kab/kota: Pati

  • Nusron Diminta Kenakan Pajak Tinggi ke 60 Keluarga Kaya yang Kuasai Tanah Bersertifikat di RI
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 September 2025

    Nusron Diminta Kenakan Pajak Tinggi ke 60 Keluarga Kaya yang Kuasai Tanah Bersertifikat di RI Nasional 8 September 2025

    Nusron Diminta Kenakan Pajak Tinggi ke 60 Keluarga Kaya yang Kuasai Tanah Bersertifikat di RI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi II DPR Fraksi PDI-P Deddy Sitorus meminta Menteri ATR/BPN Nusron Wahid untuk membebani pajak yang lebih besar kepada 60 keluarga yang menguasai sebagian lahan bersertifikat di Indonesia.
    Sebab, keluarga tersebut sudah kaya raya 70 turunan, sehingga perlu diberi pajak besar.
    Hal tersebut terjadi saat Komisi II DPR menggelar rapat dengan Kementerian ATR/BPN, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Senin (8/9/2025).
    Mulanya, Deddy mengapresiasi Nusron yang berani membongkar data bahwa tanah di Indonesia dikuasai oleh 60 keluarga.
    Sebab, itu artinya, pemerintah mulai jujur kepada rakyat.
    “Pak Menteri, saya sangat senang mendengar ketika Pak Menteri bicara bahwa tanah di Indonesia ini dikuasai oleh 60 keluarga ya, Pak, kalau enggak salah. Artinya, kan negara sudah mulai jujur nih sama rakyat,” ujar Deddy.
    Deddy pun mempertanyakan langkah selanjutnya dari negara setelah menerima informasi tersebut.
    Sebab, jika hanya berhenti pada pernyataan saja, maka akan menimbulkan kebencian masyarakat di tingkat bawah, di mana mereka merasa mengalami ketidakadilan agraria.
    Deddy mendesak Nusron untuk menaikkan pajak kepada keluarga-keluarga tersebut.
    Apalagi, kata dia, keluarga-keluarga tersebut sudah sangat kaya, sehingga negara perlu mengambil kekayaan mereka.
    “Saya kira pajaknya harus dinaikin betul, Pak. Mereka sudah cukup kaya, Pak. Mereka sudah sangat kaya, saatnya negara mengambil untuk mendistribusikannya kepada rakyat, Pak. Jangan sampai terjadi seperti di Pati kemarin, anggaran mereka turun lalu berinisiatif menaikkan PBB, akhirnya kekacauan,” ujar dia.
    “Kalau informasi tanah di republik ini besarnya dikuasai oleh 60 orang, tunjukkan keadilan itu, tidak saja melalui reforma agraria yang serius dan konsisten. Tapi juga dengan membebani mereka dengan pajak yang lebih besar, Pak. Saya kira sudah waktunya, Pak, mereka sudah kaya untuk 70 keturunan, Pak. Bukan 7 turunan lagi,” imbuh Deddy.
    Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengungkapkan bahwa 48 persen dari 55,9 juta hektar lahan bersertifikat di Indonesia dikuasai oleh 60 keluarga saja.
    Nusron mengatakan, hal tersebut bisa dilacak jika melihat kepemilikan perusahaan yang ada di lahan tersebut.
    “48 persen dari 55,9 juta hektar itu hanya dikuasai oleh 60 keluarga di Indonesia. Yang kalau dipetakan PT-nya, PT-nya bisa berupa macam-macam, tapi kalau di-
    tracking
    siapa
    beneficial ownership
    -nya, itu hanya 60 keluarga. Dan alhamdulillah, 60 keluarga itu tidak ada satu pun dari PMII,” ujar Nusron, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Minggu (13/7/2025).
    Nusron mengatakan, ini merupakan masalah di Indonesia yang mengakibatkan kemiskinan struktural.
    “Inilah problem di Indonesia, kenapa terjadi kemiskinan struktural. Kenapa? Karena ada kebijakan yang tidak berpihak. Ada tanda kutip, kalau kami boleh menyimpulkan, ada ‘kesalahan kebijakan pada masa lampau’,” tutur dia.
    “Nah, ini saya anggap kebijakan yang salah secara struktural yang mengakibatkan ‘kesenjangan ekonomi’ secara struktural,” sambung Nusron.
    Maka dari itu, Nusron menduga orang miskin bukan karena memang tidak mampu, melainkan karena kebijakan.
    Dia menyebut, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan agar prinsip pemerataan dan keadilan ditegakkan.
    “Nah, perintah dan mandatnya Bapak Presiden kepada kami adalah melakukan perubahan dengan menggunakan prinsip tiga. Pertama adalah prinsip keadilan, kedua adalah prinsip pemerataan, dan yang ketiga adalah prinsip kesinambungan hidup,” imbuh dia.
    Meski demikian, Nusron tidak membeberkan siapa-siapa saja 60 keluarga yang dimaksud.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kementerian Luar Negeri Pastikan Pemerintah Pantau WNI yang akan Ikut Aksi Kemanusiaan ke Gaza

