kab/kota: Pyongyang

  • Trump Sebut Keterlibatan Korut di Perang Rusia-Ukraina Bikin Runyam

    Trump Sebut Keterlibatan Korut di Perang Rusia-Ukraina Bikin Runyam

    Jakarta, CNN Indonesia

    Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump menyebut keterlibatan Korea Utara dalam perang Rusia vs Ukraina telah membuat situasi di sana semakin pelik.

    Dalam wawancara dengan majalah TIME, Trump menyebut kehadiran pasukan Korea Utara di Rusia merupakan faktor yang memperumit perang.

    “Ketika Korea Utara terlibat, itu adalah elemen lain yang merupakan faktor yang sangat rumit,” kata Trump dalam wawancara yang diterbitkan Kamis (12/12), seperti dikutip Korea Herald.

    Trump bicara demikian saat mengomentari perkembangan perang Rusia dan Ukraina serta ketidakstabilan kawasan Timur Tengah.

    Pada kesempatan itu, ia memberi sinyal bahwa di bawah pemerintahannya, Korea Utara akan lebih tenang. Sebab, ia memiliki hubungan yang baik dengan pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un.

    “Saya tahu Kim Jong Un, saya akrab dengan Kim Jong Un. Saya mungkin satu-satunya orang yang pernah berurusan dengannya,” ujar Trump.

    Pasca terpilihnya Trump sebagai Presiden AS, ada spekulasi yang beredar bahwa Trump akan berusaha menghidupkan kembali diplomasi pribadinya dengan Kim Jong Un.

    Kendati begitu, masih belum pasti apakah Pyongyang dapat sejalan dengan Washington karena saat ini Korut menjalin hubungan yang begitu erat dengan Rusia, rival bebuyutan AS.

    Ada spekulasi pula bahwa di bawah kepemimpinan Trump, AS akan mendesak Ukraina menyerahkan sebagian wilayahnya kepada Rusia guna mengakhiri perang yang telah berlangsung sejak Februari 2022 itu.

    Trump juga diduga akan menghentikan pasokan-pasokan militer Washington ke Kyiv.

    Dalam wawancara dengan TIME, Trump sempat mengomentari penggunaan rudal jarak jauh AS oleh Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia. Ia menegaskan dirinya “sangat tidak setuju dengan penembakan rudal ratusan mil ke Rusia.”

    “Mengapa kita melakukan itu? Kita hanya meningkatkan perang ini dan memperburuknya,” ucapnya.

    Saat ditanya apakah dengan ini AS akan meninggalkan Ukraina, ia membantah. Trump menyatakan dirinya akan menggunakan dukungan AS untuk Ukraina sebagai pengaruh terhadap Rusia dalam merundingkan akhir perang.

    “Saya ingin mencapai kesepakatan. Dan satu-satunya cara untuk mencapai kesepakatan adalah dengan tidak meninggalkan,” pungkas Trump.

    (blq/dna)

  • AS Tuduh Warga Korut Susupi Perusahaan Washington, Curi Data Rahasia

    AS Tuduh Warga Korut Susupi Perusahaan Washington, Curi Data Rahasia

    Jakarta, CNN Indonesia

    Amerika Serikat mengeklaim Korea Utara menyusupkan warga mereka ke perusahaan-perusahaan di AS, untuk mencuri informasi rahasia yang kemudian digunakan untuk pemerasan.

    Uang hasil peras tersebut diduga dipakai untuk membiayai program persenjataan Pyongyang.

    Kementerian Luar Negeri AS menyatakan sekitar 130 pekerja asal Korea Utara bekerja di perusahaan teknologi informasi (IT) dan nirlaba AS dari 2017 hingga 2023. Mereka setidaknya telah meraup $88 juta (sekitar Rp1,4 triliun) yang digunakan Korut untuk membiayai senjata pemusnah massal.

    Perwakilan Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York belum memberikan komentar mengenai hal ini.

    Kemlu AS sementara itu sedang mencari informasi dari dua perusahaan Korut yang dijatuhi sanksi, yakni Yanbian Silverstar Network Technology dan Volasys Silverstar. Dua perusahaan yang masing-masing berbasis di China dan Rusia tersebut dikatakan menangani para pekerja.

    Kementerian Kehakiman AS secara terpisah juga mengumumkan dakwaan terhadap 14 warga Korea Utara yang dituduh bekerja di perusahaan-perusahaan AS menggunakan identitas palsu.

    Para pekerja diduga beroperasi dari luar AS untuk mencuri informasi sensitif perusahaan, salah satunya kode sumber komputer milik perusahaan, dan mengancam akan membocorkannya kecuali jika perusahaan membayar tebusan.

    Ke-14 orang tersebut kini didakwa dengan sejumlah tuduhan di antaranya penipuan daring, pencucian uang, dan pencurian identitas.

    “Untuk mendukung rezimnya yang brutal, pemerintah Korea Utara mengarahkan pekerja IT untuk mendapatkan pekerjaan melalui penipuan, mencuri informasi sensitif dari perusahaan-perusahaan AS, dan menyedot uang kembali ke Korut,” kata Wakil Jaksa Agung AS Lisa Monaco dalam sebuah pernyataan.

    Sebagian besar terdakwa diyakini berada di Korea Utara. Oleh sebab itu, Kementerian Luar Negeri AS menawarkan hadiah $5 juta (sekitar Rp80 miliar) bagi siapa pun yang bisa memberikan informasi mengenai para tersangka.

    Seorang pembelot Korea Utara yang ahli di bidang IT pernah mengaku kepada Reuters pada November 2023 bahwa di Korut, ia akan mencoba untuk mendapatkan pekerjaan dan membuat profil media sosial palsu untuk mendapatkan lebih banyak pekerjaan.

    (blq/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • Komentari Darurat Militer di Selatan, Media Korea Utara: Tindakan Putus Asa dan Kehancuran Yoon Suk Yeol!

    Komentari Darurat Militer di Selatan, Media Korea Utara: Tindakan Putus Asa dan Kehancuran Yoon Suk Yeol!

    ERA.id – Kantor media pemerintah Korea Utara (KCNA) mengomentari situasi terkini di Korea Selatan pasca pengumuman darurat militer. Media Korea Utara mengatakan keputusan itu sebagai bentuk putus asa dan kehancuran Presiden Yoon Suk-yeol.

    KCNA menyebutkan bahwa situasi Korea Selatan diselimuti dengan kekacauan setelah Presiden Yoon Suk-yeol mengumumkan darurat militer. Ia menyebut Yoon sebagai boneka yang menyebabkan kekacauan di seluruh Korea Selatan.

    “Insiden mengejutkan dari boneka Yoon Suk Yeol, yang menghadapi pemakzulan dan krisis pemerintahan, tiba-tiba mendeklarasikan darurat militer dan tanpa ragu menggunakan senjata dan pisau dari kediktatoran fasis menyebabkan kekacauan di seluruh Korea Selatan,” kata KCNA dalam pernyataan.

    Dalam komentar tersebut, KCNA juga menyoroti sikap Yoon yang secara tiba-tiba mengumumkan darurat militer. Hal ini mereka sebut sebagai tindakan putus asa dan kehancuran politik Yoon dalam waktu cepat.

    “Para komentator menggambarkan deklarasi darurat militer yang dilakukan Yoon secara tiba-tiba sebagai tindakan putus asa dan kehidupan politik Yoon Suk Yeol bisa berakhir lebih awal,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, KCNA juga menekankan bahwa komunitas internasional sedang memantau ketat situasi yang terjadi di Korea Selatan.

    “Komunitas internasional mengawasi dengan ketat, dengan penilaian bahwa insiden darurat militer mengungkap kerentanan dalam masyarakat Korea Selatan,” pungkasnya.

    Komentar ini menjadi yang pertama dikeluarkan dari pihak Korea Utara sejak deklarasi darurat militer disampaikan oleh Yoon Suk-yeol pada 3 Desember lalu. Meski hanya berlaku selama enam jam, Yoon ditetapkan sebagai tersangka dan dicekal untuk pergi ke luar negeri.

    Hubungan antar-Korea belakangan menegang setalah Utara mengirimkan balon-balon berisi sampah pada Mei lalu. Hal ini disebut sebagai balasan propaganda anti-Pyongyang yang dikirim ke Korea Utara oleh para aktivis.

