kab/kota: Pyongyang

  • VIDEO Trump Ingin Rangkul Kim Jong-un, Media Korea Utara: Nuklir Kami untuk Perang Bukan Negosiasi – Halaman all

    VIDEO Trump Ingin Rangkul Kim Jong-un, Media Korea Utara: Nuklir Kami untuk Perang Bukan Negosiasi – Halaman all

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan keinginan untuk membangun kembali hubungan dengan Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un.

    Tayang: Minggu, 9 Februari 2025 14:46 WIB

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menyatakan keinginan untuk membangun kembali hubungan dengan Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un.

    Menurutnya, diplomasi antara Washington dan Pyongyang adalah kunci stabilitas dunia.

    Dalam konferensi pers di Gedung Putih pada Jumat (7/2/2025), Trump mengaku sangat akrab dengan Kim.

    Saat ia terpilih menjadi Presiden AS pada 2016, hubungan antara Washington dan Pyongyang disebut membaik.

    “Kita akan memiliki hubungan dengan Korea Utara dan Kim Jong-un,” kata Trump.

     

    (*)

    Berita selengkapnya simak video di atas.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’15’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Perkembangan Terbaru Perang Rusia-Ukraina: Pasukan Korea Utara Kembali ke Garis Depan – Halaman all

    Perkembangan Terbaru Perang Rusia-Ukraina: Pasukan Korea Utara Kembali ke Garis Depan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Rusia-Ukraina terus berlanjut dan pada tanggal 8 Februari 2025, telah memasuki hari ke-1981.

    Dalam perkembangan yang signifikan, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengungkapkan bahwa pasukan Korea Utara telah kembali ke garis depan di wilayah Kursk, Rusia.

    Hal ini muncul setelah sebelumnya dilaporkan bahwa pasukan Korea Utara ditarik karena mengalami kerugian besar.

    Apa yang Terjadi di Kursk?

    Zelensky, dalam pidato malamnya pada tanggal 7 Februari 2025, menyatakan, “Telah terjadi serangan baru di daerah operasi Kursk. Tentara Rusia dan tentara Korea Utara didatangkan kembali.” Ia juga menambahkan bahwa “sejumlah besar pasukan lawan telah dihancurkan,” merujuk pada ratusan tentara Rusia dan Korea Utara yang terlibat dalam konflik ini.

    Sebelumnya, seorang juru bicara militer Ukraina melaporkan bahwa Kyiv tidak mengalami aktivitas atau bentrokan dengan pasukan Korea Utara selama tiga minggu.

    Ini menunjukkan fluktuasi dalam situasi di medan perang yang dapat berdampak pada taktik dan strategi kedua belah pihak.

    Kenapa Korea Utara Terlibat Kembali?

    Menurut intelijen dari Korea Selatan dan barat, Pyongyang telah mengirim lebih dari 10.000 tentara ke Rusia tahun lalu untuk memberikan dukungan dalam perang melawan Ukraina, khususnya di wilayah perbatasan.

    Kembalinya pasukan Korea Utara ke Kursk menandakan peningkatan kembali kerjasama militer antara kedua negara dalam konteks konfrontasi yang berkepanjangan ini.

    Apa yang Terjadi di Pertemuan Trump dan Zelensky?

    Di tengah situasi yang berkembang di Kursk, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, juga memberikan kabar bahwa ia mungkin akan bertemu dengan Zelensky minggu depan.

    Dalam pernyataannya kepada wartawan di Gedung Putih, Trump menjawab bahwa pertemuan tersebut bisa saja terjadi di Washington, meskipun ia tidak akan pergi ke Kyiv.

    Zelensky mengapresiasi kerja sama yang telah terjalin dengan Trump.

    Ia menyatakan bahwa saat ini tim Ukraina dan Amerika sedang menyusun rincian untuk pertemuan tersebut.

    Bagaimana dengan Situasi di Toretsk?

    Di sisi lain, Rusia mengeklaim telah berhasil merebut kota pertambangan utama di Ukraina timur, yaitu Toretsk.

    Jika klaim ini terkonfirmasi, maka ini akan menjadi pemukiman terbesar yang direbut oleh Moskow sejak Avdiivka pada Februari tahun lalu.

    Namun, Kyiv membantah bahwa Rusia memiliki kendali penuh atas pusat industri tersebut.

    Menurut analis militer, perebutan Toretsk yang strategis bisa membuka jalan bagi Rusia untuk memotong rute pasokan Ukraina lebih lanjut ke utara.

    Apa yang Terjadi di Zaporizhia?

    Selain itu, pada tanggal 6 Februari 2025, Pasukan Pertahanan Ukraina berhasil menembak jatuh bom udara berpemandu Rusia di atas Zaporizhia.