    Kementerian Luar Negeri Pastikan Pemerintah Pantau WNI yang akan Ikut Aksi Kemanusiaan ke Gaza

    JAKARTA – Juru Bicara II Kementerian Luar Negeri RI Vahd Nabyl A. Mulachela memastikan Pemerintah Indonesia memantu warga negara Indonesia (WNI) yang akan mengikuti aksi kemanusiaan Global Sumud Flotilla yang berusaha menembus blokade Jalur Gaza, Palestina.

    Dalam keterangan videonya pada Hari Minggu Nabyl mengatakan, pemerintah telah menerima informasi dari Koalisi Indonesia Global Peace Convoy (IPGC) mengenai rencana keikutsertaan 30 WNI dalam konvoi kemanusiaan tersebut.

    Vahd mengungkapkan, rencananya misi kemanusiaan ini akan berangkat dari Tunisia menuju Gaza pada 10 September.

    “Pemerintah telah berkomunikasi dengan pihak IPGC mengenai misi tersebut,” kata Nabyl dalam keterangan video Hari Minggu, 7 September.

    “Melalui KBRI Tunis, Pemerintah menyediakan fasilitas selama mereka berada di Tunisia,” tambahnya.

    Lebih jauh Nabyl menerangkan, pemerintah juga telah menyampaikan mengenai gambaran risiko yang mungkin akan dihadapi ketika para WNI tersebut berada di wilayah Gaza.

    “Pemerintah Indonesia juga meminta KBRI Kairo dan KBRI Roma yang merangkap wilayah akreditasi Siprus untuk terus memonitor keberadaan flotilla tersebut,” kata Nabyl.

    Jubir II Kemlu menambahkan, Indonesia konsisten mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.

    “Pemerintah Indonesia secara konsisten mendukung perjuangan kemerdekaan Bangsa Palestina sesuai dengan hukum dan aturan internasional,” tegas Nabyl.

    Diketahui, sebanyak 30 relawan asal Indonesia akan bergabung dengan Global Sumud Flotilla. Delegasi Indonesia menyumbang lima kapal yang dinamai para pahlawan Indonesia, yakni Soekarno, Diponegoro, Malahayati, Pati Unus dan Hasanudin.

    Pemantau kelaparan global untuk pertama kalinya menyatakan kelaparan telah melanda Jalur Gaza utara yang padat penduduk, sekitar 22 bulan setelah pecahnya perang di wilayah kantong tersebut menyusul invasi mematikan Hamas ke Israel pada Oktober 2023.

    Sistem Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) dalam laporannya bulan lalu memperkirakan 514.000 orang atau hampir seperempat populasi Gaza, mengalami kelaparan. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 641.000 pada akhir September.

    IPC mengatakan kelaparan telah didorong oleh pertempuran dan blokade bantuan, dan diperparah oleh pengungsian yang meluas dan runtuhnya produksi pangan di Gaza, mendorong kelaparan ke tingkat yang mengancam jiwa di seluruh wilayah setelah 22 bulan perang.

    Sejak 2 Maret 2025, otoritas pendudukan menutup semua jalur penyeberangan ke Jalur Gaza, menghalangi masuknya sebagian besar bantuan makanan dan medis, yang semakin mempercepat penyebaran kelaparan di wilayah tersebut.