    Mantan menteri pertahanan Korea Selatan Kim Yong-hyun, yang ditangkap pada hari Selasa (10/12), telah dituduh oleh partai-partai oposisi menyerukan serangan terhadap lokasi dimana Korea Utara meluncurkan balon-balon yang membawa sampah, sebuah perintah yang dilaporkan ditolak oleh bawahannya.

    Dia juga diduga memerintahkan pengiriman drone ke ibu kota Korea Utara, Pyongyang, sebagai upaya untuk memprovokasi konflik sebagai dalih untuk mengumumkan darurat militer.

    Sementara itu, Yoon selamat dari mosi pemakzulan di parlemen pada hari Sabtu (7/12) bahkan ketika puluhan ribu warga Korea Selatan menantang suhu dingin di luar untuk menuntut penggulingannya.

    Pihak oposisi berencana untuk mengajukan mosi lain untuk memakzulkan Yoon dalam pemungutan suara pada hari Sabtu.

  • Gempar Darurat Militer Korsel, Korut Bilang Gini

    Gempar Darurat Militer Korsel, Korut Bilang Gini

    Pyongyang

    Korea Utara (Korut) mengomentari darurat militer singkat yang ditetapkan oleh negara tetangganya, Korea Selatan (Korsel), pekan lalu. Media pemerintah Korut menyebut Korsel berada dalam “kekacauan” setelah pemberlakuan darurat militer singkat oleh Presiden Yoon Suk Yeol.

    Ulasan media pemerintah Korut soal darurat militer Korsel itu, seperti dilansir AFP, Rabu (11/12/2024), menjadi komentar pertama yang diberikan Pyongyang mengenai pergolakan politik yang dialami negara tetangganya.

    Yoon menangguhkan pemerintahan sipil dengan menetapkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam pekan lalu, yang diwarnai pengerahan pasukan dan helikopter militer ke gedung parlemen. Darurat militer itu hanya berlangsung enam jam setelah mayoritas anggota parlemen mendesak Yoon mencabutnya.

    “Insiden mengejutkan dari boneka Yoon Suk Yeol, yang menghadapi pemakzulan dan krisis pemerintahan, tiba-tiba mengumumkan dekrit darurat militer dan tanpa ragu menggunakan senjata dan pisau dari kediktatoran fasis yang menyebabkan kekacauan di seluruh Korea Selatan,” demikian ulasan media pemerintah Korut.

    “Komunitas internasional menyaksikan dengan saksama. dengan penilaian bahwa insiden darurat militer mengungkap kerentanan dalam masyarakat Korea Selatan,” imbuh media pemerintah Korut dalam komentarnya.

    “Para komentator menggambarkan deklarasi darurat militer yang dilakukan Yoon secara tiba-tiba sebagai tindakan putus asa dan kehidupan politik Yoon Suk Yeol bisa berakhir lebih awal,” sebut media pemerintah Korut.

    Saat mengumumkan darurat militer pekan lalu, Yoon menyebut hal itu akan melindungi Korsel dari “ancaman yang ditimbulkan kekuatan komunis Korea Utara dan menghilangkan unsur-unsur anti-negara yang merampas kebebasan dan kebahagiaan masyarakat”.

  • PD 3 di Depan Mata? Ini Gambarannya Jika Benar-Benar Terjadi

    PD 3 di Depan Mata? Ini Gambarannya Jika Benar-Benar Terjadi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Wacana perang dunia ketiga (PD 3) masih kencang disuarakan sejumlah analis dunia. Hal ini terjadi pasca perang Rusia-Ukraina, yang akhirnya menyeret kekuatan Barat pimpinan Amerika Serikat (AS) dan Eropa dalam aliansi NATO.

    Negara-negara Eropa telah mulai diam-diam meletakkan fondasi untuk kemungkinan perang dengan Rusia. NATO pun telah menyiapkan sejumlah skenario perang, mulai dari tembak-menembak habis-habisan hingga merusak stabilitas negara lawan.

    “Rusia sedang mempersiapkan perang dengan Barat,” kata Bruno Kahl, Kepala Dinas Intelijen Luar Negeri Jerman, pada akhir November, dikutip Newsweek, dikutip Rabu (11/12/2024).

    Namun, Rusia bukanlah satu-satunya kemungkinan pemicu konflik global. Laksamana Muda pensiunan Mark Montgomery dan mantan pejabat Menteri Pertahanan AS James Anderson mengatakan bahwa setiap perang besar hampir pasti akan terjadi akibat ketegangan antara lima pemain utama yakni Rusia, China, Korea Utara (Korut), Iran, dan AS.

    Berikut sejumlah fakta dan skenario PD 3 bila benar-benar terjadi dikutip Selasa (10/12/2024).

    1. Bagaimana Perang Dunia III Bisa Mulai?

    Setiap konflik besar dapat dipicu karena ketegangan regional atas sejumlah topik yang menjadi titik api, yang paling utama adalah kekhawatiran bahwa China pada akhirnya akan melakukan invasi ke Taiwan, Rusia dapat memperluas ambisinya di luar Ukraina, atau bahwa Korea Utara atau Iran memulai konflik dengan pesaing regional.

    Anderson menyoroti negara-negara Baltik atau Polandia sebagai titik api potensial yang dapat dipicu pertentangan Rusia dengan NATO. Hal ini pun dapat secara efektif memperpanjang konflik Ukraina sekaligus memperluas cakupannya menjadi perang ‘panas’ global yang sesungguhnya.

    Sementara Timur Tengah telah mengalami kekacauan yang jauh lebih besar terkait Israel dan milisi Palestina Hamas dan perang di Suriah, Anderson tetap waspada bahwa tindakan Israel dapat menyebabkan konflik regional yang lebih luas.

    “Saya tidak berpikir Israel akan sembrono itu,” kata Anderson. “Saya pikir mereka benar-benar dibenarkan dalam menanggapi serangan rudal Iran seperti yang mereka lakukan di luar itu, saya tidak melihat bahaya besar dalam kasus khusus itu.”

    “Demikian pula, di Indo Pasifik, saya pikir para pemimpin di Taipei cukup cerdik untuk tidak melakukan sesuatu seperti tiba-tiba mendeklarasikan kemerdekaan mereka, yang akan menjadi garis merah bagi China,” tambahnya.

    Montgomery, pensiunan laksamana muda, setuju bahwa Rusia akan menjadi pemicu yang paling mungkin untuk perang yang lebih luas. Ia mencatat bahwa Moskow memiliki andil dalam konflik yang lebih kecil di negara-negara seperti Georgia dan Serbia.

    “Dia (Presiden Rusia Vladimir Putin) telah mendorong batas dengan Serbia dan Bosnia dan Republik Srpska (bagian Serbia dari Bosnia), mendorong keras untuk konflik di sana,” kata Montgomery.

    “Dia juga menekan keras Georgia dan menekan partai yang berkuasa di Georgia untuk melepaskan semakin banyak identitas UE-nya, sampai pada titik di mana dalam minggu terakhir, mereka telah mengumumkan bahwa mereka tidak lagi mengejar UE selama empat tahun lagi,” jelasnya.

    Montgomery kemudian menyebut Iran sebagai titik nyala kedua yang paling mungkin, dengan mengutip berbagai kelompok proksi dan kelompok militan yang dipersenjatai Iran, seperti Hamas, Hizbullah, dan Houthi, selain keinginan baru Teheran untuk melakukan serangan langsung terhadap Israel.

    2. Negara yang Terlibat

    Salah satu poin kesepakatan dan perhatian yang konsisten di antara para ahli strategi adalah bahwa konflik apa pun kemungkinan akan melibatkan kerja sama antara poros di luar negara Barat dan sekutu, yang meliputi Rusia, China, Korea Utara, dan Iran.

    Beijing, Pyongyang, dan Teheran telah menunjukkan kerja sama mereka dalam mendukung Rusia dengan invasinya ke Ukraina. Korea Utara bahkan telah mengerahkan pasukan ke garis depan setelah memasok amunisi ke Moskow karena persediaannya menyusut setelah dua tahun pertempuran sengit.