    Yuriy Ignat, kepala departemen komunikasi Komando Angkatan Udara Angkatan Bersenjata Ukraina, menyebutkan bahwa insiden ini bukanlah yang pertama, meskipun ia tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai situasi tersebut.

    Dengan dinamika yang terus berubah, perang Rusia-Ukraina menunjukkan bahwa medan perang tetap menjadi arena yang kompleks dan penuh ketidakpastian.

    Kembalinya pasukan Korea Utara, pertemuan yang direncanakan antara Trump dan Zelensky, serta situasi di Toretsk dan Zaporizhia menunjukkan betapa pentingnya perkembangan ini dalam konteks geopolitis yang lebih luas.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Wisata 5D4N ke Korea Utara Spesial Ulang Tahun Kim Jong Il, Tertarik?

    Wisata 5D4N ke Korea Utara Spesial Ulang Tahun Kim Jong Il, Tertarik?

    PIKIRAN RAKYAT – Bagi Anda yang penasaran dengan misteri Korea Utara, sebuah agen tur menawarkan kesempatan unik untuk menjelajahi Zona Ekonomi Khusus Rason.

    Paket wisata 5 hari 4 malam ini mengajak Anda untuk merasakan langsung kehidupan sehari-hari di salah satu kawasan industri paling modern di Korea Utara.

    Diketahui, paket wisata ini dibuka dalam rangka memperingati ulang tahun Kim Jong Il yang jatuh pada tanggal 16 Februari 2025 mendatang.

    Dalam website resminya, paket wisata ke Korea Utara itu akan dibuka pada tanggal 12 hingga 18 Februari 2025, namun masih menunggu konfirmasi resmi.

    Mengapa Rason?

    Rason dipilih sebagai tujuan wisata karena beberapa alasan:

    – Rason merupakan kawasan eksperimental di mana Korea Utara menguji kebijakan ekonomi dan sosial baru.

    – Meskipun lebih terpencil dibandingkan Pyongyang, Rason relatif mudah diakses karena lokasinya yang berbatasan dengan China dan Rusia.

    – Anda akan melihat sisi berbeda dari Korea Utara yang jarang dikunjungi oleh wisatawan.

    Kim Jong Il yang merupakan ayah dari Kim Jong Un, yang kematiannya diperingati setiap tahun dengan aturan larangan tertawa selama 11 hari

    Rangkuman Itinerary

    Selama perjalanan, Anda akan diajak mengunjungi berbagai tempat menarik, seperti:

    – Melihat langsung proses produksi di berbagai industri lokal, seperti pabrik pengolahan makanan dan peternakan teripang.

    – Melihat bagaimana bahasa asing diajarkan di Korea Utara.

    – Menyaksikan pemandangan perbatasan antara Korea Utara, China, dan Rusia.

    – Bersantai di tepi pantai dan menikmati keindahan alam di Taman Hae’andan.

    – Berlayar dan menikmati pemandangan pulau yang indah di Pulau Pipha.

    – Mengunjungi tempat-tempat yang sebelumnya tidak dibuka untuk wisatawan.

    Harga dan Fasilitas

    Biaya paket wisata ini dimulai dari 705 Euro per orang (sekitar Rp12,7 juta; 1 Euro: Rp16.963) dan sudah termasuk:

    – Transportasi dari Yanji ke Rason dan kembali

    – Akomodasi hotel

    – Semua makanan selama tur

    – Pemandu wisata lokal

    – Transportasi di dalam Korea Utara

    Hal Penting yang Perlu Diketahui

    – Visa ke Korea Utara harus diurus oleh agen perjalanan.

    – Pembayaran dapat dilakukan secara bertahap.

    – Jadwal perjalanan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung pada kondisi cuaca dan kebijakan pemerintah setempat.

    – Kebebasan bergerak wisatawan di Korea Utara terbatas dan harus mengikuti jadwal yang telah ditentukan.

    Disclaimer: Tur ini sekarang sudah dibuka untuk pemesanan tetapi belum dikonfirmasi. Saat ini Koryo Tours menunggu informasi dari otoritas Tiongkok mengenai pembukaan sisi perbatasan Tiongkok dan akan segera memberikan konfirmasi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Korea Selatan Khawatir Tersingkirkan di Era Trump-Kim Jong Un

    Korea Selatan Khawatir Tersingkirkan di Era Trump-Kim Jong Un

    Jakarta

    Ada kekhawatiran yang berkembang di Korea Selatan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan cenderung untuk mengabaikan Seoul dan mendekat ke pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, seperti yang ia lakukan selama pemerintahan pertamanya.

