kab/kota: Pyongyang

  • AS hingga Korsel Serukan Korut Tarik Pasukan dari Rusia

    AS hingga Korsel Serukan Korut Tarik Pasukan dari Rusia

    Jakarta

    Korea Utara (Korut) mengirimkan 10 ribuan pasukan Pyongyang ke medan tempur membantu Rusia melawan pasukan Ukraina. Merespons hal ini, Pimpinan pertahanan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) menyerukan agar Korut menarik pasukannya dari Rusia.

    Dilansir AFP, Kamis (31/10/2024), Rusia dan Korut telah memperdalam aliansi politik dan militer selama perang bergulir. Namun, mengirim pasukan Pyongyang ke medan tempur melawan pasukan Kyiv akan menimbulkan eskalasi signifikan sehingga memicu kekhawatiran internasional yang meluas.

    “Saya menyerukan kepada mereka untuk menarik pasukan mereka dari Rusia,” kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di Pentagon. Hadir pula Menteri Pertahanan Korsel Kim Yong-hyun, di sampingnya.

    Austin mengatakan Amerika Serikat akan terus bekerja dengan sekutu dan mitra untuk mencegah Rusia menggunakan pasukan tersebut dalam pertempuran.

    Sementara itu, Kim mengatakan dia yakin pengerahan pasukan Korea Utara “dapat mengakibatkan meningkatnya ancaman keamanan di semenanjung Korea.”

    Hal tersebut lantaran “kemungkinan besar” Pyongyang akan meminta transfer teknologi dari Rusia untuk membantu program persenjataannya “termasuk senjata nuklir taktis, rudal balistik antarbenua, dan satelit pengintaian–sebagai imbalan atas pengerahan pasukannya,” katanya.

    Namun dia tidak mengumumkan perubahan pada kebijakan lama Seoul yang melarangnya menjual senjata ke zona konflik aktif termasuk Ukraina. Seperti diketahui, AS dan Ukraina sebelumnya meminta Korsel mempertimbangkan kebijakan tersebut.

    Pentagon mengatakan pada hari sebelumnya bahwa “sejumlah kecil” pasukan Korea Utara telah dikerahkan di wilayah Kursk Rusia, tempat pasukan Ukraina telah melakukan serangan darat sejak Agustus.

    Gedung Putih mengatakan bahwa pasukan Pyongyang akan menjadi “target militer yang sah” jika mereka berperang melawan Ukraina.

    Jika pasukan Korea Utara “bertempur bersama tentara Rusia dalam konflik ini dan menyerang tentara Ukraina, tentara Ukraina berhak untuk membela diri,” kata Austin.

    Mereka akan menjadi “pihak yang berperang bersama, dan Anda punya banyak alasan untuk percaya bahwa… mereka akan terbunuh dan terluka akibat pertempuran,” tambahnya.

    Pyongyang membantah telah mengirim pasukan ke Rusia, tetapi wakil menteri luar negerinya mengatakan bahwa jika pengerahan semacam itu terjadi, itu akan sejalan dengan norma-norma global.

    Korea Utara dan Rusia sama-sama dikenai sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pyongyang dijatuhkan sanksi atas program senjata nuklirnya, sementara Moskow atas perang Ukraina.

    Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui berada di Moskow pada hari Rabu untuk mengadakan pembicaraan “strategis” dengan mitranya dari Rusia Sergei Lavrov, sementara Wang Yi selaku diplomat tertinggi untuk Tiongkok, sekutu diplomatik utama Pyongyang, tengah membahas krisis Ukraina dengan wakil menteri luar negeri Rusia di Beijing.

    (taa/taa)

  • Utusan Kim Jong Un Tiba di Moskow, Korut Siap Berperang di Ukraina?

    Utusan Kim Jong Un Tiba di Moskow, Korut Siap Berperang di Ukraina?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Luar Negeri Korea Utara (Korut) Choe Son Hui tiba di Rusia pada Selasa (29/10/2024). Hal ini terjadi saat Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) merilis laporan bahwa Pyongyang mengirimkan pasukan untuk membantu Moskow dalam perang Ukraina.

    Dalam laporan media resmi Rusia, TASS, Choe telah tiba di kota Vladivostok di Timur Jauh Rusia. Sumber diplomatik mengatakan bahwa ‘besok Choe akan berada di Moskow’.