    Iran juga telah memasok Rusia dengan pesawat nirawak. China pun telah membeli energi Rusia untuk menjaga ekonominya agar tidak runtuh akibat sanksi Barat.

    Rusia dan China juga merupakan anggota dari dua kelompok perdagangan, blok ekonomi BRICS dan Organisasi Kerjasama Shanghai, yang telah meningkatkan hubungan ekonomi antara kedua negara meski ada sanksi Barat

    “Ukraina tidak berperang melawan satu negara. Ukraina berperang melawan empat negara: Mereka berperang melawan (pesawat nirawak) Iran setiap malam. Mereka berperang melawan artileri Korea Utara, ada pasukan Korea Utara, dan itu tampaknya menjadi kesepakatan terbesar,” ungkap Montgomery.

    “Baik Iran maupun Korea Utara memberikan sejumlah rudal balistik atau suku cadang rudal balistik, dan China sepenuhnya mendukung ekonomi Rusia, sehingga ekonomi Rusia masih berjalan lancar, menguras sumber daya alam, minyak dan gas alam, serta menghabiskan 40% dana pemerintah untuk Kementerian Pertahanan,” tambahnya.

    3. Tempat Teraman saat PD 3 Terjadi

    Karena sifat konflik global yang meluas, hanya sedikit tempat yang akan sepenuhnya aman, terutama jika konflik yang berlarut-larut mendorong negara-negara besar untuk mulai memperebutkan sumber daya, seperti minyak Venezuela atau logam mulia yang ditemukan di beberapa bagian Afrika.

    Baik Montgomery dan Anderson sepakat bahwa meski tidak benar-benar aman, tempat yang lebih aman akan tetap berada di lokasi di seluruh belahan Bumi Selatan. Namun, Anderson melangkah lebih jauh dan menyarankan bahwa menjauh dari instalasi militer dan target infrastruktur utama, seperti kota-kota besar, akan menjadi strategi terbaik.

    “Jika terjadi PD 3, seseorang akan lebih aman di pedesaan Oklahoma daripada di dan sekitar Kota New York,” ujarnya, sambil mencatat bahwa beberapa lokasi di Mountain West yang mungkin tampak terlindungi juga menjadi lokasi instalasi militer penting yang strategis seperti bunker nuklir.

    “Tentu saja ada banyak pegunungan dan daerah pedesaan yang akan lebih aman daripada berdekatan dengan pangkalan militer besar atau infrastruktur utama di AS, yang umumnya melibatkan kota-kota,” ujarnya.

    4. Perang Nuklir

    Bagian yang paling rapuh dari kemungkinan terjadinya PD 3 adalah potensi konflik yang meningkat menjadi ledakan nuklir. Pasalnya, kepercayaan umum adalah bahwa PD 3 akan memerlukan konflik nuklir dan melibatkan tiga raksasa senjata berbahaya itu yakni AS, Rusia, dan China.

    Namun kedua ahli menyarankan bahwa senjata nuklir tidak akan langsung digunakan. Bahkan jika digunakan, kemungkinan besar akan melibatkan senjata taktis yang akan membatasi dampaknya.

    Para ahli menunjuk pada ancaman Rusia yang berulang untuk menggunakan senjata nuklir tetapi enggan mengambil langkah-langkah untuk benar-benar mengerahkan senjata itu. Mereka berpendapat bahwa Moskow memahami itu sebagai garis merah peperangan.

    “Dalam konteks PD 3, senjata nuklir mungkin akan berada pada tahap akhir, [digunakan] oleh negara-negara yang merasa putus asa, yang merasa keberadaan mereka terancam dan mereka tidak punya pilihan lain,” tutur Anderson.

    Montgomery menambahkan bahwa setiap potensi penggunaan senjata nuklir AS kemungkinan akan terjadi sebagai ‘respons’ daripada serangan pertama.

    “Saya hanya tidak berpikir kami akan menjadi yang pertama. Lalu muncul pertanyaan, kapan China atau Rusia akan menggunakannya lagi? Vladimir Putin telah menunjukkan pengambilan risiko paling besar dari semua pemimpin yang telah kita sebutkan,” pungkasnya.

    (sef/sef)

  • Geledah Rumah hingga Kantor, Kepala DCC dan Mantan Mendag Korea Selatan Diperiksa Polisi

    Geledah Rumah hingga Kantor, Kepala DCC dan Mantan Mendag Korea Selatan Diperiksa Polisi

    ERA.id – Kepolisian Korea Selatan akan memanggil kepala kontra intelijen pertahanan (DCC) dan mantan Menteri Dalam Negeri terkait penyelidikan deklarasi darurat militer.

    “Polisi memberi tahu Kepala Komando Kontra Intelijen Pertahanan (DCC), Letjen Jenderal Yeo In-hyung, dan mantan Menteri Dalam Negeri Lee Sang-min tentang rencana tersebut,” kata pejabat kepolisian, dikutip Yonhap News, Senin (9/12/2024).

    Meski demikian, belum ada tanggal pasti terkait pemanggilan mereka.

    Diketahui Yeo diskors dari tugasnya pekan lalu, sedangkan mantan Menteri Dalam Negeri Lee mengajukan surat pengunduran diri pada Minggu (8/12). Keputusan itu terkait dengan deklarasi darurat militer yang hanya bertahan selama enam jam.

    Sebelum melakukan pemanggilan, jaksa penuntut melakukan penggerebekan di markas besar DCC di Gawcheon, selatan Seoul. Penggerebekan itu dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan terpisah atas dugaan makar sehubungan dengan kegagalan darurat militer.

    Jaksa militer disebut turut berpartisipasi dalam penggerebekan tersebut. Begitu juga dengan surat perintah penggeledahan yang dikeluarkan dari pengadilan militer.

    Selain itu, kantor dan tempat tinggal Yeo dan pejabat komando lainnya, serta kantor cabang DCC di Seoul dan wilayah lain di seluruh negeri juga turut digerebek.

    Tindakan ini dilakukan setelah Presiden Yoon Suk Yeol tiba-tiba mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) lalu. Namun mencabutnya beberapa jam kemudian setelah Majelis Nasional memutuskan untuk menyerukan diakhirinya darurat militer.

    DCC sendiri dikenal sebagai lembaga kunci dalam deklarasi darurat militer, dan dilaporkan mengirimkan pasukan dan personel ke Majelis Nasional dan Komisi Pemilihan Umum Nasional.

    Pihak oposisi juga menimbulkan kecurigaan bahwa DCC telah menyusun keputusan darurat militer bulan lalu di bawah instruksi Yeo dan mengatur dugaan infiltrasi drone ke Pyongyang atas arahan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun.

    Namun Yeo membantah klaim tersebut. Ia mengatakan DCC tidak mengetahui adanya rencana deklarasi darurat militer sebelumnya dan akan bertanggung jawab penuh atas semua tindakan.

    “Saya akan bertanggung jawab penuh atas semua tindakan yang saya ambil sebagai komandan,” kata Yeo dalam pernyataannya.

    Lebih lanjut, Yeo berjanji untuk bekerja sama sepenuhnya dalam penyelidikan yang sedang berlangsung.

  • Perwira Tinggi AS: Rusia Setuju Kirim Jet Su-27 dan MiG-29 ke Korea Utara – Halaman all

    Perwira Tinggi AS: Rusia Setuju Kirim Jet Su-27 dan MiG-29 ke Korea Utara – Halaman all

    Rusia Setuju Kirim Jet Su-27 dan MiG-29 ke Korea Utara

    TRIBUNNEWS.COM – Perwira tinggi Amerika Serikat (AS) di Pasifik mengatakan Rusia telah mencapai kesepakatan dengan Korea Utara untuk mengirim pesawat tempur MiG-29 dan Su-27 ke Pyongyang, aviationweek melaporkan, Senin (9/12/2024).

    Transfer jet Rusia itu sebagai imbalan bagi Korea Utara karena telah mengerahkan tentara guna membantu invasi Moskow ke Ukraina, kata laporan tersebut. 

    Laksamana Samuel Paparo, komandan Komando Indo-Pasifik AS, mengatakan pada 7 Desember kalau Korea Utara memberikan tentara tersebut kepada Rusia tanpa diminta—penempatan itu ditawarkan dan diterima.