    Kementerian Kesehatan Gaza pada Hari Minggu mengonfirmasi, jumlah korban tewas Palestina di wilayah kantong tersebut sejak agresi Israel Oktober 2023 telah mencapai 64.368 orang – 387 di antaranya tewas karena kelaparan dan malnutrisi, termasuk 138 anak-anak, – sementara korban luka-luka mencapai 162.776 orang, dikutip dari WAFA.

  • Momen Bupati Sudewo Muncul Ikut Rayakan Tradisi Meron di Tengah Ribuan Warga Pati

    Momen Bupati Sudewo Muncul Ikut Rayakan Tradisi Meron di Tengah Ribuan Warga Pati

    Liputan6.com, Pati – Tradisi Meron yang merupakan salah satu kearifan lokal di kaki Pegunungan Kendeng sejak Abad 17 silam, hingga kini masih dipertahankan oleh masyarakat Desa Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati Jawa Tengah.

    Meski di tengah terik matahari yang menyengat pada Sabtu (6/9/2025), namun tak menyurutkan antusias masyarakat untuk melihat dan memeriahkan tradisi lokal yang telah ratusan tahun diselenggarakan.

    Tradisi tahunan ini kembali dilaksanakan masyarakat di sepanjang jalan depan Balai Desa Sukolilo, untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW.

    Bahkan Tradisi Meron ini sudah ditetapkan sebagai Kekayaan Intelektual Komunal dari Kementerian Hukum dan HAM. Tak hanya itu, tradisi lokal warga Pati ini juga telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda sejak Tahun 2016 oleh Kemendikbud.

    Rangkaian perayaan Tradisi Meron diawali dari prosesi Kepala Desa dan Perangkat Desa Sukolilo membawa meron atau gunungan yang di sepanjang jalan Sukilolo Pati. Sebanyak 12 gunungan meron dikirab dalam tradisi ini.

    Sebutan Meron yang dikirab ini adalah berupa mahkota, gunungan dan ancak yang disusun menjulang hingga setinggi 3 meter.  

    Di tengah mahkota juga dihiasi miniatur ayam jago dengan rangkaian bunga melingkar. Khusus gunungan meron untuk Modin (pemuka agama Islam, miniatur ayam diganti masjid.

    Tokoh agama dan tokoh masyarakat desa setempat membuka rangkaian acara dengan melantunkan selawat dan ayat-ayat Al-Qur’an.

    Setelah belasan meron ditaruh di sepanjang jalan di depan Masjid Nurul Yaqin sebagai lokasi panggung utama, prosesi dilanjutkan pembacaan sejarah tradisi meron dan ditutup dengan pembacaan doa.

    Dari pantauan Liputan6.com di lokasi, agenda budaya dan pariwisata tahunan ini juga dihadiri Bupati Pati Sudewo yang datang bersama istrinya Atik Sudewo.

    Kehadiran Bupati Sudewo ini sangat menarik perhatian banyak pihak. Sebab Sudewo tengah dihujat masyarakatnya sendiri, usai menantang tak gentar didemo ratusan warga.

    Sikap arogan dan sombong Bupati Sudewo ini sempat memicu unjuk rasa yang berakhir anarkis pada 13 Agustus lalu. Bahkan masyarakat mendesak DPRD Pati membentuk Pansus Hak Angket Pemakzulan Bupati Pati yang tengah berjalan.

    “Syukur Alhamdulillah kita bersama-sama menghadiri acara Meron Sukolilo ini dalam keadaan sehat. Acara Meron merupakan kekayaan budaya Kabupaten Pati, tidak hanya milik Kecamatan Sukolilo, tetapi juga milik Kabupaten Pati,” ucap Bupati Sudewo singkat.

    Sementara itu, Kepala Desa Sukolilo Ahmad Amirudin mengaku berterima kasih kepada panitia dan masyarakat yang telah bersama-sama kompak menyukseskan acara Meron 2025.

    “Untuk kendala ya kami butuh support dana dari Pemerintah Kabupaten. Karena ini kan aset kita bersama, tidak hanya Desa Sukolilo tetapi juga Kabupaten Pati,” tukas Amirudin.

