kab/kota: Penggilingan

  • RI Peringkat ke-4 Produsen Beras Terbesar di Dunia!

    RI Peringkat ke-4 Produsen Beras Terbesar di Dunia!

    Jakarta

    Indonesia menempati posisi ke-4 sebagai produsen beras terbesar secara global. Hal ini berdasarkan laporan Food Outlook Biannual Report on Global Food Markets yang dipublikasikan Food and Agriculture Organization (FAO) pada Juni ini.

    Dalam laporan tersebut, FAO memprediksi produksi beras Indonesia pada periode 2025/2026 dapat mencapai 35,6 juta ton. Sementara negara produsen beras terbesar pertama ditempati India dengan 146,6 juta ton. Lalu China 143 juta ton dan di tempat ketiga adalah Bangladesh dengan 40,7 juta ton. Namun dibandingkan 3 negara tersebut, Indonesia mencatatkan perkembangan produksi yang paling signifikan terhadap periode sebelumnya, yakni 4,5%.

    “Dari Januari sampai saat ini, produksi beras Indonesia bertumbuh luar biasa jika dibandingkan tahun lalu. Bahkan FAO pun baru-baru ini telah mengakui Indonesia sebagai salah satu negara produsen beras tertinggi tingkat dunia. Kita patut apresiasi seluruh stakeholder perberasan Indonesia,” kata Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief dalam keterangannya, Minggu (29/6/2025).

    Arief menjelaskan stok beras di gudang Perum Bulog saat ini mencapai 4,2 juta ton. Kemudian penyerapan dari hasil panen petani oleh Bulog sebesar 2,6 juta ton setara beras.

    “Dalam kesempatan yang baik ini, saya juga mau sampaikan bahwa kami pemerintah, tentunya berterima kasih kepada seluruh penggilingan padi se-Indonesia. Ini karena mereka membantu pemerintah membuat stok beras Bulog menjadi 4,2 juta ton. Lalu penyerapan dalam negeri sampai 2,6 juta ton setara beras,” tambah Arief.

    Kendati begitu, Arief menilai ada tantangan yang harus dihadapi pemerintah di paruh waktu kedua ini. Tantangannya, yakni karena panen raya telah usai di Maret dan April lalu. Selanjutnya estimasi produksi beras bulanan kemungkinan akan mulai melandai. Kendati begitu, pemerintah memiliki stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang sangat mumpuni.

    “Di semester kedua nanti biasanya berat di November, Desember bahkan sampai Januari. Nah pada waktu itu, kita semua harus siapkan CBP seperti pemerintah yang hari ini lakukan. Jadi kita sudah on the track,” jelas Arief.

    Menurut Arief menambahkan hasil panen dalam satu hingga dua bulan ke depan tidak akan sama dengan musim panen sebelumnya. Arief menebak, apabila produksi menurun, harga gabah di tingkat petani mulai bergerak naik.

    “Panen kita dalam 1-2 bulan ke depan bukan big harvest lagi. Maret dan April itu panen raya setara beras sampai 10 juta ton. Sekitar 2,5-2,6 juta ton sudah masuk ke Bulog, berarti sisanya 3/4 ada di penggilingan padi, baik di masyarakat luas dan di petani. Biasanya karena tren produksi menurun, harga gabah petani akan mulai bergerak naik. Nah ini saatnya tugas pemerintah menggunakan stok Bulog yang ada,” lanjutnya.

    Menilik dalam data rata-rata harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani dalam Panel Harga Pangan NFA, per 26 Juni berada di level Rp 6.733 per kilogram (kg) atau 3,58% di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang Rp 6.500 per kg. Rerata harga tersebut pun mengalami kenaikan 1,69% jika dikomparasi terhadap rerata harga GKP sebulan lalu yang kala itu di Rp 6.621 per kg.

    Sebagai mitigasi, menjelang paruh kedua 2025, pemerintah sudah menyiapkan strategi intervensi perberasan ke masyarakat secara masif. Pertama dalam bentuk bantuan pangan beras kepada 18.277.083 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Lalu dalam bentuk Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras ke pasaran dengan salur maksimal 1,318 juta ton sampai akhir tahun nanti.

    (acd/acd)

  • Bapanas Was-was Stok Beras Semester II Menipis, Cadangan Ditingkatkan

    Bapanas Was-was Stok Beras Semester II Menipis, Cadangan Ditingkatkan

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebut kondisi perberasan Indonesia akan mengalami tantangan pada semester II/2025. Bapanas fokus dalam meningkatkan cadangan beras untuk mengantisipasi hal tersebut.

    Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan pemerintah harus segera menyiapkan cadangan beras pemerintah (CBP). Hal ini mengingat tantangan perberasan nasional akan semakin meningkat di semester kedua ini.

    “Di semester kedua nanti biasanya berat di November, Desember bahkan sampai Januari. Nah pada waktu itu, kita semua harus siapkan CBP seperti pemerintah yang hari ini lakukan. Jadi kita sudah on the track,” kata Arief dalam keterangan tertulis, dikutip pada Minggu (29/6/2025).

    Arief menuturkan dari Januari sampai saat ini, produksi beras Indonesia mengalami kenaikan dibandingkan tahun lalu.

    Dalam Food Outlook Biannual Report on Global Food Markets yang dipublikasikan Food and Agriculture Organization (FAO) Juni, Indonesia berada di urutan ke-4 sebagai produsen beras terbesar. Dengan capaian itu, Indonesia berada lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam, Thailand, Myanmar, dan Filipina.

    “Panen kita dalam 1–2 bulan ke depan bukan big harvest lagi. Maret dan April itu panen raya setara beras sampai 10 juta ton. Sekitar 2,5–2,6 juta ton sudah masuk ke Bulog, berarti sisanya 3/4 ada di penggilingan padi, baik di masyarakat luas dan di petani,” ujarnya.

    Namun, dia menjelaskan bahwa biasanya imbas tren produksi beras yang menurun, maka harga gabah petani akan mulai merangkak naik. “Nah ini saatnya tugas pemerintah menggunakan stok Bulog yang ada,” ungkapnya.

    Per 26 Juni 2025, rata-rata harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani dalam Panel Harga Pangan Bapanas berada di level Rp6.733 per kilogram atau 3,58% di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang Rp6.500 per kilogram.

    Rata-rata harganya mengalami kenaikan 1,69% jika dikomparasi terhadap rerata harga GKP sebulan lalu yang kala itu di Rp6.621 per kilogram.

    Adapun sebagai mitigasi, menjelang paruh kedua 2025, pemerintah telah menyiapkan strategi intervensi perberasan ke masyarakat secara masif. Salah satunya dalam bentuk bantuan pangan beras kepada 18.277.083 Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

    Kemudian, dalam bentuk Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras ke pasaran dengan salur maksimal 1,318 juta ton sampai akhir 2025.

  • Terbongkar! Kualitas Beras di 10 Provinsi Ini Ternyata Dimanipulasi

    Terbongkar! Kualitas Beras di 10 Provinsi Ini Ternyata Dimanipulasi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) akhirnya merilis hasil investigasi yang mengevaluasi mutu dan harga beras yang beredar di pasaran.

    Temuan dalam investigasi menunjukkan adanya potensi kerugian besar bagi konsumen, diperkirakan hingga Rp99,35 triliun per tahun.

    Hasil investigasi ternyata ditemukan mayoritas beras yang dijual di pasaran, baik dalam kategori premium maupun medium, menunjukkan tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), tidak teregistrasi PSAT, dan tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan Permentan No.31 Tahun 2017.

    “Kami mencoba mengecek, bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, dari Kepolisian, dari Kejaksaan kita turun ke lapangan, apa yang terjadi. Ada anomali yang kita baca, harga di tingkat penggilingan turun, tetapi di konsumen naik. Kami mengecek di 10 provinsi mulai mutu, kualitas, beratnya ternyata ada yang tidak pas termasuk HET,” ungkap Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dalam konferensi pers di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Kamis (26/6/2025).

    Investigasi dilakukan pada periode 6 hingga 23 Juni 2025 ini mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi.

    Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.

    Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan bahwa 85,56 persen beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.

    Lebih parahnya lagi, 59,78 persen beras premium tersebut juga tercatat melebihi HET, sementara 21,66 persen lainnya memiliki berat riil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.

  • Amran Bongkar Modus “Penipuan” Beras, Warga RI Berpotensi Rugi Rp99 T

    Amran Bongkar Modus “Penipuan” Beras, Warga RI Berpotensi Rugi Rp99 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengendus anomali di balik kenaikan harga beras yang saat ini terjadi. Kenaikan yang terjadi saat ini, kata dia, berbeda dengan kebiasaan di mana hal itu bisa terjadi kalau pasokan sedikit.

    Amran bersama jajaran Kementerian Pertanian (Kementan), Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Satgas Pangan Polri, terjun melakukan investigasi dan mengevaluasi ke pasar. Hasilnya, mayoritas beras yang dijual di pasaran, baik dalam kategori premium maupun medium, menunjukkan tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), tidak teregistrasi PSAT, dan tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan Permentan No 31 Tahun 2017.