    “Para tentara Korea Utara tersebut tidak terlibat dalam pertempuran aktif, tetapi telah dikerahkan ke zona pertempuran,” kata Paparo. 

    Selain pesawat, Korea Utara kemungkinan menginginkan kemampuan lain sebagai balasannya.

    Ini dapat mencakup teknologi rudal balistik, terutama kendaraan reentry, serta teknologi kapal selam baru dan pertahanan udara.

    Meskipun MiG-29 dan Su-27 yang menua bukanlah pesawat tempur generasi kelima yang baru, mereka masih “tangguh,” kata Paparo di Forum Pertahanan Nasional Reagan di Simi Valley, California. 

    Jet Sukhoi Su-27 Rusia. Moskow dikabarkan setuju mengirimkan Su-27 dan Mig-29 ke Korea Utara untuk bantuan pasukan dalam perang melawan Ukraina.

    Kirim Satu Juta Barel Minyak

    Selain jet, Rusia diyakini telah memasok lebih dari satu juta barel minyak ke Korea Utara sejak Maret tahun ini, menurut analisis citra satelit oleh Open Source Centre, sebuah kelompok penelitian nirlaba yang berbasis di Inggris. 

    Minyak tersebut merupakan pembayaran untuk senjata dan pasukan yang dikirim Pyongyang ke Moskow untuk membiayai perangnya di Ukraina, menurut para ahli terkemuka dan Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy kepada BBC.

    Pengangkutan ini melanggar sanksi PBB, yang melarang negara menjual minyak ke Korea Utara, kecuali dalam jumlah kecil, dalam upaya untuk mencekik ekonominya guna mencegahnya mengembangkan senjata nuklir lebih lanjut.

    Citra satelit, yang dirilis secara eksklusif untuk BBC, menunjukkan lebih dari selusin kapal tanker minyak Korea Utara yang berbeda tiba di terminal minyak di Timur Jauh Rusia sebanyak 43 kali dalam delapan bulan terakhir .

    Citra lebih lanjut, yang diambil dari kapal-kapal di laut, tampak menunjukkan kapal-kapal tanker itu tiba dalam keadaan kosong dan berangkat dalam keadaan hampir penuh.

    Citra satelit yang menunjukkan kapal tanker minyak Korea Utara ke Rusia sejak Maret 2024, didokumentasikan oleh Open Source Centre (bbc)

    Korea Utara adalah satu-satunya negara di dunia yang tidak diizinkan membeli minyak di pasar terbuka.

    Jumlah barel minyak olahan yang dapat diterimanya dibatasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa hingga 500.000 per tahun, jauh di bawah jumlah yang dibutuhkannya.

    Pengiriman minyak pertama yang didokumentasikan oleh Open Source Center dalam laporan baru adalah pada 7 Maret 2024, tujuh bulan setelah pertama kali terungkap bahwa Pyongyang mengirim senjata ke Moskow.

    Pengiriman minyak tersebut terus berlanjut karena ribuan tentara Korea Utara dikatakan telah dikirim ke Rusia untuk bertempur, dengan yang terakhir tercatat pada tanggal 5 November.

    “Sementara Kim Jong Un memberi Vladimir Putin jalur hidup untuk melanjutkan perangnya, Rusia secara diam-diam memberi Korea Utara jalur hidupnya sendiri, kata Joe Byrne dari Open Source Center.

    “Aliran minyak yang stabil ini memberikan Korea Utara tingkat stabilitas yang belum pernah dimilikinya sejak sanksi ini diberlakukan.”

    Empat mantan anggota komite PBB yang bertanggung jawab untuk memantau sanksi terhadap Korea Utara mengatakan kepada BBC kalau transfer minyak tersebut merupakan konsekuensi dari hubungan yang semakin erat antara Moskow dan Pyongyang.

    “Transfer ini mendorong mesin perang Putin – minyak untuk rudal, minyak untuk artileri, dan sekarang minyak untuk personel tentara,” kata Hugh Griffiths, yang memimpin komisi tersebut dari tahun 2014 hingga 2019.

    Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengatakan kepada BBC, “Untuk terus bertempur di Ukraina, Rusia semakin bergantung pada Korea Utara untuk mendapatkan pasukan dan senjata sebagai ganti minyak.”

    Ia menambahkan bahwa hal ini “memiliki dampak keamanan langsung di Semenanjung Korea, Eropa, dan Indo-Pasifik .”

    Pasokan Minyak Mudah dan Murah

    Sementara sebagian besar penduduk Korea Utara bergantung pada batu bara untuk kehidupan sehari-hari, minyak sangat penting untuk operasi militer negara tersebut .

    Solar dan bensin digunakan untuk mengangkut peluncur rudal dan pasukan di seluruh negeri, menjalankan pabrik amunisi, dan mengisi bahan bakar mobil-mobil kaum elite Pyongyang.

    Jumlah 500.000 barel yang boleh diterima Korea Utara jauh dari jumlah sembilan juta barel yang dikonsumsinya – artinya sejak pembatasan tersebut diperkenalkan pada tahun 2017, negara tersebut terpaksa membeli minyak secara ilegal dari jaringan kriminal untuk menutupi defisit ini.

    Hal ini melibatkan pemindahan minyak antarkapal di laut – bisnis yang berbahaya, mahal, dan memakan waktu, menurut Dr Go Myong-hyun, peneliti senior di Institut Strategis Keamanan Nasional Korea Selatan, yang terkait dengan badan mata-mata negara tersebut.

    “Kini Kim Jong Un menerima minyak secara langsung, kualitasnya mungkin lebih baik dan kemungkinan besar ia mendapatkannya secara cuma-cuma, seperti pasokan amunisi. Apa yang lebih baik dari itu?’

    “Satu juta barel bukanlah apa-apa bagi produsen minyak besar seperti Rusia, tetapi itu jumlah yang signifikan bagi Korea Utara,” imbuh Dr Go.

    Perbedaan posisi kapal tanker Korea Utara saat datang dan pergi dari pelabuhan Vostochny di Rusia. (bbc)

    Cara Kapal Korea Utara Tiba Diam-diam

    Dalam semua 43 pelayaran yang dilacak oleh Open Source Center menggunakan citra satelit, kapal tanker berbendera Korea Utara tiba di pelabuhan Rusia Vostochny dengan pelacak yang dimatikan, sehingga pergerakan mereka tidak terlihat.

    Citra satelit menunjukkan bahwa mereka kemudian kembali ke salah satu dari empat pelabuhan di pantai timur dan barat Korea Utara.

    “Kapal-kapal muncul tanpa suara, hampir setiap minggu,” kata Joe Byrne, peneliti dari Open Source Center.

    “Sejak Maret, arusnya cukup stabil.” Tim yang telah melacak kapal-kapal tanker ini sejak sanksi minyak pertama kali diberlakukan, menggunakan pengetahuannya tentang kapasitas setiap kapal untuk menghitung berapa banyak barel minyak yang dapat diangkutnya.

    Mereka kemudian mempelajari gambar kapal yang memasuki dan meninggalkan Vostochny dan, dalam banyak kasus, dapat melihat seberapa rendah posisi kapal di dalam air dan seberapa penuh kapal tersebut.

    Kapal tanker, menurut perkiraan mereka, terisi hingga 90 persen dari kapasitasnya.

    “Dari beberapa gambar, kita dapat melihat bahwa jika kapal lebih penuh, mereka akan tenggelam,” katanya.

    Berdasarkan hal ini, mereka memperkirakan bahwa, sejak Maret, Rusia telah memberikan lebih dari satu juta barel minyak kepada Korea Utara – lebih dari dua kali lipat batas tahunan, dan sekitar sepuluh kali lipat jumlah yang diberikan Moskow secara resmi kepada Pyongyang pada tahun 2023.

    Hal ini mengikuti perkiraan pemerintah AS pada bulan Mei bahwa Moskow telah memasok lebih dari 500.000 barel minyak.

