kab/kota: Pati

  • Mangkir Panggilan Pertama, KPK Jadwalkan Ulang Pemeriksaan Bupati Pati Sudewo

    Mangkir Panggilan Pertama, KPK Jadwalkan Ulang Pemeriksaan Bupati Pati Sudewo

    Bisnis.com, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Bupati Pati, Sudewo sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta di Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA).

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan pemanggilan itu karena Sudewo absen dari jadwal pemeriksaan sebelumnya.

    “SDW [Sudewo] ada keperluan lain yang sudah dijadwalkan, akan dijadwalkan ulang pemeriksaannya,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/8/2025).

    Namun, Budi belum merincikan kapan jadwal pemeriksaan tersebut dilakukan.

    Diketahui, Sudewo seharusnya dipanggil KPK pada hari Jumat kemarin (23/8/2025). Akan tetapi, dia absen dari panggilan tersebut. Di diduga menerima commitment fee dari proyek DJKA.

    “Hari ini Jumat (22/8), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait pengadaan pembangunan jalur kereta api di Wilayah Jawa Tengah/Solo Balapan, pada lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI Tahun Anggaran 2018-2022,” tulis Budi, Jumat (22/8/2025).

    Lebih lanjut, Budi menyampaikan pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama Sudewa alias Sudewo, Bupati Pati. 

  • Antara Sri Mulyani, Pajak, dan Ketimpangan Pendapatan

    Antara Sri Mulyani, Pajak, dan Ketimpangan Pendapatan

    Bisnis.com, JAKARTA – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyamakan pajak dengan zakat viral. Pernyataannya kurang lebih begini: “Dalam setiap rezeki ada hak orang lain. Ada yang disalurkan melalui zakat dan wakaf, ada juga melalui pajak.”

    Sontak, hal itu segera menuai polemik. Banyak yang mengkritisi. Apalagi, pernyataan eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu diungkapkan ketika publik sedang dibebani dengan berbagai macam persoalan ekonomi. Pendapatan antara si Kaya dan si Miskin sangat timpang. Rakyat juga sedang dihantui oleh berbagai macam kenaikan pungutan.

    Wajar, jika pernyataan Sri Mulyani menjadi bulan-bulanan di media sosial. Berbagai macam meme satire muncul. Semuanya mengkritisi perkataan Sri Mulyani. Meskipun kalau dicermati secara lebih detail, pernyataan Menkeu sejatinya ingin menempatkan bahwa pajak dan zakat memiliki esensi yang sama, yakni sebagai alat untuk distribusi pendapatan. Hanya saja, momentumnya yang tidak tepat.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati./JIBI

    Semua tahu, pajak adalah sebuah kewajiban yang harus dipikul oleh warga negara. Benjamin Franklin, salah satu founding fathers Amerika Serikat, bahkan pernah berujar bahwa di dunia ini tidak ada yang pasti kecuali kematian dan pajak. Semua orang pasti mati. Itu adalah hukum alam. Orang lahir berwujud bayi kemudian tumbuh menjadi remaja, dewasa kemudian tua. Ujungnya tentu akan dipanggil lagi oleh sang pencipta. 

    Sementara, sebagai makhluk hidup yang tinggal di sebuah wilayah negara, manusia dari lahir hingga mati tidak bisa lepas dari pajak. Kebutuhan bayi hingga tetek bengek-nya pasti kena pajak. 

    Beli barang konsumsi kena pajak. Terus ketika bekerja, pendapatannya melebihi baseline penghasilan tidak kena pajak (PTKP) orang mulai membayar pajak penghasilan alias PPh. Punya usaha kena pajak korporasi. Bahkan saat meninggal, berbagai barang keperluan pemakaman juga ada yang kena pajak. Intinya manusia sulit lepas dari kewajiban membayar pajak.

    Apalagi dalam konteks Indonesia, konstitusi telah secara jelas memberikan kewenangan kepada negara untuk memungut pajak. Pasal 23A UUD 1945, misalnya, menekankan bahwa pajak dan pungutan lain bersifat memaksa. Tidak ada istilah sukarela, negara dibekali kewenangan konstitusional untuk memaksa warga negara membayar pajak. Tetapi tentu saja sifat memaksa ini dibatasi oleh ketentuan dan kewenangan yang berlaku.

    Seperti yang sudah selintas disinggung di atas, orang menjadi wajib pajak dan dipungut pajaknya ketika telah memperoleh penghasilan dengan batasan tertentu. Tidak semua orang berpenghasilan kena pajak. Tidak setiap badan usaha wajib menjadi pengusaha kena pajak. Kalau mereka berstatus UMKM, perlakuan pajaknya berbeda dengan korporasi besar.

    Wajib pajak (WP) berpuluh-puluh tahun tidak mempersoalkan itu. Mereka tetap bayar pajak, apalagi karyawan, yang secara otomatis dipotong pajaknya oleh pemberi kerja.