    “Kami mencoba mengecek, bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, dari Kepolisian, dari Kejaksaan kita turun ke lapangan, apa yang terjadi. Ada anomali yang kita baca, harga di tingkat penggilingan turun, tetapi di konsumen naik. Kami mengecek di 10 provinsi mulai mutu, kualitas, beratnya ternyata ada yang tidak pas termasuk HET,” kata Amran saat jumpa pers di kantornya, Kamis (26/6/2025), 

    Investigasi dilaksanakan pada tanggal 6-23 Juni 2025, mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi. Sampel ini melibatkan 2 kategori beras, yaitu premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.

    Diduga, kenaikan harga beras terjadi karena ada beberapa oknum yang bermain curang dalam pasokan beras. Amran pun membeberkan modus-modus yang dilakukan oknum hingga berimbas ke kenaikan harga beras.

    Pertama, memanipulasi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), dengan dikemas ulang dan kembali diperjualbelikan dengan harga premium.

    “Kalau informasi yang kami terima, beras SPHP yang dijual ke penyalur itu, sebanyak 60-80% dijual dengan kondisi yang tidak sesuai standar, dibongkar kemudian dikemas ulang dan dijual sesuai harga beras premium. Jadi bukan harga standar SPHP,” ujarnya.

    Modus lain, bebernya, menggunakan merek yang tidak terdaftar atau teregistrasi di kementerian terkait. Ada juga praktik mengurangi isi, tidak sesuai dengan yang tertera pada kemasan.

    Beberapa oknum juga menurunkan kualitas berasnya, dari 212 merek beras yang beredar di pasaran, sekitar 80% tidak memiliki mutu yang sesuai.

    Terakhir yakni manipulasi harga, di mana banyak beras yang dijual tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).

    “Ini potensi kerugian konsumen bisa mencapai Rp 99 triliun, akibat praktik ini,” kata Amran.

    “Kita nanti akan gandengan tangan. Kami memohon kepada seluruh Saudaraku, Sahabatku yang bergerak di sektor pangan khususnya beras, mari kita koreksi, mari kita perbaiki. Ini tidak boleh terjadi lagi ke depan. Kami berkomitmen untuk menindak tegas pelaku yang memanipulasi kualitas dan harga pangan. Ini adalah upaya untuk memastikan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tegas Amran.

    Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf menambahkan, pihaknya akan memberikan waktu dua pekan kepada para produsen dan pedagang untuk melakukan klarifikasi dan menyesuaikan mutu serta harga produk dengan informasi yang mereka klaim dalam kemasan.

    “Jika tidak, Satgas Pangan akan mengambil tindakan tegas sesuai dengan hukum,” kata Helfi.

    Foto: Mentan Amran Sulaiman menyerahkan laporan hasil investigasi anomali kenaikan harga beras kepada Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf di kantornya, Jakarta, Kamis (26/6/2025). dok. Kementan
    Mentan Amran Sulaiman menyerahkan laporan hasil investigasi anomali kenaikan harga beras kepada Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf di kantornya, Jakarta, Kamis (26/6/2025). dok. Kementan

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Impor beras versus pengadaan domestik

    Impor beras versus pengadaan domestik

    Petani memasukkan gabah ke dalam karung usai panen di Kota Bengkulu, Bengkulu, Kamis (5/6/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/bar

    Impor beras versus pengadaan domestik
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Minggu, 15 Juni 2025 – 15:29 WIB

    Elshinta.com – Jika mau jujur, baru di zaman pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, para menteri atau pejabat yang bertanggung jawab terhadap produksi, pengadaan dan distribusi pangan utamanya beras, bisa bergerak satu irama dan tujuan yang sama dalam memenuhi kebutuhan beras dari dalam negeri.

    Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional dan Badan Urusan Logistik, BPS satu kata, tidak ada impor beras tahun 2025 dan pengadaan beras bulog hanya dilakukan melalui penyerapan hasil panen petani.

    Menteri Pertanian dan Dirut Bulog beserta jajaran all out menyukseskan serapan gabah saat puncak panen 2025. Pemerintah melalui Keputusan Kepala Bapanas No 14/2025, memberlakukan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 6.500/kg tanpa syarat kualitas dan rafraksi.

    Inilah salah satu bentuk konkret kehadiran dan keberpihakan pemerintah terhadap petani di lapangan. Selama 20 tahun terakhir ini, pemerintah lebih banyak berbisnis dengan petani, melalui importasi beras dan menjualnya di dalam negeri.

    Paling tidak dalam dua puluh tahun ini dalam hal ini 10 tahun pemerintahan SBY dan 10 tahun pemerintahan Jokowi, pemerintah berbisnis dengan rakyatnya.