    Contohnya pada Juni 2018, setelah bertukar 27 “surat cinta”, Trump dan Kim secara tak terduga mengumumkan penangguhan penuh latihan militer gabungan AS-Korea Selatan selama pertemuan puncak di Singapura.

    “Ia menulis surat-surat yang indah untuk saya, dan itu surat-surat yang hebat,” kata Trump pada September 2018. “Kami saling jatuh cinta.”

    Tak lama setelah dilantik untuk masa jabatan kedua, Trump mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Fox News pada 23 Januari bahwa ia bersedia menghubungi Kim, dengan mengatakan, mereka berdua “akrab,” sambil menyebut diktator Korea Utara itu sebagai “orang pintar.”

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Setelah wawancara Trump di Fox News, Lee Jae-Myung, kepala partai oposisi Partai Demokrat, mengatakan, pembicaraan bilateral AS-Korea Utara tanpa masukan dari Seoul dapat membahayakan Korea Selatan.

    “Jika dialog AS-Korea Utara dilanjutkan, ada kemungkinan besar Republik Korea akan dikesampingkan dan ini merupakan masalah yang signifikan,” kata Lee dalam konferensi pers di Seoul.

    “Kita tidak dapat membuat asumsi tergesa-gesa tentang bagaimana pemerintahan baru AS akan menangani masalah nuklir Korea Utara,” tambahnya.

    Korea Utara protes disebut negara ‘nakal’

    Hubungan AS-Korea Utara tetap tegang setelah Trump mengakhiri jabatan pertamanya, dengan Pyongyang memperluas pengembangan misilnya, termasuk klaim uji coba hipersonik. Selain itu, Korea Utara juga mendekati Presiden Rusia Vladimir Putin dengan menyediakan senjata dan tenaga kerja untuk membantu mengobarkan perang Moskow di Ukraina.

    Setelah Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyebut Korea Utara sebagai negara “nakal” dalam sebuah wawancara televisi baru-baru ini, Kementerian Luar Negeri Korea Utara menanggapi dengan mengatakan bahwa “pernyataan kasar dan tidak masuk akal itu menunjukkan secara langsung pandangan yang salah dari pemerintahan baru AS” terhadap Korea Utara. Menlu Korea juga menambahkan bahwa pernyataan ini tidak akan membantu memajukan kepentingan AS.

    Pada bulan Desember, Kim mengatakan Pyongyang akan menerapkan kebijakan anti-AS “terberat” sebelum Trump menjabat.

    Korea Selatan mengatakan selalu menyambut baik upaya diplomatik. Namun negara itu juga bersikeras untuk diikutsertakan dalam perundingan yang menyangkut kepentingannya.

    “Saya tidak berpikir ada yang menentang dialog konstruktif atau upaya diplomatik ke Korea Utara dan negara-negara lain,” kata Lim Eun-jung, profesor madya studi internasional di Universitas Nasional Kongju di Korea Selatan.

    “Pada dasarnya, ketakutannya adalah Trump akan melakukan sesuatu, membuat janji kepada Kim tanpa memberi tahu sekutunya di kawasan itu,” katanya kepada DW.

    Dia menambahkan, mantan Presiden AS Joe Biden bekerja sangat keras untuk meningkatkan pencegahan dan membangun kemitraan keamanan tiga arah di kawasan itu dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol dan mantan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.

    “Kami khawatir Trump bersikap transaksional dan semua kerja keras itu akan sia-sia,” kata Lim.

    Lim menyebutkan, para analis khawatir dapat membuat kesepakatan dengan Korea Utara yang mencakup penghapusan rudal jarak jauh Korea Utara, tapi tetap mempertahankan senjata jarak pendek yang dapat mengancam Korea Selatan.

    Masalah di Korea Selatan semakin parah karena kekosongan politik yang terjadi di Seoul sejak Presiden Yoon ditangkap setelah mengumumkan darurat militer yang berlaku sementara pada Desember 2024.

    Kebijakan luar negeri transaksional Trump

    Dan Pinkston, profesor hubungan internasional di Universitas Troy, Seoul, mengatakan Trump belum menyatakan tindakan yang jelas terhadap Korea Selatan. Namun, ia menambahkan, jelas Trump frustrasi selama masa jabatan pertamanya, karena tidak punya waktu untuk memaksa Seoul membayar lebih untuk pasukan AS yang ditempatkan di Korea Selatan.

    “Namun, memaksa sekutu untuk membayar lebih, tampaknya lebih penting daripada memastikan keamanan regional,” kata Pinkston kepada DW.

    “Kemitraan dan aliansinya bersifat transaksional dan jika dia bersedia menentang Kanada dan Meksiko dalam perdagangan, bagaimana dia bisa dipercaya untuk membantu Korea Selatan jika mereka membutuhkannya di masa mendatang?” tanya Pinkston.

