kab/kota: Penggilingan

  • Apa Itu Ultra Processed Food? Jadi Polemik karena Muncul di Menu MBG

    Apa Itu Ultra Processed Food? Jadi Polemik karena Muncul di Menu MBG

    Jakarta

    Istilah Ultra-Processed Food (UPF) belakangan ini ramai dibicarakan. Jenis makanan ini banyak ditemukan dalam menu Makanan Bergizi Gratis (MBG), program yang sebenarnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas gizi anak sekolah.

    Badan Gizi Nasional (BGN) sendiri dalam sebuah surat memberi restu untuk menghadirkan UPF dalam menu MBG selama mengutamakan produk lokal. Di sisi lain, para pakar gizi mengkritik kebijakan tersebut karena seharusnya lebih mengutamakan makanan segar.

    Terlepas dari polemik tersebut, sebenarnya apa yang disebut Ultra Processed Food? Apa definisinya dan kenapa identik dengan menu tidak sehat?

    Pengertian Ultra-Processed Food

    Ultra-processed food (UPF) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan makanan yang telah mengalami banyak tahapan pemrosesan industri. Tidak hanya sekadar dimasak atau diawetkan, UPF biasanya dibuat dari bahan hasil ekstraksi (seperti pati, protein terisolasi, minyak terhidrogenasi) yang kemudian dicampur dengan zat aditif seperti pemanis buatan, pewarna, penguat rasa, pengawet, dan pengemulsi. Bahan-bahan ini jarang sekali ditemukan di dapur rumah tangga.

    Ciri khas UPF adalah tampilannya yang sangat menarik, rasanya intens, praktis dikonsumsi, dan bisa bertahan lama di rak toko. Tidak heran kalau produk seperti mi instan, biskuit manis, sosis, nugget, snack kemasan, minuman bersoda, hingga makanan beku siap saji masuk dalam kategori ini.

    Industri makanan mengandalkan UPF karena beberapa alasan. Pertama, produk ini lebih murah diproduksi dengan bahan dasar yang bisa diolah massal. Kedua, daya simpannya lebih lama, sehingga mudah didistribusikan ke berbagai daerah. Ketiga, UPF cenderung seragam rasanya, membuat konsumen lebih mudah menerima dan terbiasa.

    Klasifikasi NOVA

    Istilah Ultra Processed Food diperkenalkan dalam Sistem NOVA, sebuah sistem pengkategorian pangan yang dibuat tahun 2009 oleh Prof Carlos Monteiro dan tim penelitian dari Universitas Sao Paulo, Brasil. Ide ini lahir karena masyarakat makin bergantung pada makanan olahan industri, sementara konsumsi pangan segar menurun.

    Berbeda dengan klasifikasi gizi biasa, NOVA menilai makanan dari tingkat pemrosesannya. Meski bukan acuan resmi WHO, sistem ini populer di dunia riset dan bahkan dipakai Pan American Health Organization (PAHO) sebagai rujukan kebijakan gizi, khususnya untuk melihat kaitan antara pola makan modern dan penyakit tidak menular.

    Untuk memahami posisi UPF, sistem NOVA membagi makanan menjadi empat kelompok berdasarkan tingkat pengolahannya:

    NOVA 1 (Unprocessed or Minimally Processed Foods) adalah makanan segar dan minim proses. Makanan segar atau makanan yang tidak diolah contohnya adalah buah, sayur, ikan segar, telur, biji-bijian, dan jamur. Makanan minim proses adalah makanan yang diolah secara sederhana seperti menghilangkan bagian yang tidak diinginkan, penggilingan, pemotongan, pendinginan, dan pemanasan.NOVA 2 (Processed Culinary Ingredients) adalah bahan hasil ekstraksi atau bahan masak olahan, contohnya minyak goreng, gula, garam, mentega, cuka, dan madu.NOVA 3 (Processed Food): makanan olahan sederhana, contohnya roti tradisional, keju, ikan asin, dan tempe.NOVA 4 (Ultra Processed Food): produk industri dengan banyak tambahan, seperti nugget, sosis, mi instan, biskuit, dan minuman kemasan berpemanis.

    Sejauh ini tidak ada istilah resmi dalam Bahasa Indonesia yang digunakan sebagai padanan Ultra Processed Food. Beberapa publikasi di media massa menggunakan istilah ‘Makanan Ultra Proses’ sebagai padanannya, walaupun sebenarnya kurang tepat karena tidak konsisten dengan terjemahan untuk kategori lain dalam sistem klasifikasi NOVA. Kategori ‘Processed Food‘ tidak diterjemahkan jadi ‘Makanan Proses’ kan?

    Kenapa UPF Identik dengan Makanan Tidak Sehat?