    Berbagai argumen dikemukakan antara lain produksi beras dalam negeri tidak mencukupi, cadangan beras untuk operasi pasar sangat terbatas, gejolak harga beras medium di pasaran, antisipasi terjadinya bencana, dengan berbagai data dan informasi pendukungnya.

    Data BPS, data dan informasi harga beras medium di pasaran, prediksi musim kemarau akan berdampak terhadap penurunan produksi padi.

    Pemerintah perlu stok beras untuk mitigasi kalau terjadi bencana. Opini media cetak maupun elektronik serta diskursus untuk membangun ketakutan akan pasokan beras dalam negeri terus didengungkan.

    Patut diduga selama dua puluh tahun tersebut, ada aktor intelektual dan para pemburu rente yang bermain dalam impor beras. Penggiringan opini tentang perlunya impor beras inilah yang akhirnya digunakan sebagai salah satu argumen pemerintah untuk melakukan impor beras.

    Kementerian yang bertanggung jawab terhadap monitoring harga dan cadangan beras bukannya meyakinkan pemerintah, tetapi cenderung tidak melakukan penguatan bahwa produksi padi dalam negeri mencukupi. Ultimate goalnya adalah impor beras. Pertanyaan fundamentalnya, mengapa ini terus terjadi dalam waktu lama dan rakyat utamanya petani terus dikorbankan?

     

    Politik dan bisnis

    Mengapa impor beras berlangsung lebih dari 20 tahun? Patut diduga banyaknya kepentingan yang bermain merupakan jawaban konkretnya.

    Negara produsen beras tentu menjadi magnet bagi para pemburu rente untuk mengeruk keuntungan yang sangat dahsyat.

    Sebagai ilustrasi, harga beras medium poles per 18 Mei 2025 mencapai Rp 62 500 per 5 kilogram (Rp12500/kg), sementara harga beras 5 persen broken bervariasi antara 500-550 dolar AS per ton di pasar internasional (dengan kurs 18 Mei 2025 Rp16488,59/dolar AS), maka harga beras impor per kilogram antara Rp8244-Rp9068.

    Terdapat selisih harga antara Rp3432-Rp4256 per kg dibandingkan harga beras medium domestik.

    Jika impor dilakukan sebanyak 2,25 juta ton, maka terdapat selisih harga antara Rp7699-Rp9576 triliun, suatu angka yang menggiurkan bagi banyak orang, tanpa berfikir dampak buruknya bagi petani dan ketahanan produksi nasional.

    Perbandingan tersebut makin lebih dahsyat, karena beras pecah 5 persen termasuk beras premium. Tentu harganya lebih tinggi dan menguntungkan bagi importir.

    Bukti bahwa kebijakan impor beras sarat dengan muatan kepentingan terlihat dari harga beras yang turun saat Indonesia tidak mengimpor beras pada 2025. Patut diduga, ada konspirasi antara pemburu rente dan pedagang beras di Vietnam atau Thailand.

    Fenomena ini menunjukkan kepada semua, bahwa impor beras lebih banyak mudaratnya dibandingkan manfaatnya. Manfaat itu lebih dinikmati para pemburu rente yang tega mengorbankan petani sebagai pilar penyedia pangan negara.

    Keuntungan yang sangat dahsyat tersebut menjadikan banyak pihak berminat untuk melanggengkan impor beras.

    Itulah sebabnya, ketika jelang musim kemarau diskursus tentang kekeringan, el nino, gagal panen, puso dan harga beras medium naik menjadi topik aktual yang mengemuka di media masa.

     

    Importasi beras

    Kebijakan yang kurang berpihak pada petani mengutamakan importasi beras dibandingkan memprioritaskan penyerapan produksi dalam negeri secara kasat mata dan apriori merupakan bentuk konkretnya.

    Sebagai contoh kasus, bangsa ini mungkin bisa belajar dari situasi yang terjadi pada tahun 2018 dimana pemerintah melakukan impor beras sebanyak 2,25 juta ton di luar beras khusus.

    Padahal pada tahun tersebut, produksi padi Indonesia mencapai angka tertinggi dalam sejarah. FAO melaporkan Indonesia memproduksi 56,54 Juta ton GKG (setara 33,94 juta ton).

    Tahun 2018 merupakan puncak produksi karena kinerja Upaya Khusus (UPSUS) bekerja sama dengan MABES Angkatan Darat dan Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten/Kota mencapai titik kulminasinya.

    Semua bergerak dari Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota. Saat itu salah satu Penulis menjabat sebagai Direktur Jenderal Tanaman Pangan melihat dari citra satelit SPOT 5 maupun LANDSAT tutupan lahan didominasi oleh padi.