    Hanya saja, kalau melihat tren 5 tahun belakangan ini, ada sebuah fenomena dimana pemerintah cenderung fokus untuk memajaki ‘masyarakat kebanyakan’. Hal ini dimulai dengan berlakunya Undang-undang No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Salah satu mandat dalam UU HPP adalah kenaikan PPN dari 10% ke 11%. PPN adalah pajak yang sifatnya berlaku umum. Tidak peduli kaya atau miskin. Kalau mereka beli barang konsumsi, mereka harus membayar PPN.

    Beli air mineral kena pajak 11%, beli barang konsumsi yang di luar barang yang dikecualikan juga kena pajak 11%. Alhasil, beban masyarakat naik. Padahal, sampai kuartal II/2025 kemarin, konsumsi rumah tangga adalah backbone perekonomian. Kenaikan pungutan pajak, berarti menambah beban konsumsi mayarakat. Sejatinya pada awal tahun lalu, UU HPP mengamanatkan PPN naik menjadi 12%. Namun karena sorotan dan desakan banyak pihak, kenaikan tarif itupun diberlakukan terbatas, hanya untuk barang mewah.

    Belum reda masyarakat menanggung kenaikan PPN, pemerintah menerapkan UU No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah atau UU HKPD, yang intinya mendorong daerah untuk mandiri secara fiskal. Namun bukannya daerah makin inovatif, yang terjadi justru kenaikan dan perlombaan tarif untuk sejumlah pajak yang diatur pemerintah daerah.

    Ada opsen pajak yang ikut mengerek tagihan pajak kendaraan bermotor hingga kenaikan PBB-P2 dari ratusan persen hingga ribuan persen. Kasus yang terakhir sempat memunculkan perlawanan dari masyarakat. Di Pati, warga memprotes dan melawan kebijakan tersebut, di Bone juga sama. Mereka bentrok dengan aparat.

    Berbagai kericuhan itu sejatinya tidak akan terjadi ketika pemerintah benar-benar tahu kondisi di masyarakat. Distribusi pendapatan bisa berlangsung secara merata. Jurang antara yang kaya dan miskin tidak begitu lebar.

    Adapun Indonesia secara formal memang tergolong sebagai negara dengan ketimpangan rendah. Meski demikian, ketimpangan antara golongan yang kaya dengan yang miskin masih sangat lebar.

    Di sisi lain, alih-alih melakukan efisiensi, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yang kontroversial dengan memberikan fasilitas ke pejabatnya. Yang terbaru tentu keputusan memberikan tunjangan perumahan Rp50 juta kepada anggota dewan.

    Hal ini kontras dengan situasi riil di akar rumput. Kalau mengacu kepada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis 25 Juli 2025 lalu, saat ini ada banyak orang yang masih hidup dengan pendapatan Rp609.160 per kapita per bulan atau Rp566.655 per kapita per bulan. Jauh dari nilai tunjangan perumahan yang didapatkan oleh DPR.

    Selain itu, masih menggunakan data BPS, pengeluaran masyarakat juga masih timpang. Distribusi pengeluaran masih dikuasai oleh 20% penduduk teratas. Mereka berkontribusi terhadap 45,56% pengeluaran secara nasional per Maret 2025 lalu. Sementara itu, 40% penduduk menengah hanya berkontribusi sebesar 35,79%.

    Sedangkan 40% penduduk terendah hanya berkontribusi di angka 18,65% dari total pengeluaran nasional. Meski ada peningkatan dibandingkan posisi Maret 2024 yang tercatat sebesar 18,40%, namun jumlah itu tidak sampai separuhnya pengeluaran dari penduduk 20% teratas.

    Dengan potret ketimpangan pengeluaran tersebut, wajar jika setiap upaya menaikkan pungutan entah itu pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun daerah, akan menimbulkan protes dari kalangan masyarakat.

    Pati dan Bone bisa menjadi peringatan bagi pemerintah supaya behati-hati menerapkan kebijakan pajak. Pemerintah perlu mencermati pernyataan Jean Baptiste Colbert, Menkeu Prancis pada era monarki absolut ratusan tahun lalu: “agar bagaimana bulu angsa bisa dicabut sebanyak mungkin tetapi dengan koak yang sepelan mungkin.”