    UPF kerap diasosiasikan dengan makanan tidak sehat karena biasanya tinggi kalori, gula, garam, serta lemak jenuh, tetapi rendah serat, vitamin, dan mineral. Konsumsi berlebihan berpotensi mengubah pola makan jadi tidak sehat dan meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, hingga kanker.

    Sejumlah penelitian mendukung hal ini. Publikasi tahun 2025 dalam Critical Reviews in Food Science and Nutrition menyebutkan konsumsi UPF tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko kematian dini, diabetes tipe 2, kanker kolorektal, dan penyakit jantung. Studi lain yang dipublikasikan di Nutrition Journal tahun 2020 meneliti ratusan ribu peserta yang juga dikaitkan dengan konsumsi UPF dengan penyakit obesitas, sindrom metabolik, serta depresi.

    Jika ditarik lebih jauh, masalah utama bukan hanya soal zat tambahan di dalam UPF, melainkan bagaimana makanan ini memengaruhi pola makan seseorang secara keseluruhan. UPF cenderung membuat orang makan lebih banyak karena rasanya dirancang agar sangat enak dan sulit dihentikan (palatable). Selain itu, teksturnya biasanya lembut dan praktis, serta minim serat membuat proses makan lebih cepat, sehingga otak tidak sempat mengirim sinyal kenyang. Hasilnya, kalori yang masuk bisa berlebih tanpa disadari.

    Pada anak-anak, kebiasaan ini bisa berdampak lebih serius. Konsumsi UPF berlebihan sejak usia dini dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas, gigi berlubang, hingga menurunnya kualitas pola makan seimbang. Studi jangka panjang juga menunjukkan bahwa pola makan yang terbentuk di masa kecil cenderung bertahan hingga dewasa. Artinya, jika sejak sekolah anak sudah terbiasa dengan nugget atau mi instan, besar kemungkinan kebiasaan itu akan terbawa sampai mereka dewasa.

    Isu ini relevan bila dikaitkan dengan program MBG. Jika menu yang diberikan berisi UPF seperti nugget, sosis, dll, maka tujuan untuk memperbaiki status gizi anak agar menjadi generasi emas bisa tidak tercapai. Memang, UPF lebih mudah diproduksi massal dan tahan lama, tetapi kualitas gizi yang ditawarkan tidak sebaik makanan segar. Di sinilah pentingnya memastikan MBG lebih menekankan buah, sayur, telur, ikan, atau daging segar agar manfaatnya benar-benar optimal bagi anak.

    Meski demikian, tidak semua UPF otomatis berarti buruk. Ada yang memang bermanfaat, misalnya makanan medis tertentu atau produk fortifikasi pangan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Ombudsman Ungkap Ada Yayasan MBG Terafiliasi Politik”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

    Polemik UPF di Menu MBG

    5 Konten

    Hadirnya Ultra Processed Food (UPF) dalam menu Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai polemik. Di satu sisi Badan Gizi Nasional (BGN) merestui, di sisi lain para pakar mengingatkan dampaknya bagi kesehatan.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Bulog Dapat Tugas Serap Gabah, Pengamat Ingatkan Jangan Agresif Masuk Pasar

    Bulog Dapat Tugas Serap Gabah, Pengamat Ingatkan Jangan Agresif Masuk Pasar

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (Bapanas) resmi memberikan penugasan kepada Perum Bulog untuk melakukan pengadaan gabah kering panen (GKP) pada semester II/2025.

    Hal itu sebagaimana surat penugasan dari Kepala Bapanas Nomor 257/TS.03.03/K/9/2025 pada 18 September 2025. Pengadaan tersebut sejalan dengan masa panen gadu pada September—Desember 2025.

    Mengacu surat itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menugaskan agar Direktur Utama Perum Bulog kembali melakukan pengadaan gabah kering panen (GKP) pada semester II/2025 dengan harga beli Rp6.500 per kilogram melalui mekanisme cadangan beras pemerintah (CBP) maupun komersial. 

    Adapun, pengadaan GKP akan dilakukan apabila harga di tingkat petani berada pada atau di bawah Rp6.500 per kilogram.

    Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengingatkan agar Bulog tidak gegabah dalam menjalankan penugasan tersebut, terutama untuk skema pengadaan komersial.

    “Dalam situasi saat ini, [Bulog] mesti hati-hati menerjemahkan penugasan itu. Pertama, penugasan itu untuk CBP. Kedua, pembelian komersial. Hemat saya, Bulog jangan agresif masuk pasar, termasuk untuk pengadaan komersial,” kata Khudori kepada Bisnis, Minggu (29/9/2025).

    Khudori menekankan bahwa terdapat dua aspek dalam penugasan tersebut, yakni untuk kebutuhan CBP dan pembelian komersial. Menurutnya, Bulog sebaiknya tidak bersikap agresif dalam menyerap gabah di pasar, terlebih saat harga sedang tinggi.