    Data dan Informasi ini tervalidasi di lapangan, sehingga saat itu penulis dengan percaya diri menjelaskan di depan DPR dalam hal ini Komisi IV sebagai mitra kerja.

    Sayang, meskipun DPR sudah yakin, tetapi Pemerintah tetap mengimpor beras medium 2,25 juta ton. Ironis memang, tetapi itulah realitanya yang harus dihadapi.

    Sebagai insan yang berkecimpung dengan petani untuk berproduksi, sakit rasanya dan sesak dada ini. Tapi apalah daya, pengambil kebijakan memutuskan untuk mengimpor beras. Importasi saat itu diputuskan sepihak, karena Menteri Pertanian saat itu tidak setuju.

    Dari situasi ini, paling tidak ada tiga implikasi yang harus diderita petani Indonesia yakni (i) harga gabah di tingkat petani anjlok saat panen raya; (ii) volume pembelian gabah petani oleh Bulog rendah; (iii) stok beras dalam negeri berlebih, sehingga beras Bulog yang disimpan terlalu lama mengalami penurunan mutu dan tidak layak dikonsumsi.

    Untuk memperkuat argumen impor beras, sejak awal dilakukan koreksi luas baku lahan sawah. Meskipun di lapangan banyak ditemukan ketidakakuratannya, tetapi luas baku lahan sawah BPN (2018) yang dipakai pemerintah saat itu untuk menentukan produksi, kecukupan beras, dan impor.

    Ada Kabupaten di Sumatra Selatan areal sawahnya hilang 6000 hektare lebih. Bahkan Jawa Timur waktu itu data luas sawahnya meningkat 300.000 hektare, suatu hal yang tidak masuk logika akal sehat. Selain tidak ada cetak sawah baru, juga alih fungsi lahan sawah untuk non sawah terus meningkat.

    Pemerintah saat Itu, melalui BPN dan atas masukan data dari BIG, Lapan, BPS, dan Bappenas memutuskan angka 7.105.145 hektare dari semula angka BPN (2013) 7.750.999 hektare.

    Provinsi dan Kabupaten/Kota saat itu mengajukan protes karena tidak sesuai kondisi lapangan. Akhirnya pada 2019 luas baku sawah yang tervalidasi oleh BPN menjadi 7,46 juta hektare.

    Fenomena ini menunjukkan bahwa data luas sawah baku rawan “digoreng” demi kepentingan pihak tertentu utamanya yang menginginkan impor beras secara berkelanjutan.

    Bukti lain bahwa kebijakan impor beras sarat dengan muatan kepentingan terlihat dari harga beras yang turun saat Indonesia tidak mengimpor beras tahun 2025.

    Walaupun, situasi dibuat heboh dengan data keluar masuk beras di Pasar Tjipinang yang diungkapkan oleh Mentan yang menyebabkan harga beras ada kenaikan walaupun Mentan juga mengumumkan bahwa stok beras 4 juta ton. Disinyalir ada permainan mafia beras.

    Pertanyaannya, bagaimana memutus jalur dan mafia lingkaran setan impor beras yang selama ini terus terjadi dan bahkan semakin merajalela?

    Diperlukan satu komando dalam pengadaan gabah dalam negeri dengan segala risikonya merupakan solusi mendasarnya.

    Serap gabah petani

    Keputusan fundamental untuk menyerap gabah petani at all cost merupakan keputusan satu komando yang perlu diapresiasi, karena tingkat ketidakpastian iklim sangat tinggi sebagai dampak perubahan iklim.

    Tentu ada risiko yang harus diambil pemerintah. Itu sangat wajar, begitulah bentuk konkret di lapangan bahwa Pemerintah hadir dan tidak membiarkan petani berjuang sendiri dipermainkan tengkulak.

    Faktanya, pemerintah mampu menyerap gabah secara maksimal, dan hampir tidak terdengar harga gabah anjlok di lapangan.

    Kalaupun Pemerintah dalam hal ini Bulog merugi sedikit, itu sangat wajar, karena selama 20 tahun lebih pemerintah menikmati keuntungan dari impor beras yang menyengsarakan petani.

    Mitigasi risiko Bulog harus dilakukan agar tidak mengalami kerugian lebih besar. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain, Bulog membeli gabah kering panen atau gabah kering giling dan dikeringkan sampai kadar air kering simpan, sehingga mutunya tidak akan turun sekalipun disimpan dalam waktu satu tahun.

    Bulog harus memaksimalkan silo silo yang dimiliki, sehingga kapasitas simpan gabah Bulog lebih besar. Secara bertahap Bulog harus menyerap langsung dari Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) atau kelompok tani (Poktan) agar harga beli Bulog dinikmati langsung petani bukan oleh pihak ketiga.