    Pilot-pilot tempur Korea Utara dilaporkan sudah berada di wilayah Rusia sejak September 2024. (Kredit foto: MWM)

    Barter Minyak dengan Pasukan dan Senjata

    Pengiriman minyak ini tidak hanya melanggar sanksi PBB terhadap Korea Utara, yang telah disetujui Rusia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB – tetapi juga, lebih dari separuh pelayaran yang dilacak oleh Open Source Center dilakukan oleh kapal-kapal yang telah disetujui secara individual oleh PBB.

    Ini berarti kapal-kapal tersebut seharusnya disita saat memasuki perairan Rusia.

    AS dan Korea Selatan memperkirakan bahwa Pyongyang telah mengirim 16.000 kontainer berisi peluru dan roket ke Moskow, sementara sisa-sisa rudal balistik Korea Utara telah ditemukan dari medan perang di Ukraina.

    Baru-baru ini, Putin dan Kim menandatangani pakta pertahanan, yang mengakibatkan ribuan pasukan Korea Utara dikirim ke wilayah Kursk di Rusia, tempat laporan intelijen menunjukkan mereka kini tengah bertempur.

    Pemerintah Korea Selatan mengatakan kepada BBC kalau mereka akan “menanggapi dengan tegas pelanggaran Rusia dan Korea Utara terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB.”

    Kekhawatiran terbesarnya adalah bahwa Moskow akan menyediakan teknologi bagi Pyongyang untuk meningkatkan satelit mata-mata dan rudal balistiknya.

    Bulan lalu, Menteri Pertahanan Seoul Kim Jong-hyun mengatakan ada “kemungkinan besar” Korea Utara akan mencari bantuan tersebut.

     “Jika Anda mengirim orang-orang Anda untuk mati dalam perang di luar negeri, satu juta barel minyak bukanlah hadiah yang cukup, kata Dr. Goh.

    Andrei Lankov, pakar hubungan Korea Utara-Rusia di Universitas Kumkin di Seoul, setuju.

    “Saya dulu berpikir bahwa Rusia tidak berkepentingan untuk berbagi teknologi militer, tetapi mungkin pandangannya telah berubah. Rusia membutuhkan pasukan ini dan ini memberi Korea Utara lebih banyak kekuatan,” katanya.

     

    (oln/bbc/lng/*)

     
     
     
     
     

  • Ancaman Keamanan Global dari Penempatan Pasukan Korut dalam Perang Rusia-Ukraina

    Ancaman Keamanan Global dari Penempatan Pasukan Korut dalam Perang Rusia-Ukraina

    loading…

    Park Yong-han, Senior Korea Institute for Defense Analysis (KIDA) Fellow. Foto/Dok. SINDOnews

    Park Yong-han
    Senior Korea Institute for Defense Analysis (KIDA) Fellow

    KOREA UTARA telah mengancam tatanan keamanan di Asia Timur Laut dengan pengembangan senjata nuklir ilegal selama beberapa dekade. Korea Utara juga memasok senjata ke Rusia, yang menginvasi Ukraina, dan baru-baru ini mulai terlibat langsung dalam perang dengan mengirimkan pasukan khusus.

    Penyimpangan ini tidak hanya memperburuk ancaman di Eropa tetapi juga dapat menyebabkan meningkatnya ketegangan di Asia Timur Laut. Ada berbagai alasan dan kebutuhan bagi Asia Timur Laut serta komunitas internasional yang berharap menjaga perdamaian untuk menghentikan penempatan pasukan Korea Utara dan solidaritas ilegal antara Korea Utara dan Rusia.

    Pada awal Oktober lalu, pasukan khusus Korea Utara mulai bergerak untuk membantu Rusia berpartisipasi dalam perang di Ukraina. Pada 18 Oktober, Badan Intelijen Nasional pemerintah Korea Selatan mempresentasikan berbagai bukti bahwa Korea Utara telah memulai mempersiapkan pengerahan pasukan.

    Beberapa hari kemudian, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin juga mengatakan pada 23 Oktober bahwa ada bukti pasukan Korea Utara berada di Rusia. Hari berikutnya, pada 24 Oktober, Uni Eropa mengkritik penempatan pasukan Korea Utara sebagai pelanggaran hukum internasional.

    Dan tindakan permusuhan tersebut akan memiliki konsekuensi serius. Pada hari yang sama, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menyatakan penolakannya terhadap tambahan kekuatan militer di Ukraina.

    Keterlibatan Korea Utara dalam perang tersebut semakin dalam. Korea Utara tidak hanya menyediakan senjata kepada Rusia. Pada awal Agustus, puluhan pejabat militer dan perwira Korea Utara muncul di medan perang di Ukraina.

    Mereka mengunjungi lokasi peluncuran misil KN-23 yang disediakan Korea Utara untuk Rusia. Selain itu, kemungkinan dan kekhawatiran tentang penempatan pasukan telah muncul dalam berbagai cara karena hubungan antara Korea Utara dan Rusia semakin erat.

    Juni lalu, Korea Utara dan Rusia mengadakan pertemuan di Pyongyang yang menghasilkan perjanjian kemitraan strategis. Dalam pasal 4 perjanjian tersebut memberikan dasar untuk dukungan militer dalam menanggapi tindakan agresi bersenjata secara bersama.

    Korea Utara mengungkapkan melalui media pemerintahnya bahwa Kim Jong-un telah mengamati pelatihan perang khusus pada bulan September. Diduga bahwa Kim Jong-un melakukan inspeksi saat Korea Utara mulai bersiap secara serius untuk penempatan pasukan.

  • Ketika Militer China Rebut Pyongyang dan Perang Nuklir Nyaris Terjadi

    Ketika Militer China Rebut Pyongyang dan Perang Nuklir Nyaris Terjadi

    Jakarta

    Pada Desember 1950, seorang juru kamera BBC merekam rangkaian peristiwa yang menentukan dalam Perang Korea, yaitu ketika militer China merebut Pyongyang. BBC merangkum bagaimana konflik tersebut menghancurkan lahan dan penduduknya, menentukan masa depan Semenanjung Korea, dan mendorong dunia ke ambang bencana nuklir.

    “Semua jalan menuju keluar kota dipenuhi pengungsi. Hanya sedikit yang tahu ke mana mereka akan pergi,” demikian laporan BBC saat menyiarkan tayangan warga Korea Utara yang mencoba melarikan diri dari Kota Pyongyang yang dilalap api pada 5 Desember 1950.

    Rekaman tersebut diabadikan oleh juru kamera BBC, Cyril Page, selama jam-jam terakhirnya di ibu kota Korea Utara itu.

    Setelah mendengar bahwa pasukan PBB akan ditarik dari Korut, Page turun ke jalan untuk mendokumentasikan kekacauan dan ketakutan warga Pyongyang di tengah kabar bahwa pasukan China segera tiba.

    Dalam kondisi musim dingin yang menusuk tulang, ia merekam para pengungsi yang ketakutan. Mereka tampak membawa apa pun yang bisa diangkut saat asap mengepul dari berbagai bangunan yang terbakar di belakang mereka.

    Evakuasi tersebut merupakan perubahan dramatis yang dialami oleh pasukan PBB pimpinan Jenderal Douglas MacArthur.

    Beberapa minggu sebelumnya, sang jenderal telah berjanji kepada Presiden Amerika Serikat, Harry S Truman, bahwa ia siap untuk menyatukan Korea.

    Kekacauan dan pertumpahan darah ini disebabkan oleh Perang Korea. Bagaimana perang itu bisa terjadi?

    Beberapa tahun sebelum Perang Dunia Kedua berakhir, Korea mengalami penderitaan akibat penjajahan Jepang yang brutal.

    AS mengusulkan kepada sekutu masa perangnya, Uni Soviet, bahwa mereka harus membagi kendali Korea untuk sementara waktu setelah Jepang menyerah guna memudahkan pelucutan pasukan Jepang.

    Pada 1945, AS dan Uni Soviet membagi Korea menjadi dua. Pembatasnya adalah garis demarkasi yang diberi nama paralel ke-38. Di utara, Uni Soviet mendukung Kim Il-sung dalam membentuk Republik Rakyat Demokratik Korea. Sedangkan AS mendukung Syngman Rhee membentuk Republik Korea di selatan.

    Sejak awal, Korea Utara dan Korea Selatan tidak mengakui legitimasi satu sama lain ataupun garis demarkasi yang ditetapkan oleh AS dan Uni Soviet.