    “Pengadaan komersial tahun ini amat rendah, hanya 60.000-an ton. Agresivitas Bulog masuk ke pasar akan membuat harga gabah yang sudah tinggi akan makin tinggi. Implikasinya, harga beras akan makin tinggi. Itu bertentangan dengan tugas Bulog sebagai stabilisator harga,” ujarnya

    Pasalnya, Khudori menilai kehadiran Bulog yang terlalu agresif di pasar justru dapat menyingkirkan pelaku swasta, termasuk penggilingan dan pedagang, yang pada akhirnya bisa mengganggu mekanisme pasar dan penyerapan surplus produksi.

    “Cukup sudah kesalahan bertumpuk di awal tahun hingga kini. Jangan ditambah lagi. Pada dasarnya Bulog itu pembeli terakhir. Bukan pembeli awal. Kalau harga gabah jatuh di bawah HPP [harga pembelian pemerintah] baru Bulog masuk pasar,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Khudori menyampaikan bahwa jika harga gabah sudah berada di atas HPP, maka kondisi ini menandakan pasar bekerja dengan baik dan tidak membutuhkan intervensi besar dari negara, termasuk Bulog.

    Untuk itu, Khudori menilai sebaiknya Bulog hanya membeli gabah ketika harga pasar jatuh di bawah HPP. Langkah ini, sambung dia, untuk melindungi petani agar tidak menjual gabah terlalu murah.

    Selain itu, dia menilai langkah ini juga penting untuk menjaga semangat petani dalam berproduksi karena ada kepastian harga yang relatif baik dan menguntungkan.

    “Jika Bulog bisa menjaga ini [harga gabah], petani akan bersemangat berproduksi. Karena ada jaminan mendapatkan harga yang relatif baik dan menguntungkan,” pungkasnya.

  • Kejar Swasembada Pangan, Petani Tanam Sejuta Tugal Padi Gogo di Kaltim – Page 3

    Kejar Swasembada Pangan, Petani Tanam Sejuta Tugal Padi Gogo di Kaltim – Page 3

    Sebelumnya, Perum Bulog memberikan klarifikasi soal isu menghentikan pembelian gabah dan beras petani. Dalam konteks ini, Bulog menyatakan tetap melakukan penyerapan gabah dan beras dalam negeri lewat skema komersial.

    Direktur Pengadaan Perum Bulog Prihasto Setyanto mengatakan, pihaknya senantiasa melaksanakan penyerapan gabah dan beras sesuai penugasan pemerintah. 

    Pada tahun ini, berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2025, Bulog mendapat tugas mengadakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 3 juta ton setara beras, di mana saat ini target tersebut telah tercapai.

    “Prinsipnya, untuk CBP Bulog bekerja berdasarkan regulasi dan penugasan yang diberikan Pemerintah. Namun di luar itu, Bulog tetap melakukan penyerapan gabah dan beras melalui skema komersial,” jelas Prihasto, Kamis (11/9/2025).

    “Dalam skema ini, Bulog tidak pernah menghentikan penyerapan, dengan mekanismenya disesuaikan dengan kebutuhan penjualan, baik dari sisi jenis, kualitas, maupun kuantumnya,” tegasnya.

    Prihasto menjelaskan, Bulog juga mengoperasikan Sentra Penggilingan Padi (SPP) yang tersebar di 10 wilayah di seluruh Indonesia yang terus menyerap gabah sesuai standar kualitas. Untuk menghasilkan beras premium maupun beras sesuai preferensi konsumen dan kebutuhan pasar. 

     

     

  • OPINI: Menimbang Ulang HET Beras

    OPINI: Menimbang Ulang HET Beras

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) akhirnya menyesuaikan harga eceran tertinggi (HET) beras. Melalui Keputusan Kepala Bapanas No. 299 Tahun 2025 tentang Penetapan HET Beras, 22 Agustus 2025, HET beras medium zona I naik dari Rp12.500/kg menjadi Rp13.500/kg (naik 8%), zona II naik dari Rp13.100/kg jadi Rp14.000/kg (6,9%) dan zona III naik dari Rp13.500/kg jadi Rp15.500/kg (14,8%).

    Langkah ini membuat penggilingan kecil yang ‘sesak napas’ sejak Januari lalu mulai lega. ‘Sesak napas’ penggilingan terjadi ketika Bapanas, 12 Januari 2025, menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah di petani dari Rp6.000/kg menjadi Rp6.500/kg.

