kab/kota: Penggilingan

  • Bapanas sebut potensi surplus beras 5 juta ton hingga September 2025

    Bapanas sebut potensi surplus beras 5 juta ton hingga September 2025

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkap Proyeksi Neraca Pangan 2025 menunjukkan potensi surplus beras 5 juta ton hingga September sebagai hasil dari produksi nasional yang melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat secara signifikan.

    Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa di Jakarta, Rabu (27/8), mengatakan berdasarkan data dalam Proyeksi Neraca Pangan yang telah disinergikan dengan Kerangka Sampe Area Badan Pusat Statistik (KSA BPS), produksi beras diproyeksikan mencapai 28,22 juta ton hingga September 2025

    “Kemudian kebutuhan konsumsi (beras) sampai September (2025) itu 23,21 juta ton. Artinya kalau melihat produksi sampai September dibandingkan dengan kebutuhan, masih ada surplus 5 juta ton,” kata Ketut.

    Bapanas memastikan dinamika ketersediaan beras di pasaran sedang ditangani pemerintah secara kolaboratif dengan mengandalkan intervensi perberasan yang dijalankan konsisten demi menjaga kestabilan pangan nasional.

    Dalam kalkulasi pemerintah, ia mengatakan proyeksi statistik produksi beras dalam negeri sepanjang 2025 menunjukkan tren positif, menjadi dasar keyakinan tercapainya target ketersediaan beras yang memadai bagi kebutuhan konsumsi masyarakat.

    Meski demikian, Ketut menyoroti pola penyimpanan petani di berbagai daerah sesuai kearifan lokal membuat sebagian beras tidak langsung masuk ke pasar, melainkan ditahan sebagai cadangan rumah tangga produsen dan konsumen.

    “Memang petani kita di beberapa daerah punya pola penyimpanan yang sesuai kearifan lokalnya. Jadi petani itu tidak langsung menjual, ada yang disimpan. Itu tercermin dalam survei kami di 2023 dan 2024 bahwa rumah tangga produsen dan konsumen menyimpan lebih dari 10 persen,” katanya, menjelaskan.

    Ia mengatakan berdasarkan hasil Survei Stok Beras dan Jagung Akhir Tahun 2023 (SSBJAT23) memperlihatkan sebaran ketersediaan beras yang berada di berbagai kategori.

    Secara spesifik ketersediaan beras nasional kala itu berada di rumah tangga produsen dan konsumen 66,34 persen, Perum Bulog 19,60 persen, pedagang 6,74 persen, horeka dan industri 3,72 persen, penggilingan 3,53 persen, hingga Produsen Usaha/Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB) 0,07 persen.

    Dengan kondisi tersebut, Bapanas menegaskan surplus beras nasional relatif sangat bagus hingga September 2025, meski pola penyimpanan lokal perlu diperhitungkan agar distribusi beras ke pasar tetap terjaga lancar.

    “Jadi ini harus diperhitungkan sehingga memang kalau produksinya tinggi, barang itu ada, tapi kemungkinan tidak ke pasar, mereka tahan untuk jaga-jaga. Ini tentu tidak bisa dilarang karena merupakan budaya setempat,” kata Ketut.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Awas Pabrik Gula Meledak-Swasembada Terancam, Ini Biang Keroknya

    Awas Pabrik Gula Meledak-Swasembada Terancam, Ini Biang Keroknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kekhawatiran baru muncul di kalangan petani tebu terkait penumpukan tetes tebu atau molase di pabrik gula. Jika disimpan terlalu lama dalam jumlah besar, molase berpotensi menimbulkan kecelakaan industri serius, termasuk ledakan.

    Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menjelaskan, sifat molase bisa berubah ketika lama tersimpan. Cairan hasil samping produksi gula itu dapat mengeras dan mengalami reaksi kimia berbahaya, bahkan berpotensi bisa meledak.

    Sementara itu, molase yang disimpan terlalu lama juga akan mengalami proses fermentasi. Jika gas hasil fermentasi menumpuk di tangki tanpa ventilasi atau pengamanan memadai, tekanannya dapat meningkat hingga berujung ledakan.

    “Dia (molase) bisa berubah sifatnya. Sudah berfermentasi dan itu bahkan kalau itu tidak segera ditangani, dikeluarkan, itu bisa meledak. Kalau meledak bisa juga terjadi pencemaran lingkungan,” kata Soemitro dalam Seminar Ekosistem Gula Nasional di Jakarta, Rabu (27/8/2025).