  • Cerita Mutasi ‘Ajaib’ Bupati Pati Sudewo Terungkap di Rapat Pansus DPRD
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        23 Agustus 2025

    Cerita Mutasi ‘Ajaib’ Bupati Pati Sudewo Terungkap di Rapat Pansus DPRD Regional 23 Agustus 2025

    Cerita Mutasi ‘Ajaib’ Bupati Pati Sudewo Terungkap di Rapat Pansus DPRD
    Penulis
    KOMPAS.com –
    Agus Eko Wibowo, aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Pati, mengungkapkan soal pemecatan mendadak dari jabatan eselon II (Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Keuangan) menjadi staf biasa di Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah.
    Rapat Pansus Hak Angket DPRD Pati pada Kamis (21/8/2025) menyebut mutasi ini penuh kejanggalan.
    “Saya juga bingung. Dalam SK tersebut, disebutkan bahwa berdasarkan hasil rapat tim penilai kinerja Kabupaten Pati, saya telah melakukan perbuatan secara tidak sah, termasuk di dalamnya menyuruh orang lain untuk menghilangkan barang milik Pemkab Pati, termasuk di dalamnya dokumen milik Pemkab Pati. Saya bingung karena di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saya tidak ada terkait itu,” kata Agus.
    Kesaksian itu dia sampaikan di hadapan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Pati untuk pemakzulan Bupati Pati Sudewo, Kamis (21/8/2025).
    Agus dihadirkan dalam rapat Pansus Hak Angket di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD Pati.
    Selain Agus, dihadirkan pula dua ASN mantan Kasubbag Inspektorat Daerah (Eselon IV) yang juga mengalami penurunan jabatan, yakni Agil Tri Cahyani dan Srini Yuani.
    Pansus Hak Angket DPRD Pati memanggil mereka bertiga sebagai bagian dari penyelidikan dugaan pelanggaran dan penyalahgunaan kewenangan Bupati Pati Sudewo dalam ranah kepegawaian.
    Di hadapan Pansus, Agus menceritakan, pada 5 Juni 2025, dirinya resmi dilantik sebagai Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Keuangan.
    Secara kepegawaian, menurut dia, perubahan jabatan itu termasuk mutasi biasa, sesama eselon 2, dari jabatan sebelumnya sebagai inspektur daerah.
    Singkat cerita, pada 14 Juli 2025, dirinya memenuhi panggilan dari Inspektur Daerah yang kini menjabat, Teguh Widyatmoko. Di situlah dirinya diperiksa dan di-BAP.
    Menurut Agus, hanya ada dua poin dalam BAP yang pihaknya tanda tangani, yakni terkait proses mutasi auditor P2UPD dan terkait pergantian pengurus barang lama ke baru.
    Terkait dua hal itu, pihaknya sudah memberikan jawaban.
    Empat hari berselang, pada 18 Juli, dirinya diminta datang oleh Plt Kepala BKPSDM Pati, Yogo Wibowo.
    “Ternyata di sana saya disodori SK Bupati terkait pemberhentian dari jabatan pimpinan tinggi pratama,” ucap Agus.
    Pada Senin (21/7/2025), dirinya pun menghadap Plt Sekda Pati, Riyoso, untuk proses mengembalikan mobil dinas yang merupakan fasilitasnya saat masih menjabat staf ahli.
    Agus heran karena pertimbangan yang digunakan terkait penurunan jabatannya adalah menyuruh orang lain untuk menghilangkan dokumen milik pemerintah daerah.
    Hal yang tak pernah dia lakukan dan tak tercantum dalam BAP.
    “Saya bingung begitu saya dituduh menghilangkan atau memerintahkan menghilangkan barang daerah. Sebab, mulai 5 Juni 2025, saya sudah menjadi staf ahli dan tidak memiliki hak dan kewenangan terkait tupoksi inspektorat. Semua terkait dokumen, berita acara, keuangan, aset, sudah saya serahkan ke Plt Inspektur baru, pengganti saya waktu itu, yakni Pak Riyoso,” ujar Agus.
    Dia menegaskan, semua dokumen sudah pihaknya serahkan pada Plt Inspektur yang menggantikannya pada 5 Juni. Bahkan ada berita acara serah-terimanya.
    “Dokumen hard copy semua ada, tidak ada yang hilang. Saya bilang, saya tidak gila, saya sudah berjuang untuk capaian tindak lanjut BPK nomor 1 se-Indonesia, masa dokumennya saya hilangkan. Toh misalkan dokumen hilang, atau gedung inspektorat dibakar sekalipun, masih ada aplikasi SIPPN. Dokumen sudah diunggah semua di sana. Jadi hard copy maupun soft copy tidak ada yang hilang,” jelas dia.
    ASN lain yang juga dihadirkan Pansus sebagai saksi, Agil Tri Cahyani, juga diturunkan jabatannya dengan alasan menghilangkan dokumen milik daerah.
    Agil adalah mantan Kasubbag Analisis dan Evaluasi di Inspektorat Daerah Kabupaten Pati. Dia dituduh menghilangkan dokumen milik pemerintah daerah atas perintah Agus.
    Pada 19 Juni 2025, dia dimutasi dari Inspektorat menjadi Kasubbag Program dan Keuangan di Dinas Ketahanan Pangan (Ketapang).
    Selanjutnya, pada 18 Juli, dia mendapat SK Bupati Pati tentang pemberhentian dari jabatan pengawas. Jabatannya pun turun menjadi staf biasa, bukan lagi eselon 4.
    “Turun jadi staf, tidak eselon. Dulu eselon 4. Dan kelas jabatannya menjadi kelas 1, paling rendah,” kata dia.
    Agil menyebutkan, dalam SK Bupati tersebut, dikatakan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan hasil rapat tim penilai kinerja Kabupaten Pati pada 16 Juli  2025.
    Alasannya, dirinya dianggap telah melakukan perbuatan secara tidak sah untuk menghilangkan barang milik pemerintah Kabupaten Pati, termasuk di dalamnya dokumen.
    “Saya bingung ketika menerima SK tersebut, yang dimaksud menghilangkan dokumen ini apa? Selain itu sama sekali tidak ada proses konfirmasi atau undangan, baik dari inspektorat, BKPSDM, maupun tim penilai. Tidak ada konfirmasi, tahu-tahu ada SK turun dan saya turun jabatan,” jelas dia.
    Padahal, Agil berani menjamin, semua dokumen, baik hard copy maupun soft copy, yang pihaknya tangani saat di Inspektorat masih utuh, tidak ada yang hilang sama sekali.
    Dia tak habis pikir dengan keputusan ini. Terlebih, kinerjanya di bawah kepemimpinan Agus Eko Wibowo saat menjadi inspektur daerah boleh dibilang sangat baik. 
    Terutama dalam hal capaian tindak lanjut BPK.
    “Posisi kinerja pekerjaan tindak lanjut BPK pada 2019 dan sampai tiga tahun setelahnya, Pemkab Pati di kisaran rangking 21-25 se-Jateng. Tapi dua tahun terakhir, progresnya dipantau BPK, pada masa kepemimpinan Pak Agus progres tindak lanjut BPK Pemkab Pati nomor 1 se-Jateng dan nasional,” ucap Agil.
    Anggota Pansus Hak Angket DPRD Pati, Muslihan, menilai ada kejanggalan dalam proses mutasi dan penurunan jabatan ini.
    Dia bahkan mengaku menahan air mata ketika mendengar kesaksian dari ketiga ASN yang dihadirkan dalam rapat Pansus.
     “Terkait proses penurunan jabatan, kronologis yang disampaikan sangat memprihatinkan. Ternyata banyak hal yang jadi kejanggalan. Seharusnya tidak seperti itu. Selain jeda waktu yang sangat singkat, BAP-nya juga menurut kami tidak sesuai. Menurut kami hanya alasan yang tidak sesuai dengan yang dilakukan Pak Agus,” jelas dia.
    Menurut Muslihan, ada indikasi kezaliman terkait kebijakan penurunan jabatan ini. Dari eselon 2, tidak turun menjadi eselon 3 atau 4, melainkan langsung menjadi staf.
    “Ini menjadi hal memprihatinkan. Kami merasa Pak Agus ini juga potensial, masih muda, belum ada hal (alasan) yang sekiranya untuk diturunkan jabatannya. Akan tetapi BAP menurut kami hanya karangan saja. Tapi kami belum menyimpulkan, karena nanti kesimpulan baru ada pada akhir proses Pansus,” tandas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bupati Pati Diduga Tak Sah Mutasi 89 ASN, Legislator Bicara Konsekuensi