    HPP yang semula disertai syarat kualitas dan rafaksi harga itu di kemudian hari diubah tanpa syarat kualitas dan rafaksi harga. Anehnya, ketika HPP gabah dinaikkan, HET beras tak dikoreksi. Padahal gabah adalah bahan baku beras. Kala harga bahan baku naik, hasil olahan juga naik. Penafikan golden rules ini membuat pasar beras mengalami regresi: pedagang dan penggilingan harus bisa berproduksi di tengah margin kecil, bahkan rugi.

    Sebagai regulator pemerintah tentu paham hal ini. Bukannya mengoreksi, otoritas penguasa justru melontarkan tudingan tak masuk akal: ‘mafia beras’, ‘beras oplos’, dan kalkulasi (potensi) kerugian bombastis: Rp99 triliun. Bahkan, belakangan pedagang dan penggilingan besar dicap ‘musuh negara’. Kini, setelah HET disesuaikan, apakah situasi membaik? Tidak. Karena penyesuaian HET hanya pada beras medium. Penggilingan menengah-besar produsen beras premium tetap sulit bernapas.

    Jangan salahkan jika ada yang berpikir nakal: ini wujud kebijakan penggilingan menengah-besar musuh negara? Bukti riil bahwa produsen beras premium sulit bernafas kasat mata dari raibnya aneka merek beras premium di retail-retail modern di berbagai kota. Mereka tak mampu menanggung kerugian bertubi-tubi. Sebagian menyiasati dengan menjual kemasan 50 kg tanpa merek di jejaring pasar tradisional yang tak pernah patuh HET. Sebagian lagi mulai menggarap pasar beras khusus, yang harganya tak diatur.

    Beras khusus inilah yang hari-hari ini meng-isi sebagian retail modern. Harganya bisa Rp18.000—Rp20.000/kg. Sebagian sisa-nya berhenti berproduksi dengan konsekuensi cicilan bank macet dan PHK karyawan. Apakah HET beras medium tercapai setelah dinaikan pada 22 Agustus? Merujuk panel data Bapanas, 1 September 2025, harga beras medium masih di atas HET di semua zona. Demikian pula beras premium.

    Padahal, untuk membuktikan harga beras segera turun seperti dijanjikan ke publik otoritas kuasa kini menempuh cara-cara tak elok, termasuk cara intimidatif dengan meminta penggilingan tak membeli gabah petani di atas Rp6.500/kg. Ini melukai petani. Ini harus dihentikan. Satgas Pangan yang intens masuk ke pasar harus menahan diri. Aura ketakutan di industri perberasan harus dipulihkan. Pada titik ini, pertanyaan yang relevan diajukan adalah: Apa perlu HET beras? HET mulai diterapkan pada September 2017.

    Alasan saat itu: ada mafia beras. Mafia ini menangguk keuntungan berlebih. Sampai sekarang mafia beras yang dituduhkan tidak pernah terbukti. Akan tetapi, narasi itu selalu diulang sebagai kambing hitam manakala tata kelola perberasan nasional acakadut dan tidak mampu dikelola otoritas penguasa, seperti saat ini. HET beras, hemat saya, adalah salah satu biang acakadut perberasan kita.

    Pertama, mustahil mematok harga tetap, seperti HET, di hilir manakala harga bahan baku fluktuatif. HET akan lebih mudah dipatuhi apabila harga gabah sebagai input produksi tidak potensial melonjak. Namun, mematok harga gabah secara tetap seperti HET tentu tidak adil bagi petani karena input produksi pertanian (tenaga kerja, bibit, sewa lahan, pupuk, dan yang lain) harganya tidak tetap. Kalau harga bahan baku tak tetap, mengapa harga jual dibuat tetap? Bukankah harga jual tetap itu juga membatasi inovasi?

    Kedua, sampai saat ini HET tidak efektif. Buktinya sampai sekarang pedagang di pasar tradisional tak pernah patuh HET. Kalau 8 tahun berlalu tak efektif kenapa HET beras masih tetap dipertahankan? Apakah masih perlu trial and error lagi? Bukankah sudah banyak penggilingan gulung tikar? Bukankah penggilingan dan pedagang beras terus dihantui traumatik kehadiran Satgas Pangan saat mengamankan HET? Diakui atau tidak, hemat saya beleid HET telah mengirim banyak penggilingan ke jurang maut.

    Ketiga, HET (dan HPP) hanya mengikat pemerintah. Pasal 56 ayat a dan b UU Pangan No. 18/2012 mengatur bahwa stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok dilakukan melalui penetapan harga di tingkat produsen sebagai pedoman pembelian pemerintah dan penetapan harga di konsumen sebagai pedoman penjualan pemerintah. Rumusan UU ini jelas: HPP sebagai penetapan harga di produsen dan HET sebagai penetapan harga di konsumen hanya berlaku bagi pemerintah. Kekacauan muncul karena HET yang kini diatur lewat Peraturan Kepala Bapanas mengikat publik dan ada sanksi.