    Masyarakat yang hadir menyaksikan pagelaran Tradisi Meron kali ini diperkirakan mencapai belasan ribu.  ini bisa dimaklumi karena jumlah warga Sukolilo sendiri mencapai 12..683 jiwa.

     

  • OPINI: Pajak dalam Sorotan Rakyat

    OPINI: Pajak dalam Sorotan Rakyat

    Bisnis.com, JAKARTA – Gerakan demonstrasi masif saat ini bermula dari gelombang gerakan sosial di media sosial lewat tagar #IndonesiaGelap, #KaburAjaDulu, hingga pengibaran bendera One Piece menjelang peringatan kemerdekaan 17 Agustus 2025.

    Akhirnya mengerucut di akhir Agustus ini, terjadi unjuk rasa oleh berbagai elemen masyarakat, dari mahasiswa, buruh, ojek online, dan semua lapisan ma syarakat menggumpal men jadi satu kekuatan turun ke jalan.

    Demonstrasi tersebut menuntut banyak hal, namun penulis mencoba melihat dari perspektif perpajakan, mencermati beberapa tuntutan pajak dari buruh mengemuka seperti naikan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) menjadi Rp7,5 juta perbulan, hapus Pajak Pesangon, hapus pajak THR, hapus Pajak JHT, hapus dis-kriminasi pajak perempuan menikah. Juga kasus kenaikan PBB di Kabupaten Pati, sebesar 250%, yang memicu demonstrasi besar.

    Tuntutan pajak memang sangat relevan dengan kondisi saat ini karena dunia perdagangan sangat lesu akibat daya beli masyarakat yang melemah, pelemahan terjadi karena beberapa faktor salah satunya naiknya PPN 11%. Sejak naiknya PPN 11% harga barang mengalami kenaikan, sejak itu pula daya beli masyarakat ikut mengalami penurunan. Indikasi dapat kita lihat dari sektor ekonomi mikro, toko-toko mengalami kelesuan (pedagangnya mengeluh) baik di pasar tradisional maupun di pasar modern dan pedagang dengan cara online.

    Kekecewaan masyarakat terhadap pajak memang terjadi karena mahalnya pajak yang harus ditanggung dari Pajak Bumi Bangunan (PBB) juga Pajak Kendaraan Bermotor yang harus ditanggung masyarakat di saat kondisi sulit saat ini.

    Rasa kesal terhadap pajak jangan dianggap remeh karena sejarah mencatat kebijakan pajak yang menghasilkan kekacauan besar, seperti revolusi Prancis tahun 1789 karena beban pajak yang berat yang memberikan ketidak adilan pada rakyat jelata. Perang Boston Tea Party tahun 1773 perlawanan rakyat Amerika terhadap pajak teh yang dikenakan oleh Inggris memicu perang kemerdekaan Amerika, Pajak Jizyah pada masa pemerintahan Aurangzeb pada abad ke 17 di India yang memicu perlawanan masyarakat.

    Dalam teori perpajakan beberapa teori pajak yang menekankan pentingnya tidak membebankan rakyat secara berlebihan, Teori pajak Adam Smith ekonom terkenal yang menjelaskan negara dalam memungut pajak empat prinsip, keadilan, kepastian, kemudahan, efisiensi. Teori yang terkenal lainnya ability to pay bahwa pajak harus dikenakan berdasarkan kemampuan mem-bayar wajib pajak, semakin besar kemampuan mem-bayar wajib pajak semakin besar pula pajak yang harus dibayar. Dari beberapa teori ini, jelas pajak tak bisa dibebankan semaunya, jadi perlu di ukur kemampuan masyarakat dalam membayar pajak sehingga tidak memberatkan.

    Selain itu hasil dari pajak perlu juga dikaji dan digunakan untuk kepentingan rak-yat, yang membawa rakyat kecewa dimana uang rakyat digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat saat ini yang menjadi isu yang paling banyak dibahas oleh netizen bagaimana gaji dan tunjangan anggota DPR yang naiknya selangit dengan sehingga gaya hidup mereka bermewah-mewah. Berbanding terbalik di mana di negara-negara maju pemimpinnya hidup bersahaja, misalnya di Denmark yang mencatat pendapatan perkapitanya pada 2024 tercatat US$71.851 atau setara dengan Rp1,168 miliar.