    Bupati Pati Diduga Tak Sah Mutasi 89 ASN, Legislator Bicara Konsekuensi

    Jakarta

    Pansus DPRD Kabupaten Pati tengah menyoroti adanya dugaan mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang janggal oleh Bupati Pati Sudewo. Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan, menyebut jika memang terbukti melanggar, kepala daerah itu bisa dikoreksi dalam mutasi yang tak sah tersebut.

    “Sanksinya karena itu diatur dalam UU pemilihan, bagi yang masih calon kepala daerah bisa dibatalkan pencalonannya. Jika udah kepala daerah, tentu prosesnya masih panjang dan bentuk sanksinya macam-macam. Bisa dalam bentuk dilakukan koreksi terhadap keputusan mutasi sebelumnya,” ujar Irawan kepada wartawan, Sabtu (23/8/2025).

    Irawan menyebut proses hak angket menjadi kewenangan Pansus DPRD Kabupaten Pati. Sehingga, katanya, berbagai substansi temuannya, menjadi wewenang pansus untuk kemudian disimpulkan dan ditindaklanjuti.

    “Terus setahu saya pansus tersebut dibentuk kaitannya dengan masalah kenaikan PBB. Kalau masalah mutasi ASN tentu berbeda lagi,” katanya.

    Lebih lanjut, Irawan menjelaskan bahwa aturan kepala daerah tak boleh memutasi dalam 6 bulan pertama memang dianggap menyulitkan. Dia menyebut Komisi II DPR pernah meminta Kemendagri untuk memberikan kemudahan.