    Merujuk sejarah perberasan, HET adalah jelmaan ‘harga langit-langit’ (ceiling price) saat Orde Baru. Beleid ini tak mengikat publik dan berapa level harga tak pernah diumumkan. Seperti ‘harga langit-langit’, dalam konteks stabilisasi harga sejatinya HET adalah instrumen pemerintah. Bukan piranti mengatur pelaku usaha. HET adalah batas perlu-tidaknya pemerintah mengintervensi pasar. Kala harga beras melampaui persentase tertentu dari HET, ini sinyal bagi pemerintah turun ke pasar mengintervensi harga. Golden rules ini harus kembali ke rel. Jangan sampai pemerintah dituduh melanggar UU.

  • Harga Pangan Hari Ini Sabtu (20/9): Cabai, Daging & Telur Kompak Naik

    Harga Pangan Hari Ini Sabtu (20/9): Cabai, Daging & Telur Kompak Naik

    Bisnis.com, JAKARTA — Mayoritas komoditas pangan mengalami kenaikan harga pada Sabtu (20/9/2025). Komoditas pangan tersebut antara lain seperti kedelai, cabai, daging, hingga telur.

    Melansir Panel Harga Badan Pangan Nasional, kenaikan harga paling tinggi terjadi pada cabai merah besar. 

    Kini, harga cabai merah besar dipatok Rp32.625 per kg. Angka ini melonjak dibanding rata-rata harga pekan lalu, yakni Rp26.280 per kg.

    Selanjutnya, harga cabai merah keriting naik dari Rp41.818 pada pekan lalu menjadi Rp47.629 per kg. Sementara, harga cabai rawit merah naik dari Rp27.568 menjadi Rp28.890 per kg.

    Lalu, kedelai biji kering (lokal) kini dipatok Rp9.000 per kg. Harga tersebut naik dibanding rata-rata pekan lalu yang senilai Rp8.905 per kg.

    Berikutnya, harga rata-rata bawang merah kini dibanderol Rp27.286 per kg. Angka tersebut naik dibanding pekan sebelumnya, yakni Rp26.099 per kg.

    Tak ketinggalan, harga daging sapi (hidup) naik dari Rp52.239 menjadi Rp54.247 per kg. Daging ayam ras (hidup) juga naik dari Rp21.929 menjadi Rp23.303 per kg.

    Kemudian, harga telur ayam ras naik dari Rp25.229 pada pekan lalu menjadi Rp25.627 per kg hari ini. Adapun harga gula konsumsi naik dari Rp14.747 menjadi Rp15.000 per kg.

    Di sisi lain, sejumlah komoditas pangan mengalami penurunan harga. Perinciannya, gabah kering panen tingkat petani kini dipatok Rp6.713 per kg. Angka ini turun dibandingkan pekan lalu yang senilai Rp6.800 per kg.

    Lalu, gabah kering panen tingkat penggilingan juga turun dari Rp7.945 menjadi Rp7.906 per kg. Lalu, beras medium penggilingan turun dari Rp13.163 menjadi Rp13.080 per kg.

    Berikutnya, harga beras premium penggilingan turun dari Rp14.477 pada pekan lalu menjadi Rp14.417 per kg.

    Sementara itu, harga jagung pipilan kering kini dipatok Rp5.451 per kg. Angka ini turun dibanding rata-rata harga pada pekan lalu, yakni Rp5.504 per kg.

  • Dishub DKI Segel Puluhan Lokasi Parkir Ilegal di Jakarta, Termasuk Milik Perumda Dharma Jaya – Page 3

    Dishub DKI Segel Puluhan Lokasi Parkir Ilegal di Jakarta, Termasuk Milik Perumda Dharma Jaya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta melalui Unit Pengelola Perparkiran (UPP) menyegel lokasi parkir ilegal di ibu kota. Kepala UPP Perparkiran Dishub DKI, Adji Kusambarto, mengatakan penyegelan dilakukan setelah operator tidak mengurus izin meski sudah diberi tiga kali surat peringatan.

    “Lokasi ini sudah cukup lama beroperasi. Kami sudah berikan SP1, SP2, dan SP3. Karena tidak ada tindak lanjut dari pihak operator, hari ini dilakukan penyegelan,” kata Adji dalam keterangannya, dikutip Rabu (18/9/2025).

    Adji menyampaikan, penyegelan dilakukan untuk memberikan efek jera sekaligus menekan praktik parkir ilegal yang merugikan masyarakat dan pendapatan daerah.

    Sejauh ini, Dishub DKI mencatat ada lebih dari 20 lokasi parkir ilegal yang telah disegel, termasuk dua titik baru di tahun ini, yakni di Jakarta Timur dan Cawang.