    Namun, Ratu Mary dari Denmark dikenal sebagai bangsawan paling sederhana. Kesederhanaan itu membuatnya sebagai salah satu bangsawan Eropa paling dikagumi dan dihormati. Billed Bladet dalam laporannya tanggal 27 Agustus 2025, Mary memakai gaun yang sama dalam setidaknya tiga kesempatan pada Juni-Agustus 2025.

    Mungkin bagi kebanyakan orang memakai gaun yang sama berkali-kali suatu hal yang biasa saja. Namun bagi bangsawan dan Ratu pula, biasanya baju untuk setiap acara publik dipakai hanya sekali. Sebenarnya jika ingin dia bisa memakai gaun sekali saja karena tunjangan 127,2 juta krona Denmark atau Rp324,5 miliar per tahun bagi keluarga Kerajaan Denmark, hal itu mudah sekali untuk dilakukan. Namun Ratu Mary memilih memakai baju yang sama untuk dipakai berkali-kali. Ratu sadar dia berstatus istri raja mayoritas biaya hidupnya dari anggaran negara. Secara sadar dia harus hidup sederhana sehingga memberikan contoh positif buat pejabat dan keluarga istana.

    Dengan pola hidup peja-bat sederhana, otomatis rakyat akan puas dan percaya terhadap uang pajak yang dibayarkan oleh rakyat sehingga tidak akan ter-jadi peristiwa seperti saat ini di Tanah Air, di mana kemewahan dipertontonkan membuat rakyat kecewa dan tak percaya.

    Selain itu, tarif pajak yang rendah dan memberikan akses pelayanan masyarakat yang baik akan memberikan keperca-yaan dan kepuasan masyarakat dalam membayar pajak. Misalnya Singapura membuktikan bahwa pajak yang relatif rendah sekitar 21%, dapat mengatasi kesejahteraan masyarakatnya.

    Makna yang dapat diambil dari Denmark dan Singapura: pola hidup seder-hana para pejabat dan tarif pajak yang rendah, juga upaya menyejahterahkan akan dapat memberikan pengaruh besar bagi rakyat secara menyeluruh sehingga berdampak positif bagi rakyat. Semoga

  • Tanda Zaman, Pertobatan Nasional, dan Komisi Independen
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 September 2025

    Tanda Zaman, Pertobatan Nasional, dan Komisi Independen Nasional 7 September 2025