    “Sikapnya adalah, sekutu Amerika sedang menipu dan dia harus menghentikannya.”

    Pinkston menambahkan, saat Trump memulai masa jabatan keduanya, Korea Selatan berusaha untuk menjauh dari sorotan.

    “Mereka tampaknya berharap Trump terlalu fokus pada perang dagang dengan Kanada, Meksiko, dan Cina,” katanya. “Korea Selatan berharap diabaikan selama mungkin, meskipun mereka tahu giliran mereka akan tiba.”

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris dengan tambahan materi dari AP

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Derita Kerugian, Tentara Korut di Garis Depan Perang Rusia-Ukraina Ditarik Mundur – Halaman all

    Derita Kerugian, Tentara Korut di Garis Depan Perang Rusia-Ukraina Ditarik Mundur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tentara Korea Utara menderita kerugian besar setelah mendukung invasi Rusia ke Ukraina.

    Pasukan Korea Utara itu telah menderita banyak korban, menurut sebuah laporan.

    Sekitar 10.000 tentara yang diyakini dikirim Korea Utara ke Rusia telah absen dari garis depan selama beberapa minggu.

    Laporan yang dirilis Yonhap mendukung klaim Ukraina dan media Amerika Serikat tentang penarikan pasukan Korea Utara.

    Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) mengatakan kepada kantor berita AFP, unit Korea Utara telah menghentikan operasi tempur di wilayah Kursk Rusia sejak pertengahan Januari 2025.

    “Salah satu penyebabnya kemungkinan karena banyaknya korban jiwa, namun rincian pastinya masih dipantau,” kata badan itu.

    Analisis militer Ukraina mengatakan pada Jumat (31/1/2025), mereka yakin tentara Korea Utara telah ditarik kembali setelah menderita kerugian besar.

    Ukraina sebelumnya melaporkan telah menangkap atau membunuh sejumlah unit Korea Utara di Kursk, tempat mereka melancarkan serangan mendadak lintas-perbatasan pada bulan Agustus.

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menerbitkan rekaman interogasi terhadap apa yang ia katakan sebagai tahanan Korea Utara yang ditangkap.

    Pada pertengahan Januari, NIS memperkirakan sekitar 300 tentara Korea Utara tewas dan 2.700 tentara lainnya terluka dalam pertempuran di sekitar wilayah tersebut.

    Pengerahan pasukan Korea Utara ke Kursk, yang tidak diakui secara resmi oleh Pyongyang maupun Moskow, seharusnya memperkuat pasukan Rusia dan membantu mengusir pasukan Ukraina.

    Namun, hampir enam bulan kemudian, Ukraina masih menguasai sebagian besar wilayah tersebut.

    Seoul sebelumnya mengatakan, karena kerugian yang dialami pasukannya, Pyongyang sedang mempersiapkan pengerahan pasukan tambahan.

    Di sisi lain, Rusia telah kehilangan 842.930 tentara di Ukraina sejak dimulainya invasi skala penuh pada 24 Februari 2022, Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina melaporkan pada 4 Februari.

    Jumlah ini termasuk 1.270 korban yang diderita pasukan Rusia sepanjang hari lalu.

    Dikutip dari The Kyiv Independent, Rusia juga kehilangan 9.938 tank, 20.709 kendaraan tempur lapis baja, 35.921 kendaraan dan tangki bahan bakar, 22.655 sistem artileri, 1.269 sistem roket peluncur ganda, 1.053 sistem pertahanan udara, 369 pesawat terbang, 331 helikopter, 24.003 pesawat tak berawak, 28 kapal dan perahu, dan satu kapal selam.

    AS Minta Imbalan

    Sementara itu, Ukraina dengan cemas menanti kembalinya Donald Trump ke kursi kepresidenan Amerika Serikat.

    Trump khawatir Ukraina akan semakin tertinggal dalam perlombaan senjata jika ia memangkas dukungan militer terhadap Washington.

    Trump, yang telah menahan hampir semua bantuan luar negeri AS, pada Selasa malam mengisyaratkan ia menginginkan mineral tanah jarang sebagai imbalan untuk mempertahankan pasokan senjata dan dukungan lainnya.

    Dikutip dari Al Jazeera, Trump mengklaim Ukraina bersedia terlibat dalam pertukaran tersebut.

    Ia menginginkan “persamaan” dari Ukraina untuk dukungan “hampir $300 miliar”.

    Kremlin segera menanggapi laporan tersebut, dengan seorang juru bicara menyatakan bahwa kata-kata Trump menggambarkan AS tidak akan lagi memberikan dukungan tanpa syarat kepada Kyiv. (*)

  • Disebut ‘Negara Jahat’ oleh Menlu AS, Korut Meradang!    
        Disebut ‘Negara Jahat’ oleh Menlu AS, Korut Meradang!