    “[Garis] itu tidak pernah dianggap sah atau bermakna oleh orang Korea. Sama sekali tidak berarti bagi mereka,” kata Dr Owen Miller dari Pusat Studi Korea di SOAS, Universitas London, kepada siniar BBC History Magazine.

    Baca juga:

    Pada 1949, AS dan Uni Soviet telah menarik sebagian besar pasukan mereka dari Korea, tetapi tindakan itu tidak banyak membantu meredakan ketegangan antara Korut dan Korsel.

    Sebaliknya, bentrokan berdarah antara kedua negara semakin sering terjadi di sepanjang perbatasan de facto.

    Baik pemimpin Korut maupun pemimpin Korsel ingin menyatukan kembali Korea secara paksa.

    Getty ImagesPendiri Korea Utara, Kim Il Sung.

    Pada 25 Juni 1950, pemimpin komunis Korea Utara, Kim Il-sung, melancarkan aksinya.

    Saat matahari belum terbit, ia mengerahkan pasukan tempur yang terlatih guna melancarkan serangan mendadak dengan melintasi perbatasan paralel ke-38.

    Pasukan Korea Utara, yang dilengkapi senjata buatan Soviet, dengan cepat mengalahkan tentara Korea Selatan. Dalam beberapa hari, mereka berhasil merebut ibu kota Korea Selatan, Seoul, dan memaksa banyak warganya untuk bersumpah setia kepada Partai Komunis. Jika menolak, warga akan menghadapi hukuman penjara atau eksekusi mati.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Di AS, Presiden Truman terkejut dengan kecepatan dan keberhasilan serangan Korea Utara.

    Sebagai seorang yang percaya pada “teori domino”bahwa jika satu negara jatuh ke tangan komunisme, negara lain akan mengikutiia memohon kepada PBB untuk membela Korea Selatan.

    Uni Soviet dapat saja memveto pemungutan suara ini. Namun pada saat itu, Uni Soviet memboikot Dewan Keamanan PBB karena menolak mengakui Republik Rakyat China.

    Maka, pada 28 Juni 1950, sebuah resolusi disahkan yang menyerukan kepada semua negara anggota PBB untuk membantu mengusir invasi Korut. MacArthur, jenderal AS yang telah menerima penyerahan Jepang pada akhir Perang Dunia Kedua, diangkat menjadi komandan pasukan gabungan PBB.

    Membalikkan arus serangan

    AS adalah pihak pertama yang merespons, dengan mengirim tentaranya yang ditempatkan di Jepang. Namun, pasukan ini tidak siap menghadapi pasukan Korea Utara yang lebih unggul dan mampu memukul mundur pasukan AS.

    Pertempuran yang berkecamuk membuat ribuan warga sipil Korea terperangkap sehingga menewaskan mereka. Pada September, pasukan Korea Selatan dan PBB terdesak dan hanya mampu mempertahankan kantong kecil di sekitar Pelabuhan Busan di ujung selatan.

    Saat itu Korea Utara tampak selangkah lagi menyatukan seluruh semenanjung Korea.

    Baca juga:

    Namun, MacArthur memutuskan untuk mencoba melakukan serangan laut terhadap Inchon, sebuah pelabuhan di belakang lini pasukan Korea Utara.

    Melalui pengeboman besar-besaran, pasukan PBB mendarat di Inchon pada 15 September 1950, merebut pelabuhan tersebut, dan bergerak cepat untuk merebut kembali Seoul.

    Setelah mereka merebut kembali ibu kota Korsel, puluhan ribu penduduknya yang telah bersumpah setia kepada Korut ditembak oleh pasukan Korea Selatan.

    Itu hanyalah salah satu dari serangkaian pembunuhan massal yang mengerikan dan membabi buta terhadap warga sipil yang terjadi selama perang.

    “Terjadi banyak pembantaian selama perang, jauh dari garis depan. Di sana orang-orang ditangkap karena dianggap tidak setia,” kata Dr. Miller.

    AFPJenderal MacArthur (kanan) bersama Syngman Rhee, sosok yang didukung AS untuk mendirikan Korea Selatan.

    Operasi Inchon berhasil memutus jalur pasokan dan komunikasi tentara Korea Utara. Di lain pihak, pasukan PBB berhasil keluar dari Busan dan melancarkan serangan balasan. Hal ini membalikkan arus konflik sehingga tentara Korea Utara terpaksa mundur ke utara dan kembali melintasi perbatasan garis lintang 38 derajat.

    Namun berbekal resolusi PBB, MacArthur bertekad menghancurkan pasukan komunis sepenuhnya. Ia lantas memerintahkan pasukannya untuk mengejar pasukan Korea Utara hingga melintasi perbatasan.

    Pada 19 Oktober 1950, pasukan PBB telah merebut Pyongyang dan bergerak maju menuju Sungai Yalu di perbatasan China. Situasi yang begitu mengerikan bagi Korea Selatan beberapa bulan sebelumnya kini tampaknya telah berubah.

    Baca juga:

    Truman ragu untuk memperluas konflik karena bisa menyeret China dan Rusiayang saat itu telah mengembangkan bom atomnya sendirike dalam perang dunia ketiga.

    Namun MacArthur yakin bahwa ia bisa meraih kemenangan yang akan menyatukan kembali Korea di bawah kepemimpinan Korea Selatan yang pro-Barat. Ia meyakinkan Truman bahwa perang akan berakhir sebelum Natal.

    Namun, kemajuan pesat PBB menuju perbatasan China membuat pemimpin komunis Tiongkok, Mao Zedong, gelisah.

    Getty ImagesSejumlah serdadu Korea Utara dan China menjadi tahanan perang pasukan PBB pada Juni 1950.

    Mao memerintahkan tentara China untuk berkumpul secara diam-diam di perbatasan untuk menghadapi pasukan MacArthur yang terus bergerak maju. Pada akhir November, tentara China mengubah arah Perang Korea.

    Ribuan tentara Tiongkok melancarkan serangkaian serangan terhadap pasukan PBB.

    Menderita kerugian besar dan bertempur dalam kondisi musim dingin, pasukan MacArthur tidak mampu mempertahankan wilayah luas yang telah mereka rebut beberapa minggu sebelumnya.

    Pada Pertempuran Sungai Ch’ongch’on, pasukan Tiongkok mengalahkan pasukan PBB secara telak, yang disebut-sebut sebagai salah satu penarikan mundur paling berdarah dalam sejarah Korps Marinir AS.

    Ancaman perang nuklir

    Karena tidak mampu menghentikan laju pasukan China yang tak kenal lelah, MacArthur memutuskan untuk meninggalkan Pyongyang.

    Pasukan PBB diperintahkan untuk membakar semua perlengkapan dan peralatan, yang menyebabkan banyak bangunan di kota itu dilalap api.

    Getty ImagesWarga sipil Korea mengungsi ke arah selatan pada Januari 1951.

    Menyadari bahwa tentara Korea Utara dan China mengancam akan membersihkan siapa pun yang dicurigai membantu pasukan PBB, ribuan penduduk Pyongyang meninggalkan kota itu dalam ketakutan dan kondisi lelah.

    Juru kamera BBC, Cyril Page, merekam orang-orang Korea ini yang berusaha mati-matian untuk menyeberangi Sungai Taedong agar tidak terjebak di Pyongyang saat pasukan PBB pergi.

    “Karena prioritasnya adalah kendaraan militer, para pengungsi tidak diizinkan menyeberangi jembatan di atas Sungai Taedong sebelah selatan Pyongyang,” demikian BBC melaporkan.

    Baca juga:

    Para teknisi militer AS sengaja mengatur agar jembatan-jembatan ini meledak setelah kendaraan militer pasukan gabungan PBB melintasinya demi memperlambat laju pasukan Korea Utara.

    “Namun, karena takut tertinggal di kota, ribuan orang berjalan ke tepi sungai,” lanjut laporan BBC. “Di sana, berbagai jenis kapal disiapkan untuk membawa mereka menyeberang.”

    Page sendiri diperintahkan untuk meninggalkan lapangan terbang sebelum senja. Ketika ia tiba di lapangan terbang itu, ia mendapati bahwa sebagian besar lapangan terbang itu juga dibakar pasukan PBB karena khawatir fasilitas itu dapat digunakan oleh Korea Utara.

