kab/kota: Pyongyang

  • Diam-diam Meriam Andalan Kim Jong Un Telah Sampai di Rusia – Halaman all

    Diam-diam Meriam Andalan Kim Jong Un Telah Sampai di Rusia – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM — Korea Utara kembali ketahuan memberi dukungannya kepada Rusia, kali ini negara pimpinan Kim Jong Un tersebut terciduk sedang mengirim senjata swa gerak (SPG) M1989 Koksan 170 mm.

    Media militer Army Recognition mengungkapkan kabar tersebut didapatkan dari media sosial Telegram di mana muncul rekaman pengangkutan senjata tersebut dari Korea Utara menuju Rusia dengan kereta api.

    Rekaman tersebut diposting pada 19 Desember lalu. Ini mengikuti penampakan sebelumnya dari sistem artileri ini sekitar sebulan yang lalu, ketika foto pertama kehadiran mereka di Rusia muncul pada 20 November 2024. 

    Meski belum terkonfirmasi kebenarannya, media tersebut menganalisa bahwa kemunculan senjata tersebut secara berulang menunjukkan trasfer aset militer yang sedang berlangsung sebagai bagian dari perluasan kerja sama antara Korea Utara dan Rusia.

    Bahkan Erurasian Times mengungkapkan bahwa M1989 telah terlihat di kereta-kereta di kota Krasnoyarsk, Rusia bagian tengah, yang mungkin menuju garis depan di Ukraina. 

    Sementara media sosial lainnya X menyebutkan bahwa Pyongyang telah mengirimkan sebanyak 50 unit senjata jenis howitzer tersebut.

    Meski senjata ini hanyalah howitzer, akan tetapi dianggap bukan senjata sembarangan. Pasalnya M1989 Koksan memiliki beberapa keunggulan dibanding meriam sejenis lainnya.

    M1989 dilengkapi dengan meriam kaliber 170 mm yang dipasang pada rangka beroda, sehingga mudah dibawa di medan berat.

    Meski ukurannya sangat besar dibanding yang lain, senjata ini mampu menjangkau sasaran yang lebih jauh.

    Mesin ini memiliki laras Kanone 18 17 cm buatan Jerman yang dipasang pada meriam S-23 180 mm buatan Soviet, yang memberikannya daya tembak lebih besar melalui peningkatan daya ledaknya. 

    Kalibernya yang besar berarti ia menggabungkan peluru antitank yang kuat dengan muatan peledak tinggi yang besar, dengan radius kerusakan selongsong peluru 9 unit SI. 

    M1989 dapat menembakkan peluru konvensional hingga sejauh 40 kilometer dan proyektil berbantuan roket hingga sejauh 60 kilometer, sehingga menjadikannya aset berharga untuk serangan strategis. 

    Penamaan Koksan

    Eurasian Times menyebutkan sejarah senjata ini, Koksan yang merupakan senjata kuno yang pertama kali ditemukan di kota Koksan, Korea Utara, pada tahun 1978. I

    ntelijen Barat memberinya nama tidak resmi berdasarkan kota tempat pertama kali ditemukannya. Nama resmi senjata Korea Utara tersebut adalah Chuch’ep’o atau Meriam Juche.

    Varian asli M-1978 menggunakan rangka tank Tipe 59 buatan China. Varian M-1989 memiliki rangka yang lebih baik, mirip dengan 2S7 Pion buatan Soviet.

    Kaliber 177 mm yang tidak biasa pada senjata ini kemungkinan besar dapat dijelaskan dengan baik berdasarkan asal usulnya—senjata ini dapat dikembangkan dari artileri Jerman pada Perang Dunia II dengan kaliber yang sama atau senjata pertahanan pantai Rusia. 

    Andalan Kim Jong Un

    Senjata ini menjadi salah satu artileri paling tangguh andalan Kim Jong Un. Di Korut sendiri, dengan jarak tembak sejauh ini maka dengan mudah bisa menjangkau Seoul Korea Selatan, musuh abadi Korut.

    Meski demikian, sistem pertahanan ini memiliki kelemahan juga. Di antaranya adalah laju tembakan yang lambat, hanya mampu menembakkan satu hingga dua peluru setiap lima menit karena ukuran amunisinya yang besar. 

    Sistem ini mulai dikenal selama Perang Iran-Irak pada tahun 1980-an, yang digunakan dalam misi tembakan balasan berkelanjutan dan pengeboman jarak jauh.

    Korea Utara dan Rusia saat ini terus meningkatkan kolaborasi militer di tengah peperangan dengan Ukraina dan ketegangan global.