    Kejanggalan Mutasi 89 ASN Pati

    Sebelumnya, Pansus Hak Angket DPRD Pati menemukan kejanggalan mutasi jabatan di lingkungan pemerintah Pati. DPRD menduga ada mutasi 89 aparatur sipil negara (ASN) di Pati yang dilakukan secara tidak sah.

    Ketua Pansus Hak Angket DPRD Pati, Teguh Bandang Waluyo, mengatakan pihaknya telah memanggil Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKSDM) Pati terkait dengan mutasi jabatan yang dilakukan pada 8 Mei 2025 itu.

    “Itu dilakukan enam bulan sebelum Bupati Pati, enam bulan setelah pelantikan. Sebelum dari enam bulan, Bupati itu boleh melakukan mutasi jabatan asal mendapatkan izin dari Mendagri,” kata Bandang seperti dilansir detikJateng, Jumat (22/8).

    Bandang menjelaskan, proses mutasi jabatan harus berproses secara bertahap. Mulai dari usulan Bupati, Gubernur, Badan Kepegawaian Negara (BKN), baru ke Mendagri. Namun, dia melihat kejanggalan karena surat dari BKN baru keluar pada tanggal 15 dan 16 Mei 2025.

    “Ada 89 mutasi ada yang janggal, mutasi tanggal 8 Mei, izin keluar tanggal 8 Mei, tetapi izin BKN 15-16 Mei setelah mutasi izin keluar. Pertanyaan masyarakat bisa menilai ini bisa sah tidak,” sambungnya.

    Selain soal mutasi, pansus juga mengundang warga yang complain soal pajak. Bandang mengatakan, warga tersebut harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mencapai 2.500 persen. Semula dari Rp 46 juta menjadi Rp 1 miliar.

    (azh/jbr)

  • Ahmad Husein Dulu Dianggap Pejuang Warga Pati, Kini Dicap Sengkuni setelah Dirangkul Sudewo

    Ahmad Husein Dulu Dianggap Pejuang Warga Pati, Kini Dicap Sengkuni setelah Dirangkul Sudewo

    GELORA.CO –  Foto Bupati Pati, Sudewo merangkul Ahmad Husein selaku inisiator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) viral di media sosial.

    Ahmad Husein sebelumnya sempat viral lantaran dianggap lantang menyuarakan aspirasi melalui aksi massa yang tergabung di AMPB tersebut, termasuk ‘melawan’ Bupati Sudewo, namun kini santer menggaung bahwa keduanya telah berdamai.

    Pertemuan keduanya berlangsung di rumah seorang pengusaha di Juwana, Pati, Jawa Tengah pada Selasa (19/8/2025) lalu.

    Ahmad Husein kemudian mengunggah video yang menyatakan mundur dari AMPB dan membatalkan demo jilid dua yang rencananya digelar 25 Agustus 2025.

    Keputusan tersebut membuat warga Pati kecewa karena Ahmad Husein merupakan sosok yang menolak kebijakan kenaikan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. 

    Awalnya, Ahmad Husein membentuk posko di depan Kantor Bupati Pati untuk mengumpulkan donasi demo penolakan kenaikan PBB-P2 yang digelar 13 Agustus 2025.

    Seminggu sebelum demo digelar, Satpol PP mengambil paksa kardus minuman hasil donasi warga.

    Ahmad Husein melakukan perlawanan dan beradu argumen dengan Plt Sekda Pati, Riyoso.

    Sejak kericuhan tersebut, jumlah donasi semakin bertambah bahkan warga luar Pati ikut menyumbangkan makanan dan minuman.

    Meski Sudewo telah membatalkan kenaikan PBB-P2, demo tetap digelar dengan tuntutan melengserkan Sudewo.

    DPRD Pati menggelar sidang paripurna dan menyepakati pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket.

    Hak angket adalah hak DPR atau DPRD untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang dianggap penting, strategis, dan berdampak luas, terutama jika diduga melanggar hukum.

    Biasanya digunakan untuk membentuk panitia khusus (pansus) dan bisa berujung pada pemakzulan pejabat.

    Ahmad Husein telah menandatangani kesepakatan dengan Polres Pati untuk tidak menggelar unjuk rasa selama pansus hak angket masih bekerja.

    Seminggu setelah demo yang dihadiri puluhan ribu warga Pati, Ahmad Husein menyatakan mundur dari gerakan sehingga dicap sebagai sengkuni.

    Sengkuni merupakan tokoh antagonis dalam kisah Mahabharata dan pewayangan Jawa yang dikenal karena sifatnya yang licik, manipulatif, dan ahli dalam adu domba.

    Pada Kamis (21/8/2025), di depan Kantor Bupati Pati terdapat dua kaos bergambar wajah Ahmad Husein.

    Kaos tersebut dipasang dijalan untuk diinjak-injak warga sebagai bentuk kekesalan.

    Tertulis sejumlah kata seperti larahan (sampah), injak gratis, serta sengkuni.

