kamis (4/9/2025), Kim Jong Un mengajak anak perempuannya ke China menjadi sorotan tersendiri. Ini menjadi momen pertama kali Ju Ae terlihat mendampingi Kim Jong Un dalam kunjungan ke luar negeri.

    Ketika Kim Jong Un disambut oleh para pejabat China ketika tiba di Beijing pekan ini, tampak seorang bocah perempuan berjalan di belakangnya, tersenyum sopan, mengenakan gaun hitam dengan rambut diikat dan dihiasi pita.

    Ju Ae atau Kim Ju Ae, telah tampil dalam berbagai acara publik di Korut selama beberapa tahun terakhir, sebagian besar dalam acara berkaitan dengan militer. Kehadirannya di Beijing memicu spekulasi terbaru, terutama mengenai apakah Kim Jong Un sedang mempersiapkannya sebagai penerus di masa depan.

    Kunjungan publik ke luar negeri pertama Ju Ae merupakan salah satu hal penting, terutama kehadiran para pemimpin negara yang menjadi mitra dekat Korut seperti Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang kemitraannya mungkin sangat dia butuhkan suatu hari nanti.

    Ketika parade militer besar-besaran China digelar pada Rabu (3/9), Ju Ae tidak terlihat berada di dekat Kim Jong Un yang berjalan di atas karpet merah.

    Terlepas dari itu, sejauh ini hanya sedikit yang diketahui tentang Ju Ae, yang pertama kali tampil ke publik pada tahun 2022 lalu setelah bertahun-tahun spekulasi.

    Bintang basket Amerika, Dennis Rodman, menjadi sosok yang pertama mengungkapkan bahwa Kim Jong Un memiliki seorang bayi perempuan bernama Ju Ae. Hal itu dia ungkapkan saat berkunjung ke Pyongyang pada tahun 2013. Kepada media The Guardian, Rodman pada saat itu mengatakan: “Saya menggendong bayi mereka, Ju Ae, dan berbicara dengan istrinya juga.”

    Ada beragam laporan tentang usia dan tahun kelahirannya, dengan Ju Ae diperkirakan kini berusia pra-remaja atau awal remaja.

    Ju Ae diperkenalkan ke dunia dengan gaya khas Kim Jong Un pada tahun 2022, ketika dia tampak mendampingi ayahnya saat memantau peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) Korut. Pada saat itu, Ju Ae tampil menggandeng tangan kim Jong Un di depan sebuah rudal ICBM yang berukuran raksasa.

    Beberapa penampilan publik lainnya terjadi tahun 2023, sebagian besar di acara militer seperti parade militer di ibu kota Pyongyang. Tahun 2024 lalu, media pemerintah Korut menampilkan Ju Ae berdiri di depan dan di tengah, dengan Kim Jong Un di belakangnya. Itu menjadi penampilan publik yang langka dari dinasti Kim, mengingat sistem pemerintahan Korut yang unit biasanya menempatkan sang pemimpin sebagai pusat perhatian.

    Pada tahun yang sama, seperti dikutip Yonhap, Ju Ae pernah terlihat diantar oleh bibinya, Kim Yo Jong, dalam sebuah seremoni kenegaraan. Sosok Kim Yo Jong dianggap sebagai salah satu tokoh paling berkuasa di Korut setelah kakaknya, Kim Jong Un.

    Bulan Mei tahun ini, Ju Ae ikut hadir bersama ayahnya saat mengunjungi Kedutaan Besar Rusia di Pyongyang dalam sebuah acara peringatan untuk menyoroti hubungan yang semakin erat dengan Moskow.

    Mengingat pentingnya dinasti keluarga di Korut, kemunculan Ju Ae di depan publik memicu perdebatan tentang apakah dia dapat dipersiapkan sebagai penerus.

    Beberapa pihak menyebut cara Ju Ae diliput oleh media pemerintah Korut — disebut sebagai “dicintai” dan “dihormati — menjadi pertanda bahwa dia mungkin memiliki status istimewa.

    Membawanya ke acara militer sejak usia dini dinilai, oleh para pakar, sebagai cara untuk mempersiapkannya menghadapi kenyataan memimpin 1,3 juta tentara, serta menumbuhkan kepercayaan dan rasa hormat dari pasukan militer Korut.

    Namun beberapa pihak lainnya skeptis, dan meyakini bahwa dua anak Kim Jong Un lainnya yang akan dipilih sebagai penerus. Sejumlah pakar bahkan mengingatkan bahwa Korut secara historis meresmikan sukses melalui sistem partai, dan adanya budaya patriarki yang kuat di negara tersebut.