    Soemitro menegaskan, persoalan molase bukan hanya soal harga yang anjlok dan tidak terserap pasar, tetapi juga membawa risiko lingkungan.

    “Jadi dampak tidak bisa terjualnya molase (tetes tebu) itu lebih berbahaya, tidak hanya secara ekonomis, pada lingkungan juga bisa berdampak kurang bagus,” ujarnya.

    Ia menambahkan, tumpukan molase yang tak tertangani bisa memaksa pabrik gula menghentikan penggilingan tebu.

    Kondisi itu berpotensi merugikan petani sekaligus mengganggu target swasembada gula nasional, meski tahun ini produksi tebu diperkirakan meningkat.

    Karena itu, APTRI mendesak Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso untuk menunda penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Soemitro meminta aturan tersebut dikaji ulang dan untuk sementara kembali menggunakan Permendag 8/2024 agar tidak menimbulkan kerugian lebih luas.

    “Tidak apa-apa itu diadakan peninjauan kembali, asal itu ada alasannya. Nah alasannya sekarang sudah cukup. Tinggal waktunya ini. Tunda dulu lah, jangan tanggal 29 Agustus (diimplementasikan), itu sudah besok lusa ya,” pungkasnya.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bapanas pastikan distribusi beras premium segera lancar kembali

    Bapanas pastikan distribusi beras premium segera lancar kembali

    Kalau beras premium sebenarnya secara prinsip mereka beralih jual di pasar rakyat. Memang dengan kemarin ada sedikit penyesuaian harga,

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan distribusi beras premium segera lancar kembali karena penggilingan padi mulai berproduksi normal sehingga pasokan beras segera mengalir ke pasar rakyat serta ritel modern.

    Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa mengatakan, ketersediaan beras premium tetap aman, meskipun sempat terjadi pengurangan stok di ritel modern.

    “Di ritel berdasarkan hasil laporan dari teman-teman, ritel modern ya berkurang (stoknya), tapi mudah-mudahan minggu ini sudah mulai berproses lebih baik,” kata Ketut ditemui di sela menghadiri Seminar Ekosistem Gula Nasional di Jakarta, Rabu.

    Ia menyampaikan terjadinya kelangkaan beras premium di ritel modern karena adanya peralihan distribusi beras tersebut ke pasar rakyat.

    Hal itu dilakukan distributor menyusul penyesuaian harga, sehingga masyarakat tetap bisa memperoleh kebutuhan pokok tersebut dengan harga yang wajar dan terjangkau.

    “Kalau beras premium sebenarnya secara prinsip mereka beralih jual di pasar rakyat. Memang dengan kemarin ada sedikit penyesuaian harga,” ujar Ketut.

    Ia menuturkan Pemerintah melalui Bapanas telah melakukan sosialisasi intensif kepada penggilingan padi agar tidak perlu khawatir, karena selama menjalankan usaha dengan benar tidak akan terkena tindakan hukum oleh Satgas Pangan.

    Menurut Ketut, Satgas Pangan melakukan pendekatan ultimum remedium yang menekankan pembinaan, sehingga para pelaku usaha beras tetap bisa berproduksi normal dan mendukung kelancaran distribusi pangan untuk kebutuhan masyarakat.

    “Teman-teman Satgas Pangan kan sudah mengatakan pasti ultimum remedium, pembinaan. Sepanjang dia nggak salah, ya nggak diapa-apain dong. Tetap saja berproduksi. Nah kami sudah sosialisasikan (kepada penggiling padi) agar segera produksinya normal,” tuturnya.

    Selain itu, lanjut Ketut, Bapanas melakukan rapat koordinasi bersama penggilingan padi yang telah digelar beberapa kali, dengan tujuan mempercepat normalisasi produksi dan memastikan rantai pasok beras premium kembali berjalan lancar.

    Meskipun stok di ritel modern sempat menurun, Bapanas optimistis minggu ini distribusi beras premium akan kembali membaik, seiring meningkatnya pasokan dari penggilingan padi ke berbagai saluran pemasaran.

    Berdasarkan data dari Panel Harga Bapanas dilansir di Jakarta, Rabu pukul 15.50 WIB, harga beras premium di mencapai Rp16.095 per kg turun dari sebelumnya Rp16.234 per kg.

    Lalu, beras medium di harga Rp13.997 per kg turun dari hari sebelumnya Rp14.080 per kg; beras Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP) Rp12.596 per kg turun tipis dari sebelumnya Rp12.604 per kg.