    Salah satu Koordinator Posko AMPB, Hanif, menjelaskan ada dua hal yang membuat warga kecewa ke Ahmad Husein yakni berdamai dengan Sudewo dan menuding AMPB ditunggangi kepentingan politik.

    Keberadaan Ahmad Husein juga dicari karena belum ke posko AMPB setelah berdamai dengan Sudewo.

    Baca juga:  KPK Panggil Bupati Pati Sudewo Terkait Kasus Suap Proyek Rel Kereta Api

    Beredar viral video Ahmad Husein mendatangi showroom sepeda motor dan mabuk ketika karaoke.

    Warga menuding Ahmad Husein menerima bayaran untuk berdamai dengan Bupati Pati.

    Namun, belum ada informasi dua video tersebut diambil setelah pertemuan dengan Sudewo.

  • Warga Pati Surati KPK, Minta Bupati Sudewo Jadi Tersangka Kasus Suap DJKA
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        22 Agustus 2025

    Warga Pati Surati KPK, Minta Bupati Sudewo Jadi Tersangka Kasus Suap DJKA Regional 22 Agustus 2025

    Warga Pati Surati KPK, Minta Bupati Sudewo Jadi Tersangka Kasus Suap DJKA
    Editor
    PATI, KOMPAS.com
    – Sejumlah warga di Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mendatangi Kantor Pos setempat pada Jumat (22/8/2025).
    Mereka mengirim surat ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
    Surat tersebut berisi permintaan agar KPK segera menetapkan Bupati Pati, Sudewo, sebagai tersangka dalam dugaan kasus suap proyek Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).
    Dalam aksi ini, warga juga membawa spanduk dan poster bertuliskan “KPK Tangkap Sudewo”, “Tolak Bupati Korup”, dan “Surat Cinta untuk KPK RI”.
    Salah satu peserta aksi, Ayu, berharap KPK segera menindaklanjuti dugaan kasus korupsi yang menjerat Sudewo.
    “Sebagai warga Pati, kami sudah tidak senang punya pemimpin seperti itu, yang terindikasi korupsi. Kalau dibiarkan, nantinya pembangunan Pati rentan dengan korupsi. Apalagi arogan seperti itu juga. Jadi kami tidak nyaman saja,” ungkap Ayu dilansir dari Tribun Jateng.
    Ia menambahkan, aksi ini muncul sebagai inisiatif kolektif warga.
    “Kami memang inisiatif sendiri. Ini dari kegelisahan kami. Ada puluhan warga yang ikut kirim surat. Karena ini hari kerja, jadi banyak yang tidak bisa hadir dan mereka menitipkan suratnya,” ujarnya.
    Warga lain, Atik, menyatakan kekecewaannya terhadap kebijakan Bupati Sudewo.
    “Kami sebagai warga merasa kurang puas. Jangankan lima tahun. Baru enam bulan saja sudah seperti ini,” ucapnya.
    Atik pun mendesak KPK segera menindaklanjuti kasus dugaan suap tersebut dan berharap aksi serupa diikuti warga Pati lainnya.
    Kepala Kantor Pos Cabang Pembantu Tayu, Muhammad Naji, mengatakan pihaknya hanya melayani pengiriman surat tanpa mengetahui isinya.
    “Ada orang kirim saya layani. Bareng-bareng pun saya layani. Kalau isinya saya tidak tahu,” ucap Naji.
    Menurut Naji, puluhan surat tersebut dikirim ke Gedung KPK di Jakarta menggunakan prangko biasa.
    “Perkiraan tiga sampai empat hari. Yang biasa, prangko soalnya. Mereka bayar sendiri-sendiri, (masing-masing) Rp 10 ribu,” ujarnya.
    KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bupati Pati Sudewo pada Jumat (22/8/2025) hari ini.
    Sudewo akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta di Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Jumat (22/8/2025).
    Dalam perkara ini, KPK menetapkan 10 tersangka pada 13 April 2023.
     
    Kasus korupsi DJKA ini kembali muncul ke permukaan menyusul unjuk rasa masyarakat Pati yang menuntut Sudewo mengundurkan diri akibat kebijakan menaikkan pajak bumi dan bangunan.
    Di tengah ramainya unjuk rasa di Pati, KPK mengungkap bahwa Sudewo diduga menerima uang korupsi proyek jalur kereta api yang dikerjakan DJKA Kemenhub.
    “Benar saudara SDW (Sudewo) merupakan salah satu pihak yang diduga juga menerima aliran komitmen fee terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta yang kemarin kita sampaikan terkait dengan update penahanan salah satu tersangkanya saudara R (Risna Sutriyanto),” kata Budi.
    Sudewo berstatus sebagai anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Gerindra saat kasus korupsi DJKA Kemenhub terjadi.
    Fakta persidangan mengungkap bahwa KPK menyita uang sekitar Rp 3 miliar dari Sudewo terkait kasus tersebut.
    Namun, Sudewo membantah telah menerima uang atas proyek pembangunan jalur KA antara Stasiun Solo Balapan-Kalioso yang dikerjakan oleh PT Istana Putra Agung.
    Menurut Sudewo, uang yang disita oleh KPK tersebut merupakan gaji yang diperolehnya sebagai anggota DPR dan uang hasil usaha.
    “Uang gaji dari DPR, kan diberikan dalam bentuk tunai,” kata dia dalam persidangan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bupati Sudewo Muncul Perdana Usai Didemo Warga Pati, Mengaku Siap ‘Dikuliti’ Pansus Hak Angket