    Disebut ‘Negara Jahat’ oleh Menlu AS, Korut Meradang! Disebut ‘Negara Jahat’ oleh Menlu AS, Korut Meradang!

    Pyongyang

    Korea Utara (Korut) meradang saat Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Marco Rubio menyebut negara yang dipimpin Kim Jong Un itu sebagai “negara jahat”. Pyongyang menyebut komentar Rubio sebagai “omong kosong”.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut, seperti dilansir AFP, Senin (3/2/2025), menegaskan Pyongyang “tidak akan pernah mentolerir provokasi apa pun yang dilakukan AS”.

    Pernyataan keras itu menjadi kecaman publik pertama Korut terhadap pemerintahan baru AS di bawah Presiden Donald Trump.

    Kementerian Luar Negeri Korut, dalam pernyataannya seperti dikutip kantor berita Korean Central News Agency (KCNA), menyatakan “akan mengambil tindakan balasan yang keras” terhadap setiap tindakan AS.

    Pernyataan Rubio yang menuai kemarahan Pyongyang itu disampaikan dalam wawancara radio baru-baru ini, di mana menyebut Korut dan Iran sebagai “negara jahat” yang “harus Anda hadapi” ketika membuat keputusan kebijakan luar negeri.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut mengecam pernyataan Rubio itu sebagai “omong kosong”, yang “tanpa berpikir panjang telah mencoreng citra negara berdaulat, sebagai provokasi politik yang serius”.

    Namun Pyongyang juga menyebut pernyataan Rubio tersebut “bukan hal baru” dan “akan lebih mengejutkan lagi jika dia menyampaikan kata-kata baik soal DPRK” — merujuk pada nama resmi Korut, Republik Demokratik Rakyat Korea.

    Kecaman Korut untuk Rubio itu disampaikan setelah Trump sebelumnya mengatakan dirinya akan “menghubungi” Kim Jong Un, setelah bertemu dengan pemimpin Korut itu pada masa jabatan pertamanya beberapa tahun lalu. Trump juga menyebut Kim Jong Un sebagai “sosok yang pintar”.

    Pertemuan keduanya di Hanoi, Vietnam, tahun 2019 lalu untuk membahas keringanan sanksi dan denuklirisasi Korut berujung kegagalan dalam mencapai kesepakatan.

    Pekan lalu, meskipun ada tawaran diplomatik dari Trump, Kim Jong Un dengan tegas mengatakan program nuklir Korut akan terus berlanjut “tanpa batas waktu”.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Banyak Korban, Pasukan Korut Ditarik dari Garis Depan Perang Rusia-Ukraina

    Banyak Korban, Pasukan Korut Ditarik dari Garis Depan Perang Rusia-Ukraina

    Kyiv

    Pasukan Korea Utara (Korut) dilaporkan tidak terlihat di garis depan di wilayah Kursk, Rusia, selama beberapa minggu. Pejabat militer Ukraina menyebut pasukan Korut banyak menjadi korban dalam perang di wilayah tersebut.

    “Kehadiran pasukan DPRK (nama resmi Korut) tidak terlihat selama sekitar tiga minggu, dan mereka mungkin terpaksa mundur setelah mengalami kerugian besar,” kata juru bicara Pasukan Operasi Khusus militer Ukraina, Kolonel Oleksandr Kindratenko, dilansir CNN, Minggu (2/2/2025).

    Penasihat presiden Ukraina Mykhailo Podolyak mengatakan ada laporan beberapa unit pasukan Korut telah ditarik mundur dari garis depan setelah mengalami kerugian yang signifikan. Sekitar 12.000 tentara Korut diyakini telah dikirim ke Rusia.

    Dari jumlah itu, sekitar 4.000 tentara dilaporkan telah tewas atau terluka. Pasukan Korut telah dikerahkan ke Kursk setidaknya sejak November 2024 untuk mengusir pasukan Ukraina di wilayah perbatasan selatan Rusia itu.

    “Kami masih berada di wilayah Kursk, pasukan Rusia tidak cukup kuat untuk mengusir kami,” kata Presiden Ukraina Zelensky minggu lalu dalam sebuah pidato di Davos, Swiss.

    Zelensky mencatat ada 60.000 tentara Rusia di Kursk dan 12.000 warga Korut. Zelensky juga mengatakan sepertiga dari pasukan Korut tersebut telah tewas.