    Tanda Zaman, Pertobatan Nasional, dan Komisi Independen
    Jurnalis, Mahasiswa S3 Ilmu Politik
    DUA
    frase “tanda-tanda zaman” dan “pertobatan nasional” saya petik dari Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo, sebagai respons moral atas amuk massa selama 28-31 Agustus 2025.
    Hari Minggu, 31 Agustus 2025, di tengah panasnya situasi politik Ibu Kota, saya bersama sejumah teman berbincang dengan Kardinal Suharyo.
    Perbincangan tak lepas dari suasana yang penuh kegelisahan. Negeri sedang tak karu-karuan. Amuk massa belum reda.
    Penjarahan terjadi di rumah beberapa anggota DPR dan kediaman Menteri Keuangan Sri Mulyani. Gedung DPRD Makassar dibakar. Gedung Grahadi di Surabaya luluh lantak.
    Apa salah dan dosa Gedung Grahadi? Mengapa tak bisa dicegah? Kantor polisi di berbagai daerah turut jadi sasaran. Tuntutan agar DPR dibubarkan berseliweran di ruang publik.
    Dalam percakapan itu, Kardinal Suharyo berkata lirih, tapi tegas, “Elite seharusnya bisa membaca tanda-tanda zaman”.
    Ia tak menjelaskan lebih jauh apa yang dimaksud dengan “tanda-tanda zaman”. Namun, dalam kesempatan lain, Kardinal menyerukan pertobatan. Sebuah ajakan spiritual yang sarat makna: kesadaran akan kesalahan kolektif, dan dorongan untuk berbalik arah sebelum semuanya terlambat.
    Peristiwa 28-31 Agustus 2025, masih menyimpan kabut tebal. Ada unjuk rasa sebagai ekspresi sumpek rakyat, tapi ada juga “Gerakan 28-31 Agustus 2025” dengan tujuan tertentu yang sistematis.
    Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi juga terjadi unjuk rasa besar, seputar penolakan revisi UU KPK (2019), pemberlakuan UU Omnibus Law Cipta Kerja, dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wapres. Namun, dampak dari ketiga unjuk rasa tidak separah seperti sekarang.
    Peristiwa 28-31 Agustus 2025, justru menimbulkan banyak tanya. Pembagian kekuasaan sebenarnya hampir sempurna. Hanya PDIP dan Nasdem yang tak ada dalam kabinet.
    Ormas terbesar sudah berada dalam barisan kekuasaan. Relawan diakomodasi dalam kabinet atau komisaris BUM. Kabinet didukung koalisi super-mayoritas.
    DPR menjadi proksi dari kekuasaan. Kekuasaan sedang menuju otokratisasi sebagaimana kajian
    Varieties of Democracy
    (2024).
    Namun, ada juga pandangan konsolidasi otokratisasi itulah yang menyebabkan disfungsi lembaga pranata demokrasi. Dan, kini konsolidasi otokratisasi mendapatkan perlawanan.
    Situasi 2025, berbeda dengan Peristiwa Malari 1974. Meski berlatarbelakang antimodal asing, Malari 1974 adalah pembelaan warga sipil terhadap demokrasi liberal atas arah demokrasi terpimpin yang dilakukan Presiden Soeharto.
    Sedang pada Agustus 2025, polanya lebih mirip perlawanan warga sipil untuk membela reformasi dalam konteks konsolidasi otokratisasi.
    Spekulasi banyak, analisis berseliweran, narasi bersaing. Namun, di balik semua itu, ada realitas yang hampir pasti bisa dibaca. Sejumlah latar belakang krisis tampak jelas, seperti bara dalam sekam yang lama diabaikan.
    Pertama, akumulasi kekecewaan publik yang menahun. Kesenjangan sosial yang menganga tak tertanggulangi.
    Berdasarkan data Bank Dunia per Juni 2025, ada 194 juta orang miskin di Indonesia. Angka ini tentu bisa diperdebatkan tergantung mistar yang dipakai—Bank Dunia atau BPS—namun rasa lapar tidak bisa disangkal dengan metodologi.
    Pengangguran merajalela. Orang kehilangan pekerjaan, penghasilan menurun, harga-harga naik.
    Dalam siniar saya, Chandra Hamzah dari Forum Warga Negara berkata, “Situasi ini ibarat rumput kering. Tinggal dilempar api.”
    Sayangnya, elite kekuasaan sibuk menyangkal realitas ini. Mereka gagal melihat bahwa ketika harapan publik tidak terpenuhi, dan ketimpangan memburuk, maka benih ledakan sosial sedang ditanam.
    Inilah yang disebut Ted Gurr sebagai
    relative deprivation
    : kemarahan rakyat lahir dari jurang antara ekspektasi dan kenyataan yang makin menjauh.
    Kedua, tata kelola pemerintahan. Pemerintah tampak gamang dan terkesan coba-coba dalam membuat kebijakan.
    Wacana kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen diluncurkan, diprotes publik, lalu dibatalkan.
    Penataan distribusi gas melon 3 kg diusulkan, lalu ditarik. Rencana pemblokiran rekening pasif diumumkan, kemudian diklarifikasi.
    Ada lagi guyonan politik tentang penyitaan tanah mangkrak oleh negara. Wisata Raja Ampat, Papua, dirancang menjadi kawasan tambang nikel.
    Sejarah hendak diluruskan dengan menihilkan tragedi pemerkosaan massal 1998, sebelum akhirnya rencana itu ditunda.
    Bintang Mahaputra diobral. Dana transfer ke daerah dikurangi, menyebabkan pemerintah daerah menaikkan PBB. Meledaklah kasus Pati.
    Semua ini menunjukkan ada masalah besar dalam tata kelola kebijakan publik—termasuk komunikasi politik yang nir-empati, kasar, dan penuh kepercayaan diri berlebihan.
    Pemerintah kurang peka membaca denyut publik, dan tak mampu mengantisipasi letupan di bawah permukaan.
    Dalam kerangka teori
    fragile states
    (Rotberg, 2003), negara seperti ini kehilangan kapasitas dasar untuk merespons kebutuhan rakyat secara adil dan efektif.
    Ketiga, penegakan hukum mengikuti perspektif
    the executive weaponization of law enforcement
    (Thomas Power: 2020).
    Dalam perspektif
    the executive weaponization of law enforcement
    bukan berarti hukum berhenti bekerja sama sekali, melainkan hukum dijalankan secara manipulatif: ditegakkan terhadap lawan, diabaikan terhadap kawan.
    Putusan MK yang mengubah persyaratan calon wapres, tidak dieksekusinya terpidana dan malah dianugerahi jabatan komisaris, mempertontonkan bagaimana penegakan hukum negeri ini.
    Desakan RUU Perampasan Aset harus ditempatkan dalam konstruksi Indonesia adalah negata hukum.
    Keempat, disfungsi institusi demokrasi. Partai politik kian terasing dari rakyat. Mereka menjelma menjadi kartel politik, sibuk mendekatkan diri ke kekuasaan, bukan memperjuangkan aspirasi konstituen.
    DPR tidak lebih dari proksi kekuasaan eksekutif. Ketua umum partai duduk di kabinet dan semua fraksi berbaur dalam koalisi super mayoritas.
    Lembaga legislatif kehilangan daya kritis dan empati. Bayangkan: di tengah penderitaan rakyat, DPR malah menaikkan tunjangan anggotanya dan berjoget-joget dalam Sidang Tahunan MPR.
    Komunikasi publik mereka
    clometan
    , pongah, dan menyakiti rakyat. Dewan Perwakilan Daerah nyaris tak bersuara. Maka rakyat mencari jalannya sendiri.
    Kelima, organisasi masyarakat sipil gagal menjalankan perannya sebagai
    psychological striking force
    atau kekuatan moral yang ampuh sebagaimana pernah diutarakan Nurcholis Madjid dan diulang Usman Hamid.
    Dalam posisi terkooptasi kekuasaan, organisasi masyarakat sipil sangat melemah posisi tawarnya terhadap absolutisme kekuasaan karena terikat konsesi ekonomi.
    Keenam, teknologi digital dan media sosial mempercepat eskalasi konflik. Dalam suasana kacau, informasi menyebar secara
    real-time