    Diketahui, Bapanas resmi menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium dari semula Rp12.500 menjadi Rp13.500 per kilogram untuk sebagian besar wilayah nasional, dan hingga Rp15.500 di Papua serta Maluku.

    Kenaikan ini ditetapkan melalui Keputusan Kepala Bapanas Nomor 299 Tahun 2025 sebagai langkah jangka pendek untuk menjaga stabilitas harga dan kelancaran distribusi beras di dalam negeri.

    “Bahwa harga eceran tertinggi beras di tingkat konsumen sudah tidak sesuai dengan perkembangan struktur biaya produksi dan distribusi saat ini, sehingga untuk menjaga stabilisasi pasokan dan harga beras, perlu dilakukan evaluasi terhadap harga eceran tertinggi beras,” bunyi keputusan yang ditandatangani Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi yang dikutip di Jakarta, Selasa (26/8).

    Menurut Bapanas, penyesuaian kenaikan HET hingga Rp2.000 per kilogram itu diperlukan agar industri penggilingan tidak terbebani dan disparitas harga antara jenis beras lebih merata.

    Kebijakan ini juga disebut sebagai “solusi jangka pendek” untuk memastikan kestabilan distribusi stok dan harga.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Petani Tebu Ancam Kepung Kemendag, Ini Sebabnya!

    Petani Tebu Ancam Kepung Kemendag, Ini Sebabnya!

    Jakarta

    Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa jika Kementerian Perdagangan (Kemendag) tak segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

    Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) APTRI, M Nur Khabsyin, mengatakan permintaan ini disampaikan seiring menumpuknya stok molasis (tetes tebu) dari petani yang tak kunjung terserap imbas Permendag 16 Tahun 2025 yang membuka keran impor etanol tanpa kuota maupun persetujuan teknis dari badan terkait.

    Sebab etanol sendiri merupakan salah satu produk akhir dari pengolahan tetes tebu. Di mana menurut Nur saat ini tangki-tangki penyimpanan tetes tebu di pabrik gula akan segera meluap karena sudah kelebihan stok.

    “Kalau tidak direvisi atau tidak kembali ke Permendag yang sebelumnya (Permendag 8/2024), petani tebu tetap akan melakukan ujuk rasa di Kementerian Perdagangan,” kata Nur saat ditemui di sela-sela Seminar Ekosistem Gula Nasional di Royal Kuningan Hotel, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).

    Senada, Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen meminta agar pemerintah tetap memberlakukan Permendag 8/2024, meski telah dicabut dan diganti dengan Permendag 16/2025. Menurutnya, langkah ini bisa mengendalikan tetes gula di pabrik.

    “Sambil menunggu revisi, maka dimohon pemberlakuan Permendag ini atau ditunda, kembali kepada Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Sehingga nanti impor bahan yang itu bisa kita hasilkan, impor etanol kita ini tidak hanya dibatasi bea masuknya tetapi juga dibatasi kuantitasnya,” ujar Soemitro.

    Menurutnya jika aturan ini tidak segera direvisi, maka stok tetes tebu petani di pabrik-pabrik penggilingan akan luber karena kapasitas tampung sudah penuh.

    Masalahnya, komoditas tetes tebu ini lebih rentan untuk disimpan dalam waktu lama daripada gula. Sebab komoditas ini harus disimpan dalam wadah khusus yang jumlahnya sangat terbatas.

    “Kalau ini tidak ditindak segera, 5 hari yang lalu teman-teman petani Rejoagung melaporkan tetes di Rejoagung akan luber. Kalau ini luber berarti pabrik harus berhenti giling. Kalau itu berhenti giling, tebu yang sekarang sudah saatnya tebang bisa juga tertunda dan ini akan menunda banyak tebu,” paparnya.

    “Terus kami terima laporan juga beberapa pabrik yang sudah ini akhirnya kita kerahkan kepada yang sudah memberikan DP. anehnya molasis ini sudah dikasih DP, tapi karena macet yang sudah dikasih DP juga tidak mau ambil. Karena dia tidak punya tempat penyimpanan,” tutup Soemitro.

    Lihat juga Video: Gibran Panen Tebu di Sleman, Ada Titiek Soeharto-Panglima TNI

    (igo/fdl)

  • Bapanas naikkan HET beras medium jadi Rp13.500/kilogram

    Bapanas naikkan HET beras medium jadi Rp13.500/kilogram

    Bahwa harga eceran tertinggi beras di tingkat konsumen sudah tidak sesuai dengan perkembangan struktur biaya produksi dan distribusi saat ini, sehingga untuk menjaga stabilisasi pasokan dan harga beras, perlu dilakukan evaluasi terhadap harga eceran

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pangan Nasional (Bapanas) resmi menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium dari semula Rp12.500 menjadi Rp13.500 per kilogram untuk sebagian besar wilayah nasional, dan hingga Rp15.500 di Papua serta Maluku.