    Pengadaan penggilingan padi moderen yang mampu menghasilkan 6 derivat gabah, memungkinkan nilai tambah yang diperoleh Bulog lebih baik.

    Mengapa selama ini Bulog hanya menghasilkan beras, padahal Wilmar Padi Nusantara mampu menghasilkan menir, bekatul, sekam, oil rice brand dan masih banyak lagi, sehingga pendapatannya lebih baik dan bisa di share ke petani.

    Ingat rata rata lahan garapan petani hanya 0,3 hektare, sehingga tanpa ada tambahan pendapatan lain dari harga gabah, maka dipastikan petani akan sulit mencapai kesejahteraan hidup.

    *) Gatot Irianto adalah Analis Kebijakan Ahli Utama, Kementan; Muhrizal Sarwani adalah Peneliti/Analis Asosiasi Peneliti Pertanian Indonesia (APPERTANI); dan Destika Cahyana adalah Peneliti BRIN.

    Sumber : Antara

  • Kementerian PKP menyerahkan 10 ekor sapi untuk warga rusun

    Kementerian PKP menyerahkan 10 ekor sapi untuk warga rusun

    Ini menjadi kolaborasi dengan institusi dalam ekosistem perumahan dalam penyediaan hewan kurban.

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bersama dengan mitra kerja seperti BP Tapera dan PT SMF menyalurkan 10 ekor sapi kurban untuk dibagikan kepada masyarakat sekitar, warga rumah susun (rusun) dan pegawai kementerian.

    “Ini menjadi kolaborasi dengan institusi dalam ekosistem perumahan dalam penyediaan hewan kurban. Sebagai birokrat kita harus mengerahkan seluruh tenaga, pikiran, dan waktu serta segala yang dimiliki untuk rakyat Indonesia,” ujar Menteri PKP Maruarar Sirait usai Peringatan Hari Raya Idul Adha di Kantor Kementerian PKP, Jakarta, Jumat.

    Adapun 10 ekor sapi tersebut akan didistribusikan kepada pegawai Kementerian PKP, BP Tapera, PT SMF dan masyarakat sekitar, Rusun Rawa Bebek, Yayasan Anak Telantar Bantar Gebang, Rusun Marunda, Rusun Penggilingan, Rusun Pinus Elok dan Rusun Pasar Rebo.

    Menteri PKP yang akrab disapa Ara ini, mengatakan seluruh pimpinan dan mitra kerja diharapkan dapat melaksanakan makna Idul Adha dengan mengerahkan seluruh tenaga, pikiran, dan waktu untuk rakyat Indonesia.

    Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa seluruh insan di Kementerian PKP harus mengabdikan diri bagi rakyat Indonesia yang belum memiliki rumah layak huni.

    “Saya senang punya tim yang bekerja sebagai super tim yang kerja nggak hitungan waktu dan tenaga untuk kepentingan rakyat. Berikan kontribusi yang baik bukan hanya pemikiran, perkataan perbuatan harus sama dan hasil pembangunan rumah untuk rakyat,” imbuhnya.

    Ia berharap kegiatan ini bisa rutin dilaksanakan dan jumlah hewan kurban bisa bertambah, sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dharma Jaya pastikan pemotongan hewan lebih praktis dan higienis

    Dharma Jaya pastikan pemotongan hewan lebih praktis dan higienis

    Jakarta (ANTARA) – Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Dharma Jaya memastikan pemotongan hewan kurban pada perayaan Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah/2025 berjalan lebih praktis dan higienis.

    “Keunggulannya, customer tinggal tahu beres. Mau dibagiin langsung bisa, mau diambil karkasnya juga boleh. Jadi lebih simpel, praktisi, dan higienis,” kata Direktur Utama Perumda Dharma Jaya, Raditya Endra Budiman di Perumda Dharma Jaya, Jalan Penggilingan Raya Nomor 25, Cakung, Jakarta Timur, Jumat.

    Raditya menyebut, pemotongan tersebut membuat masyarakat tidak perlu repot memikirkan pembuangan limbah. Lalu, konsumen juga dapat memilih hewan mau dibagikan langsung dalam bentuk potongan daging per kilo, atau hanya berupa karkas.

    “Konsumen tinggal tahu beres. Mau dibagiin langsung bisa, mau diambil karkasnya juga boleh. Dan yang penting, masyarakat tidak perlu repot dengan limbah. Itu semua kami yang urus,” ujar Raditya.

    Lalu, Raditya juga menyebut bahwa Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memberikan arahan agar Dharma Jaya terus berkoordinasi dengan dinas terkait demi menjaga kualitas daging kurban.