    “Sejak Pansus Perparkiran berjalan, sudah ada sekitar 22 lokasi yang kami segel. Hari ini ada tambahan dua lokasi, termasuk satu di kawasan Cawang. Ke depan masih ada beberapa titik lain yang akan ditindak,” jelas Adji.

    Adji mengungkapkan, praktik parkir ilegal tidak hanya dilakukan oleh pihak swasta, tetapi juga oleh badan usaha milik daerah (BUMD). Dua lokasi parkir ilegal yang baru ditemukan yakni di Dharma Jaya Penggilingan dan Dharma Jaya Pulogadung.

    “Semua pihak wajib memiliki izin, baik swasta maupun instansi pemerintah. Kalau tidak berizin, tetap kami tindak,” ucap Adji.

     

  • Pasokan Beras SPHP dan Premium Dipastikan Aman – Page 3

    Pasokan Beras SPHP dan Premium Dipastikan Aman – Page 3

    Sebelumnya, Perum Bulog memberikan klarifikasi soal isu menghentikan pembelian gabah dan beras petani. Dalam konteks ini, Bulog menyatakan tetap melakukan penyerapan gabah dan beras dalam negeri lewat skema komersial.

    Direktur Pengadaan Perum Bulog Prihasto Setyanto mengatakan, pihaknya senantiasa melaksanakan penyerapan gabah dan beras sesuai penugasan pemerintah. 

    Pada tahun ini, berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2025, Bulog mendapat tugas mengadakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 3 juta ton setara beras, di mana saat ini target tersebut telah tercapai.

    “Prinsipnya, untuk CBP Bulog bekerja berdasarkan regulasi dan penugasan yang diberikan Pemerintah. Namun di luar itu, Bulog tetap melakukan penyerapan gabah dan beras melalui skema komersial,” jelas Prihasto, Kamis (11/9/2025).

    “Dalam skema ini, Bulog tidak pernah menghentikan penyerapan, dengan mekanismenya disesuaikan dengan kebutuhan penjualan, baik dari sisi jenis, kualitas, maupun kuantumnya,” tegasnya.

    Prihasto menjelaskan, Bulog juga mengoperasikan Sentra Penggilingan Padi (SPP) yang tersebar di 10 wilayah di seluruh Indonesia yang terus menyerap gabah sesuai standar kualitas. Untuk menghasilkan beras premium maupun beras sesuai preferensi konsumen dan kebutuhan pasar. 

     

  • Semen Produksi Pabrik di Tuban Bakal Diekspor ke AS

    Semen Produksi Pabrik di Tuban Bakal Diekspor ke AS

    Jakarta

    PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG) uji coba dermaga dan fasilitas produksi di Pabrik Tuban, Jawa Timur dengan mengirimkan semen dengan volume total 27.765 ton. Fasilitas ini menjadi salah satu strategi perseroan untuk menggenjot ekspor produk semen.

    Wakil Direktur Utama SIG, Andriano Hosny Panangian mengatakan, pengembangan dermaga dan fasilitas produksi di Tuban merupakan bagian kerja sama antara anak usaha, PT Solusi Bangun Indonesia Tbk, dengan Taiheiyo Cement Corporation untuk memenuhi permintaan pasar ekspor di Amerika Serikat.

    “Dengan kemampuan melayani kapasitas ekspor hingga 1 juta ton semen per tahun, proyek ini akan menjadi tonggak penting tidak hanya dalam memperkuat kapasitas distribusi, tetapi juga berkontribusi terhadap daya saing pasar ekspor dan memperkuat jaringan distribusi global perusahaan,” kata Andriano dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/9/2025).

    Pengembangan Pabrik Tuban memasuki tahap uji coba yang berlangsung pada Maret-November 2025. Uji coba pengiriman semen tahap pertama dilakukan dengan volume sebanyak 350 ton, dilanjut uji coba pengiriman kedua sebanyak 27.415 ton dari Tuban ke Packing Plant Lampung dan Belawan menggunakan empat kapal.

    Keberadaan dermaga dan fasilitas produksi Pabrik Tuban ini menjadi salah satu upaya SIG memaksimalkan pasar ekspor untuk mengoptimalkan utilisasi. Pada semester I 2025, SIG berhasil mencatatkan peningkatan yang cukup signifikan pada penjualan ekspor sebesar 24,9%.

    Di samping itu, permintaan semen domestik yang masih terkontraksi sejak tahun 2024 hingga mendorong perseroan untuk melakukan langkah-langkah strategis demi menangkap peluang-peluang baru. Andriano mengatakan, perseroan fokus pada tiga strategi utama yaitu peningkatan pengelolaan pasar mikro, efisiensi biaya, serta optimalisasi produk turunan semen dan portofolio.