    Pasukan Korut diduga melakukan taktik brutal dan hampir bunuh diri, yang dalam beberapa kasus telah meledakkan granat daripada ditangkap oleh pasukan Ukraina dan telah menulis janji setia di medan perang kepada Pemimpin Tertinggi Korut, Kim Jong Un. Seorang komandan resimen Pasukan Operasi Khusus ke-6, yang tidak ingin menyebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan kepada CNN meskipun tentara Korut semuanya adalah pejuang muda, terlatih, dan tangguh mereka tidak akan pernah menghadapi pesawat nirawak dalam pertempuran.

    “Mereka siap menghadapi kenyataan perang pada tahun 1980,” katanya.

    Prajurit batalion lainnya mengatakan kepada CNN bahwa Korut telah menunjukkan keahlian menembak yang baik saat menembak jatuh pesawat nirawak dari jarak sekitar 100 meter. Hal itu menunjukkan pelatihan tingkat tinggi di Korea Utara.

    Namun, Rusia tampaknya menggunakan pasukan tersebut sebagai prajurit infanteri. Rusia dilaporkan menggunakan mereka untuk melakukan serangan darat massal meskipun mengalami kerugian besar di Kursk.

    Institut Studi Perang (ISW) yang berbasis di Amerika Serikat menyebut Ukraina baru-baru ini membuat kemajuan di Kursk. Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan awal minggu ini pasukannya merebut kembali desa Nikolayevo-Daryino di wilayah Kursk yang terletak di perbatasan Rusia-Ukraina.

    Baik Moskow maupun Pyongyang belum secara resmi mengakui keberadaan pasukan Korea Utara di Rusia. Tahun lalu, beberapa bulan sebelum pengerahan pasukan Korea Utara ke Rusia, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani pakta pertahanan penting dan berjanji untuk menggunakan semua cara yang tersedia untuk memberikan bantuan militer segera jika pihak lain diserang.

    Pakta tersebut merupakan perjanjian paling signifikan yang ditandatangani oleh Rusia dan Korea Utara dalam beberapa dekade dan telah dipandang sebagai semacam kebangkitan kembali janji pertahanan bersama era Perang Dingin 1961.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Derita Kerugian, Tentara Korut di Garis Depan Perang Rusia-Ukraina Ditarik Mundur – Halaman all

    Tentara Korea Utara Pura-pura Menderita TBC Agar Tak Dikirim Berperang Bantu Rusia Melawan Ukraina – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, KORUT –  Keluarga para tentara di Korea Utara rela membayar lebih dari 100 kali gaji bulanan rata-rata agar kerabat mereka didiagnosis tuberkulosis (TBC)  palsu.

    Tujuannya agar para tentara Korea Utara itu tidak dikirim ke garis depan membela Rusia dalam perang melawan Ukraina.

    Dikutip dari Newsweek, Minggu (2/2/2025), Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan memperkirakan bahwa rezim Pimpinan Korea Utara Kim Jong Un telah mengirim hingga 12.000 tentara ke Rusia.

    Dimana para tentara muda itu telah bergabung dalam pertempuran di Kurs.

    Tujuannya  membantu memukul mundur serangan balasan Ukraina yang mengejutkan pasukan Rusia di perbatasan pada Agustus 2024 lalu.

    Rusia dan pihak berwenang Korea Utara belum secara terbuka mengakui keberadaan pasukan Korea Utara di medan perang Rusia Vs Ukraina,

    Meskipun miskin dan kekurangan sumber daya karena kebijakan negara yang gagal dan sanksi internasional, Korea Utara mempertahankan tentara tetap sebanyak 1,3 juta orang.

    Tentara Korea Utara menempati peringkat keempat terbesar di dunia. 

    Sebanyak 7,6 juta tentara cadangan tambahan, sekitar 30 persen dari populasi, memperkuat kekuatan militernya.

    Untuk mempertahankan jumlah pasukan ini, pria harus bertugas selama 10 tahun, sementara wanita diharuskan bertugas selama lima tahun.

    Bayar Berapa untuk Surat Keterangan TBC

    Harga suap pejabat rumah sakit untuk mengeluarkan sertifikat tuberkulosis TBC palsu telah melonjak lima kali lipat dengan harganya sekitar 100 dolar AS akhir tahun lalu.

    Ini karena semakin banyak keluarga yang berupaya mencegah anak laki-laki mereka dikirim ke Rusia, menurut sumber Korea Utara dari Radio Free Asia .

    Ini adalah jumlah yang sangat besar mengingat gaji bulanan rata-rata seorang pekerja pemerintah di Korea Utara adalah antara 5.000 dan 10.000 won ($1-3), meskipun banyak keluarga menambah penghasilan mereka melalui ekonomi pasar gelap yang luas di negara tersebut.