    “Termasuk penggunaan besek ramah lingkungan untuk pengemasan. Di sini kantongnya kita sarankan pakai besek supaya lebih ramah lingkungan,” ucap Raditya.

    Lebih lanjut, Raditya menyebut pihaknya berkurban sebanyak 13 ekor sapi tahun ini yang akan didistribusikan ke berbagai wilayah sesuai arahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai bentuk kontribusi perusahaan.

    Mengenai teknis pembagian daging kurban, Raditya menyampaikan, pihaknya menyerahkan skema pembagian kepada pemotong hewan.

    Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengimbau seluruh warga dan panitia kurban di Jakarta menerapkan prinsip Eco Qurban dalam pelaksanaan ibadah kurban pada Hari Raya Idul Adha 1446 H, salah satunya tidak membuang limbah ke got.

    Imbauan ini merujuk pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2022 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemotongan Hewan Kurban.

    Pergub tersebut mengatur bagaimana penanganan limbah cair dan padat yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi pencemaran lingkungan.

    Adapun penerapan Eco Qurban adalah praktik penyelenggaraan pemotongan hewan kurban yang berprinsip kepada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan on-site atau di lokasi pemotongan.

    Prinsipnya tidak mencemari dan mengotori lingkungan, baik pada saat pelaksanaan maupun setelahnya sehingga jangan sampai ada limbah seperti darah, isi perut, atau bagian hewan kurban lainnya dibuang sembarangan ke selokan, got atau kali.

    Apabila limbah kurban tidak ditangani dengan baik, maka dapat menimbulkan bau tak sedap, mengganggu kenyamanan warga, bahkan membahayakan kesehatan serta merusak ekosistem badan air.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Alviansyah Pasaribu
    Copyright © ANTARA 2025

  • DKI gandeng PPSU untuk pantau pembuangan limbah hewan kurban

    DKI gandeng PPSU untuk pantau pembuangan limbah hewan kurban

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggandeng petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) di seluruh kelurahan untuk memantau pembuangan limbah hewan kurban saat pelaksanaan Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah/2025.

    “Limbah padat hewan kurban juga harus dikumpulkan, kita berkoordinasi dengan PPSU kelurahan di Jakarta agar limbah tersebut segera dibuang ke tempat yang sudah ditentukan,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta Hasudungan Sidabalok usai meninjau lokasi penampungan hewan kurban di Perumda Dharma Jaya, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, Kamis.

    Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta untuk mengumpulkan limbah hewan kurban di satu tempat agar tak mencemari lingkungan.

    “Kita juga berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan kita selalu mengedukasi para pemotong hewan kurban agar darahnya tidak dibuang ke saluran umum, harus melalui tangki septik (septic tank),” ujar Hasudungan.

    Dia pun meminta warga Jakarta untuk tidak lupa menyiram darah hewan kurban dan diberikan cairan berupa sabun yang wangi untuk menghilangkan kuman dan bau darah.

    “Kemudian hasil dari limbah darah tersebut, kalau bisa segera disiram. Kemudian diberikan karbol atau disinfektan lain, supaya tidak sampai mencemari lingkungan,” jelasnya.

    Pemprov DKI melalui Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengimbau seluruh warga dan panitia kurban di Jakarta menerapkan prinsip Eco Qurban dalam pelaksanaan ibadah kurban pada Hari Raya Idul Adha 1446 H, salah satunya tidak membuang limbah ke got.

    Imbauan ini merujuk pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2022 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemotongan Hewan Kurban.

    Pergub tersebut mengatur bagaimana penanganan limbah cair dan padat yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi pencemaran lingkungan.

    Adapun penerapan Eco Qurban adalah praktik penyelenggaraan pemotongan hewan kurban yang berprinsip kepada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan on-site atau di lokasi pemotongan.

    Prinsipnya tidak mencemari dan mengotori lingkungan, baik pada saat pelaksanaan maupun setelahnya sehingga jangan sampai ada limbah seperti darah, isi perut, atau bagian hewan kurban lainnya dibuang sembarangan ke selokan, got atau kali.

    Apabila limbah kurban tidak ditangani dengan baik, maka dapat menimbulkan bau tak sedap, mengganggu kenyamanan warga, bahkan membahayakan kesehatan serta merusak ekosistem badan air.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pasar Baru jadi simbol utama Jakarta dan pusat oleh-oleh

    Pasar Baru jadi simbol utama Jakarta dan pusat oleh-oleh

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyebutkan Pasar Baru akan dipersiapkan menjadi salah satu simbol utama Jakarta sekaligus tempat oleh-oleh khas Jakarta yang menjual aneka makanan atau hal-hal lainnya.