    Halaman 2 dari 4

    (whn/maa)

  • Kedatangan Pemimpin Asing ke China Jadi Tanda Pergeseran Geopolitik?

    Kedatangan Pemimpin Asing ke China Jadi Tanda Pergeseran Geopolitik?

    Beijing

    Presiden Prabowo Subianto, beserta pimpinan negara dan perwakilan asing lainnya menghadiri parade militer skala besar di Beijing, China. Acara perayaan yang memperingati 80 tahun kekalahan Jepang di akhir Perang Dunia II (PD II) ini cenderung dihindari oleh para pemimpin Barat.

    Prabowo bertolak ke Beijing pada Selasa (02/09), di tengah dinamika situasi politik Indonesia setelah unjuk rasa berhari-hari yang menyebabkan ribuan orang ditangkap dan 10 orang tewas. Setibanya di Tianamen, Prabowo disambut oleh Presiden China Xi Jinping.

    Beberapa media nasional di Indonesia menyebut bahwa Prabowo hanya hadir selama 8 jam dalam parade tersebut. Berdasarkan keterangan pers Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Prabowo mendarat di tanah air pada Rabu (03/09) malam.

    Pertemuan singkat dengan Xi Jinping dan Putin

    Dalam kunjungan yang terbilang singkat tersebut, Prabowo sempat melakukan pertemuan bilateral dengan Xi Jinping di Great Hall of the People pada Rabu (03/09). Dalam pertemuan itu, Prabowo kembali menegaskan komitmen Indonesia untuk memperdalam kemitraan strategis dengan China.

    Prabowo membahas proyek Giant Sew Wall yang direncanakan akan membentang di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa dengan pemerintahan Xi Jinping.

    Selain itu, Prabowo juga menghadiri pertemuan khusus dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di sela lawatan tersebut. Obrolan Prabowo dan Putin disebut menjadi salah satu agenda penting karena membahas soal kerja sama strategis, khususnya di bidang ekonomi dan investasi.

    “Selain menghadiri acara tersebut, Presiden Prabowo juga mengadakan pertemuan khusus dengan Presiden Xi Jinping dan Presiden Federasi Rusia Vladimir Putin, masing-masing untuk menindaklanjuti dan memastikan jalannya berbagai investasi ekonomi yang sudah terjalin di antara kedua negara,” papar Menteri Sekretaris Kabinet (Seskab) Mayor Teddy Indra Wijaya.

    Parade di China tanda “pergeseran geopolitik”?

    Dalam parade militer tersebut, selain Presiden Prabowo Subianto, turut hadir sejumlah pemimpin negara lainnya. Sebut saja, Perdana Menteri India Narendra Modi, Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un.

    Rangkaian ini dapat dibaca sebagai sebuah pesan mencolok, atau bahkan menantang, kepada Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Ini sedikit banyaknya menjadi bukti tambahan dari pergeseran menuju tatanan dunia baru yang tak lagi sepenuhnya didominasi AS dan Barat.

    Pertemuan ini mencerminkan tradisi panjang manuver diplomatik yang penuh dengan kepentingan masing-masing dalam kekuatan politik regional.

    Singkatnya, masing-masing pemimpin negara yang hadir punya kepentingannya sendiri. Misalnya, China, yang membutuhkan energi murah dari Rusia hingga persoalan kestabilan perbatasan dengan Korea Utara.

    Sementara, Putin ingin keluar dari sanksi Barat dan isolasi akibat perang Ukraina. Kemudian, jika ditelaah, Kim membutuhkan uang, legitimasi hingga cara untuk mengungguli Korea Selatan. Kemudian, Narendra Modi tengah berusaha menjaga hubungan baik dengan Rusia dan China di tengah keretakan hubungannya dengan AS.

    Pamor China naik?

    Saat ini, China dilanda banyak masalah domestik, misalnya ketidaksetaraan ekonomi dan gender, hingga ketegangan dengan Taiwan. Namun, Xi Jinping berusaha memosisikan China sebagai pemimpin bagi negara-negara yang merasa dirugikan oleh tatanan dunia pascaPerang Dunia II.

    “Parade ini menunjukkan kenaikan pamor China, didorong oleh diplomasi Trump yang buruk dan kelihaian strategi Presiden Xi,” kata Jeff Kingston, seorang profesor studi Asia di Temple University, Jepang. “Konsensus Washington telah runtuh dan Xi menggalang dukungan untuk alternatifnya.”