    Tangkap layar memperlihatkan pasukan Korea Utara berlindung di balik pepohonan di wilayah Kursk, Rusia (Telegram Zelenskiy / Official)

    Dalam kerja sama militer tersebut Korea Utara diketahui mengirimkan jutaan butir peluru ke Rusia selama peperangan melawan Rusia.

    Dukungan lainnya yang diketahui adalah pengiriman ribuan pasukan dari Prongyang membantu Moskow memerangi pasukan Kiev, yang tersekam di Kursk, bagian dari Rusia yang diinvasi oleh Ukraina.

    Intelijen Inggris menyakini bahwa jumlah pasukan Korea Utara di Rusia telah mencapai 11.000 personel dan siap di terjunkan ke garis depan peperangan. Bahkan sebagiannya lagi telah ikut bertempur di Kursk.

    Kini Korut terciduk mengirimkan howitzer M1989 Koksan yang dipastikan bakal memperkeruh ketegangan yang telah ada. (Eurasian Times/Army Recognition)

  • Warga di Korea Utara Bakal Dihukum Kerja Paksa Bila Ceraikan Pasangan

    Warga di Korea Utara Bakal Dihukum Kerja Paksa Bila Ceraikan Pasangan

    Jakarta

    Warga Korea Utara yang bercerai akan langsung dihukum untuk kerja paksa. Menurut warga Korut yang tidak mau disebutkan namanya, ada 12 pasangan yang bercerai pada 13 Desember.

    Tidak lama setelahnya, masing-masing dari orang tersebut langsung dikirim ke kamp kerja militer.

    “Tahun lalu, hanya orang yang awalnya mengajukan gugatan cerai dikirim ke kamp kerja militer. Mereka mengirim keduanya (mantan pasangan), mulai bulan lalu,” kata sumber tersebut, dikutip dari The Korea Herald, Jumat (20/12/2024).

    Sementara pada Juni 2021, media daring Daily NK yang berbasis di Seoul melaporkan tidak semua warga bercerai dikirim ke kamp militer. Menurut pernyataan otoritas Pyongyang, orang yang memiliki lebih banyak kesalahan dalam perceraian yang dikirim ke kamp.

    Hukum Korea Utara secara resmi belum menetapkan jenis hukuman apapun untuk itu. Namun, sumber lain memberi tahu Radio Free Asia tentang seseorang yang menjalani hukuman tiga bulan di kamp kerja paksa karena bercerai.

    Dirinya dilaporkan menjadi orang ke-30 dari 120 warga di kamp tersebut. Wanita umumnya dikenakan hukuman lebih lama daripada pria.

    Hal ini dikarenakan perceraian cenderung lebih banyak diajukan wanita, salah satu faktor terbanyak berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga oleh suami.

    Sebuah laporan bulan Februari oleh Kementerian Unifikasi Korea Selatan mengatakan dalam sebuah survei terhadap 2.432 pembelot, 28,7 persen wanita di antaranya dan 15,2 persen pria telah bercerai. Laporan tersebut juga memuat kesaksian para pembelot yang mengatakan menceraikan pasangan dapat berdampak buruk bagi mereka, bahkan perlu ada ‘suap’ hukum agar bisa selamat.

    Sebuah laporan pada Januari oleh Institut Korea untuk Penyatuan Nasional, berdasarkan wawancara dengan 71 pembelot, mengatakan semakin banyak wanita di Korea Utara yang lebih suka hidup bersama dengan pasangan romantis mereka tanpa status menikah.

    (naf/kna)

  • Seratusan Tentara Korut Menjemput Maut di Perang Ukraina

    Seratusan Tentara Korut Menjemput Maut di Perang Ukraina

    Jakarta

    Setidaknya 100 tentara Korea Utara yang dikerahkan di Ukraina dilaporkan tewas. Seratusan tentara itu dilaporkan tewas sejak memasuki medan pertempuran.

    Dirangkum detikcom dari kantor berita AFP, Kamis (19/12/2024), hal tersebut disampaikan anggota parlemen Korea Selatan Lee Sung-kwon kepada wartawan pada hari Kamis (19/12).

    Pyongyang telah mengirim ribuan tentara untuk memperkuat militer Rusia, termasuk ke wilayah perbatasan Kursk, tempat pasukan Ukraina merebut wilayah tersebut awal tahun ini.

    “Pada bulan Desember, mereka (pasukan Korea Utara) terlibat dalam pertempuran yang sebenarnya, yang mana setidaknya 100 orang tewas,” kata Lee, dilansir kantor berita AFP.