    “Kami sedang mengkaji untuk Pasar Baru, setelah Blok M hampir selesai. Tentunya Pasar Baru sebagai salah satu simbol utama Jakarta dan pusat oleh-oleh,” kata Pramono usai meninjau lokasi penampungan hewan kurban di Perumda Dharma Jaya, Jalan Penggilingan Raya Nomor 25, Cakung, Jakarta Timur, Kamis.

    Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mengkaji lebih mendalam terkait penataan, perbaikan, dan kebersihan kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat.

    “Nanti akan kita lakukan perbaikan, termasuk yang di awal adalah membersihkan,” ujarnya.

    Tak hanya itu, Pemprov DKI juga akan melakukan perbaikan sarana dan prasarana transportasi untuk mempermudah akses masyarakat yang ingin ke Pasar Baru.

    “Kami juga melakukan perbaikan sarana transportasi dan juga keindahan yang ada di Pasar Baru. Karena bagaimanapun Pasar Baru itu adalah simbol utama Jakarta,” ucap Pramono.

    Pramono berharap adanya oleh-oleh khas Jakarta, beragam kuliner atau budaya Jakarta bisa semakin dikenal dan lestari. Hal ini sekaligus menjadi wadah bagi para pelaku UMKM memasarkan produknya.

    Sebelumnya, Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Rano Karno berharap Jakarta bisa memiliki tempat oleh-oleh khas yang menjual aneka makanan atau hal-hal lainnya.

    Menurut Bang Doel (panggilan akrab Rano Karno, menjelang lima abad Kota Jakarta, masih tersisa waktu dua tahun lagi menuju tahun 2027. Sehingga dia berharap Jakarta bisa membangun pusat oleh-oleh.

    “Jakarta ini belum punya pusat oleh-oleh. Kalau punya pusat oleh-oleh, baru sedap tuh. Ongol-ongol ada, kue serabi ada. Mudah-mudahan, ini bagian dari pelayanan kepada masyarakat,” kata Bang Doel di Jakarta, Senin (24/2).

    Bang Doel mengatakan, pusat oleh-oleh memang tersedia di Pasar Baru dengan nama Istana Pasar Baru sehingga ke depan mungkin tempat tersebut diperindah agar bisa mendorong kunjungan.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemprov DKI tertibkan pedagang hewan kurban di ruang terbuka hijau

    Pemprov DKI tertibkan pedagang hewan kurban di ruang terbuka hijau

    RTH tidak boleh digunakan untuk berdagang demi menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan, serta mencegah gangguan terhadap pengguna fasilitas umum

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menertibkan sejumlah pedagang hewan kurban yang menggunakan ruang terbuka hijau (RTH) untuk berdagang.

    “Secara khusus kami sudah menertibkan pedagang-pedagang yang berdagang hewan kurban menggunakan ruang terbuka hijau,” kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung usai meninjau lokasi penampungan hewan kurban di Perumda Dharma Jaya, Jalan Penggilingan Raya Nomor 25, Cakung, Jakarta Timur, Kamis.

    Pramono menyebut, pedagang yang ditertibkan berada di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Pusat. Larangan dagang hewan kurban di RTH atau fasilitas umum seperti taman kota dan trotoar, kata Pramono, sudah seringkali dilakukan sosialisasi ke para pedagang.

    “Secara khusus kemarin kami sudah menertibkan, termasuk yang ada di Jakarta Pusat, Jakarta Timur. Yang menggunakan RTH, saya minta untuk ditertibkan,” ujarnya.

    Menurut dia, RTH tidak boleh digunakan untuk berdagang demi menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan, serta mencegah gangguan terhadap pengguna fasilitas umum.

    “Karena tidak boleh taman-taman yang menjadi hak warga itu kemudian digunakan untuk berjualan kurban,” tegasnya.

    Aturan larangan berjualan hewan kurban di trotoar tertuang dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pengendalian Penampungan dan Pemotongan Hewan dalam Rangka Idul Adha 2019/1440 H.

    Pramono pun mengimbau masyarakat untuk tidak membuang limbah hewan kurban usai pemotongan ke saluran air yang menyebabkan lingkungan menjadi kotor.

    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah lakukan sosialisasi kepada warga dan panitia kurban di Jakarta untuk menerapkan prinsip “Eco Qurban” pada Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah, salah satunya tidak membuang limbah ke got.

    Imbauan ini merujuk pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemotongan Hewan Kurban. Pergub ini juga mengatur penanganan limbah cair dan padat yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi pencemaran lingkungan.

    Adapun “Eco Qurban” adalah praktik penyelenggaraan pemotongan hewan kurban yang berprinsip kepada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan “on-site’ atau di lokasi pemotongan.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.