    Beberapa pakar mengingatkan agar tidak berlebihan membaca hubungan Rusia, China, dan Korea Utara. China tetap waspada terhadap program nuklir Korea Utara yang kian berkembang dan kerap mendukung sanksi internasional untuk menekan Pyongyang.

    “Meski ikatan Rusia, Korea Utara kembali seperti aliansi militer, China tidak berniat kembali ke tahun 1950,” kata Zhu Feng, dekan Fakultas Hubungan Internasional Universitas Nanjing.

    “Salah jika percaya China, Rusia, dan Korea Utara sedang membangun blok kekuatan baru.”

    Rusia cari bantuan China demi kurangi isolasi

    Sementara bagi Kremlin, kehadiran Putin di Beijing bersama para pemimpin dunia adalah cara menepis isolasi yang dikenakan Barat, setelah invasi skala besar Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.

    Putin dapat kembali tampil di panggung dunia sebagai sosok negarawan, bertemu berbagai pemimpin termasuk Modi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian. Sambutan Xi Jinping juga menegaskan bahwa Rusia masih punya mitra dagang besar, meski pasar Barat banyak yang tertutup akibat sanksi.

    Namun, di saat bersamaan, Rusia tak ingin membuat Trump marah, karena Trump lebih terbuka dibanding pendahulunya untuk mendengar syarat Moskow terkait perang Ukraina.

    “Rusia sangat diuntungkan dari kemampuan China menyediakan barang dual-use dan teknologi untuk mengakali sanksi serta menjaga mesin militernya tetap hidup. China juga menjadi sumber utama pemasukan ekspor Rusia yang mengisi kas perang Putin,” kata Alexander Gabuev, Direktur Carnegie Russia Eurasia Center. “Bagi China, perang Rusia di Ukraina justru menjadi distraksi bagi AS.”

    Nasib Korea Utara

    Kunjungan Kim Jong Un memperdalam ikatan baru dengan Rusia, sekaligus menegaskan hubungan rapuh dengan sekutu terpentingnya sekaligus penopang ekonominya, China.

    Kim Jong Un telah mengirim ribuan pasukan dan banyak perlengkapan militer untuk membantu Rusia menahan serangan Ukraina.

    Tanpa menyebut perang Ukraina secara eksplisit, Kim Jong Un berkata kepada Putin: “Jika ada hal yang bisa saya lakukan untuk Anda dan rakyat Rusia, jika ada yang lebih perlu dilakukan, saya akan menganggapnya sebagai kewajiban persaudaraan yang memang harus kami jalani.”

    Lembaga Institute for National Security Strategy, yang terafiliasi dengan badan intelijen Korea Selatan menyebut kunjungan Kim Jong Un, yang merupakan penampilan pertamanya di forum multilateral sejak berkuasa 2011, ditujukan untuk memperkuat hubungan dengan negara sahabat sebelum kemungkinan dimulainya kembali perundingan nuklir dengan Trump. Diplomasi nuklir kedua pemimpin itu runtuh pada 2019.

    “Kim juga bisa mengklaim kemenangan diplomatik, karena Korea Utara kini beralih dari negara yang sebelumnya secara bulat disanksi oleh Dewan Keamanan PBB (DK PBB) atas program nuklir dan misil ilegalnya, menjadi negara yang justru dirangkul oleh anggota tetap DK PBB, yakni Rusia dan China,” kata Leif-Eric Easley, profesor studi internasional di Universitas Ewha Womans, Seoul.

    Peran Narendra Modi

    Kehadiran Narendra Modi dalam perayaan tersebut merupakan kunjungan pertamanya ke China sejak hubungan kedua negara memburuk setelah bentrokan mematikan di perbatasan India-China pada 2020.

    Namun, pemulihan ini masih terbatas. Namun, menurut Praveen Donthi, seorang pakar senior di International Crisis Group, Modi tidak ikut parade militer Beijing karena “rasa saling curiga dengan China masih ada.”

    “India berjalan hati-hati di antara Barat dan negara-negara lain, terutama terkait AS, Rusia, dan China,” kata Donthi. “Karena India tidak percaya pada aliansi formal, pendekatannya adalah memperkuat hubungan dengan AS, mempertahankannya dengan Rusia, dan mengelolanya dengan China.”

    Meski begitu, Amerika Serikat tetap ada dalam perhitungan Modi.

    India dan Washington sebelumnya merundingkan perjanjian perdagangan bebas, hingga pemerintahan Trump memberlakukan tarif 25% untuk impor minyak Rusia oleh India, membuat total tarif naik jadi 50%.