    “Ada ketakutan yang mendasari bahwa jika putra-putra mereka bergabung dengan militer dan dikirim ke Rusia, orang tua mereka tidak akan pernah melihat mereka lagi dalam keadaan hidup,” kata seorang wanita di provinsi Ryanggang kepada media tersebut, yang berbicara dengan syarat anonim demi keselamatannya.

    Korea Utara telah terkejut dengan pengerahan pasukan ke sekutu mereka, Rusia.

    Tidak Tahu akan Dikirim ke Rusia

    Seorang tentara Korea Utara yang ditangkap mengatakan kepada pejabat Ukraina bahwa dia tidak diberitahu sebelumnya sedang menuju Rusia dan mengatakan dia bahkan tidak tahu siapa yang sedang dia lawan.

    Di dalam negeri, rezim diklaim telah diam-diam mengeluarkan surat kematian kepada keluarga yang ditinggalkan, yang menyatakan bahwa orang yang mereka cintai meninggal dalam “latihan tempur suci demi menghormati tanah air,”.

    Tanpa mengungkap keadaan sebenarnya di balik kematian mereka.

    Dalam beberapa minggu sejak pasukan mereka memasuki medan tempur, warga Korea Utara yang kebingungan mulai mempertanyakan mengapa mereka memerangi Ukraina dan bukannya AS, negara yang telah mereka doktrin sejak kecil sebagai musuh utama.

    “Siapa musuh kita? Mengapa kita punya musuh baru?” kata seorang warga Ryanggang kepada Radio Free Asia dalam artikel terpisah.

    “Pandangan konfrontatif terhadap Amerika, yang coba ditanamkan oleh pihak berwenang kepada masyarakat, sudah goyah.”

    Awal bulan ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan sejauh ini telah ada 3.800 korban Korea Utara di Kursk.

    Korea Utara memiliki salah satu tingkat tuberkulosis tertinggi dengan 513 kasus per 100.000 orang, menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia tahun 2023.

    Apa Kata Orang

    Alina Hrytsenko, analis di Institut Nasional untuk Studi Strategis Ukraina, menulis untuk lembaga pemikir Atlantic Council.

    “Pada titik ini, keikutsertaan Korea Utara dalam invasi Rusia ke Ukraina tampaknya bukan untuk mendukung ambisi kekaisaran Putin, melainkan lebih untuk meningkatkan mesin perang Kim Jong Un.

    “Dalam jangka pendek, kehadiran tentara Korea Utara memungkinkan Rusia mengatasi kekurangan tenaga kerja yang terus meningkat. Namun dengan Rusia yang diyakini kehilangan puluhan ribu tentara setiap bulan, kecil kemungkinan Pyongyang akan mampu sepenuhnya memenuhi permintaan Moskow yang tak pernah terpuaskan akan tenaga kerja tambahan.”

    Apa berikutnya?

    Minggu lalu, Kepala Staf Gabungan Korea Selatan mengatakan mereka yakin Korea Utara sedang bersiap mengirim tenaga tambahan ke Rusia.

    Institut Studi Perang yang berpusat di Washington, DC memperkirakan hal ini dapat terjadi paling cepat pada pertengahan Maret.

    Sementara gelombang pasukan berikutnya  berpotensi jauh lebih tinggi, memperkirakan Pyongyang dapat kehilangan 45.000 tentara per bulan.

    Presiden AS Donald Trump  mengatakan perang tidak akan terjadi di bawah pengawasannya.

    Aakhir pekan dia lalu mengancam sanksi lebih lanjut jika mitranya dari Rusia Vladimir Putin tidak “membuat kesepakatan” untuk mengakhiri konflik selama tiga tahun tersebut.

    Seorang juru bicara pemerintah Rusia mengatakan Putin “menunggu sinyal” dari Washington.

     

  • Kelanjutan Hubungan Trump dan Kim Jong Un di Periode Terbaru

    Kelanjutan Hubungan Trump dan Kim Jong Un di Periode Terbaru

    Jakarta

    Donald Trump memiliki hubungan dengan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un pada periode pertama menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) pada 2017 hingga 2021. Pada periode keduanya kali ini, Trump mengatakan akan kembali menghubungi Kim Jong Un.

    Diketahui, Trump memiliki hubungan diplomatik yang tergolong langka dengan Kim Jong Un yang sangat tertutup. Trump tidak hanya bertemu langsung dengan Kim Jong Un, tapi juga menyebut mereka berdua telah “jatuh cinta”.

    Trump menyebut Kim Jong Un, yang telah ditemuinya sebanyak tiga kali, sebagai “sosok yang pintar”.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) baru AS, Marco Rubio mengakui, dalam sidang konfirmasi penunjukannya, bahwa upaya tersebut tidak menghasilkan kesepakatan jangka panjang untuk mengakhiri program nuklir Korut.