    Kenaikan ini ditetapkan melalui Keputusan Kepala Bapanas Nomor 299 Tahun 2025 sebagai langkah jangka pendek untuk menjaga stabilitas harga dan kelancaran distribusi beras di dalam negeri.

    “Bahwa harga eceran tertinggi beras di tingkat konsumen sudah tidak sesuai dengan perkembangan struktur biaya produksi dan distribusi saat ini, sehingga untuk menjaga stabilisasi pasokan dan harga beras, perlu dilakukan evaluasi terhadap harga eceran tertinggi beras,” bunyi keputusan yang ditandatangani Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi yang dikutip di Jakarta, Selasa.

    Menurut Bapanas, penyesuaian kenaikan HET hingga Rp2.000 per kilogram itu diperlukan agar industri penggilingan tidak terbebani dan disparitas harga antara jenis beras lebih merata. Kebijakan ini juga disebut sebagai “solusi jangka pendek” untuk memastikan kestabilan distribusi stok dan harga.

    Sebelumnya, dalam Rapat Komisi IV DPR RI pada 21 Agustus 2025, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa sesuai Perpres Nomor 66 Tahun 2021, kewenangan penetapan harga beras berada di Bapanas.

    “Kalau mengacu pada perpres 66 tahun 2021 maka harga itu yang menentukan Bapanas, yang menentukan cadangan pangan nasional itu Bapanas, yang menentukan harga eceran tertinggi adalah badan pangan nasional ,” ujarnya.

    Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman dalam forum yang sama mengingatkan bahwa urusan harga bukanlah tugas pokok Kementerian Pertanian, namun pihaknya tetap merasa terpanggil karena menyangkut kepentingan rakyat khususnya petani.

    “Tapi kami merasa bertanggung jawab karena kami bersama petani. Sebenarnya bukan urusan kami, kalau kami mau buang badan dan diam saja, masalah beras bisa lebih parah lagi. Hanya saja desakannya datang ke kami. Yang penting kita sepakat, jangan nanti pertanyaan soal harga selalu ke Menteri Pertanian lagi, karena itu tupoksinya Bapanas,” tegas Amran.

    Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto (Titi), menambahkan pentingnya kejelasan tupoksi agar publik memahami bahwa produksi beras merupakan tanggung jawab Kementerian Pertanian, sementara penetapan harga adalah kewenangan Bapanas.

    Ia meminta Bapanas menghitung ulang besaran HET yang ditetapkan, dengan mempertimbangkan Harga Pokok Produksi (HPP) di tingkat petani sebesar Rp6.500 per kilogram.

    “Kita ngerti kalau masalah harga itu urusannya bukan di Kementerian Pertanian. Urusan produksi ada di Kementerian Pertanian, sementara urusan penetapan harga di Bapanas, Jadi ini khalayak juga tahu bahwa untuk penentuan harga bukan tupoksinya kementerian pertanian,” ujarnya.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kekhawatiran di Balik Tugas Bulog Serap Tambahan 1 Juta Ton Setara Beras

    Kekhawatiran di Balik Tugas Bulog Serap Tambahan 1 Juta Ton Setara Beras

    Bisnis.com, JAKARTA — Tugas tambahan Perum Bulog untuk menyerap 1 juta ton setara beras untuk cadangan beras pemerintah (CBP) hingga akhir 2025 menuai sorotan.

    Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa mengatakan saat ini Bulog mendapatkan penugasan untuk menyerap 3 juta ton setara beras hingga akhir 2025.

    Adapun, realisasinya telah mencapai 2,8 juta ton gabah setara beras. Ini artinya, masih kurang 200.000 ton gabah setara beras yang harus diserap Bulog.

    Namun, Ketut menyampaikan bahwa pengusaha penggilingan padi mengusulkan agar Bulog berhenti menyerap gabah petani agar pasar tetap stabil dan tidak terganggu.

    Menurut Ketut, sisa serapan 200.000 ton gabah setara beras itu tidak akan berdampak pada surplus yang ada di gudang Bulog.