    Perundingan pun terhenti dan hubungan merosot tajam. Pemerintah Modi berjanji tidak akan tunduk pada tekanan AS, bahkan memberi sinyal siap mendekat ke China dan Rusia.

    Namun, kata Donthi, India tetap ingin menjaga celah terbuka bagi Washington.

    “Jika Modi bisa berjabat tangan dengan Xi lima tahun setelah bentrokan perbatasan India-China, maka akan jauh lebih mudah baginya untuk berjabat tangan dengan Trump dan kembali memperkuat hubungan, karena keduanya memang sekutu alami,” ujarnya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris.

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rahka Susanto

    (nvc/nvc)

  • Dinas ke China, Kim Jong Un Bawa Toilet Pribadi Biar Bisa Bawa Pulang Kotorannya

    Dinas ke China, Kim Jong Un Bawa Toilet Pribadi Biar Bisa Bawa Pulang Kotorannya

    Jakarta

    Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un baru saja melakukan pertemuan dengan Vladimir Putin dan Xi Jinping di Beijing, China. Kim Jong Un ditemani oleh putrinya, Kim Ju Ae, untuk menghadiri pertemuan tersebut.

    Sebagai alat transportasi, Kim Jong Un dan putrinya menaiki kereta antipeluru yang dilengkapi dengan toilet pribadi. Menurut para pejabat, ini adalah satu-satunya toilet yang digunakan selama perjalanan.

    Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa Kim Jong Un tidak meninggalkan apapun yang keluar dari tubuhnya. Sebab, itu bisa saja digunakan untuk mengekstraksi DNA dan mempelajari kondisi kesehatan apapun yang diidapnya.

    Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Kim Jong Un membawa toiletnya sendiri untuk perjalanan internasional. Pada tahun 2018, Kim Jong Un menghadiri pertemuan puncak Korea Utara dan Korea Selatan, di sisi Korea Selatan dari perbatasan militer yang dibagi Pyongyang dengan Seoul.

    Saat itu, para pejabatnya membawa toilet untuk digunakan Kim Jong Un agar tidak meninggalkan jejak yang dapat mengungkap kondisi kesehatannya. Pada tahun yang sama, toilet khusus itu juga diterbangkan ke Singapura saat Kim menghadiri KTT AS-Korea Utara.

    Dikutip dari Wion News, seorang mantan pegawai Komando Garda Korea Utara mengatakan bahwa pada tahun 2022 rezim khawatir para penyelam khusus mungkin mengakses feses atau tinja dari Kim.

    Alasan Toilet dan Tinja Dibawa Kembali ke Korut

    Para ahli mengatakan bahwa kondisi fisik pemimpin tertinggi itu memiliki dampak besar pada rezim Korea Utara. Kim diketahui memiliki kelebihan berat badan, yang menjadi penyebab klasik beberapa kondisi kesehatan seperti penyakit jantung.

    Jika DNA-nya jatuh ke tangan yang salah, hal itu bisa berbahaya karena rumor tentang penderitaannya terhadap suatu penyakit dapat memicu spekulasi pergantian rezim, bahkan menyebabkan kekacauan di negara yang berada di bawah kekuasaan keluarga yang sama selama beberapa dekade.

    Bahkan saat berada di Korea Utara, Kim tetap membawa toiletnya sendiri. Dalam kunjungannya ke fasilitas militer atau pabrik milik negara membuat para pejabatnya membawa toilet dan kamar mandinya sendiri.

    Tak hanya tinjanya, rambut dan air liur dari Kim Jong Un juga dijaga ketat.

    Saat bepergian ke Hanoi untuk menghadiri KTT AS-Korea Utara pada 2019, foto Kim yang sedang merokok saat berhenti di Nanning, China Selatan, menjadi viral. Ia terlihat sedang mengisap rokoknya, sementara adik perempuannya, Kim Yo Jing, berdiri di sebelahnya dengan asbak.

    Semua peralatan makan yang digunakan Kim di hotel juga dibersihkan secara menyeluruh. Demikian pula, kamarnya digosok dengan sempurna untuk memastikan tidak ada jejak dari Kim yang tertinggal.

    (sao/kna)

  • Pelat Nomor yang Dipakai Kim Jong Un di China Jadi Sorotan

    Pelat Nomor yang Dipakai Kim Jong Un di China Jadi Sorotan

    Jakarta

    Presiden Korea Utara, Kim Jong Un menggunakan mobil mewah Mercedes-Benz Maybach saat berkunjung ke China. Satu hal yang menjadi sorotan, Kim memakai pelat nomor yang spesial.