    “Badan Intelijen Nasional (NIS) juga melaporkan bahwa jumlah korban luka diperkirakan mencapai hampir 1.000 orang,” imbuhnya.

    Seratusan Tentara Korut Tewas Diduga Terkena Serangan Rudal

    Foto: Ilustrasi tentara Korea Utara (Pen News).

    Lee menambahkan ada indikasi bahwa “beberapa korban Korea Utara, termasuk pejabat tinggi, telah terjadi karena serangan rudal dan drone atau pesawat nirawak Ukraina, serta kecelakaan pelatihan”.

    NIS mengatakan tingginya jumlah korban dapat dikaitkan dengan “lingkungan medan perang yang tidak dikenal, tempat pasukan Korea Utara digunakan sebagai unit penyerang garis depan yang dapat dikorbankan, dan kurangnya kemampuan mereka untuk melawan serangan drone,” kata Lee.

    Ia menambahkan bahwa “di dalam militer Rusia, muncul keluhan bahwa pasukan Korea Utara, karena kurangnya pengetahuan mereka tentang pesawat nirawak, lebih merupakan beban daripada aset”.

    Lee juga mengatakan NIS telah mendengar rumor tentang pengerahan pasukan tambahan Korea Utara.

    “Mereka (NIS) memantau dengan saksama kemungkinan pengerahan pasukan Korea Utara lebih lanjut, sementara juga memperkirakan bahwa Rusia mungkin menawarkan manfaat timbal balik, seperti memodernisasi persenjataan konvensional Korea Utara,” kata Lee.

    Halaman 2 dari 2

  • Korsel Sebut Tentara Korut Cuma Jadi Tumbal di Perang Rusia-Ukraina

    Korsel Sebut Tentara Korut Cuma Jadi Tumbal di Perang Rusia-Ukraina

    Jakarta, CNN Indonesia

    Korea Selatan menuding tentara Korea Utara yang membantu Rusia dalam perang menjadi tumbal pertempuran Negeri Beruang Merah dan Ukraina.

    Anggota parlemen Korsel Lee Seong Kweun mengutip laporan lembaga mata-mata Korsel Badan Intelijen Nasional (NIS), menyebut Rusia sengaja menempatkan tentara Korut di garis depan untuk menjadi tameng mereka menghadapi serangan Ukraina.

    “Tentara Korea Utara dihabiskan untuk serangan garis depan di lingkungan medan tempur yang tak diketahui di lapangan terbuka,” kata Lee pada Kamis (19/12), dikutip Radio Free Asia.

    Lee juga mengatakan pasukan Rusia kerap mengeluh karena tentara Korut tak memiliki kemampuan tempur termasuk mengoperasikan senjata.

    “Mereka tak punya kemampuan menanggapi serangan drone,” imbuh dia.

    Pasukan Rusia, lanjut Lee, menyebut tentara Korut sebagai “beban.”

    Menurut laporan NIS sekitar 11.000 tentara Korut diyakini berada di wilayah Kursk. Mereka terlibat dalam pertempuran yang sesungguhnya sejak Desember.

    “Setidaknya 100 orang tewas dan jumlah yang terluka diperkirakan mencapai 1.000 orang,” demikian laporan badan mata-mata itu.

    Konfirmasi Korsel mengenai korban jiwa dari pihak Korea Utara muncul usai Ukraina merilis video yang menunjukkan sekitar 50 tentara Korut tewas dalam serangan drone di Kursk pada akhir pekan lalu.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga menuding Rusia membakar tentara Korut yang tewas dalam perang itu.

    Keterlibatan pasukan Korut dalam perang dua negara di Eropa Timur itu terjadi saat hubungan Pyongyang dan Moskow menguat dalam beberapa tahun terakhir.

    (blq/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Seratusan Tentara Korut Menjemput Maut di Perang Ukraina

    100 Tentara Korut Tewas dalam Perang Rusia Melawan Ukraina

    Jakarta

    Setidaknya 100 tentara Korea Utara yang dikerahkan untuk mendukung upaya perang Rusia di Ukraina, dilaporkan telah tewas sejak memasuki pertempuran pada bulan Desember lalu. Hal tersebut disampaikan anggota parlemen Korea Selatan Lee Sung-kwon kepada wartawan pada hari Kamis (19/12)

    Pyongyang telah mengirim ribuan tentara untuk memperkuat militer Rusia, termasuk ke wilayah perbatasan Kursk, tempat pasukan Ukraina merebut wilayah tersebut awal tahun ini.