    “Namun, kalau hanya menyerap 200.000 [ton] mungkin tidak akan berpengaruh dengan kondisi surplus yang ada,” kata Ketut dalam Diskusi Publik bertajuk Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional di Kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

    Adapun, Ketut menyatakan bahwa Bulog hingga saat ini belum ada instruksi untuk menambah 1 juta ton gabah setara beras.

    “Perintah untuk menambah 1 juta lagi belum ada, sehingga yang harus dikerjakan baru adalah perintah penyerapan 3 juta ton. [Untuk menyerap gabah] 200.000 [ton] lagi rasanya tidak mengganggu percepatan produksi yang ada sekarang,” ujarnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori justru menilai sebanyak 200.000 ton gabah setara beras itu akan diperebutkan pengusaha penggilingan padi di pasar.

    Apalagi, ungkap dia, jika Bulog resmi didapuk menambah tugas untuk menyerap 1 juta ton gabah setara beras di tahun ini. Khudori khawatir, tambahan tugas itu akan membuat situasi menjadi lebih runyam.

    “Meskipun [penyerapan Bulog] tinggal 200.000 ton, penggilingan itu ya berebut di pasar. Apalagi nanti kalau ternyata rencana menambah target pengadaan 1 juta ton itu betul-betul direstui, direalisasikan. Itu situasinya akan semakin runyam. Jadi menurut saya rencana menambah target penyerapan beras Bulog 1 juta ton itu jangan dilakukan,” kata Khudori.

    Terlebih, Khudori menyebut keberadaan maklon Bulog —mitra pengolahan gabah atau padi yang bekerja sama dengan Bulog untuk mengubah gabah kering panen (GKP) menjadi beras— hampir bisa dipastikan adalah salah satu penyebab harga gabah melambung.

    Untuk itu, dia mengusulkan agar maklon Bulog dihentikan, lantaran berkontribusi besar membuat harga gabah tinggi.

    “Kenapa? mereka tetap bisa bekerja, mitra-mitra maklon bulog ini tetap bisa bekerja meskipun harga gabah Rp7.500–Rp8.000 per kilogram, enggak masuk akal menurut saya,” ucapnya.

    Khudori menilai, jika maklon Bulog tak segera dihentikan, maka keinginan pemerintah untuk menekan harga gabah tak akan terealisasi secara optimal.

  • Pemerintah Pastikan Tetap Godok Aturan Satu Harga Beras

    Pemerintah Pastikan Tetap Godok Aturan Satu Harga Beras

    Jakarta

    Pemerintah resmi menaikkan harga eceran tertinggi (HET) jenis medium. Meski demikian, Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan rencana satu harga beras akan tetap digodok oleh pemerintah.

    Rencana satu harga beras ini juga dibarengi dengan rencana menghapus jenis beras medium dan premium. Pemerintah merencanakan perubahan kebijakan itu buntut dari kasus pelanggaran di sektor perberasan.

    “Kita akan duduk bareng-bareng membuat satu kebijakan, satu harganya seperti apa bentuknya. Akan tetap dijalankan sesuai perintah dari Bapak Menko (Menteri Koordinator Bidang Pangan) dalam rakortas (rapat koordinator terbatas),” kata Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa, acara Diskusi Publik Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional di Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

    Ketut menjelaskan, saat ini kenaikan HET jenis medium dilakukan sebagai langkah cepat mengatasi pasokan beras di pasaran. Karena menurutnya, saat ini harga gabah kering panen (GKP) di petani telah meningkat. Jika GKP meningkat, maka biaya produksi yang harus dikeluarkan penggilingan juga naik, sehingga penjualan ke pasaran perlu penyesuaian.

    Kebijakan kenaikan HET beras medium saat ini menjadi Rp 13.500/kg dari sebelumnya Rp 12.500/kg. Kenaikan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 299 Tahun 2025 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras.

    “Saat ini yang disesuaikan adalah medium saja. Biar jarak disparitas, kualitas antara premium dan medium bisa lebih dekat. Kalau kemarin agak jauh tuh. Kalau jauh ini orang akan larinya sedikit di medium, kemudian larinya ke premium. Kita harapkan dengan begini akan seimbang dia,” terang dia.

    Ia menekankan kembali kebijakan satu harga beras akan tetap dilakukan oleh pemerintah. Rencana itu harus tetap dilaksanakan sebagai langkah membenahi tata kelola perberasan.

    “Pokoknya kita menunggu nanti sifatnya, arahnya adalah satu harga beras. Itu yang sudah pasti. Nanti bentuknya seperti apa, nanti kita duduk dulu. Kita duduk dulu, kita ngobrol dengan stakeholders,” jelasnya.