    Dikutip dari media Korea Selatan, The Chosun dan Korea JoongAng Daily, Kim Jong Un tertangkap kamera menggunakan mobil dengan plat nomor ‘7·271953’.

    Sekilas, angka itu mungkin terlihat nomor acak. Namun menilik sejarahnya punya arti yang menarik sebagai simbol.

    Bagi para pengamat, angka ini bukan sembarang kode. Rangkaian nomor tersebut merujuk tanggal 27 Juli 1953, hari ditandatanganinya gencatan senjata yang mengakhiri Perang Korea. Di Korea Utara, tanggal ini diperingati sebagai “Hari Kemenangan dalam Perang Pembebasan Tanah Air”.

    Para pengamat politik langsung membaca gestur ini sebagai pesan simbolis yang kuat. Plihan plat nomor Kim Jong Un adalah deklarasi politik yang sarat makna. Ini seolah-olah Kim ingin menegaskan bahwa Korea Utara melihat perang tersebut sebagai kemenangan mutlak atas Amerika Serikat. Penggunaan plat nomor ini juga jadi penegasan bahwa Pyongyang tidak akan tunduk pada tekanan AS. Di sisi lain sebagai bentuk solidaritas bersama Tiongkok pesan anti-Amerika.

    Mobil Kim Jong Un di China Foto: Dok. Viory

    Perlu diketahui, pelat nomor yang sama juga muncul saat Kim menerima Aurus, dijuluki “Rolls-Royce versi Rusia,” sebagai hadiah dari Presiden Rusia Vladimir Putin selama kunjungan Putin ke Korea Utara tahun lalu.

    Satu hal yang menarik lainnya, iring-iringan Kim kali ini terdiri dari 28 kendaraan, termasuk mobil pengawal, ambulans, dan iring-iringan polisi China.

    Menariknya, berbeda dengan kunjungan keempatnya pada 2019 lalu, kali ini tidak ada pengawalan menggunakan sepeda motor. Biasanya, iring-iringan pemimpin Korea Utara kerap menampilkan barisan motor besar di sisi kiri dan kanan mobil utama sebagai simbol kekuatan sekaligus keamanan tambahan.

    Belum ada keterangan resmi dari pihak Korea Utara maupun otoritas China mengenai alasan ditiadakannya pengawalan motor tersebut.

    Namun, sejumlah pengamat menilai langkah ini bisa terkait dengan protokol keamanan yang lebih ringkas atau penyesuaian dengan kebijakan tuan rumah.

    (riar/dry)

  • Spekulasi Mencuat Kala Putri Kim Jong Un Dampingi Ayahnya ke China

    Sosok Putri Kim Jong Un yang Pertama Kali Dampingi Ayahnya ke Luar Negeri

    Pyongyang

    Kehadiran Ju Ae, anak perempuan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un, mendampingi ayahnya dalam kunjungan ke China menjadi sorotan tersendiri. Ini menjadi momen pertama kali ketika Ju Ae terlihat mendampingi Kim Jong Un dalam kunjungan ke luar negeri.

    Ketika Kim Jong Un disambut oleh para pejabat China ketika tiba di Beijing pekan ini, tampak seorang bocah perempuan berjalan di belakangnya, tersenyum sopan, mengenakan gaun hitam dengan rambut diikat dan dihiasi pita.

    Ju Ae atau Kim Ju Ae, seperti dilansir CNN, Kamis (4/9/2025), telah tampil dalam berbagai acara publik di Korut selama beberapa tahun terakhir, sebagian besar dalam acara berkaitan dengan militer. Kehadirannya di Beijing memicu spekulasi terbaru, terutama mengenai apakah Kim Jong Un sedang mempersiapkannya sebagai penerus di masa depan.

    Kunjungan publik ke luar negeri pertama Ju Ae merupakan salah satu hal penting, terutama kehadiran para pemimpin negara yang menjadi mitra dekat Korut seperti Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang kemitraannya mungkin sangat dia butuhkan suatu hari nanti.

    Ketika parade militer besar-besaran China digelar pada Rabu (3/9), Ju Ae tidak terlihat berada di dekat Kim Jong Un yang berjalan di atas karpet merah.

    Terlepas dari itu, sejauh ini hanya sedikit yang diketahui tentang Ju Ae, yang pertama kali tampil ke publik pada tahun 2022 lalu setelah bertahun-tahun spekulasi.

    Bintang basket Amerika, Dennis Rodman, menjadi sosok yang pertama mengungkapkan bahwa Kim Jong Un memiliki seorang bayi perempuan bernama Ju Ae. Hal itu dia ungkapkan saat berkunjung ke Pyongyang pada tahun 2013. Kepada media The Guardian, Rodman pada saat itu mengatakan: “Saya menggendong bayi mereka, Ju Ae, dan berbicara dengan istrinya juga.”

    Ada beragam laporan tentang usia dan tahun kelahirannya, dengan Ju Ae diperkirakan kini berusia pra-remaja atau awal remaja.

    Ju Ae diperkenalkan ke dunia dengan gaya khas Kim Jong Un pada tahun 2022, ketika dia tampak mendampingi ayahnya saat memantau peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) Korut. Pada saat itu, Ju Ae tampil menggandeng tangan kim Jong Un di depan sebuah rudal ICBM yang berukuran raksasa.

    Beberapa penampilan publik lainnya terjadi tahun 2023, sebagian besar di acara militer seperti parade militer di ibu kota Pyongyang. Tahun 2024 lalu, media pemerintah Korut menampilkan Ju Ae berdiri di depan dan di tengah, dengan Kim Jong Un di belakangnya. Itu menjadi penampilan publik yang langka dari dinasti Kim, mengingat sistem pemerintahan Korut yang unit biasanya menempatkan sang pemimpin sebagai pusat perhatian.

    Pada tahun yang sama, seperti dikutip Yonhap, Ju Ae pernah terlihat diantar oleh bibinya, Kim Yo Jong, dalam sebuah seremoni kenegaraan. Sosok Kim Yo Jong dianggap sebagai salah satu tokoh paling berkuasa di Korut setelah kakaknya, Kim Jong Un.

    Bulan Mei tahun ini, Ju Ae ikut hadir bersama ayahnya saat mengunjungi Kedutaan Besar Rusia di Pyongyang dalam sebuah acara peringatan untuk menyoroti hubungan yang semakin erat dengan Moskow.

    Mengingat pentingnya dinasti keluarga di Korut, kemunculan Ju Ae di depan publik memicu perdebatan tentang apakah dia dapat dipersiapkan sebagai penerus.

    Beberapa pihak menyebut cara Ju Ae diliput oleh media pemerintah Korut — disebut sebagai “dicintai” dan “dihormati — menjadi pertanda bahwa dia mungkin memiliki status istimewa.

    Membawanya ke acara militer sejak usia dini dinilai, oleh para pakar, sebagai cara untuk mempersiapkannya menghadapi kenyataan memimpin 1,3 juta tentara, serta menumbuhkan kepercayaan dan rasa hormat dari pasukan militer Korut.

    Namun beberapa pihak lainnya skeptis, dan meyakini bahwa dua anak Kim Jong Un lainnya yang akan dipilih sebagai penerus. Sejumlah pakar bahkan mengingatkan bahwa Korut secara historis meresmikan sukses melalui sistem partai, dan adanya budaya patriarki yang kuat di negara tersebut.

    Tonton juga video “Kenapa Kim Jong Un Lebih Suka Naik Kereta Api Dibandingkan Pesawat?” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Xi Jinping Unjuk Kekuatan di Parade Militer Bersama Putin-Kim

    Xi Jinping Unjuk Kekuatan di Parade Militer Bersama Putin-Kim

    Jakarta

    Dalam parade militer besar-besaran di Beijing pada hari Rabu (06/09, diapit oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dari Rusia dan Kim Jong Un dari Korea Utara. Presiden Cina Xi Jinping memperingatkan dunia bahwa dunia sedang menghadapi pilihan antara “perdamaian atau perang”.

    Acara yang memperingati 80 tahun kekalahan Jepang pada akhir Perang Dunia II ini sebagian besar dijauhi oleh para pemimpin Barat, karena perang Ukraina dan ambisi nuklir Kim yang hadir sebagai tamu kehormatan.

    Dirancang untuk memproyeksikan kekuatan militer dan pengaruh diplomatik Cina, parade ini juga hadir di saat perang tarif Presiden AS Donald Trump dan kebijakan fluktuatif yang membebani hubungan baik dengan sekutu maupun saingan. “Saat ini, umat manusia dihadapkan pada pilihan damai atau perang, dialog atau konfrontasi, sama-sama menguntungkan atau sama-sama menguntungkan,” ujar Xi kepada lebih dari 50.000 penonton di Lapangan Tiananmen, seraya menambahkan bahwa Cina “berdiri teguh di sisi sejarah yang benar”.

    Menumpang sebuah limusin beratap terbuka, Xi kemudian memeriksa pasukan dan peralatan militer mutakhir seperti rudal hipersonik, drone bawah air, dan ‘robot serigala’ yang dipersenjatai.

    Helikopter yang membawa spanduk besar dan jet tempur terbang dalam formasi selama pertunjukan selama 70 menit yang berpuncak pada pelepasan 80.000 burung ‘perdamaian’.

    Mengenakan setelan tunik dengan gaya yang dikenakan oleh mantan pemimpin Mao Zedong, Xi sebelumnya menyapa lebih dari 25 pemimpin di karpet merah, termasuk Prabowo Subianto dari Indonesia yang tampil mengejutkan meskipun aksi protes meluas di dalam negeri.

    Duduk di antara Putin dan Kim, Xi berulang kali terlibat dalam percakapan dengan kedua pemimpin tersebut sementara ribuan pasukan berlalu lalang di hadapan mereka. Ini menandai pertama kalinya ketiganya tampil bersama di depan umum.

    Dalam sebuah unggahan yang ditujukan kepada Xi di Truth Social saat parade dimulai, Trump menyoroti peran AS dalam membantu Cina mempertahankan kemerdekaannya dari Jepang selama Perang Dunia Kedua.

    “Sampaikan salam hangat saya kepada Vladimir Putin, dan Kim Jong Un, karena kalian berkonspirasi melawan Amerika Serikat,” tambah Trump.

    Kremlin menjawab Putin tidak berkonspirasi melawan Amerika Serikat dan mengisyaratkan bahwa Trump sedang bersikap ironis dalam pernyataannya.

    Visi global Cina

    Xi telah menggambarkan Perang Dunia Kedua sebagai titik balik utama dalam “peremajaan besar bangsa Cina”, di mana ia berhasil mengatasi penghinaan akibat invasi Jepang dan menjadi kekuatan global yang kuat.

    Awal pekan ini, Xi mengungkap visinya tentang tatanan dunia baru di sebuah pertemuan puncak keamanan regional, menyerukan persatuan melawan “hegemonisme dan politik kekuasaan”, sebuah sindiran terselubung terhadap saingannya di seberang Samudra Pasifik.

    “Xi merasa yakin bahwa keadaan telah berbalik. Cina yang kembali memegang kendali sekarang,” kata Wen-Ti Sung, peneliti di Global China Hub Dewan Atlantik, yang bermarkas di Taiwan.

    “Yang dibicarakan tentang sumber utama ketidakpastian dalam sistem internasional adalah unilateralisme ala Trump, bukan diplomasi serigala Cina.”

    Dalam resepsi mewah setelah parade di Balai Agung Rakyat, Xi menyampaikan kepada para tamunya bahwa umat manusia tidak boleh kembali kepada “hukum rimba”.

    Di luar kemegahan dan propaganda, para analis mengamati apakah Xi, Putin, dan Kim akan mengisyaratkan hubungan pertahanan yang lebih erat setelah pakta yang ditandatangani oleh Rusia dan Korea Utara pada Juni 2024, dan aliansi serupa antara Beijing dan Pyongyang, sebuah hasil yang dapat mengubah kalkulasi militer di kawasan Asia-Pasifik.

    Putin telah mencapai kesepakatan energi yang lebih erat dengan Beijing selama kunjungannya ke Cina, sementara pertemuan tersebut telah memberi Kim yang tertutup kesempatan untuk mendapatkan dukungan implisit bagi senjata nuklirnya yang dilarang.

    Sudah 66 tahun sejak seorang pemimpin Korea Utara terakhir kali menghadiri parade militer Cina. Kim juga berjabat tangan dengan Ketua Majelis Nasional Korea Selatan, Woo Won-shik sebelum parade dimulai.

    Pyongyang telah menolak tawaran Seoul baru-baru ini untuk menstabilkan hubungan yang memburuk antara kedua Korea, yang secara teknis berperang sejak Perang Korea 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, namun bukan perjanjian damai.

    Musuh AS

    Bergabung dengan Putin dan Kim termasuk Presiden Iran Masoud Pezeshkian, yang semuanya dianggap sebagai musuh AS. Sekutu dekat Rusia, Presiden Belarus Alexander Lukashenko, berjalan di samping Kim setelah berfoto bersama dengan para pemimpin lainnya.

    Pemimpin-pemimpin Asia selain Presiden Prabowo Subianto, yang hadir di antaranya Raja Kamboja Norodom Sihamoni, Presiden Vietnam Luong Cuong, dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.

    Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa dan Presiden Republik Kongo Denis Sassou Nguesso juga masuk dalam daftar tamu. Presiden Kuba Miguel Daz-Canel adalah satu-satunya pemimpin dari Amerika Latin yang hadir.