    “Pada bulan Desember, mereka (pasukan Korea Utara) terlibat dalam pertempuran yang sebenarnya, yang mana setidaknya 100 orang tewas,” kata Lee, dilansir kantor berita AFP, Kamis (19/12/2024).

    “Badan Intelijen Nasional (NIS) juga melaporkan bahwa jumlah korban luka diperkirakan mencapai hampir 1.000 orang,” imbuhnya.

    Lee menambahkan ada indikasi bahwa “beberapa korban Korea Utara, termasuk pejabat tinggi, telah terjadi karena serangan rudal dan drone atau pesawat nirawak Ukraina, serta kecelakaan pelatihan”.

    NIS mengatakan tingginya jumlah korban dapat dikaitkan dengan “lingkungan medan perang yang tidak dikenal, tempat pasukan Korea Utara digunakan sebagai unit penyerang garis depan yang dapat dikorbankan, dan kurangnya kemampuan mereka untuk melawan serangan drone,” kata Lee.

  • Korut Cap Presiden Yoon Suk Yeol Pemberontak, Sindir Pemakzulan

    Korut Cap Presiden Yoon Suk Yeol Pemberontak, Sindir Pemakzulan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Media pemerintah Korea Utara kembali mengomentari kisruh di Korea Selatan imbas penetapan darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol pada 3 Desember lalu.

    Kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA) pada Senin (16/12) mengecap Yoon sebagai ‘pemimpin pemberontakan’ karena aksinya mendeklarasikan darurat militer yang berujung pemakzulan dia.

    “Investigasi terhadap boneka Yoon Suk Yeol, pemimpin pemberontakan, dan kaki tangannya sedang berlangsung,” tulis KCNA dalam laporannya seperti dikutip South China Morning Post (SCMP).

    “Mahkamah Konstitusi boneka akhirnya akan memutuskan apakah akan melengserkan Yoon atau tidak,” lanjut kantor berita Korut tersebut.

    Korut menyebut Korsel boneka karena afiliasi Seoul dengan Amerika Serikat.

    Ini merupakan tanggapan terbaru Korut mengenai gonjang-ganjing Korsel buntut drama darurat militer Yoon. Pyongyang belakangan relatif bungkam padahal biasanya sangat terprovokasi jika menyangkut Seoul.

    Yoon sendiri membawa-bawa Korut sebagai salah satu dalih status darurat militer perlu ditetapkan pada 3 Desember lalu. Usut punya usut, situasi panas politik antara Yoon dan oposisi yang menyebabkan dia gegabah mengumumkan darurat militer.

    Saat ini, Yoon telah diskors dari tugas-tugasnya sebagai kepala negara Korsel imbas aksinya. Mahkamah Konstitusi kini sedang meninjau apakah akan menyetujui mosi yang diajukan parlemen untuk memakzulkan Yoon.

    MK memiliki waktu 180 hari untuk memutuskan masa depan Yoon.

    Karena posisi presiden kosong, Perdana Menteri Han Duck Soo akan menjadi pengganti sementara.

    KCNA dalam laporannya juga mewartakan kondisi ini dengan menyebut Yoon telah mengalihkan tanggung jawab atas “deklarasi darurat militer yang bodoh” kepada partai oposisi.

    (rds/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Putin Ngotot Kuasai Sepenuhnya Empat Wilayah Ukraina Ini Pada 2025 – Halaman all

    Putin Ngotot Kuasai Sepenuhnya Empat Wilayah Ukraina Ini Pada 2025 – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM — Presiden Vladimir Putin pada Senin (16/12/2024) kemarin mengumpulkan para pejabat militernya di istana Kremlin.

    Dalam pertemuan tersebut Putin memberikan arahan kepada para anak buahnya itu agar pada 2025 mendatang, empat wilayah Ukraina timur dan selatan benar-benar dikuasai sepenuhnya.

    Menteri Pertahanan Rusia Andrei Belousov mengatakan, keempat wilayah tersebut adalah Luhansk, Donetsk, Zaporozhye dan Kherson.

    Dikutip dari Kyiv Independent, Belousov menegaskan kembali komitmen Rusia untuk mencapai apa yang ia gambarkan sebagai “tujuan yang diumumkan oleh Presiden Vladimir Putin pada bulan Juni.”

    “Pada tahun 2025, Moskow berencana untuk meraih kemenangan dalam perang,” tambahnya.