    “SIG optimis industri semen nasional memiliki prospek positif, menyusul kebutuhan semen untuk program 3 juta rumah dan pembangunan infrastruktur yang menjadi bagian dari fokus pemerintah.

    Operasi SIG didukung pabrik semen terintegrasi di 9 lokasi, pabrik pengemasan di 27 lokasi, 7 pabrik penggilingan semen, dan 7 pelabuhan, juga diperkuat oleh lebih dari 350 distributor baik di Indonesia maupun di Vietnam (TLCC), serta lebih dari 63.000 toko ritel di Indonesia.

    Dengan jaringan operasi yang luas, SIG mengoptimalkan digitalisasi dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam pengelolaan rantai pasok (supply chain management), untuk menjaga kelancaran distribusi dan memastikan ketersediaan produk bahan bangunan di seluruh wilayah Indonesia dan regional secara lebih terukur dan efektif dalam skala masif.

    Saat ini SIG memiliki delapan merek semen yang kuat dan menjadi pemimpin pasar di berbagai wilayah di Indonesia dan regional, antara lain Semen Gresik, Semen Padang, Semen Tonasa, Dynamix, Semen Andalas, Semen Baturaja, Semen Merdeka, serta Thang Long Cement.

    (shc/hns)

  • Bapanas Bongkar Penyebab Bulog Beli Gabah Petani Secara Komersial

    Bapanas Bongkar Penyebab Bulog Beli Gabah Petani Secara Komersial

    JAKARTA – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi buka suara terkait dengan penyebab Perum Bulog membeli gabah petani secara komersial.

    Dia bilang, mekanisme penyerapan Bulog kini lebih fleksibel.

    Arief juga bilang penyerapan gabah dan beras oleh Bulog juga mempertimbangkan kondisi harga di lapangan.

    “Kalau harga GKP (Gabah Kering Panen) di bawah Rp6.500 per kg maka Bulog harus menyerap. Kalau harga di atas Rp6.500 per kg, ya sudah biarkan saja udah orang menyerap,” katanya kepada wartawan di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Kamis, 11 September.

    Contohnya, kata Arief, harga GKP di Lampung berada di angka Rp6.200 per kg, maka Bulog wajib membelinya dengan harga Rp6.500 per kg. Sementara di Jawa Timur harganya berada di level Rp7.200 hingga Rp7.400 per kg, Bulog tak perlu membelinya.

    “Nggak (perlu beli). Karena kalau Bulog masuk beli, nanti harganya naik, maka HET-nya enggak masuk. Tapi kalau misalnya harganya di bawah, ya Bulog wajib beli. Karena perintah presiden itu Rp6.500 GKP,” jelasnya.

    Arief bilang prinsipnya, Bulog menyerap untuk membantu harga di tingkat petani tetap terjaga, bukan malah membantu harga beras di tingkat konsumen tidak terkendali.

    Lebih lanjut, Arief bilang, perusahaan besar dengan modal dan teknologi lebih maju dapat membeli gabah hingga Rp8.000 per kg.

    Tetapi, sambung dia, kondisi ini berisiko mendorong harga beras melebihi harga eceran tertinggi (HET).

    “Misalnya ada yang beli gabah Rp7.000 GKP, Rp7.200, Rp7.400, Rp8.000, maka HET-nya nggak akan tercapai. Nah yang beli Rp8.000 GKP biasanya siapa? Produsen yang gede,” ucapnya.

    “Kenapa yang gede bisa beli segitu? Karena efisien. Pabriknya efisien, kerjanya ini mesinnya bagus, modalnya gede. Nah itu yang nggak boleh,” sambungnya.

    Sebelumnya, Perum Bulog buka suara terkait dengan isu menghentikan pembelian gabah dan beras produksi petani dalam negeri.

    Bulog memastikan tetap membeli gabah dan beras petani lewat skema komersial.

    Direktur Pengadaan Perum Bulog Prihasto Setyanto mengatakan pihaknya melaksanakan penyerapan gabah dan beras sesuai penugasan pemerintah.

    Pada tahun ini, sambung dia, berdasarkan Inpres nomor 6 tahun 2025, Bulog mendapat tugas mengadakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 3 juta ton setara beras, dan saat ini target tersebut telah tercapai.

    “Prinsipnya, untuk CBP Bulog bekerja berdasarkan regulasi dan penugasan yang diberikan Pemerintah. Namun di luar itu, Bulog tetap melakukan penyerapan gabah dan beras melalui skema komersial,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis, 11 September.

    Dalam skema ini, sambung Prihasto, Bulog tidak pernah menghentikan penyerapan, tetapi mekanismenya disesuaikan dengan kebutuhan penjualan.

    “Baik dari sisi jenis, kualitas, maupun kuantumnya,” ucap Prihasto.