    “Saat hari mulai gelap, hanggar dan bengkel yang menyala-nyala menerangi langit malam,” sebut laporan BBC. “Pada tengah malam, ratusan rumah pribadi di dekat lapangan terbang itu juga terbakar.”

    Saat pesawat yang ditumpangi Page lepas landas, ia mengambil gambar terakhir Pyongyang, yang sempat menjadi tempat kemenangan MacArthur tetapi saat itu melambangkan kegagalan strategi militernya.

    “Hari sudah hampir fajar ketika juru kamera kami meninggalkan lapangan udara Pyongyang,” BBC melaporkan, “dan saat pesawatnya berangkat, ia melihat pasukan PBB mundur ke selatan bersama barisan kendaraan yang tampaknya tak berujung.”

    Baca juga:

    Pada 6 Desember 1950, saat pasukan China dan Korea Utara kembali memasuki Pyongyang, strategi AS untuk mengakhiri perang mulai bergeser ke arah yang jauh lebih berbahaya.

    Hubungan Truman dengan MacArthur selalu sulit karena sang jenderal cenderung melangkahi wewenangnya dan mengabaikan perintah langsung.

    Kini, saat menghadapi situasi yang memburuk di Korea, kedua pria itu berulang kali berselisih pendapat mengenai arah perang.

    MacArthur, yang sebelumnya meremehkan kekhawatiran Truman bahwa Mao Zedong mungkin akan campur tangan, kini mulai secara terbuka menganjurkan peningkatan konflik.

    Ia berpendapat bahwa AS harus mengancam menggunakan senjata nuklir dan mengebom China jika pasukan komunis di Korea tidak meletakkan senjata mereka.

    MacArthur tidak sendirian dalam hal ini: Curtis LeMay, kepala Komando Strategis Udara AS selama Perang Korea, juga mendukung serangan pendahuluan.

    LeMay, yang percaya bahwa perang nuklir tidak dapat dihindari, belakangan mencoba membujuk Presiden John F Kennedy agar ia diizinkan untuk mengebom lokasi rudal nuklir saat Krisis Rudal Kuba.

    Desakan untuk menggunakan senjata nuklir ini sangat mengkhawatirkan negara-negara PBB lainnya yang terlibat dalam konflik Korea, termasuk Perdana Menteri Inggris, Clement Attlee. Dia bahkan sengaja terbang ke Washington DC untuk menolak gagasan tersebut.

    Namun MacArthur berkeras bahwa rencananya akan berhasil, karena ia yakin Rusia akan terintimidasi dan tidak akan melakukan apa pun terhadap serangan AS ke China.

    Kembali ke garis awal

    Pada 9 Desember 1950, MacArthur secara resmi meminta kewenangan untuk menggunakan senjata nuklir. Truman menolaknya.

    Dua pekan kemudian, MacArthur menyerahkan daftar target serangan, termasuk yang berada di China. Dia bahkan mencantumkan jumlah bom atom yang akan dibutuhkannya.

    Ia terus mendesak Pentagon untuk memberinya keleluasaan menggunakan senjata nuklir kapanpun diperlukan.

    Pada akhir Desember 1950, pasukan PBB telah didorong mundur melintasi perbatasan garis lintang 38 derajat. Adapun pasukan China dan Korea Utara merebut kembali kota Seoul yang terkepung dan dibom pada Januari 1951.

    “Mungkin jika beberapa komandan seperti Curtis LeMay lebih dekat dengan presiden, mereka mungkin akan menggunakan senjata nuklir karena komandan seperti LeMay dan MacArthur memang ingin menggunakannya,” kata Dr. Miller.

    “Mereka berpikir, ‘Apa gunanya punya senjata nuklir kalau kita tidak menggunakannya?’”

    Lantaran Truman tidak yakin dirinya bisa mengendalikan MacArthur, ditambah kekhawatiran bahwa sikap agresif sang jenderal dapat memicu Perang Dunia Ketiga, Truman memecatnya atas tuduhan pembangkangan pada April 1951.

    Baca juga:

    Getty ImagesPasukan PBB yang mundur dari Pyongyang menuju selatan dengan melintasi perbatasan garis lintang paralel ke-38, pada 1950.

    Perang Korea terus berlanjut selama dua tahun berikutnya. Adapun Seoul berpindah tangan lagi untuk keempat kalinya.

    Karena tidak ada pihak yang mampu meraih kemenangan yang menentukan, perang ini berubah menjadi perang yang berkepanjangan dan berdarah.

    “Salah satu ironi terbesar dari perang ini adalah, garis depan kedua pasukan berada pada musim semi tahun 1951 tidak jauh dari garis lintang 38 derajat,” kata Dr. Miller.

    “Setelah semua kerugian besar ini terjadi di kedua belah pihak, kehancuran sipil yang terjadi, tetapi mereka kurang lebih kembali ke garis awal.”

    Korsel dan Korut akhirnya mengakhiri pertempuran dengan gencatan senjata pada 1953, tetapi mereka tidak menandatangani perjanjian damai. Artinya, secara teknis mereka masih berperang.

    Konflik tersebut merusak Semenanjung Korea. Perkiraannya bervariasi, tetapi diyakini bahwa sekitar empat juta orang tewas selama Perang Korea dan setengahnya adalah warga sipil. Lebih banyak lagi yang mengungsi atau kelaparan.

    Pengeboman udara menghancurkan negara itu, menghancurkan seluruh kota. Keluarga yang terpisah akibat pemisahan tersebut tidak pernah bersatu kembali.

    Puluhan tahun kemudian, kedua negara masih terjebak dalam konflik, dipisahkan oleh zona demiliterisasi sepanjang 250 km yang dipenuhi ranjau darat dan dijaga oleh ratusan tentara.

    Warisan perang yang tidak pernah berakhir.

    Artikel ini dapat Anda baca dalam versi bahasa Inggris berjudul ‘As darkness fell, blazing hangars lit up the sky’: How the fall of Pyongyang brought the world to the brink of crisis pada laman BBC Culture.

    (ita/ita)

  • Pembelot Korut di Korsel Ingin Berperang Melawan Rusia, Kenapa?

    Pembelot Korut di Korsel Ingin Berperang Melawan Rusia, Kenapa?

    Jakarta

    Sekelompok pembelot Korea Utara yang kini tinggal di Korea Selatan kini tengah mengambil ancang-ancang untuk melakukan misi yang berani dan belum pernah terjadi sebelumnya: pergi ke garis depan perang Ukraina-Rusia dan mengajak tentara Korea Utara yang ditugaskan di sana untuk membelot.

    Para pembelot Korea Utara berpendapat pengetahuan yang mereka miliki mengenai pola pikir dan struktur militer negara itu membuat mereka sangat siap untuk membujuk para tentara yang mereka yakini telah terdoktrin menganggap kematian mereka sebagai suatu yang “mulia”agar membelot.

    Laporan bahwa Korea Utara mengerahkan sekitar 10.000 pasukan ke Rusia untuk bertempur melawan Ukraina telah memicu kekhawatiran di kalangan pembelot di Korea Selatan.

    Banyak dari mereka memandang ini sebagai langkah pemimpin Korea Utara Kim Jong Un untuk mengamankan dana bagi negaranya dan memodernisasi teknologi militernya.

    Adapun Badan Intelijen Nasional Korea Selatan memperkirakan bahwa tiap prajurit yang dikerahkan memperoleh upah US$2.000 (sekitar Rp31 juta) tiap bulan yang dianggap sebagai keuntungan besar bagi Pyongyang.

    Kendati tentara Korea Utara pernah dikerahkan dalam Perang Vietnam pada 1970-an, keterlibatan mereka di Perang Ukraina menandai kali pertama langkah serupa dilakukan dalam peperangan modern.

    Korea Utara dan Selatan secara teknis berperang sejak berakhirnya Perang Koreayang berlangsung sejak 1950-1953yang masing-masing didukung oleh China dan AS, dan terjebak dalam hubungan yang tegang hingga kini.