    Pada tanggal 14 Juni lalu, Putin menyatakan bahwa Rusia akan menyetujui gencatan senjata dan perundingan damai hanya jika Ukraina menarik diri dari empat wilayah Ukraina dan secara resmi meninggalkan aspirasinya untuk bergabung dengan NATO.

    Tuntutan tambahan Putin termasuk mengakui Krimea dan Sevastopol sebagai bagian dari Rusia.

    “Begitu Kyiv menyatakan kesiapannya untuk keputusan tersebut dan memulai penarikan pasukan yang sebenarnya, serta secara resmi meninggalkan ambisi NATO-nya, kami akan segera menghentikan tembakan dan memulai negosiasi,” kata Putin saat itu.

    Meski demikian, Rusia belum sepenuhnya dapat menguasai keempat oblast (wilayah setingkat provinsi) Ukraina tersebut.

    Hanya Krimea dan Sevastopol yang telah benar-benar dikendalikan oleh Kremlin.

    Di Donetsk dan Luhansk atau biasa disebut sebagai Donbass, meskipun ibu kota kedua oblast tersebut telah dikuasai oleh Moskow, namun pertempuran sengit masih terjadi.

    Bahkan dalam beberapa bulan ini, pertempuran paling sengit di Ukraina terjadi di kota Pokrovsk dan Kurakhovo, Donetsk.

    Sementara dalam beberapa hari terakhir, pertempuran sengit pun terjadi di Siversk wilayah Luhansk di mana memakan ratusan korban di kedua belah pihak.

    Presiden Rusia, Vladimir Putin  (EPA Photo)

    Sementara di dua regional di selatan Ukraina yaitu Kherson dan Zaporozhye, pasukan Vladimir Putin masih kesulitan menaklukkan serdadu Volodymyr Zelensky.

    Hal ini dibuktikan dengan ibu kota kedua oblast tersebut masih dikuasai oleh Kiev.

    Kerahkan Pasukan Korea Utara

    Untuk meningkatkan daya serang, Rusia pun dikabarkan oleh media-media Barat telah mengerahkan lebih dari 10.000 pasukan dari Korea Utara.

    Hal ini terbukti dengan terjadinya peperangan yang melibatkan pasukan dari Asia timur tersebut melawan pejuang Ukraina di Kursk, wilayah Rusia yang kini sedang dikuasai oleh Kiev.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, seperti dikutip dari Ukrainska Pravda mengatakan, sebenarnya sudah banyak pasukan asal Pyongyang yang tewas dalam pertempuran tersebut.

    Ilustrasi: Pasukan Korea Utara diduga telah dikerahkan ke Rusia (MK News)

    Berdasarkan laporan Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina Oleksandr Syrsky, Vladimir Putin telah melibatkan tentara Korea Utara yang bertempur bersama tentara Rusia. 

    Zelensky mengatakan, banyak rincian tentang pemusnahan pasukan ini juga.

    “Data awal menunjukkan bahwa Rusia berusaha menyembunyikan kerugian Korea Utara. Pasukan pertahanan dan intelijen Ukraina sedang berupaya untuk menentukan seberapa besar kerugian sebenarnya yang dialami oleh unit-unit Rusia yang mencakup Korea Utara. Sayangnya, kami terpaksa juga mempertahankan diri dari mereka,” ujarnya.

    Hancurkan Fasilitas Energi

    Rusia terus membombardir fasilitas militer dan wilayah Ukraina dengan rudal, bom luncur berpemandu serta drone Shahed yang berdaya ledak tinggi.

    Akibat pengeboman tersebut, Ukraina menderita kerugian parah terutama di fasilitas energinya.

    Pada musim dingin saat ini, warga negara tersebut harus menjalani pemadaman listrik, sehingga harus hidup dalam kondisi kedinginan.

    Terakhir, pada 13 Desember lalu, ratusan rudal dan drone Moskow menghancurkan pembangkit listrik di sejumlah kota.

    Rudal Iskander Rusia  (military thread)

    Penasihat Perdana Menteri Ukraina dan anggota dewan pengawas Ukrenergo Yurii Boiko mengatakan Rusia telah mmenargetkan infrastruktur energi lintas batas.

    Dikutip dari Interfax, Boiko menyebut sasaran Rusia adalah mengurangi kapasitas ekspor dan impor Ukraina secara signifikan atau memutus sistem energinya sepenuhnya dari Eropa.

    “Ciri khas dari serangan terbaru ini adalah serangan tersebut menargetkan infrastruktur jaringan yang terlibat langsung dalam operasi ekspor-impor antara Ukraina dan negara-negara tetangganya di Eropa. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemampuan impor sebanyak mungkin dan idealnya memutus sistem Ukraina dari Eropa.”