    “Sekali lagi, kita akan merancang bagaimana konsepsi satu harga ini. Ya harus (satu harga), harus. Karena itu sudah ditetapkan dalam rakortas,” tambahnya.

    Tonton juga video “Mentan Lapor ke Prabowo Harga Beras Mulai Turun” di sini:

    (ada/fdl)

  • Bapanas sebut kenaikan HPP gabah beri rasa nyaman ke petani

    Bapanas sebut kenaikan HPP gabah beri rasa nyaman ke petani

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengatakan kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) dari semula Rp6.000 per kilogram menjadi Rp6.500 menciptakan rasa nyaman bagi petani di Tanah Air untuk terus berproduksi.

    “GKP itu sudah dinaikkan dari Rp6.000 ke Rp6.500 dalam rangka memperkuat, menyamankan petani,” kata Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa di Jakarta, Selasa.

    Ia mengatakan dari perhitungan yang sudah dilakukan pemerintah, kenaikan tersebut sudah diterima oleh asosiasi petani seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) sehingga menciptakan rasa nyaman bagi petani.

    “Rp6.500 itu HKTI dan lain sebagainya relatif sudah bisa menerima, sehingga nyaman,” ujar dia.

    Ia mengatakan memang dari sisi harga beras terjadi kenaikan, dan saat ini pemerintah sudah melakukan berbagai langkah untuk menekan harga di pasaran.

    Adapun langkah yang dilakukan yakni akselerasi penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), serta memberikan bantuan pangan dalam rangka stimulus ekonomi.

    “Di mana pemerintah sudah mengeluarkan sekitar 360 ribuan (kilogram) bagi 18,27 juta KPM (Keluarga Penerima Manfaat), untuk dua bulan, masing-masing 10 kilogram (beras) untuk bulan Juni dan Juli seharusnya, namun karena proses administrasi dan lain sebagainya, sehingga pemberian kepada masyarakat disekaliguskan 20 kilogram di bulan Juli sampai bulan Agustus,” katanya.

    Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi memastikan pemerintah terus menjaga harga gabah dan beras tetap wajar demi melindungi petani, menjamin keterjangkauan konsumen, serta menjaga stabilitas pangan nasional secara berkelanjutan.

    “Pemerintah terus berupaya menjaga keseimbangan harga pangan, baik di tingkat produsen maupun konsumen. Hal ini menjadi arahan Presiden Prabowo Subianto agar harga di tingkat petani tidak anjlok,” kata Arief dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (21/8).

    Oleh karena itu, lanjut Arief, pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp6.500 per kilogram.

    Kebijakan itu berlaku secara menyeluruh, tidak hanya untuk Perum Bulog, tetapi juga bagi seluruh pelaku usaha penggilingan padi.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Anomali Stok Beras, Tertinggi Sepanjang Sejarah tetapi Harga Melonjak

    Anomali Stok Beras, Tertinggi Sepanjang Sejarah tetapi Harga Melonjak

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap stok beras  per Agustus 2025 mencapai 4,2 juta ton, yang merupakan tertinggi dalam sejarah Indonesia. Namun, di balik stok beras melimpah faktanya harga makanan pokok warga Indonesia itu melambung hampir di seluruh wilayah. 

    Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap harga beras di sejumlah wilayah makin mahal. Jumlah wilayah yang mengalami kenaikan harga terus bertambah setiap pekannya. 

    BPS mencatat sebanyak 200 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga beras pada pekan ketiga Agustus 2025.

    Sementara itu, pada pekan kedua Agustus 2025, sebanyak 193 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga beras. Padahal pada pekan pertama Agustus 2025, sebanyak 191 kabupaten/kota. Kondisi ini terjadi di tengah melimpahnya stok beras di bulog. 

    Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan kenaikan harga beras yang melampaui harga eceran tertinggi (HET) terjadi imbas adanya kesalahan tata kelola perberasan nasional.

    Andreas juga menjelaskan, meski stok cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Perum Bulog melimpah tak bisa mengendalikan harga beras di pasar. Sebab, lanjut dia, stok tersebut hanya menumpuk di gudang.

    “Ya karena terjadi kesalahan tata kelola. Stok Bulog sekali lagi tidak mencerminkan apapun ya. Karena apa? Karena stok Bulog kan tidak dipakai, hanya ditumpuk saja. Bagaimana bisa mengendalikan harga?” jelas Andreas saat dihubungi Bisnis, Senin (25/8/2025).