    Tamu lainnya adalah Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan. Daftar tamu tersebut sangat tumpang tindih dengan pertemuan puncak tahunan Organisasi Kerja Sama Shanghai beberapa hari sebelumnya, tetapi ada beberapa wakil penting yang meninggalkan acara sebelum parade, termasuk perwakilan dari India dan Turki.

    Perdana Menteri India Narendra Modi mengunggah kata-kata hangat tentang pertemuan dengan Xi dan Putin di platform media sosial X. Ia mengunggah foto dirinya dan Putin yang sedang bepergian bersamanya, mengatakan bahwa “percakapan dengannya selalu memberikan wawasan,” dan menulis bahwa ia memiliki “pertemuan yang bermanfaat” dengan Xi.

    Sebagian besar pemimpin Eropa tidak hadir. Selain Putin dan Lukashenko, hanya sedikit pemimpin Eropa yang menghadiri parade tersebut. Serbia mengirimkan Presiden Aleksandar Vucic yang pro-Rusia dan Slowakia mengirimkan Perdana Menteri Robert Fico.

    *Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga Video Putin Disambut Hangat Xi Jinping dalam Pertemuan di China

    (ita/ita)

  • 2.000 Tentara Korut Tewas dalam Perang Lawan Ukraina di Rusia

    2.000 Tentara Korut Tewas dalam Perang Lawan Ukraina di Rusia

    Seoul

    Badan intelijen Korea Selatan (Korsel) melaporkan sekitar 2.000 tentara Korea Utara (Korut) diperkirakan tewas setelah dikerahkan untuk membantu Rusia bertempur melawan Ukraina.

    Badan Intelijen Nasional Korsel (NIS), seperti dilansir AFP, Selasa (2/9/2025), melaporkan pada April lalu bahwa “jumlah korban perang setidaknya 600 perang”.

    “Namun, berdasarkan penilaian terbaru, kini diperkirakan jumlahnya sekitar 2.000 tentara,” kata anggota parlemen Korsel, Lee Seong Kweun, saat berbicara kepada wartawan setelah mendapatkan pengarahan intelijen terbaru dari NIS.

    Badan-badan intelijen Korsel dan Barat mengatakan bahwa Korut mengirimkan lebih dari 10.000 tentaranya ke wilayah Rusia pada tahun 2024, terutama ke wilayah Kursk. Pyongyang juga diduga telah mengirimkan peluru artileri, rudal, dan sistem roket jarak jauh.

    Lee mengatakan bahwa NIS meyakini Korut berencana untuk mengerahkan 6.000 tentara dan teknisi tambahan ke Rusia, dengan sekitar 1.000 personel di antaranya telah tiba.

    “Diperkirakan dari rencana pengerahan ketiga 6.000 tentara baru-baru ini, sekitar 1.000 teknisi tempur telah tiba di Rusia,” ungkapnya.

    Awal tahun ini, Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa Korut akan mengirimkan pasukan konstruksi dan penjinak ranjau ke wilayah Kursk, yang terletak dekat dengan perbatasan Ukraina.

    Pyongyang baru mengonfirmasi soal pengerahan pasukan untuk mendukung Rusia dalam perang melawan Ukraina pada bulan April, dan mengakui bahwa tentara-tentaranya telah gugur dalam pertempuran.

    Sejak saat itu, pemimpin Korut Kim Jong Un telah bertemu dengan keluarga para tentara yang gugur dalam pertempuran bersama Rusia melawan Ukraina. Sang pemimpin tertinggi Korut itu menyampaikan belasungkawa atas “rasa sakit yang tak tertahankan” yang merasa rasakan.

    Media pemerintah Korut merilis foto-foto Kim Jong Un yang emosional memeluk seorang tentara yang kembali dengan selamat dari Rusia. Tentara yang tampak kewalahan itu membenamkan wajahnya di dada sang pemimpin Korut ketika dia dipeluk.

    Dalam foto-foto lainnya, Kim Jong Un terlihat sedang berlutut di depan potret tentara Korut yang gugur untuk memberikan penghormatan dan meletakkan medali serta bunga di samping gambar-gambar para prajurit yang gugur.

    Korut dan Rusia juga menandatangani kesepakatan militer tahun lalu, termasuk klausul pertahanan bersama, dalam kunjungan langka Presiden Vladimir Putin ke Pyongyang.

    Tonton juga Video: Korut Pamer Aksi Militer saat Bantu Rusia Lawan Ukraina

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)