    Boiko menambahkan bahwa dibutuhkan biaya sekitar 1 juta dolar AS untuk melindungi area seluas 100 meter persegi secara fisik.

    “Untuk melindungi fasilitas pembangkit, Anda perlu membangun sarkofagus beton setinggi gedung 10-12 lantai dengan 8-10 pintu masuk. Contoh ini seharusnya menjawab pertanyaan apakah mungkin untuk melindungi gardu induk sepenuhnya. Perlindungan mencakup elemen utama peralatan, tetapi kerusakan masih terjadi, dan perbaikan memerlukan waktu,” kata Boiko. (Pravda/Intefax-Ukraine/Kyiv Independent)

  • Negara Lagi Genting! Plt Presiden Korsel Telepon Biden, Ada Apa?

    Negara Lagi Genting! Plt Presiden Korsel Telepon Biden, Ada Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perdana Menteri Korea Selatan (Korsel) Han Duck Soo telah menghubungi Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden melalui panggilan telepon pada Minggu (15/12/2024). Keduanya melakukan percakapan selama 16 menit.

    Melansir Yonhap, Han berjanji kepada Biden untuk mempertahankan dan mengembangkan aliansi kedua negara.

    “Pemerintah kami akan menjalankan kebijakan diplomatik dan keamanan kami tanpa gangguan dan bekerja untuk memastikan bahwa aliansi Korea Selatan-AS terus dipertahankan dan dikembangkan tanpa goyah,” kata Han, seperti disampaikan oleh kantornya.

    Han menekankan pentingnya memperkuat postur pertahanan gabungan Korea Selatan-AS dalam menghadapi tantangan bersama, seperti ancaman nuklir yang ditimbulkan oleh Korea Utara dan kerja sama yang semakin dalam antara Moskow dan Pyongyang.

    Ia juga menjelaskan bahwa semua urusan negara akan dijalankan secara ketat sesuai dengan konstitusi dan hukum.

    Menurut kantor Han, Biden berterima kasih kepada Han atas penjelasannya dan menyuarakan keyakinannya pada demokrasi Korea Selatan sekaligus mencatat ketahanannya.

    Biden mengatakan “aliansi Korea Selatan-AS yang kuat tetap tidak berubah dan bahwa ia akan terus bekerja sama dengan pihak Korea Selatan untuk pengembangan dan penguatan aliansi Korea Selatan-AS dan kerja sama Korea Selatan-AS-Jepang,” katanya.

    Foto: Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pertama kali menerima dan berterima kasih atas kunjungan kehormatan Perdana Menteri (PM) Republik Korea, Han Duck-soo di Istana Wakil Presiden, Minggu (20/10/2024) Malam. (Instagram @gibran_rakabuming)
    Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pertama kali menerima dan berterima kasih atas kunjungan kehormatan Perdana Menteri (PM) Republik Korea, Han Duck-soo di Istana Wakil Presiden, Minggu (20/10/2024) Malam. (Instagram @gibran_rakabuming)

    Han berterima kasih kepada Biden atas perhatian dan upayanya dalam mengembangkan aliansi bilateral dan kerja sama trilateral dengan Jepang secara dramatis selama masa jabatannya. Biden berjanji untuk terus mendukung pengembangan aliansi tersebut.

    Sementara itu Gedung Putih mengatakan Biden menyampaikan apresiasinya atas “ketahanan” demokrasi dan supremasi hukum di Korea Selatan dan menegaskan kembali komitmen “kuat” AS kepada rakyat Korea Selatan.

    “Presiden Biden menyatakan keyakinannya bahwa Aliansi akan tetap menjadi poros perdamaian dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik selama masa jabatan Penjabat Presiden Han,” katanya dalam sebuah pernyataan.

    Han menelpon Biden setelah ia ditetapkan sebagai presiden sementara, menggantikan Presiden Yoon Suk Yeol yang telah dimakzulkan oleh Majelis Nasional pada Sabtu (14/12/2024) atas penerapan darurat militer pada 3 Desember lalu.