    Berdasarkan catatan Bisnis, hingga 24 Agustus 2025, sebanyak 3,91 juta ton stok CBP telah dikuasai Bulog. Adapun, jutaan stok ini untuk mendukung kegiatan yang ditugaskan oleh pemerintah kepada Perum Bulog.

    Ilustrasi beras

    Adapun, bantuan pangan beras yang digelontorkan pemerintah mencapai 360.000 ton dan beras SPHP sebanyak 1,3 juta ton. Di sisi lain, lanjut Andreas, realisasi beras SPHP masih belum optimal sehingga belum berdampak pada harga beras.

    Di samping itu, Andreas menyebut melambungnya harga beras juga dipengaruhi ramainya penggilingan padi yang tak beroperasi alias tutup. Dia menuturkan bahwa tutupnya penggilingan padi ini lantaran mereka takut untuk menjalankan usaha.

    “Penggilingan-penggilingan ditakut-takuti, malah sekarang ada isu petani juga ditekan harganya. Jadi sekarang ini suasana perberasan di nasional ini sangat tidak nyaman,” ujarnya.

    Alhasil, Andreas menyampaikan kondisi ini membuat stok beras di pasar mengalami penurunan. Dia menjelaskan, jika beras di pasar turun, maka harga beras akan terkerek.

    Di sisi lain, Andreas menilai harga beras akan tetap merangkak seiring dengan gelontoran bantuan pangan dan SPHP yang relatif lebih rendah dibandingkan kebutuhan konsumsi selama satu bulan.

    “Tidak mempengaruhi, tidak berdampak. Karena yang digelontorkan kecil. Sehingga harga beras tetap sesuai dengan hukum pasar. Stok dipasar banyak atau sedikit. Kalau stok dipasar sedikit, harga naik. Apalagi pengilingan-pengilingan pada tutup,” tuturnya.

    Untuk itu, Andreas menyarankan agar pemerintah segera memperbaiki tata kelola perberasan nasional dan membaca sinyal harga beras.

    Senada, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai alasan harga beras masih naik lantaran penyaluran beras SPHP yang belum berjalan optimal. Khudori menuturkan bahwa operasi pasar SPHP belum berjalan efektif.

    Harga Beras

    Diketahui, harga beras medium di zona 1, yang mencakup wilayah Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi, naik 1,1% dibandingkan dengan Juli 2025.

    Secara umum, rata-rata harga beras medium di zona 1 mencapai Rp14.005 per kilogram, atau berada di atas harga eceran tertinggi (HET) di level Rp12.500.

    Harga rata-rata beras medium tertinggi di zona 1 terjadi di kabupaten Bolaang Mongondow Timur yang mencapai Rp17.952 per kilogram.

    Harga beras premium di zona 1 juga naik 0,83% menjadi Rp15.437 per kilogram, melampaui HET beras premium yang semestinya dipatok Rp14.900 per kilogram. Harga beras premium tertinggi di zona 1 mencapai Rp19.851 per kilogram di Kabupaten Wakatobi.

    Berikutnya, rata-rata harga beras medium di zona 2, juga naik 1,49% dibanding Juli 2025 menjadi Rp14.872 per kilogram atau berada di atas HET sebesar Rp13.100 per kilogram. Harga beras medium tertinggi di zona ini mencapai Rp19.900 per kilogram di Kabupaten Mahakam Ulu.

    Harga rata-rata beras premium di zona 2 juga terpantau naik 0,97% dibanding Juli 2025 menjadi Rp16.618 per kilogram, atau melampaui HET Rp15.400 per kilogram. Adapun, harga beras premium di zona 2 tertinggi terjadi di Kabupaten Mahakam Ulu yang menyentuh Rp21.500 per kilogram.

    Zona 2 mencakup wilayah Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan.

    Kuli mengangkut beras

    Data BPS juga menunjukkan harga rata-rata beras medium dan premium di zona 3, yang mencakup Maluku—Papua, mengalami kenaikan. Harga beras medium dan beras premium di zona 3 masing-masing naik 1,09% dan 0,64% dibandingkan Juli 2025.

    Untuk beras medium, rata-rata harganya mencapai Rp18.899 per kilogram, atau melampaui HET Rp13.500 per kilogram. Adapun, harga beras medium di zona 3 termahal mencapai Rp50.000 per kilogram di Kabupaten Intan Jaya.

    Sementara itu, rata-rata harga beras premium dibanderol Rp20.709 per kilogram atau melampaui HET Rp15.800 per kilogram. Harga beras premium di zona 3 tertinggi mencapai Rp60.000 per kilogram di Kabupaten Intan Jaya.