    Bupati Sudewo Muncul Perdana Usai Didemo Warga Pati, Mengaku Siap ‘Dikuliti’ Pansus Hak Angket

    Sudewo juga menanggapi terkait upaya pemakzulan dirinya sebagai Bupati Pati, yang kini prosesnya telah bergulir di tangan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Pati.

    Dengan jawaban yang tak segarang dulu, Sudewo mengaku menghormati proses rapat Pansus Hak Angket tersebut. Bahkan ia menegaskan siap hadir jika nantinya dipanggil oleh Pansus.

    “Monggo. Saya menghormati proses di sana berjalan. Ya. Insyaa Allah,” cetus politisi Partai Gerindra ini.

    Kegiatan Bupati Sudewo

    Untuk diketahui, Bupati Sudewo menghadiri pelepasan Kwarcab Pati mengikuti Raimuna Daerah (Raida) XIII Kwartir Daerah (Kwarda) Jawa Tengah 2025.

    Kegiatan ini berlangsung di Joglo Pandu Pragola dan juga dihadiri Wakil Bupati, Ketua Kwarcab Pati, jajaran pengurus pramuka, serta para pendamping dan peserta kontingen.

    Sudewo mengapresiasi kepada para pengurus dan senior Pramuka, yang terus mendedikasikan diri dalam pembinaan generasi muda. Ia menegaskan bahwa para peserta yang terpilih adalah kader pilihan melalui proses seleksi yang ketat.

    “Saya yakin kontingen dari Kabupaten Pati akan mengharumkan nama daerah di tingkat Jawa Tengah. Ini adalah proses bagaimana kita berusaha maksimal untuk membentuk karakter anak-anak,” ujar Sudewo.

    Sementara itu, Ketua Kwarcab Pati, Sugiyono bersyukur atas dukungan penuh Pemkab Patu. Keberangkatan 30 peserta kontingen yang terdiri dari perwakilan SMA, SMK, dan MA di Pati, telah melalui pembinaan intensif, termasuk pelatihan kepemimpinan, keterampilan kepramukaan, serta penanaman nilai gotong royong dan patriotisme.

  • Demo Kenaikan Pajak di Bone dan Pati Sama-sama Berakhir Ricuh, Syahganda Nainggolan: Sengaja Diciptakan Agar Prabowo Tak Tenang

    Demo Kenaikan Pajak di Bone dan Pati Sama-sama Berakhir Ricuh, Syahganda Nainggolan: Sengaja Diciptakan Agar Prabowo Tak Tenang

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Situasi memanas kini dihadapi di beberapa daerah terkait adanya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atau PBB-P2.

    Dua wilayah yang memanas dan paling disorot terkait adanya kenaikan PBB-P2 ini adalah Pati Jawa Tengah dan Bone Sulawesi Selatan.

    Bahkan imbas dari kebijakan tersebut terjadi demo berakhir ricuh, semisal terjadi di Kabupaten Pati dan Kabupaten Bone.

    Ketua Dewan Direktur Great Institute, Syahganda Nainggolan memberi respon terkait hal ini di YouTube Forum Keadilan TV dengan judul “Bisikan Istana: Penggalangan Opini Buruh Prabowo Digarap Sejak Januari 2025”.

    Syahganda menyebut ini sebagai salah langkah untuk memberikan serangan ke Presiden Prabowo Subianto.

    Apalagi, ada rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 Persen yang belakangan dibatalkan Presiden Prabowo

    “Kalau saya kan melihat bahwa gerakan-gerakan yang mengganggu kepemimpinan Bapak Prabowo Subianto ini kan sudah dimulai dari Januari 2025 dengan isu PPN 12 persen kan, pajak,” kata Syahganda.

    “Sekarang kan di Pati dan di Bone yang ribut juga masyarakat pajak juga, dan isu pajak itu kan isu paling sensitif untuk membuat rakyat marah ya kan. Marah di bulan Januari, marah di bulan Agustus,” jelasnya.

    Kemudian adanya kegaduhan-kegaduhan yang terjadi di masyarakat dan arahnya pasti ditujukan ke Pemerintah lebih tepatnya ke Presiden Prabowo.

    Ia menyebutkan contohnya, mulai dari polemik tambang nikel di Raja Ampat, hingga empat pulau milik Aceh yang hendak masuk wilayah Sumatra Utara.