    (tfa/wur)

  • Ambisi Nuklir Korea Utara dan Harga yang Harus Dibayar Rakyatnya

    Ambisi Nuklir Korea Utara dan Harga yang Harus Dibayar Rakyatnya

    loading…

    Joohyun Moon, Profesor Teknik Energi di Departemen Universitas Dankook, Korea Selatan. Foto/istimewa

    Joohyun Moon
    Profesor Teknik Energi di Departemen Universitas Dankook, Korea Selatan

    KOREA Utara baru-baru ini mengejutkan komunitas internasional dengan laporan pengiriman pasukan ke Rusia di tengah perang yang sedang berlangsung di Ukraina. Meskipun skala dan peran pasukan ini masih belum jelas, para ahli menyebutkan bahwa keterlibatan Korea Utara dapat berdampak signifikan pada perang Rusia-Ukraina serta dinamika keamanan di Semenanjung Korea.

    Keputusan ini menunjukkan prioritas rezim terhadap tujuan militeristik daripada kesejahteraan rakyatnya, sehingga memunculkan pertanyaan serius mengenai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Korea Utara.

    Pengiriman pasukan Korea Utara ke Rusia tampaknya didorong oleh beberapa motif strategis, dengan tujuan utama memperkuat aliansi dengan Moskow. Pada Juni, sebuah “Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif” ditandatangani antara Korea Utara dan Rusia, yang kemudian diratifikasi oleh Duma Negara (Majelis Legislatif) Rusia pada bulan Oktober. Aliansi ini melampaui sekadar formalitas diplomatic.

    Korea Utara tampaknya percaya bahwa aliansi dengan Rusia yang dibentuk di medan perang akan lebih menjamin masa depannya. Pemerintahan Kim Jong-un kemungkinan meyakini bahwa hanya hubungan mendalam dengan negara-negara kuat seperti Rusia yang dapat menjaga kelangsungan rezimnya.

    Selain itu, pengejaran tanpa henti Pyongyang terhadap pengembangan nuklir dan misil telah lama mengesampingkan kesejahteraan rakyatnya.

    Selama kelaparan parah pada 1990-an yang dikenal sebagai “Arduous March,” jutaan orang meninggal akibat kelaparan sementara rezim memprioritaskan pengembangan nuklir, yang berpuncak pada uji coba nuklir pertamanya pada 2006. Saat ini, negara tersebut telah mencapai miniaturisasi dan standarisasi hulu ledak nuklir, tetapi terus mencari kemajuan lebih lanjut.

    Rusia memiliki teknologi penting dalam kemampuan re-entry untuk rudal balistik antarbenua, satelit pengintai, dan kapal selam bertenaga nuklir—semua elemen yang diinginkan Korea Utara untuk meningkatkan kekuatan militernya. Menguasai teknologi ini akan memungkinkan Korea Utara menjadi ancaman yang lebih besar. Tidak hanya bagi Korea Selatan tetapi juga negara-negara tetangga lainnya, bahkan Amerika Serikat (AS), sehingga semakin mengganggu lanskap keamanan yang sudah rapuh di kawasan ini.

    Keputusan rezim Korea Utara untuk mengirim tentaranya ke perang asing demi pengalaman tempur menandai dimensi lain dari ambisi strategisnya. Pasukan Korea Utara, meskipun berjumlah 1,2 juta personel aktif, kurang memiliki pengalaman nyata dalam pertempuran.

    Keterlibatan dalam perang intensif dapat memberikan pasukannya pengalaman tempur yang berharga. Jika pengiriman ini dipasangkan dengan kemungkinan transfer teknologi dari Rusia, Korea Utara dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan militernya. Hal ini bisa menjadi ancaman yang lebih besar bagi Korea Selatan dan negara-negara tetangga lainnya.

  • Kritik Tajam Trump atas Penggunaan Rudal AS oleh Ukraina: Tindakan Gila dan Berbahaya – Halaman all

    Kritik Tajam Trump atas Penggunaan Rudal AS oleh Ukraina: Tindakan Gila dan Berbahaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan kritik keras terhadap penggunaan rudal jarak jauh yang dipasok Washington kepada Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia.

    Kritikan ini menunjukkan kemungkinan perubahan kebijakan AS di bawah kepemimpinan Trump terhadap Kyiv.

    “Sungguh gila apa yang terjadi. Ini gila. Saya sangat tidak setuju dengan peluncuran rudal-rudal hingga ratusan mil ke dalam wilayah Rusia,” ujar Trump dalam wawancara dengan majalah TIME, yang dilansir Reuters, Jumat (13/12/2024).

    “Mengapa kita melakukan itu? Kita hanya meningkatkan perang ini dan memperburuknya. Hal itu tidak seharusnya dibiarkan,” tegas Trump.

    Wawancara dengan TIME ini dilakukan sebagai bagian dari penobatan Trump sebagai “Person of the Year” untuk tahun ini.