  • Bapanas pastikan penyerapan gula petani tak jatuh di bawah HAP

    Bapanas pastikan penyerapan gula petani tak jatuh di bawah HAP

    Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa (ketiga kanan) dalam Rapat Pembahasan Program Penyerapan Gula Petani yang digelar di Surabaya, Jumat (22/8/2025). ANTARA/HO-Humas Bapanas

    Bapanas pastikan penyerapan gula petani tak jatuh di bawah HAP
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 25 Agustus 2025 – 06:00 WIB

    Elshinta.com – Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan pemerintah menyiapkan anggaran Rp1,5 triliun guna menyerap gula petani dalam negeri agar harga tidak jatuh di bawah harga acuan penjualan (HAP) sehingga stabilitas tetap terjaga.

    Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa dalam keterangan di Jakarta, Minggu, mengatakan kepastian penyerapan gula petani ini dilakukan Danantara melalui ID FOOD.

    “Penyerapan gula petani oleh pemerintah melalui Danantara ini sudah ditandatangani, dan ini menjadi salah satu poin kesepakatan untuk kita kawal bersama pada rapat di Surabaya bersama seluruh stakeholder pergulaan nasional,” kata Ketut.

    Ketut menyampaikan bahwa berdasarkan hasil Rapat Pembahasan Program Penyerapan Gula Petani yang digelar di Surabaya (22/8), bersama sejumlah pihak terkait di sektor pergulaan meneguhkan sejumlah kesepakatan penting.

    Pemerintah memastikan penyerapan gula petani melalui mekanisme lelang yang dikelola PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) dengan harga minimal Rp14.500 per kilogram.

    Seluruh pemangku kepentingan, baik petani, pedagang, maupun pabrik gula, sepakat untuk tidak melakukan transaksi di bawah harga tersebut dan menghindari praktik “cash back” yang merugikan petani.

    “Petani dan pedagang tidak bisa berjalan sendiri. Pemerintah hadir, pedagang berkontribusi, dan petani berjuang. Semua harus saling mendengar dan melengkapi. Dengan kebersamaan, problem penyerapan gula bisa diantisipasi,” ujar Ketut.

    Selain itu, lanjut Ketut, kualitas gula petani akan terus ditingkatkan agar sesuai standar mutu, sementara peredaran gula rafinasi di pasar eceran dilarang keras.

    Kemudian Satgas Pangan Polri akan melakukan pengawasan dan penegakan hukum atas pelanggaran distribusi gula rafinasi.

    “Dengan mekanisme lelang yang transparan serta dukungan penuh dari pemerintah, petani tebu harus merasakan manfaat nyata dari jerih payah mereka, dan masyarakat tetap mendapatkan pasokan gula yang cukup dengan harga yang wajar,” tegas Ketut.

    Sebelumnya Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menjelaskan menjaga harga gula di tingkat petani agar tidak berada di bawah HAP di tingkat produsen telah ditetapkan melalui Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 12 Tahun 2024, yaitu Rp14.500 per kilogram (kg).

    “Kalau BUMN pangan seperti ID Food atau Bulog diberikan dana untuk membeli gula tingkat petani, harga gula petani akan membaik dalam dua bulan lagi dengan catatan tidak ada rembesan gula industri atau gula rafinasi,” kata Arief.

    Arief menegaskan anggaran yang telah disiapkan pemerintah sebesar Rp1,5 triliun untuk mempercepat penyerapan gula petani. Anggaran tersebut penting untuk menekan penumpukan gula di gudang dan mengembalikan harga ke level yang wajar sesuai HAP.

    Selama ini, keterbatasan kapasitas keuangan penggilingan milik negara membuat gula petani tertahan di gudang, sementara tekanan pasar semakin kuat akibat masuknya impor dalam jumlah besar. Karena itu, alokasi dana besar melalui Danantara menjadi bukti nyata respon cepat pemerintah dalam mengatasi masalah mendesak ini.

    Adapun berdasarkan Panel Harga Pangan per 23 Agustus 2025, rata-rata harga gula di tingkat produsen Rp14.746 per kg. Masih berada di atas HAP. Namun harga ini mengalami penurunan dibanding sepekan sebelumnya di mana rat-rata harga gula sebesar Rp14.762 per kg. Harga terendah di Daerah Istimewah Yogyakarta sebesar Rp14.550 per kg, dan tertinggi di Jawa Timur sebesar Rp14.975 per kg.

    Sumber : Antara