    Kantor berita Rusia melaporkan Choe akan mengadakan pembicaraan dengan pejabat Rusia. Namun, belum ada informasi terkait siapa pejabat yang akan ditemui Choe di Moskow, sementara Kremlin juga tidak mengkonfirmasi adanya rencana Choe bertemu dengan Presiden Vladimir Putin.

    Ketibaan Choe di Rusia sendiri terjadi saat Washington dan Seoul melaporkan bahwa Korut telah mengirimkan pasukan ke perang Rusia-Ukraina. Aliansi yang dipatroni AS, NATO, mengatakan pada hari Senin bahwa ribuan pasukan Korut bergerak menuju garis depan.

    Pentagon mengkonfirmasi pada hari Selasa bahwa beberapa tentara Korut berada di wilayah Kursk, wilayah perbatasan Rusia tempat pasukan Ukraina melancarkan serangan besar pada bulan Agustus. Beberapa ribu lagi disebutkan sedang menuju ke wilayah itu.

    “Setiap pasukan Korut yang bertempur dalam perang akan menjadi ‘sasaran yang adil’ untuk serangan Ukraina. Kami tidak akan memberlakukan batasan baru pada penggunaan senjata AS oleh Ukraina jika Korut memasuki pertempuran,” ujar Pentagon dikutip Reuters.

    Di sisi lain, setelah pembicaraan dengan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol pada hari Selasa, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa langkah-langkah Korut membawa perang ke babak baru.

    “Perang ini menjadi internasional, meluas melampaui dua negara. Kami sepakat untuk memperkuat pertukaran intelijen dan keahlian, mengintensifkan kontak di semua tingkatan, terutama yang tertinggi, untuk mengembangkan strategi tindakan dan tindakan balasan guna mengatasi eskalasi ini,” tambah Zelensky di X.

    “Yoon memberi tahu Zelensky bahwa jika Korut menerima bantuan dari Rusia dan mampu memperoleh pengalaman dan pengetahuan militer dari keterlibatannya dalam perang, hal itu akan menimbulkan ‘ancaman besar’ bagi keamanan Korsel,” kata kantornya.

    Korsel mengatakan akan mulai memasok senjata ke Ukraina jika pasukan Korut bergabung dalam perang Rusia. Sejauh ini, Presiden Rusia Putin tidak membantah keberadaan pasukan Korut di negara itu.

    Dalam kesempatan yang berbeda, peran apa yang mungkin dimainkan oleh pasukan Korut masih belum jelas. Pentagon mengatakan indikasi awal adalah bahwa Rusia mungkin menempatkan mereka dalam peran infanteri.

    “Kami tetap khawatir bahwa Rusia bermaksud menggunakan tentara-tentara ini dalam pertempuran atau untuk mendukung operasi tempur melawan pasukan Ukraina di Kursk,” kata juru bicara Pentagon Mayor Jenderal Patrick Ryder kepada wartawan.

    Lembaga pemikir Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan jumlah pasukan Korut yang terlibat ‘membuat ini lebih dari sekadar upaya simbolis’.

    “Namun, pasukan tersebut kemungkinan akan berperan sebagai pendukung dan jumlahnya kurang dari 1% dari pasukan Rusia,” katanya.

    “Rusia sangat membutuhkan tenaga kerja tambahan, dan ini adalah salah satu elemen upaya Rusia untuk mengisi jajaran tanpa mobilisasi kedua,” tambahnya, seraya mencatat kehadiran tersebut dapat bertambah.

    (luc/luc)

  • Kerja Sama Militer Rusia-Korut Ancam Keamanan Global

    Kerja Sama Militer Rusia-Korut Ancam Keamanan Global

    Seoul

    Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol menyebut peningkatan kerja sama militer antara Rusia dan Korea Utara (Korut) menjadi ancaman keamanan global yang besar. Hal itu disampaikan setelah Amerika Serikat (AS), sekutu Korsel, menuduh Korut mengirimkan 10.000 tentaranya untuk berlatih di Rusia.

    “Seiring dengan berlanjutnya perang di Ukraina yang sudah memasuki tahun ketiga, Korea Utara telah melakukan lebih dari sekadar memasok senjata ke Rusia dan bahkan telah mengerahkan pasukan,” ucap Yoon dalam pernyataan yang dirilis kantor kepresidenan Korsel, seperti dilansir AFP, Selasa (29/10/2024).

    Badan mata-mata Seoul sebelumnya melaporkan bahwa Pyongyang telah mengirimkan ribuan tentaranya, termasuk pasukan khusus elite, ke Rusia. Pada Senin (28/10), Washington melaporkan bahwa 10.000 tentara Korut saat ini sedang berlatih di wilayah Rusia.

    “Kerja sama militer ilegal antara Rusia dan Korea Utara merupakan ancaman keamanan yang signifikan bagi komunitas internasional dan dapat menimbulkan risiko serius terhadap keamanan nasional kita,” sebut Yoon.

    “Kita harus benar-benar memeriksa semua kemungkinan dan mempersiapkan langkah-langkah penanggulangan,” cetusnya.

    Ditambahkan oleh Yoon bahwa “langkah-langkah akan diambil secara aktif selangkah demi selangkah” tergantung pada kemajuan kerja sama militer Rusia-Korut.

    Kerja sama kedua negara itu, menurut Yoon, “secara fundamental mengguncang tatanan internasional yang berdasarkan aturan dan mengancam perdamaian di Semenanjung Korea dan secara global”.

  • Korut Sebut Penyelidikan Buktikan Korsel Kirim Drone ke Pyongyang

    Korut Sebut Penyelidikan Buktikan Korsel Kirim Drone ke Pyongyang

    Pyongyang

    Media pemerintah Korea Utara (Korut) mengungkapkan bahwa penyelidikan telah “membuktikan” militer Korea Selatan (Korsel) mengirimkan drone ke Pyongyang, ibu kota Korut untuk menyebarkan selebaran propaganda. Korut menyebut pengiriman drone oleh Korsel itu sebagai pelanggaran kedaulatan.

    Otoritas Pyongyang sebelumnya menuduh Seoul mengirimkan drone ke wilayah udaranya sebanyak tiga kali. Tuduhan itu dibantah keras oleh militer Korsel.

    Kementerian Pertahanan Korut, seperti dilaporkan kantor berita Korean Central News Agency (KCNA) dan dilansir AFP, Senin (28/10/2024), membongkar modul kontrol dari puing-puing “drone musuh” yang jatuh di wilayahnya dan menganalisis rencana dan catatan penerbangannya.

    “Analisis itu membuktikan bahwa drone milik para gangster militer ROK (Republik Korea atau Korsel-red)… menyusup ke ibu kota DPRK,” sebut KCNA dalam laporannya, merujuk pada nama resmi Korut, Republik Demokratik Rakyat Korea.

    Grafik yang dipublikasikan KCNA menunjukkan rute penerbangan drone tersebut dimulai dari Pulau Baengnyeong di Korsel dan mendarat di Pyongyang setelah melintasi laut barat Semenanjung Korea.

    Pulau Baengnyeong merupakan pulau perbatasan paling barat di Korsel dan lebih dekat ke Pyongyang dibandingkan Seoul.

    “Juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional menekankan sekali lagi bahwa peringatan terakhir terhadap provokasi politik dan militer yang berbahaya dan sembrono, yang dilakukan oleh para gangster militer ROK yang melampaui batas kesabaran, telah disampaikan,” tegas KCNA dalam laporannya.

  • Korut Bantah Kirim Tentara ke Rusia untuk Berperang di Ukraina

    Korut Bantah Kirim Tentara ke Rusia untuk Berperang di Ukraina

    New York

    Korea Utara (Korut) membantah laporan yang menyebut pihaknya mengirimkan tentara ke Rusia untuk mendukung sekutunya itu dalam perang di Ukraina. Pyongyang menyebut klaim yang dilontarkan Korea Selatan (Korsel), negara tetangganya, sebagai “rumor yang tidak berdasar”.

    Badan intelijen Korsel, pada Jumat (18/10), menyebut Korut telah mengirimkan pasukan dalam “skala besar” untuk membantu Rusia. Seoul mengklaim sekitar 1.500 tentara dari pasukan khusus Korut sudah berada di Rusia untuk pelatihan dan penyesuaian diri, dan akan segera dikirimkan ke garis depan pertempuran di Ukraina.

    Perwakilan Korut di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seperti dilansir AFP, Selasa (22/10/2024), menegaskan negaranya tidak pernah mengirimkan tentara ke Rusia untuk membantu Moskow bertempur melawan Kyiv.

    “Mengenai apa yang disebut sebagai kerja sama militer dengan Rusia, delegasi saya tidak merasa perlu mengomentari rumor stereotip yang tidak berdasar tersebut,” tegas salah satu perwakilan Korut dalam PBB, yang tidak disebut namanya, saat berbicara dalam Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat (AS).

    Perwakilan Korut itu menyebut klaim yang dilontarkan Korsel baru-baru ini “bertujuan untuk mencoreng citra DPRK (Republik Demokratik Rakyat Korea – nama resmi Korut) dan merusak hubungan yang sah, bersahabat, dan kooperatif antara dua negara yang berdaulat”.

    Pyongyang dan Moskow semakin menjalin hubungan erat sejak Rusia melancarkan invasi terhadap Ukraina pada tahun 2022 lalu.

    Seoul dan sekutunya, AS, mengklaim pemimpin Korut Kim Jong Un telah mengirimkan pasokan senjata ke Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina. Klaim ini juga telah dibantah oleh Pyongyang.

    Soal laporan pengiriman pasukan Korut, Rusia tidak mengonfirmasi juga tidak membantahnya. Dalam pernyataannya, Moskow membela kerja sama militer dengan Pyongyang.

    Sementara itu, Korsel baru saja memanggil Duta Besar Rusia di Seoul, Georgiy Zinoviev, pada Senin (21/10) untuk menyampaikan kritikan atas keputusan Korut mengirimkan tentaranya untuk mendukung perang Rusia di Ukraina. Otoritas Seoul menyerukan penarikan segera tentara-tentara Korut itu.

    Kepada Zinoviev, menurut Kementerian Luar Negeri Korsel, Wakil Menteri Luar Negeri Kim Hong Kyun menyatakan “kekhawatiran besar Seoul mengenai pengiriman pasukan Korea Utara ke Rusia baru-baru ini dan sangat mendesak penarikan segera pasukan Korea Utara dan penghentian kerja sama terkait”.

    Kim Hong Kyun mengingatkan Zinoviev bahwa pengiriman senjata dan pasukan oleh Korut ke Rusia untuk berperang di Ukraina “merupakan ancaman keamanan yang signifikan tidak hanya bagi Korea Selatan tapi juga bagi komunitas internasional”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Sejuta Anak Muda Korut Siap Tempur Lawan Korsel

    Sejuta Anak Muda Korut Siap Tempur Lawan Korsel

    Jakarta

    Satu juta anak muda Korea Utara (Korut) bersiap tempur melawan Korea Selatan (Korsel). Anak muda itu telah mendaftar untuk bergabung dengan militer sepanjang pekan ini.

    Dilansir AFP, Rabu (16/10/2024), hal ini terjadi di tengah memanasnya Semenanjung Korea setelah Pyongyang menuduh militer Korsel mengirimkan sejumlah drone ke wilayahnya.

    “Jutaan anak muda ikut serta dalam perjuangan nasional untuk memusnahkan sampah Korea Selatan yang melakukan provokasi serius dengan melanggar kedaulatan DPRK melalui infiltrasi drone,” demikian dilaporkan Korean Central News Agency (KCNA), seperti dilansir AFP.

    DPRK merupakan kependekan dari Republik Demokratik Rakyat Korea, nama resmi Korut.

    Dilaporkan oleh KCNA bahwa lebih dari 1,4 juta pemuda, yang mencakup para pejabat liga pemuda serta para pemuda dan pelajar di seluruh Korut, secara sukarela bergabung atau bergabung kembali dengan Tentara Rakyat Korea pada tanggal 14 Oktober dan 15 Oktober waktu setempat.

    Korut memiliki masa wajib militer yang panjang bagi semua laki-laki di negaranya, dan sebelumnya mengklaim soal adanya gelombang patriotik dalam wajib militer yang terjadi saat ketegangan meninggi dengan Korsel dan Amerika Serikat (AS).

    Sementara itu, pada Selasa (15/10), Korut meledakkan ruas jalanan dan jalur kereta simbolis di perbatasan yang menghubungkan kedua Korea setelah memperingatkan pengerahan drone-drone lebih lanjut akan dianggap sebagai deklarasi perang.

    Baca selengkapnya di halaman selanjutnya>>

    Pyongyang juga memerintahkan tentara-tentaranya di perbatasan untuk bersiap menembak.

    Seoul awalnya membantah telah mengirimkan drone, namun Pyongyang mengklaim ada ‘bukti jelas’ yang menunjukkan keterlibatan negara tetangganya tersebut. Drone-drone yang mengudara dari wilayah Korsel itu dilaporkan menyebarkan selebaran propaganda antirezim di ibu kota Korut.

    Meskipun masih belum jelas soal siapa dalang utama di balik pengerahan drone ke Korut itu, para aktivis Korsel sudah sejak lama menerbangkan balon-balon yang membawa selebaran antirezim Pyongyang hingga melintasi perbatasan.

    Taktik semacam itu memicu kemarahan Korut dan direspons dengan membombardir Korsel dengan balon-balon berisi sampah.

    Otoritas Korsel yang ada di area-area dekat perbatasan dengan Korut mengambil langkah untuk mencegah para aktivis meluncurkan balon melintasi perbatasan.

    Untuk melindungi warganya, menurut seorang pejabat pemerintah Provinsi Gyeonggi, otoritas setempat akan menetapkan Yeoncheon, Gimpo dan Paju sebagai ‘zona berbahaya khusus di mana siapa pun yang mencoba mengirimkan selebaran ke Korea Utara bisa dikenai penyelidikan kriminal’.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/fas)

  • Sejuta Anak Muda Korut Siap Tempur Lawan Korsel

    Siap Perang dengan Korsel, Sejuta Pemuda Korut Gabung Militer!

    Pyongyang

    Korea Utara (Korut) mengklaim lebih dari 1 juta pemuda di wilayahnya telah mendaftar untuk bergabung dengan militer sepanjang pekan ini. Ini terjadi di tengah memanasnya Semenanjung Korea setelah Pyongyang menuduh militer Korea Selatan (Korsel) mengirimkan sejumlah drone ke wilayahnya.

    “Jutaan anak muda ikut serta dalam perjuangan nasional untuk memusnahkan sampah Korea Selatan yang melakukan provokasi serius dengan melanggar kedaulatan DPRK melalui infiltrasi drone,” demikian dilaporkan Korean Central News Agency (KCNA), seperti dilansir AFP, Rabu (16/10/2024).

    DPRK merupakan kependekan dari Republik Demokratik Rakyat Korea, nama resmi Korut.

    Dilaporkan oleh KCNA bahwa lebih dari 1,4 juta pemuda, yang mencakup para pejabat liga pemuda serta para pemuda dan pelajar di seluruh Korut, secara sukarela bergabung atau bergabung kembali dengan Tentara Rakyat Korea — nama resmi militer Korut — pada tanggal 14 Oktober dan 15 Oktober waktu setempat.

    Korut memiliki masa wajib militer yang panjang bagi semua laki-laki di negaranya, dan sebelumnya mengklaim soal adanya gelombang patriotik dalam wajib militer yang terjadi saat ketegangan meninggi dengan Korsel dan Amerika Serikat (AS).

    Sementara itu, pada Selasa (15/10), Korut meledakkan ruas jalanan dan jalur kereta simbolis di perbatasan yang menghubungkan kedua Korea setelah memperingatkan pengerahan drone-drone lebih lanjut akan dianggap sebagai deklarasi perang.

    Pyongyang juga memerintahkan tentara-tentaranya di perbatasan untuk bersiap menembak.

    Seoul awalnya membantah telah mengirimkan drone, namun Pyongyang mengklaim ada “bukti jelas” yang menunjukkan keterlibatan negara tetangganya tersebut. Drone-drone yang mengudara dari wilayah Korsel itu dilaporkan menyebarkan selebaran propaganda antirezim di ibu kota Korut.

    Meskipun masih belum jelas soal siapa dalang utama di balik pengerahan drone ke Korut itu, para aktivis Korsel sudah sejak lama menerbangkan balon-balon yang membawa selebaran antirezim Pyongyang hingga melintasi perbatasan.

    Taktik semacam itu memicu kemarahan Korut dan direspons dengan membombardir Korsel dengan balon-balon berisi sampah.

    Otoritas Korsel yang ada di area-area dekat perbatasan dengan Korut mengambil langkah untuk mencegah para aktivis meluncurkan balon melintasi perbatasan.

    Untuk melindungi warganya, menurut seorang pejabat pemerintah Provinsi Gyeonggi, otoritas setempat akan menetapkan Yeoncheon, Gimpo dan Paju sebagai “zona berbahaya khusus di mana siapa pun yang mencoba mengirimkan selebaran ke Korea Utara bisa dikenai penyelidikan kriminal”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kim Jong Un Ancam Gunakan Senjata Nuklir Jika Negaranya Diserang!

    Kim Jong Un Ancam Gunakan Senjata Nuklir Jika Negaranya Diserang!

    Jakarta

    Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengingatkan bahwa pasukannya akan menggunakan senjata nuklir “tanpa ragu-ragu” jika wilayah Pyongyang diserang oleh Korea Selatan dan sekutunya, Amerika Serikat.

    “Jika musuh… mencoba menggunakan angkatan bersenjata yang melanggar kedaulatan DPRK… DPRK akan menggunakan tanpa ragu-ragu semua kekuatan ofensif yang dimilikinya, termasuk senjata nuklir,” lapor kantor berita milik pemerintah Korut, KCNA mengutip pernyataan Kim, dilansir AFP, Jumat (4/10/2024). DPRK adalah akronim untuk nama resmi Korea Utara.

    KCNA melaporkan bahwa hal itu disampaikan Kim saat melakukan inspeksi ke pangkalan pelatihan militer pasukan khusus di sebelah barat Pyongyang, ibu kota Korut.

    Pernyataan itu muncul setelah Korea Selatan menggelar parade militer awal minggu ini, dan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol mengancam “berakhirnya rezim Korea Utara” jika Pyongyang menggunakan senjata nuklir.

    “Jika Korea Utara mencoba menggunakan senjata nuklir, mereka akan menghadapi respons yang tegas dan luar biasa dari militer kami dan aliansi AS dan Republik Korea,” kata Yoon.

    “Hari itu akan menjadi akhir rezim Korea Utara,” imbuhnya, saat berpidato di hadapan ribuan anggota militer yang berkumpul di Pangkalan Udara Seoul untuk menghadiri acara tersebut.

    Menanggapi pernyataan tersebut, Kim Jong Un menyebut pemimpin Korea Selatan itu sebagai “boneka” dan “orang yang tidak normal”, KCNA melaporkan.

    Lihat Video ‘Momen Kim Jong Un Pamer Fasilitas Pembuatan Bom Nuklir’:

    Pernyataan Kim juga merujuk pada aliansi Korea Selatan dengan Amerika Serikat, yang merupakan mitra militer utamanya.

    Diketahui bahwa puluhan ribu tentara AS ditempatkan di Korea Selatan.

    Korea Selatan tidak memiliki senjata nuklir sendiri dan dilindungi oleh senjata nuklir AS.

    Sebelumnya, Pyongyang telah menetapkan Korea Selatan sebagai “musuh utama” dan menyatakan dirinya sebagai kekuatan senjata nuklir yang “tidak dapat diubah”.

    Korea Utara telah lama mengabaikan sanksi-sanksi PBB, sebagian berkat dukungan dari sekutunya, Rusia dan China.

    Lihat juga Video ‘Momen Kim Jong Un Pamer Fasilitas Pembuatan Bom Nuklir’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Balon Sampah Korut Picu Kebakaran Atap Gedung di Korsel

    Balon Sampah Korut Picu Kebakaran Atap Gedung di Korsel

    Jakarta

    Sebuah balon sampah dari Korea Utara mendarat di atap sebuah gedung di Seoul, ibu kota Korea Selatan dan menyebabkan kebakaran. Insiden ini terjadi di antara ribuan balon sampah yang telah dikirim Korut ke Korsel sepanjang tahun ini, yang memicu kampanye propaganda balasan.

    “Sekitar pukul 9:04 malam (1204 GMT) pada hari Minggu, kebakaran terjadi di atap sebuah gedung komersial empat lantai di distrik Barat Seoul,” kata Kantor Pemadam Kebakaran Gangseo, Seoul dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Senin (16/9/2024).

    Api berhasil dipadamkan dalam waktu 18 menit dan 15 mobil pemadam kebakaran serta 56 personel dikerahkan, kata pemadam kebakaran, seraya menambahkan tidak ada korban jiwa.

    Militer Korea Selatan mengatakan pada Senin (16/9), Pyongyang meluncurkan sekitar 120 balon berisi sampah ke perbatasan pada Minggu malam, menyusul 50 balon sampah yang dikirim pada Sabtu lalu.

    Sekitar 40 balon telah mendarat di Korea Selatan, terutama di provinsi Gyeonggi dan Seoul, kata Kepala Staf Gabungan Korsel (JCS).

    Kantong-kantong yang diikatkan pada balon-balon itu berisi “sebagian besar sampah kertas dan plastik”, kata JCS, seraya menambahkan bahwa balon-balon itu tidak menimbulkan risiko keselamatan bagi masyarakat.

    Korea Utara telah mengirim lebih dari 5.000 balon berisi sampah ke selatan sejak Mei lalu. Korut mengatakan bahwa balon-balon itu merupakan balasan atas balon-balon propaganda yang diluncurkan oleh para aktivis Korea Selatan.

    Sebagai tanggapan, Seoul telah menangguhkan kesepakatan militer untuk mengurangi ketegangan dengan Pyongyang, dan memulai kembali beberapa siaran propaganda dari pengeras suara di sepanjang perbatasan.

    “Beberapa balon sampah Korea Utara memiliki pengatur waktu termal yang berpotensi menyebabkan kebakaran jika tidak terpisah dengan benar saat kabel pemanas diaktifkan, yang berfungsi untuk melepaskan balon dari muatannya,” kata juru bicara JCS, Lee Chang-hyun kepada wartawan.

    Lee juga mengatakan “menembak jatuh balon di udara meningkatkan risiko jatuhnya puing atau material berbahaya, jadi untuk saat ini, pendekatan yang dianggap paling aman adalah mengumpulkannya dengan cepat setelah jatuh secara alami”.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Korut Tembakkan Rudal Balistik Jarak Pendek, Jatuh ke Laut Timur

    Korut Tembakkan Rudal Balistik Jarak Pendek, Jatuh ke Laut Timur

    Jakarta

    Korea Utara (Korut) menembakkan sejumlah rudal balistik jarak pendek ke perairan timur semenanjung Korea hari ini. Hal itu terjadi setelah beberapa hari Korut dilaporkan memperingati hari jadi negara itu.

    Dilansir AFP, Kamis (12/9/2024), Kepala Staf Gabungan Seoul mengatakan pihaknya telah mendeteksi beberapa “rudal balistik jarak pendek yang diluncurkan ke Laut Timur sekitar pukul 07:10 dari Pyongyang hari ini (Rabu 22.10 GMT),” mengacu pada perairan yang juga dikenal sebagai Laut Jepang.

    Dikatakan pihaknya sedang menganalisis rincian peluncuran tersebut dan “berbagi informasi mengenai rudal balistik Korea Utara dengan pihak berwenang AS dan Jepang, sambil memperkuat pengawasan dan kewaspadaan dalam persiapan untuk peluncuran lebih lanjut”.

    Respons Pemerintah Jepang

    Kementerian Pertahanan Jepang juga mengkonfirmasi peluncuran setidaknya satu rudal balistik Korea Utara. Pemerintah Jepang juga memperingatkan penjaga pantai dan kapal-kapal untuk berhati-hati.

    Ini adalah uji coba senjata pertama yang dilakukan Pyongyang sejak 1 Juli, dan terjadi beberapa hari setelah negara terisolasi dan bersenjata nuklir itu merayakan ulang tahun penting berdirinya rezim yang berkuasa.

    Diketahui, Korea Utara secara teratur meluncurkan rudal sekitar tanggal 9 September, hari pendiriannya, termasuk melakukan uji coba nuklir kelima pada hari yang sama pada tahun 2016. Uji coba nuklir keenam di negara itu dilakukan pada 3 September 2017.

    “Korea Utara akan terus memperkuat kekuatan nuklirnya yang mampu sepenuhnya mengatasi setiap tindakan ancaman yang dilakukan oleh negara-negara saingannya yang mempunyai senjata nuklir,” kata Kim Jong Un kala itu.

    (zap/yld)