    EPA-EFE/REX/Shutterstock

    Panggilan untuk ‘beraksi’

    Dua kelompok masyarakat yang dipimpin oleh pembelot Korea Utara, North Korean Christian Soldiers Association dan North Korean Defector Senior Army telah mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam “perilaku tidak manusiawi” pemerintah Korea Utara dan mendesak para pembelot diizinkan bepergian ke Ukraina.

    “Kami mengutuk keras perilaku tidak manusiawi rezim Kim Jong Un yang mengirim putra-putra rakyat sebagai umpan meriam untuk mengamankan dana bagi kekuasaannya dan memodernisasi peralatan perangnya,” kata mereka.

    Aksi protes di Seoul terhadap pengerahan pasukan Korea Utara ke Rusia, pada 15 November 2024. (EPA)

    Sim Ju-il, mantan perwira dan pemimpin Asosiasi Tentara Kristen Korea Utara, meyakini ada urgensi yang mendesak terhadap misi tersebut.

    “[Tentara Korea Utara yang dikirim] mungkin bertempur di bawah ilusi yang ditanamkan oleh pendidikan mereka di Korea Utara, dengan keyakinan bahwa ‘Kematian saya adalah kematian yang mulia’. Kami harus membuat mereka sadar bahwa itu tidak benar’,” kata Sim Ju-il.

    “Jika saya maju ke garis depan, saya mungkin akan berhadapan dengan senjata dan peluru bersama tentara Korea Utara. Namun, fokus saya adalah mendidik mereka tentang realitas perang,” imbuhnya.

    Baca juga:Strategi

    Para pembelot mengusulkan berbagai metode untuk mencapai pasukan Korea Utara yang dikerahkan di Perang Ukraina, menggunakan perang psikologis melalui selebaran yang dijatuhkan menggunakan pesawat tanpa awak, siaran megafon, dan kampanye media sosial.

    “Kami akan menggunakan pesawat tanpa awak untuk menyebarkan selebaran materi propaganda dan platform media sosial seperti YouTube. Jika kami dapat mendekati garis depan, kami akan menggunakan megafon untuk melakukan perang psikologis,” ujar Ahn Chan-il, Direktur World Institute for North Korea Studies dan pemimpin North Korean Defector Senior Army.

    Ahn, yang pernah bertugas di batalion pertahanan sipil di Korea Utara, mengaku sangat khawatir dengan keterlibatan pasukan khusus Korea Utara, termasuk Korps Badai yang terkenal, sebuah unit yang dilatih untuk melakukan infiltrasi, sabotase infrastruktur, dan pembunuhan dalam Perang Ukraina.

    Media pemerintah Korea Utara membagikan foto ini pada 11 September lalu, yang menunjukkan latihan pasukan khusus selama inspeksi oleh Kim Jong Un. (Reuters)

    “Jika dua atau tiga divisi tentara Korea Utara dikirim ke Rusia, kami pasti akan memiliki pekerjaan yang harus dilakukan. Itulah alasan pernyataan tersebut,” ujarnya.

    Laporan menunjukkan bahwa beberapa pembelot baru-baru ini mendirikan organisasi yang bertujuan mendorong pembelotan tentara Korut yang ditugaskan ke Ukraina.

    Taktik mereka termasuk mengirimkan selebaran dan rekaman audio yang berisi panduan untuk melarikan diri dari garis depan kepada pasukan Ukraina.

    Tantangan

    Akan tetapi, kendala praktis dan diplomatik mempersulit rencana ini.

    Kementerian Luar Negeri Korea Selatan telah memberlakukan larangan perjalanan ke Ukraina, dengan hukuman satu tahun penjara dan denda hingga US$7.000 (sekitar Rp111,2 juta) terhadap mereka yang melanggar aturan tersebut.

    Ada juga kekhawatiran bahwa pengiriman pembelot ke Ukraina dapat memprovokasi Pyongyang dan Moskow, sehingga mengganggu stabilitas keamanan regional.

    “Baik untuk menyatakan: ‘Kami akan maju dan bertempur’, tetapi sebenarnya pengiriman pasukan merupakan masalah yang rumit dalam hubungan luar negeri,” kata Lee Min-bok, Kepala Kelompok Balon Korea Utara, kelompok pembelot Korea Utara lainnya.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Sementara yang lain mempertanyakan kelayakan membujuk tentara Korea Utara untuk membelot.

    Lee Woong-gil, mantan anggota pasukan elite Korea Utara Korps Badai, memperingatkan bahwa upaya tersebut dapat menjadi bumerang. “Jika Anda mencoba membujuk mereka untuk membelot, mereka akan menembak kepala Anda,” katanya.

    Lee juga mencatat bahwa beberapa pembelot, yang telah tinggal di Korea Selatan selama bertahun-tahun, tidak memiliki pengetahuan terkini tentang dinamika internal militer Korea Utara.

    Sim, dari Asosiasi Prajurit Kristen Korea Utara, menyadari tantangan dalam mematahkan kedisiplinan dan kesetiaan yang sudah tertanam dalam diri pasukan Korea Utara.

    “Kim Jong Un ingin orang-orang berkata: ‘Tentara Korea Utara tidak main-main’ saat pasukannya pergi [ke medan perang] dan bertempur dengan baik.

    “Apakah pengiriman pasukan Korea Utara direncanakan satu atau dua hari sebelumnya? Mereka pasti sudah merencanakannya dengan Rusia dan berlatih sesuai rencana,” katanya.

    “[Pasukan Korea Utara] adalah orang-orang yang bertekad dan siap bertempur dengan gagah berani dan mati demi pemimpin dan partai. Mereka tak hanya mengumpulkan orang-orang yang tidak punya uang atau makanan lalu mengirim mereka.”

    Bagi Doo Jin-ho, peneliti dari Korea Institute for Defense Analyses, siaran langsung lewat pengeras suara sangatlah berisiko.

    “Saat mereka menyalakan siaran melalui pengeras suara anti-Korea Utara, siaran itu akan diserang oleh pesawat tanpa awak,” ujarnya.

    Mantan anggota Korps Badai, Lee Woong-gil, menyarankan metode komunikasi yang tidak terlalu langsung. Dia meyakini pesan video atau rekaman audio bisa lebih efektif daripada kontak langsung.

    “Akan jauh lebih membantu jika mengirim video pendek pembelot Korea Utara yang datang ke Korea Selatan dan hidup bahagia seperti ini.”

    Karena tentara Korea Utara mungkin kesulitan mengakses materi tersebut, Lee mengusulkan untuk mengirim pemutar MP3 atau telepon seluler lama yang berisi berkas-berkas tersebut.

    Baca juga:Ketangguhan

    Meski ada risiko dan skeptisisme ini, para pembelot tetap teguh pada misi mereka.

    “Kami [para pembelot] adalah orang-orang yang melakukan apa yang kami yakini benar. Betapa berartinya jika kami dapat menghabiskan hari-hari terakhir hidup kami untuk berkontribusi dengan cara ini,” kata Sim.

    Sementara rencana para pembelot masih dibahas, pemerintah Ukraina telah mengambil tindakan.

    Mereka merilis video propaganda yang menargetkan tentara Korea Utara di platform seperti YouTube dan Telegram.

    Pemerintah Ukraina merilis video di YouTube dan Telegram yang mendorong pasukan Korea Utara untuk menyerah. (Chung Sung-Jun/Getty Images)

    Kementerian luar negeri dan unifikasi Korea Selatan menyatakan mereka “tidak memiliki posisi” mengenai niat pembelot Korea Utara untuk melakukan perjalanan ke Ukraina.

    Heorhii Tykhyi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, mengatakan kepada BBC bahwa pembelot Korea Utara “disambut” dan didorong untuk bergabung dengan “legiun internasional kami”.

    “Kami akan senang jika mereka ada di Ukraina dan bekerja sama dengan mereka. Pengetahuan mereka tentang pasukan Korea Utara, bahasanya, dan pemahaman mereka tentang jati diri mereka bisa sangat berharga bagi kami,” katanya.

    Ia juga menyatakan, “Keterlibatan pasukan Korea Utara oleh [Presiden Rusia Vladimir] Putin dalam perang agresifnya melawan Ukraina menimbulkan ancaman global serius yang menuntut respons global.”

    (ita/ita)