    Ketika ditanya dalam wawancara dengan Fox News soal rencananya untuk Kim Jong Un dan apakah dia akan “menghubungi” pemimpin Korut tersebut, seperti dilansir AFP, Jumat (24/1/2025), Trump mengiyakan.

    “Saya akan melakukannya, iya. Dia menyukai saya,” jawab Trump dalam wawancara tersebut.

    Namun Trump tidak menyebutkan lebih spesifik soal kapan komunikasi dengan pemimpin Korut itu akan dilakukan, dan apa yang akan dibahas keduanya.

    Pernyataan terbaru Trump soal Kim Jong Un ini disampaikan setelah Korut mengatakan negaranya sedang mengupayakan senjata nuklir untuk menangkal ancaman dari AS dan sekutunya, Korea Selatan (Korsel).

    Pyongyang dan Seoul secara teknis masih berperang sejak tahun 1950-1953 silam, yang berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

    Hubungan Trump dan Kim Jong Un

    Donald Trum dan Kim Jong Un (Foto: REUTERS/Kevin Lamarque)

    Trump dan Kim Jong Un memiliki hubungan yang sangat kuat selama masa jabatan pertama Trump. Dalam pernyataannya baru-baru ini, Trump menggambarkan hubungan antara dirinya dan Kim Jong Un sebagai “sangat, sangat baik” dan dia menyebut pemimpin Korut itu sebagai “sosok yang pintar”.

    Selama masa jabatan pertamanya, Trump bertemu Kim Jong Un dalam tiga kesempatan terpisah antara tahun 2018 dan tahun 2019.

    Namun setelah Trump meninggalkan Gedung Putih, rezim Kim Jong Un melakukan rentetan uji coba senjata dan peluncuran rudal, bahkan memamerkan program nuklirnya.

    AS dan negara-negara lainnya memperingatkan bahwa program nuklir Korut mengganggu stabilitas, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan beberapa resolusi yang melarang upaya-upaya Pyongyang terkait program tersebut.

    Trump Ingin Kesepakatan dengan Sekutu Korut

    Dalam wawancara dengan Fox News, Trump mengenang upayanya mewujudkan kesepakatan dengan sekutu Korut, seperti Rusia dan China, pada akhir masa jabatan pertamanya. Upaya tahun 2019 itu akan menetapkan batasan baru bagi senjata nuklir Moskow yang tidak diregulasi dan membujuk Beijing bergabung dengan pakta pengendalian senjata.

    “Saya hampir mencapai kesepakatan. Saya akan mencapai kesepakatan dengan (Presiden Vladimir) Putin mengenai denuklirisasi… Tapi kita mengalami pemilu yang buruk yang mengganggu kita,” ucapnya, merujuk pada kekalahannya dari mantan Presiden Joe Biden dalam pemilu tahun 2020.

    Halaman 2 dari 2

    (aik/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Korea Utara Bersiap Kirim Lebih Banyak Tentara ke Rusia

    Korea Utara Bersiap Kirim Lebih Banyak Tentara ke Rusia

    Seoul

    Korea Utara (Korut) dicurigai sedang bersiap mengirimkan lebih banyak tentaranya ke Rusia untuk bertempur melawan pasukan Ukraina. Pengiriman lebih banyak pasukan tetap dilakukan, meskipun Pyongyang mengalami kerugian dan mendapati beberapa tentaranya ditangkap oleh Kyiv.

    Dugaan tersebut, seperti dilansir Reuters, Jumat (24/1/2025), disampaikan oleh Kepala Staf Gabungan militer Korea Selatan (Korsel) atau JCS dalam pernyataan terbarunya pada Jumat (24/1) waktu setempat.

    “Empat bulan telah berlalu untuk pengiriman pasukan untuk perang Rusia-Ukraina, dan banyak korban jiwa dan tawanan telah terjadi,” sebut JCS dalam pernyataannya.

    “(Korut) Diduga mempercepat langkah lebih lanjut dan persiapan untuk pengiriman pasukan tambahan,” demikian pernyataan JCS.

    Analisis JCS tidak merinci langkah lebih lanjut apa yang mungkin diambil oleh Pyongyang.

    Menurut JCS dalam laporannya, Korut juga bersiap meluncurkan satelit mata-mata dan rudal balistik antarbenua (ICBM), meskipun tidak ada tanda-tanda hal itu akan dilakukan segera.

    Bulan ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan dua tentara Korut telah ditangkap di wilayah Kursk, Rusia yang diduduki pasukan Kyiv. Itu menandai pertama kalinya Ukraina menangkap tentara Korut dalam keadaan hidup sejak mereka terlibat dalam perang pada musim gugur lalu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu