kab/kota: Pekanbaru

  • Polresta Pekanbaru ke Sekolah, Ajak Siswa Tertib Lalin dan Peduli Lingkungan

    Polresta Pekanbaru ke Sekolah, Ajak Siswa Tertib Lalin dan Peduli Lingkungan

    Pekanbaru

    Polresta Pekanbaru kembali mengunjungi sekolah dalam rangka menguatkan komitmen dalam pelestarian lingkungan dan tertib lalu lintas. Polisi mengajak para siswa untuk menanam pohon.

    Kegiatan ‘Police Goes To School’ itu digelar oleh Satlantas Polresta Pekanbaru, Satuan Samapta, Satresnarkoba hingga Tim RAGA (Riau Anti Geng dan Anarkisme). Kegiatan yang dipimpin oleh Kasatlantas Polresta Pekanbaru AKP Satrio BW Wicaksana ini digelar untuk menggelorakan program Green Policing hingga RAGA Polda Riau.

    AKP Satrio mengatakan bahwa edukasi kepada generasi muda menjadi salah satu fokus kepolisian untuk menciptakan budaya tertib berlalu lintas dan mengurangi angka kecelakaan di Pekanbaru.

    “Kami ingin anak-anak sekolah memahami pentingnya tertib berlalu lintas, bahaya balap liar, dan faktor-faktor penyebab kecelakaan. Tujuannya agar mereka bisa menjadi pelopor keselamatan di jalan,” ujar AKP Satrio, Jumat (7/11/2025).

    Dalam kunjungannya kali ini, personel kepolisian memberikan sosialisasi langsung kepada siswa mengenai aturan berkendara, etika berlalu lintas, hingga risiko fatal ugal-ugalan di jalan raya. Selain edukasi keselamatan lalu lintas, polisi juga mengenalkan konsep Green Policing. Para siswa diajak menanam pohon di lingkungan sekolah sebagai wujud kepedulian terhadap kelestarian lingkungan.

    Foto: Polresta Pekanbaru turun ke sekolah mengkampanyekan Green Policing dan ajak siswa tertib lantas. (dok. Polresta Pekanbaru)

    Kegiatan juga diisi penyuluhan bahaya narkoba oleh Satresnarkoba Polresta Pekanbaru. Polisi menjelaskan jenis zat adiktif, dampaknya bagi tubuh, serta ancaman hukum bagi pengedar dan pengguna.

    Selain itu, Tim RAGA, Satlantas, dan Samapta memperkenalkan peralatan pendukung tugas kepolisian, seperti alat pengendali massa, mobil patroli, dan perlengkapan taktis. Kegiatan ini diharapkan membangun kesadaran para siswa untuk lebih sadar hukum, dan tertib berlalu lintas hingga lebih peduli terhadap lingkungan sekitar.

    (mea/imk)

  • Kapolres Siak Kuliah Umum di Kampus, Kuatkan Komitmen Jaga Lingkungan

    Kapolres Siak Kuliah Umum di Kampus, Kuatkan Komitmen Jaga Lingkungan

    Pekanbaru

    Konsep ‘Green Policing’ yang menjadi program prioritas Kapolda Riau terus diwujudkan secara konkret di lapangan. Kali ini, Kepolisian Resor (Polres) Siak mengambil langkah proaktif dengan menggandeng kalangan akademisi, khususnya generasi muda, melalui kegiatan penanaman bibit pohon di Kampus Politeknik Sriwijaya PSDKU Siak.

    Dipimpin langsung oleh Kapolres Siak AKBP Eka Ariandy Putra, kegiatan ini mengusung tema inspiratif ‘Green Policing Generasi Gen Z: Cinta Lingkungan, Peduli Hutan, dan Penyuluhan Lingkungan Hidup’. Kegiatan ini digelar pada Rabu, 5 November 2025.

    Kapolres Siak, AKBP Eka Ariandy Putra, menegaskan bahwa Green Policing adalah pergeseran paradigma tugas kepolisian. Polri tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga edukasi dan pencegahan kerusakan alam.

    “Green Policing adalah pendekatan yang menjadikan perlindungan lingkungan hidup sebagai bagian integral dari tugas Kepolisian. Tidak hanya penegakan hukum, tapi juga edukasi dan pencegahan terhadap kerusakan alam,” jelas Eka, Jumat (7/11/2025).

    Ia menekankan bahwa kolaborasi dengan mahasiswa, sebagai Generasi Z dan penerus bangsa, adalah kunci utama. Melalui kegiatan langsung seperti menanam pohon, kesadaran lingkungan dapat tertanam lebih kuat.

    Bukan hanya menanam pohon biasa, pilihan bibit durian menjadi simbol investasi jangka panjang bagi lingkungan dan ekonomi lokal. Aksi ini dihadiri oleh jajaran Pejabat Utama Polres Siak serta staf dan mahasiswa Polsri PSDKU Siak, memperkuat sinergi antara aparat keamanan dan dunia pendidikan.

    Koordinator Program Studi Teknik Kimia PSDKU Polsri Siak, Meyci Trisna, menyampaikan apresiasi tinggi atas inisiatif Polri.

    Kegiatan yang berlangsung aman dan kondusif ini diakhiri dengan penanaman bibit durian di area kampus dan sesi foto bersama, menandai komitmen bersama untuk mewujudkan Kabupaten Siak yang maju, lestari, dan ramah lingkungan. Polres Siak berharap, Green Policing akan terus menumbuhkan kesadaran ekologis di kalangan generasi muda, menjadikan mereka pelopor pelestarian alam di masa depan.

    (mea/imk)

  • Cara Sederhana Membiasakan Anak Makan Teratur

    Cara Sederhana Membiasakan Anak Makan Teratur

    Jakarta

    Bagi banyak orang tua, waktu makan sering kali menjadi momen penuh drama. Anak menolak makan, sulit duduk diam, atau baru mau makan jika disuapi sambil menonton video favorit. Padahal, kebiasaan seperti ini bisa mengganggu kemampuan alami anak mengenali rasa lapar dan kenyang.

    Menurut Prof Dr dr Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K), pakar nutrisi dan metabolik anak, salah satu cara sederhana agar anak terbiasa makan secara teratur tanpa drama adalah dengan menerapkan prinsip feeding rules 2-30-2.

    “Biar anaknya belajar bahwa waktu makan itu nggak sepanjang mau dia. Pengosongan lambung sekitar dua sampai tiga jam, jadi di tengahnya dikasih snack. Kalau waktunya sudah lewat, ya tunggu makan berikutnya,” ujar Prof. Damayanti dalam wawancara dengan detikcom (17/9/2025).

    Apa Itu Feeding Rules 2-30-2?

    Istilah 2-30-2 merujuk pada tiga prinsip utama dalam manajemen waktu makan anak:

    2 jam: jeda minimal antar waktu makan utama atau camilan.30 menit: durasi maksimal setiap sesi makan.2 kali snack: pemberian selingan sehat di antara tiga waktu makan utama.

    Konsep feeding rules 2-30-2 sejalan dengan pendekatan responsive feeding yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dan UNICEF dalam dokumen Responsive Feeding: Promoting Healthy Growth and Development for Infants and Young Children (2019).

    Dalam panduan tersebut disebutkan bahwa makan terstruktur dengan durasi wajar dan tanpa distraksi membantu anak:

    mengenali sinyal lapar dan kenyang,terhindar dari feeding difficulties,serta memiliki pola pertumbuhan berat dan tinggi badan yang lebih stabil.

    Hal senada juga disampaikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam Panduan Pemberian Makan Bayi dan Anak Kecil (2021), yang menegaskan bahwa durasi makan ideal untuk anak tidak lebih dari 30 menit. Jika melebihi waktu tersebut, biasanya anak sudah tidak lapar secara fisiologis dan cenderung kehilangan fokus makan.

    Dampak Feeding Rules terhadap Pertumbuhan Anak

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan yang tidak teratur atau terlalu lama bisa menyebabkan gangguan asupan energi dan berujung pada risiko weight faltering, yakni melambatnya kenaikan berat badan dibanding kurva pertumbuhan usia.

    Sebuah studi oleh Brown & Lee (2011) yang dipublikasikan di jurnal Appetite menemukan bahwa anak yang dibesarkan dengan pola makan terstruktur dan penuh respons menunjukkan kontrol diri makan yang lebih baik dan cenderung tidak menjadi picky eater.

    Penelitian di Pekanbaru berjudul Pengaruh Edukasi Kesehatan Terhadap Feeding Rules dan Perilaku Makan Pada Balita menunjukkan bahwa edukasi mengenai feeding rules pada orang tua secara signifikan meningkatkan praktik makan anak, termasuk durasi makan yang lebih teratur dan lingkungan makan yang lebih tenang.

    Temuan serupa juga dilaporkan oleh penelitian UGM berjudul Responsive feeding ibu dan asupan makan anak stunting usia 2-5 tahun, yang menegaskan bahwa responsive feeding berkaitan dengan kecukupan asupan gizi dan penurunan risiko stunting pada anak usia 2-5 tahun

    Tips Menerapkan Feeding Rules 2-30-2 di Rumah

    Menerapkan aturan makan 2-30-2 bisa jadi langkah sederhana agar anak terbiasa makan dengan teratur. Dengan menerapkan aturan sederhana ini secara konsisten, anak akan belajar mengenali sinyal lapar dan kenyang, makan lebih tenang, dan tumbuh dengan nutrisi yang lebih seimbang.

    “Biar anaknya belajar bahwa waktu makan itu nggak sepanjang mau dia,” tegas Prof. Damayanti.

    Berikut tips feeding rules yang bisa dicoba di rumah

    Tentukan jadwal tetap. Misalnya: sarapan pukul 07.00, snack 09.30, makan siang 12.00, snack sore 15.30, dan makan malam 18.00.Batasi waktu makan. Setelah 30 menit, hentikan sesi makan dengan lembut. Anak akan belajar bahwa waktu makan ada aturannya.Bebas distraksi. Hindari televisi, mainan, atau gadget saat makan.Tanpa paksaan. Biarkan anak memilih dari dua-tiga opsi makanan sehat agar ia merasa punya kontrol.Berikan contoh. Duduk dan makan bersama anak. Anak belajar lewat meniru perilaku orang tuanya.

    Waktu emas pertumbuhan Si Kecil hanya terjadi sekali, & tak bisa terulang kembali. Jangan biarkan Gerakan Tutup Mulut (GTM) menghalangi tumbuh kembangnya. Setiap pilihan apapun, kapanpun – terasa seperti momen penentu yang akan membentuk masa depan Si Kecil.

    Yuk Moms kita ubah Gerakan Tutup Mulut (GTM) menjadi Gerakan Tumbuh Maximal karena pilihan terbaik Bunda hari ini, menentukan masa depan Si Kecil esok hari.

    Halaman 2 dari 3

    (kna/kna)

  • Kronologi Lengkap Gubernur Riau Ditangkap KPK, Lagi Ngopi di Kafe

    Kronologi Lengkap Gubernur Riau Ditangkap KPK, Lagi Ngopi di Kafe

    Bisnis.com, PEKANBARU– Wakil Gubernur Riau, yang kini berstatus Plt Gubernur SF Hariyanto, mengungkapkan kronologi singkat saat terjadinya penangkapan Gubernur Riau Abdul Wahid oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (3/11/2025) sore. 

    Dirinya menegaskan bahwa dia tidak mengetahui secara pasti permasalahan yang menjadi dasar penangkapan tersebut, karena kejadian itu berlangsung begitu cepat dan di luar dugaan.

    Menurut SF Hariyanto, saat kejadian dirinya sedang bersama Gubernur Abdul Wahid dan Bupati Siak Afnu Zulkifli di sebuah kafe di Pekanbaru.

    “Tapi saya jelaskan, saya tidak mengetahui masalah ini. Memang kebetulan hari itu saya dan Gubernur bersama Bupati Siak lagi ngopi, dan itulah yang saya ketahui,” ungkapnya saat ditemui di Pekanbaru, Kamis (6/11).

    Lokasi kafe yang dimaksud, menurutnya, juga bukan kafe seperti umumnya. Namun, hanya tempat ngopi di belakang rumah dinas Gubernur Riau di Jalan Diponegoro, Pekanbaru.

    Dia menuturkan suasana awalnya berbincang dan diskusi ketiganya berjalan normal sebelum kemudian ada beberapa tamu datang ingin menemui Gubernur. 

    “Lalu ada tamu di luar, dan saya bingung. Jadi saya memang tahu karena kami sama-sama di kafe itu bertiga dengan Bupati Siak. Hanya itu yang saya tahu,” ujarnya.

    SF Hariyanto mengaku tidak sempat melihat langsung proses penangkapan karena situasi di lokasi tiba-tiba ramai oleh kehadiran sejumlah orang yang belakangan diketahui merupakan tim dari KPK. 

    “Pas keluar, Gubernur melihat sudah ramai orang di luar. Jadi kalau ada yang bilang saya ikut diperiksa, saya jelaskan sekarang bahwa saya memang tidak ada diperiksa,” ungkapnya.

    Dia menambahkan barulah pada sore hari kira-kira setelah waktu salat Asar dirinya mengetahui lebih banyak informasi dari pemberitaan yang beredar di berbagai media. 

    “Barulah sore setelah Asar banyak berita macam-macam. Dari situ saya tahu kalau memang sudah ada proses hukum yang sedang berjalan,” katanya.

    Plt Gubernur SF Hariyanto menegaskan bahwa dirinya menghormati penuh proses hukum yang dilakukan oleh KPK dan berharap masyarakat tetap tenang menghadapi situasi tersebut. 

    “Kita serahkan sepenuhnya pada proses hukum. Saya minta masyarakat jangan berspekulasi. Pemerintah tetap berjalan dan pelayanan publik tidak akan terganggu,” ujarnya.

    Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid beserta sejumlah pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. 

    Pascakejadian tersebut, Kementerian Dalam Negeri langsung menunjuk Wakil Gubernur SF Hariyanto sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau untuk memastikan roda pemerintahan tetap berjalan normal.

    Setelah melakukan pemeriksaan intensif, terungkap bahwa pada Maret 2025, Sekretaris Dinas PUPR PKPP bernama Ferry menggelar rapat bersama 6 Kepala UPT Wilayah I-VI, Dinas PUPR PKPP, untuk membahas kesanggupan pemberian fee yang akan diberikan kepada Abdul Wahid yakni sebesar 2,5%. 

    Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar (terjadi kenaikan Rp106 miliar).

    Ferry melaporkan hasil pertemuan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP M. Arief Setiawan. Namun, Arief yang merupakan representasi Abdul Wahid meminta fee dinaikkan menjadi 5% atau Rp7 miliar. Laporan kepada Arief menggunakan kode “7 batang”.

    Abdul Wahid diduga mengancam para pejabat PUPR PKPP dengan dicopot jabatan jika tidak memberikan nominal uang tersebut. Permintaan ini dikenal sebagai “Jatah Preman”

  • Profil Khamozaro Waruwu, Hakim yang Rumahnya Terbakar saat Tangani Kasus Korupsi di Medan

    Profil Khamozaro Waruwu, Hakim yang Rumahnya Terbakar saat Tangani Kasus Korupsi di Medan

    Liputan6.com, Medan – Rumah milik hakim Pengadilan Negeri Medan, Khamozaro Waruwu terbakar. Dia tengah menangani kasus korupsi proyek jalan Dinas PUPR Sumatera Utara pada Selasa (4/11/2025). Kasus yang ditangani Khamozaru melibatkan Topan Ginting, mantan Kadis PUPR. Beruntung Khamozaru tidak ada di lokasi kejadian saat rumahnya terbakar.

    “Saya masih sidang tiba-tiba dihubungi bahwa ada kejadian di rumah. Tapi enggak diangkat karena saya lagi sidang. Lalu, dapat informasi jika rumah saya terbakar,” kata Khamozaro.

    Khamozaro dikenal sebagai hakim tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri Medan. Dia mendapatkan gelar sebagai Pembina Utama Madya. Golongan ini merupakan salah satu jenjang kepangkatan tertinggi dalam karier hakim di Indonesia.

    Dilansir Liputan6.com dari website Pengadilan Ngeri Medan, Khamozaro sempat menempuh jenjang S-1 di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Padang pada tahun 1996. Selesai menuntut ilmu di Padang, ia melanjutkan pendidikan tingkat S-2 Ilmu Hukum di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan pada tahun 2009.

    Baru-baru ini, Khamozaru diketahui melanjutkan lagi pendidikannya di universitas yang sama. Dia memilih untuk mengambil S-3 Ilmu Hukum di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara pada Februari 2025. 

    Khamozaru mengawali kariernya sebagai staf Pengadilan Tata Usaha Negeri Padang pada tahun 1993 hingga tahun 1994. Dia kemudian melanjutkan kariernya sebagai hakim tingkat pertama pada tahun 2000 hingga 2009 di tiga pengadilan yang berbeda, yakni Pengadilan Negeri Lubuk Basung, Pengadilan Negeri Mandailing Natal, dan Pengadilan Negeri Dumai.

    9 Tahun menjalani profesi sebagai hakim tingkat pertama, karier Khamozaro mula naik. Pada tahun 2012 ia diamanahkan sebagai wakil ketua pengadilan di Pengadilan Negeri Sanggau. Kemudian, masih di pengadilan yang sama, Khamozaru naik jabatan sebagai ketua pengadilan pada Maret 2014. Namun, pada September 2014, ia pindah ke Pengadilan Negeri Gunung Sitoli.

    Khamozaro memulai kembali kariernya sebagai hakim tingkat pertama di Pengadilan Negeri Pekanbaru pada tahun 2016. Kemudian, pada tahun 2018 menempati posisi sebagai ketua pengadilan di Pengadilan Negeri Rantau Prapat dan menjadi wakil ketua pengadilan di Pengadilan Negeri Banyuwangi pada tahun 2021. Kini, ia menjabat sebagai hakim tingkat pertama di Pengadilan Negeri Medan sejak tahun 2022.

     

  • Gaya Preman Gubernur Riau Abdul Wahid Palak Anak Buah Demi Jalan-Jalan ke Luar Negeri

    Gaya Preman Gubernur Riau Abdul Wahid Palak Anak Buah Demi Jalan-Jalan ke Luar Negeri

     

    Liputan6.com, Jakarta – Kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Gubernur Riau Abdul Wahid akhirnya terbongkar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap fakta mengejutkan soal para kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Dinas PUPR PKPP dipaksa menyetor uang untuk sang gubernur. 

    Disepakati besaran fee untuk gubernur seperti yang diminta yakni 5 persen atau sekitar Rp7 miliar. Setelah ada kesepakatan tersebut, terjadilah tiga kali setoran fee jatah untuk Abdul Wahid terhitung sejak Juni-November 2025. Totalnya mencapai Rp 4,05 miliar. 

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, uang yang disetor ke Abdul Wahid bukan berasal dari proyek ataupun pihak swasta, melainkan hasil pinjaman. 

    “Informasi yang kami terima dari para kepala UPT bahwa mereka uang itu pinjam. Ada yang pakai uang sendiri, pinjam ke bank, dan lain-lain. Ada yang dari ini sertifikat dan lain-lain itulah,” kata Asep Guntur di Gedung KPK, Rabu (5/11/2025).

    Situasi ini makin ironis karena terjadi saat APBD Riau tengah defisit. Berdasarkan penelusuran KPK, pada Maret 2025 Abdul Wahid sendiri pernah mengumumkan bahwa keuangan daerah defisit hingga Rp 3,5 triliun. 

    “Bayangkan. Artinya bahwa APBD-nya itu kan defisit,” ujar dia.

    Dengan kondisi itu, seharusnya kepala daerah tidak menambah beban bawahannya. Namun kenyataannya, anak buah justru dipaksa mencari uang sendiri demi memenuhi ‘jatah’ setoran ke Gubernur Riau.

    “Seharusnya dengan tidak adanya uang, orang kan ini lagi susah nih, enggak ada uang, jangan dong minta, gitu. Jangan membebani pegawainya. Jangan membebani bawahannya,” ucap dia.

    KPK sendiri telah menetapkan tiga orang tersangka kasus korupsi di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) di Provinsi Riau. Salah satu tersangka adalah Abdul Wahid, gubernur Riau yang baru menjabat Februari 2025 lalu.

    Pimpinan KPK, Johanis Tanak, menyebut tangkap tangan terhadap Abdul Wahid bermula setelah pihaknya mendapat pengaduan dari masyarakat. Tim KPK kemudian melakukan penelusuran.

    Informasi awal yang diterima KPK, pada Mei 2025 lalu terjadi pertemuan di salah satu kafe di Kota Pekanbaru antara FRY, selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI, Dinas PUPR PKPP. Pertemuan itu untuk membahas kesanggupanpemberiaan fee yang akan diberikan kepada Abdul Wahid selaku Gubernur Riau, yakni sebesar 2,5 persen.

    “Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar (terjadi kenaikan Rp 106 miliar),” katanya. 

    Minta Jatah Preman Rp 7 Miliar

    Hasil pertemuan itu disampaikan FRY ke MAS selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau. MAS yang merepresentasikan gubernur meminta besaran fee ditambah jadi 5 persen atau Rp 7 miliar.

    “Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman,” ujarnya.

    Mendapat tawaran itu, Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau melakukan pertemuan kembali. Disepakatilah besaran fee untuk gubernur seperti yang diminta yakni 5 persen. Hasilp ertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada MAS dengan kode ‘7 batang’

    Setelah ada kesepakatan tersebut, terjadilah tiga kali setoran fee jatah untuk Abdul Wahid terhitung sejak Juni-November 2025. Totalnya mencapai Rp 4,05 miliar lebih dari jatah preman yang disepakati Rp 7 miliar.

    Adapun rincian setoran fee jatah AW yakni:

    Pada setoran pertama FRY sebagai pengepul uang dari Kepala UPT, mengumpulkan total Rp 1,6 miliar. Dari uang tersebut, atas perintah MAS sebagai representasi AW, bahwa FRY mengalirkan dana sejumlah Rp 1 miliar kepada AW melalui perantara DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau. Kemudian, FRY juga memberikan uang sejumlah Rp600 juta kepada kerabat MAS.

    Atas perintah DAN sebagai representasi AW, melalui MAS, FRY kembali mengepul uang dari para kepala UPT, dengan uang terkumpul sejumlah Rp1,2 miliar. Atas perintah MAS, uang tersebut, di antaranya didistribusikan untuk driver MAS sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan oleh FRY senilai Rp300juta.

    Kali ini tugas pengepul dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp 1,25 miliar, yang di antaranya dialirkan untuk AW melalui MAS senilai Rp 450 juta serta diduga mengalir Rp 800 juta yang diberikan langsung kepada AW.

    “Pada pemberian ketiga ini, Senin (3 November 2025), Tim KPK melakukan kegiatan tangkap tangan,” ujar Johanis.

    Tiga orang yang terciduk dalam OTT tersebut adalah MAS, FRY dan lima Kepala Unit Kepala Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Wilayah I III, IV, V, VI Dinas PUPR PKPP yakni KA, EI, LH, BS, RA.

    “Selain itu, Tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp800 juta,” ujarnya.

  • Bareskrim Gagalkan Penyelundupan Narkoba dari Malaysia, Sabu-Ekstasi Disita

    Bareskrim Gagalkan Penyelundupan Narkoba dari Malaysia, Sabu-Ekstasi Disita

    Jakarta

    Dittipidnarkoba Bareskrim Polri menggagalkan penyelundupan narkotika yang berasal dari negara Malaysia ke Pekanbaru, Riau. Barang bukti berupa 4,5 kg sabu dan ribuan ekstasi disita polisi.

    “Barang bukti satu tas warna hitam merk puma berisi enam bungkus dilakban kuning yang berisikan lima bungkus sabu dengan total sekitar 4.500 gram dan satu bungkus ekstasi dengan total sekitar 3.000 butir,” kata Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri Brigjen Eko Hadi Santoso kepada wartawan, Jumat (7/11/2025).

    Kasus tersebut diungkap pada Rabu (6/11) pukul 18.45 WIB. Mulanya polisi mendapatkan informasi adanya upaya penyelundup narkoba dari sindikat Malaysia ke wilayah Pekanbaru, Riau.

    “Bahwa sindikat narkoba asal Malaysia telah menyelundupkan narkotika jenis sabu dan ekstasi dari Malaysia ke wilayah Pekanbaru, Riau yang dikendalikan oleh jaringan Aceh-Pekanbaru Riau,” ujarnya.

    Polisi bergerak melakukan penyelidikan dan menangkap dua orang pelaku yang terlibat berinisial YAL (27) dan SL (30) di sebuah rumah kontrakan di Tenayan Raya, Pekanbaru. Setelah dilakukan penggeledahan, ditemukan barang bukti narkotika.

    Sementara, tersangka YAL mengaku diajak untuk mengambil barang haram tersebut. Dia dijanjikan upah sebesar Rp 30 juta dari rekannya tersebut.

    “Kemudian tim membawa Tersangka dan barang bukti ke kantor Direktorat Narkoba Bareskrim Polri untuk di lakukan pemeriksaan lebih lanjut,” tuturnya.

    (wnv/wnv)

  • Bareskrim Tangkap Pelaku Utama Tambang Ilegal di IKN, Rugikan Negara Rp5,7 Triliun

    Bareskrim Tangkap Pelaku Utama Tambang Ilegal di IKN, Rugikan Negara Rp5,7 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) telah menangkap pelaku utama dalam kasus dugaan penambangan batu bara ilegal di sekitar kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

    Wadirtipdter Bareskrim Polri, Kombes Feby D. P. Hutagalung mengatakan pelaku utama ini merupakan bos perusahaan PT WU berinisial M. Perannya yakni sebagai pemodal dan penjual hasil tambang.

    “Baru ketangkap itu kemarin olah pelaku utamanya atas nama M. Itu di wilayah Pekanbaru sudah kabur kurang lebih hampir 1 bulan,” ujarnya dalam forum dialog Perbaikan Tata Kelola Pertambangan untuk Optimalisasi Sumber Daya Mineral Nasional di kantor Bisnis Indonesia, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    Dia menambahkan, perkara penambangan ilegal batu bara yang melibatkan M ini memiliki modus operandi’dokumen terbang’. Istilah ini merupakan modus mengelabuhi pemerintah dengan mengirim hasil tambang ilegal dengan dokumen milik perusahaan lain. 

    Keuntunganya, hasil tambang ilegal itu dijual dengan harga normal untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu keuntungannya yakni bisa meminimalisir pembayaran royalti.

    “Nah inilah permainan-permainan yang menggunakan dokumen terbang,” pungkas Feby.

    Sekadar informasi, dengan adanya penangkapan pelaku ini telah menambah daftar tersangka kasus pertambangan batu bara ilegal menjadi empat orang.

    Sebab, Bareskrim telah menetapkan tiga orang tersangka, masing-masing berinisial YH dan CH selaku penjual, serta MH sebagai pembeli untuk dijual kembali.

    Adapun, kerugian negara dari kegiatan pertambangan ilegal yang merusak lingkungan di kawasan konservasi IKN ditaksir mencapai Rp5,7 triliun sepanjang periode 2016-2025.

  • Lorong Gelap Transaksi Pilkada Bikin Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK

    Lorong Gelap Transaksi Pilkada Bikin Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK

    Lorong Gelap Transaksi Pilkada Bikin Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendata sudah ada 171 Bupati dan Wali Kota yang terjerat kasus korupsi.
    Sedangkan gubernur mencapai 30 orang. Data ini belum ditambah dengan data terbaru, yakni dua kepala daerah yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK dua bulan belakangan.
    Dua orang tersebut adalah Gubernur Riau Abdul Wahid dan Bupati Kolaka Timur Abdul Azis.
    Pada tahun sebelumnya, Kompas.com mencatat lima kepala daerah yang ditangkap KPK atas kasus korupsi.
    Mereka adalah Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, dan terakhir Pj Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa.
    Kasus kepala daerah terjerat korupsi yang berulang membuat publik bertanya, mengapa mereka seolah tak belajar dan tak jera dengan kejahatan yang dianggap
    extraordinary
    atau kejahatan luar biasa di Indonesia ini?
    Ketua IM57+ Lakso Anindito mengatakan, ada tiga faktor yang menjadi penyebab paling sering kepala daerah terjerat kasus korupsi.

    Pertama, sektor pengadaan barang dan jasa yang masih longgar dan menimbulkan kerawanan kecurangan dan permainan.
    Karena sistem transparansi dinilai tidak cukup, akan tetapi masih ada proses tender yang bersifat formalitas untuk menunjuk pemenang yang sudah ditetapkan di awal lelang.
    “Nah itu menandakan bahwa sektor ini masih merupakan sektor yang signifikan ya tingkat perawatannya dan perlu ada tindakan segera untuk melakukan proses reformasi,” katanya.
    Kedua, adalah persoalan sistem yang masih menggunakan berbagai peluang dan kesempatan untuk bisa mendukung pembiayaan politik dan pribadi kepala daerah.
    Salah satu contoh adalah Gubernur Riau yang menggunakan kekuasaannya untuk memeras bawahannya dengan istilah “jatah preman”.
    “Yang ketiga saya ingin menyoroti biaya politik yang mahal,” katanya.
    Menurut Lakso, biaya politik ini tak terhenti ketika para kepala daerah memenangkan pemilihan, tetapi terus mengalir ketika mereka telah dilantik.
    Biaya politik seperti biaya dukungan kepada aparat penegak hukum dan pengeluaran untuk melanggengkan kekuasaan lewat oknum di DPRD bisa saja menjadi beban untuk kepala daerah.
    “Nah biaya-biaya siluman inilah yang sebetulnya menjadi salah satu faktor yang memperparah kondisi tersebut,” katanya.
    Program Officer Divisi Tata Kelola Partisipasi dan Demokrasi Transparansi Internasional Indonesia (TII) Agus Sarwono mengatakan, fenomena kepala daerah korup ini bisa jadi disebabkan ongkos politik yang mahal.
    “Yang pasti kan ini implikasi dari biaya politik yang sangat tinggi ya. Dan tentu kan mahalnya biaya politik itu menjadi salah satu faktor penyebab ya,” imbuhnya kepada Kompas.com, Rabu (5/11/2025).
    Dia mengutip data dari KPK yang menyebut modal kampanye untuk kepala daerah bisa mencapai Rp 20-100 miliar.
    Menurut Agus, konsekuensi logis dari modal besar adalah mengembalikannya dengan cara yang besar juga.
    Upaya balik modal ini yang sering dilakukan dengan berbagai macam cara yang ilegal, seperti pemanfaatan anggaran publik sampai memainkan perizinan proyek dan juga pungutan liar.
    Dalam konteks Riau, Agus menyebut ada “jatah preman” yang dilakukan sebagai upaya mengambil keuntungan lewat jalur ilegal.
    “Ini kan menunjukkan bahwa modusnya itu masih menggunakan modus-modus yang lama modus korupsinya, Tapi lebih sistematis saja sebetulnya. Banyak pihak yang ikut terlibat,” katanya.
    Karena motif yang berulang ini, Agus menilai perlu ada gerakan cepat revisi pemilihan umum khususnya kepala daerah agar biaya politik tak lagi menjadi beban.
    Dosen Ilmu Hukum Pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan, kepala daerah yang nekat korupsi padahal baru beberapa bulan menjabat sebagai gejala lemahnya sistem hukum di Indonesia.
    Dia mengaitkan pada ongkos pemilihan kepala daerah yang dinilai tinggi, namun saat transparansi laporan biaya kampanye, tak pernah ada data kredibel yang menyebut ongkos pilkada tersebut mahal.
    “Ini menunjukkan bahwa politik biaya tinggi justru terjadi di ruang gelap, arena di luar jangkauan mekanisme pelaporan dan pengawasan,” kata Titi kepada Kompas.com, Kamis (6/11/2025).
    Titi mengatakan, sistem hukum Indonesia terlihat lemah di sini. Karena praktik jual beli suara dan kursi kekuasaan dibiarkan saja, dan negara tak bisa mengatur hal tersebut.
    “Dalam hal ini, kita sedang berhadapan dengan pembiaran sistematis oleh negara, di mana regulasi dan mekanisme pengawasan pendanaan politik baik oleh KPU, Bawaslu, maupun lembaga keuangan, tidak dibekali instrumen yang memadai untuk menelusuri aliran dana sesungguhnya dalam kontestasi elektoral,” ucapnya.
    Karena itu, transparansi dana kampanye hanya menjadi formalitas administratif, bukan mekanisme substantif akuntabilitas publik.
    Solusi yang ditawarkan Titi adalah membenahi secara total pendanaan politik harus menjadi prioritas nasional.
    Menurut Titi, negara tidak bisa terus menyerahkan pembiayaan politik sepenuhnya kepada individu calon atau partai tanpa tanggung jawab publik.
    “Harus ada inisiatif pendanaan politik berbasis negara yang transparan, adil, dan terukur sehingga politik tidak lagi menjadi arena transaksional yang melahirkan korupsi sebagai balas modal,” ucapnya.
    Titi juga mengatakan, harus ada reformasi sistemik pendanaan politik yang menempatkan integritas, transparansi, dan akuntabilitas sebagai fondasi utama.
    Tanpa itu, Titi menilai kasus korupsi kepala daerah hanya akan terus berputar dalam siklus yang sama berupa biaya tinggi, korupsi tinggi, dan kepercayaan publik yang terus menurun.
    Selain soal sistem pembiayaan politik, pengawasan dana kampanye harus direformasi total dan harus menjadi fokus dari negara.
    Dia berharap PPATK dilibatkan dalam pengawasan dana kampanye sebagai bentuk mengawasi aliran uang yang beredar di pemilu secara menyeluruh.
    Metode kampanye juga harus didesain agar lebih adil dan memberi insentif bagi kampanye dengan kampanye terjangkau.
    “Penegakan hukum atas politik uang juga harus sepenuh efektif oleh karena itu harus ada rekonstruksi aparat yang terlibat dalam pengawasan dan penegakan hukumnya,” katanya.
    Misal dengan mengatur patroli aparat penegak hukum dan optimalisasi kewenangan tangkap tangan atas praktik politik uang.
    “KPK juga perlu terlibat dalam pengawasan dan penindakan praktik uang ini. Sebab akar dari korupsi politik adalah politik uang. Maka harus ada upaya luar biasa untuk memberantasnya,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemotor tewas usai terjatuh di Rawa Buaya Jakarta Barat

    Pemotor tewas usai terjatuh di Rawa Buaya Jakarta Barat

    Jakarta (ANTARA) – Seorang pengendara sepeda motor tewas setelah terjatuh di Jalan Bojong Raya, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis.

    Menurut saksi mata di lokasi bernama Suandi, korban yang mengendarai sepeda motor bernomor polisi B 3366 TKR itu melaju dari arah Kembangan menuju Cengkareng.

    Saat melintas di depan ruko Paloma, korban tiba-tiba oleng dan terjatuh di tengah jalan.

    “Tadi motor melaju pelan, tiba-tiba jatuh sendiri. Pas kami tolong, ternyata sudah tidak bernapas,” ujarnya.

    Kepala Unit Penegakan Hukum (Kanit Gakkum) Satlantas Polres Metro Jakarta Barat, AKP Joko Siswanto membenarkan tak ada kendaraan lain yang terlibat dalam kecelakaan tunggal itu.

    “Korban tiba-tiba jatuh (dari sepeda motornya) dan tidak sadarkan diri dan meninggal dunia di TKP (tempat kejadian peristiwa),” kata Joko.

    Dari hasil identifikasi, kata Joko, pengendara merupakan pria bernama Yudi Andiyana asal Jalan Suka Karya, Perum BSD, Pekanbaru.

    “Jenazah korban sudah dievakuasi ke RSUD Tangerang untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, sementara sepeda motor korban diamankan ke Unit Laka Lantas Jakarta Barat,” kata Joko.

    Hingga kini, polisi masih mendalami penyebab pasti kematian korban.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.