    Presiden Joe Biden, bulan lalu, mencabut larangan AS terhadap Ukraina untuk menggunakan rudal jarak jauh yang dipasok Washington dalam serangan lebih dalam ke wilayah Rusia.

    Langkah ini merupakan dukungan terbaru Biden untuk membantu Kyiv mengusir pasukan Rusia yang menginvasi negara tersebut.

    Keputusan Biden diambil setelah permohonan berulang kali dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan setelah pengerahan 15.000 tentara Korea Utara (Korut) ke medan pertempuran oleh Rusia.

    Pengerahan tentara Korut ini menjadi alasan utama Biden untuk mengubah kebijakannya.

    Namun, Trump mengungkapkan bahwa ia ingin segera mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir tiga tahun tersebut, meskipun ia belum memberikan rincian rencananya.

    Berbeda dengan Joe Biden, Trump marah ketika Ukraina menembakkan rudal AS ke wilayah Rusia.

    “Apa yang terjadi sungguh gila. Gila. Saya sangat tidak setuju dengan pengiriman rudal ratusan mil ke Rusia,” kata Trump.

    Ia menegaskan bahwa langkah ini hanya akan memperburuk situasi dan memperpanjang konflik.

    Trump mengklaim ia bisa mengakhiri perang Ukraina dalam sehari, meskipun belum mengungkapkan secara rinci bagaimana cara melakukannya.

    Trump diperkirakan akan mendorong perundingan damai cepat yang bisa menyebabkan Ukraina harus menyerahkan sebagian besar wilayah timur negaranya.

    Keterlibatan Korea Utara Semakin Memperburuk Situasi

    Dalam wawancara dengan TIME, Trump juga mengomentari keterlibatan Korea Utara dalam perang Rusia-Ukraina. Ia menyebut kehadiran pasukan Korut di Rusia semakin memperumit perang.

    “Ketika Korea Utara terlibat, itu adalah faktor yang sangat rumit,” kata Trump.

    Trump menambahkan bahwa di bawah pemerintahannya, Korea Utara akan lebih tenang karena ia memiliki hubungan yang baik dengan pemimpin Korut, Kim Jong Un.

    “Saya tahu Kim Jong Un, saya akrab dengan Kim Jong Un. Saya mungkin satu-satunya orang yang pernah berurusan dengannya,” ujar Trump.

    Spekulasi Tentang Kebijakan Trump terhadap Ukraina dan Korut

    Kendati demikian, masih belum jelas apakah Pyongyang akan sejalan dengan Washington, mengingat Korut saat ini menjalin hubungan erat dengan Rusia, yang merupakan rival bebuyutan AS.

    Ada spekulasi bahwa di bawah kepemimpinan Trump, AS akan mendesak Ukraina untuk menyerahkan sebagian wilayahnya kepada Rusia guna mengakhiri perang yang telah berlangsung sejak Februari 2022.

    Trump juga diduga akan menghentikan pasokan militer Washington ke Kyiv.

    Saat ditanya apakah AS akan meninggalkan Ukraina, Trump membantah.

    “Saya ingin mencapai kesepakatan. Dan satu-satunya cara untuk mencapai kesepakatan adalah dengan tidak meninggalkan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Inggris mendesak Joe Biden untuk memberikan izin bagi penggunaan rudal jarak jauh, termasuk Storm Shadows yang menggunakan sistem data AS, untuk menyerang Rusia.

    Biden menyetujui hal tersebut setelah ribuan tentara Korut dikerahkan ke Rusia untuk membantu Vladimir Putin merebut kembali wilayah Kursk.

    Rusia kemudian mengancam balasan setelah Ukraina menargetkan lapangan udara militer di provinsi Rostov dengan rudal balistik ATACMS buatan AS.

    Keith Kellogg, utusan khusus untuk Ukraina dan Rusia yang ditunjuk Trump, mengatakan pada Jumat (13/12/2024) bahwa konflik di Ukraina dapat diselesaikan dalam beberapa bulan ke depan.

    “Jika menyangkut Ukraina dan Rusia, saya yakin masalah ini akan terselesaikan dalam jangka waktu beberapa bulan ke depan,” kata Kellogg kepada Fox News.

    Ia juga menambahkan bahwa tidak mengherankan jika Trump mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke AS untuk melakukan pembicaraan perdamaian.

    Sementara itu, Departemen Pertahanan AS mengumumkan bantuan baru senilai 500 juta dolar AS (sekitar Rp8,01 triliun) untuk memenuhi kebutuhan keamanan Ukraina dalam perjuangannya melawan Rusia.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)