  • Komisi II: Penyusunan regulasi harus menakar dampak bagi masyarakat

    Komisi II: Penyusunan regulasi harus menakar dampak bagi masyarakat

    Malang, Jawa Timur (ANTARA) – Komisi II DPR RI mengingatkan penyusunan sebuah regulasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus terlebih dahulu menakar dampak sebelum diterapkan kepada masyarakat.

    Anggota Komisi II DPR RI yang juga Ketua Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI Muhammad Khozin di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat, mengatakan ketika kebijakan telah disahkan dan kemudian diterapkan, maka semestinya klir dari konflik.

    “Kami tadi meminta ke Pak Wali Kota Malang agar betul-betul dilakukan mitigasi setiap kebijakan yang akan diterapkan. Jangan kemudian kebijakan sudah diterapkan tetapi memunculkan pro kontra di masyarakat,” kata Khozin.

    Dia menyebut peristiwa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah sesungguhnya harus menjadi pembelajaran bagi seluruh kepala daerah se-Indonesia agar memiliki pola mitigasi pelaksanaan suatu kebijakan.

    Khozin tak ingin kejadian tersebut juga terulang di kemudian hari di kabupaten dan kota lainnya di Indonesia.

    “Beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan kondisi yang ada di Kabupaten Pati. Kami tidak mau itu menjadi satu preseden yang kemudian merembet ke daerah lain,” ujarnya.

    Maka dari itu, kedatangannya di Kota Malang bukan sekadar melakukan kunjungan kerja, namun memastikan secara langsung dana transfer ke daerah (TKD) terserap dan terdistribusi secara maksimal untuk program yang disasarkan kepada masyarakat.

    “Bisa terdampak langsung ke masyarakat, terutama yang memang telah dicanangkan sebagai program prioritas Kota Malang,” ujar dia.

    Selain itu, Khozin juga membeberkan bahwa temuan hasil pengawasan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang termasuk yang dianggap baik, lantaran postur rasio pendapatan asli daerah (PAD) ke anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) cukup tinggi, yakni sudah 45 persen.

    “Jadi TKD untuk 2025 yang berjalan ini berjumlah Rp1,3 triliun dari kebutuhan APBD Rp2 koma sekian triliun, berarti PAD-nya sekitar hampir Rp800 miliaran,” ucapnya.

    Sedangkan, temuan di daerah lain di pulau Jawa rasio masih ada yang dibawa Kota Malang. Bahkan terdapat rasio PAD ke APBD yang cuma di angka 10-15 persen.

    “Tentunya kalau bicara filosofi otonomi daerah, itu kan bukan dalam kebijakan saja tetapi dalam fiskal juga harus punya kemandirian,” ujar dia.

    Sementara itu, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat mengatakan postur APBD didominasi dana transfer dari pemerintah pusat dan dengan adanya penyesuaian, maka pihaknya akan melakukan serangkaian pemetaan ulang.

    “Kami bisa melakukan kegiatan yang nanti, seperti dengan efisiensi kami bisa melakukan pergeseran,” ucapnya.

    Wahyu memastikan mekanisme pergeseran anggaran tetap dikonsultasikan agar penerapannya sesuai ketentuan, khususnya yang bersinggungan dengan program bagi masyarakat.

    “Alhamdullilah walaupun dana transfer ada dampak tetapi masyarakat patut mengetahui bahwa kondisi saat ini ada pergeseran kepada program lain yang lebih prioritas, tetapi tetap berdampak bagi masyarakat,” ujar dia.

    Pewarta: Ananto Pradana
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Usai Didemo Warga, Bupati Pati Sudewo Kini Diperiksa KPK

    Usai Didemo Warga, Bupati Pati Sudewo Kini Diperiksa KPK

    Bisnis.com, Jakarta — Bupati Pati Sudewo diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pembangunan jalur kereta api di Jawa Tengah.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo memastikan bahwa penyidik KPK terus mengembangkan perkara korupsi pada lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2018-2022.

    Kali ini, kata Budi, pihak yang akan diperiksa terkait perkara korupsi itu adalah Bupati Pati Sudewo.

    “Memang benar yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi hari ini,” tuturnya di Jakarta, Jumat (22/8).

    Sayangnya, Budi belum menginformasikan mengenai kehadiran Sudewo, serta materi pemeriksaan yang akan digali dari Sudewo pada hari ini Jumat 22 Agustus 2025.

    Sebelumnya, Budi menceritakan awal mula nama Sudewo bisa muncul dalam perkara korupsi tersebut. Sadewo diduga kuat telah menerima aliran dana terkait kasus korupsi DJKA itu.

    Sudewo diduga ikut menerima commitment fee dalam kasus korupsi ini dan terungkap di persidangan pada November 2023.

    KPK juga membenarkan Bupati Sudewo telah mengembalikan sejumlah uang yang diduga bersumber dari kasus DJKA.