    Dia bilang, Bulog juga mengoperasikan Sentra Penggilingan Padi (SPP) yang tersebar di 10 wilayah di seluruh Indonesia yang terus menyerap gabah sesuai standar kualitas untuk menghasilkan beras premium maupun beras sesuai preferensi konsumen dan kebutuhan pasar.

    Adapun lokasi SPP tersebut berada di Subang, Karawang, Sragen, Kendal, Bandar Lampung, Bojonegoro, Banyuwangi, Magetan, Jember, dan Sumbawa.

    “Dengan demikian, dapat kami tegaskan bahwa Bulog masih melakukan penyerapan gabah maupun beras. Perbedaannya hanya terletak pada skema CBP mengikuti regulasi pemerintah, sedangkan komersial menyesuaikan dinamika dan kebutuhan pasar,” jelasnya.

  • GP Ansor nilai isu krisis beras narasi menyesatkan penuh kepentingan

    GP Ansor nilai isu krisis beras narasi menyesatkan penuh kepentingan

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Satuan Koordinasi Nasional (Satkornas) Banser GP Ansor Muhammad Syafiq Syauqi menilai isu yang akhir-akhir ini digoreng sebagian pihak mengenai krisis beras merupakan narasi menyesatkan yang penuh kepentingan.

    “Kalau kita cermati, narasi itu dibangun seakan-akan Indonesia sedang kekurangan beras. Padahal data resmi justru membuktikan sebaliknya,” kata Syafiq dalam keterangan di Jakarta, Senin.

    Menurut Gus Syafiq sapaan akrab Kepala Satkornas Banser GP Ansor Muhammad Syafiq Syauqi pola semacam itu kerap dimainkan setiap kali produksi nasional menunjukkan tren naik dan surplus.

    “Cerita yang mereka dorong menyesatkan publik dan penuh dengan nuansa kepentingan, seakan ingin menciptakan keresahan agar publik tidak percaya pada capaian pemerintah,” ujar Gus Syafiq.

    Ia menegaskan, narasi semacam itu kerap dimanfaatkan kroni mafia pangan maupun simpatisannya untuk mendorong agenda impor beras yang sesungguhnya tidak diperlukan.

    “Kita sudah melihat pola ini berulang kali. Ujung-ujungnya selalu ada desakan agar ada impor. Padahal impor yang tidak perlu justru merugikan petani kita sendiri,” tuturnya.

    Gus Syafiq mencontohkan beberapa waktu terakhir muncul pernyataan dari perseorangan maupun mengatasnamakan kelompok masyarakat melalui media sosial maupun podcast, yang meragukan produksi beras nasional.

    Menurutnya, tuduhan tersebut tidak berdasar, bahkan diduga bagian dari serangan balik kelompok mafia pangan.

    “Kalau ada pihak-pihak yang meragukan, patut dipertanyakan motifnya. Apakah ingin memunculkan kebijakan impor, atau justru bagian dari kepentingan mafia pangan?” tegasnya.

    Data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) justru menunjukkan produksi beras Indonesia aman bahkan surplus. BPS mencatat, sepanjang Januari-Oktober 2025, produksi beras nasional diproyeksikan mencapai 31,04 juta ton, naik 12,16 persen atau sekitar 3,37 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

    Dengan luas panen 10,22 juta hektare, ketersediaan beras dipastikan surplus sekitar 3,7 juta ton. Data USDA pun memperkuat capaian tersebut, dengan proyeksi produksi beras Indonesia mencapai 35,5 juta ton tahun ini.

    Lebih lanjut, Gus Syafiq menegaskan pemerintah bersama aparat penegak hukum tidak menutup mata terhadap masalah pupuk maupun anomali distribusi beras di hilir.

    Sejumlah kasus terkait penyalahgunaan distribusi pupuk subsidi sudah diungkap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Demikian pula praktik penimbunan, pengoplosan, maupun permainan harga beras di tingkat penggilingan dan ritel modern yang kini sedang ditindak Satgas Pangan.

    “Saya tidak meragukan integritas dan keberanian Mentan. Beliau sudah bekerja secara transparan. Kalau ada penyimpangan internal langsung diusut. Ini bukti komitmen agar tata kelola pangan lebih bersih,” kata Gus Syafiq.

    Ia juga menegaskan hilangnya beras medium dan premium di sejumlah ritel modern meskipun data menunjukkan surplus, merupakan indikasi kuat adanya permainan mafia beras bahkan upaya penimbunan atau permainan harga oleh pihak tertentu.

    “Kami mendukung penuh langkah pemerintah, Satgas Pangan, dan aparat hukum untuk menindak tegas mafia pangan. Jangan sampai ada celah bagi siapapun yang mencoba memainkan perut rakyat,” kata Gus Syafiq.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.