    Namun, bukan hanya kebenaran yang tersebar, tapi juga opini-opini sintetis yang diproduksi oleh pasukan siber.
    Operasi pengaruh ini dijalankan secara sistematis oleh elite politik. Dalam situasi ini, suara publik yang asli justru tenggelam di tengah gelombang manipulasi.
    Inilah yang disebut
    manufactured consent
    —persetujuan publik dibentuk bukan lewat deliberasi rasional, melainkan melalui rekayasa algoritma dan opini sintesis.
    Ketujuh, terjadinya persaingan elite. Seperti dalam Peristiwa Malari 1974 dan Mei 1998, konflik horizontal di masyarakat sering kali dipicu konflik di kalangan elite.
    Dalam waktu 36 jam sejak tewasnya Affan Kurniawan, negeri seperti tanpa kendali. Polisi tak muncul karena mengalami demoralisasi luar biasa setelah meninggalnya Affan.
    TNI belum bisa bergerak karena belum diminta. Penjarahan terjadi. Media sosial menjadi panggung utama. Negara absen.
    Akibat dari semua ini sangat dalam. Sepuluh orang tewas. Banyak yang ditangkap. Polisi luka-luka. Kompol Cosmas yang berada dalam rantis Brimob dipecat. Katanya, dia hanya menjalankan perintah.
    Fasilitas umum dibakar. Gedung DPR dan kantor polisi—dua simbol supremasi sipil—dihancurkan rakyat.
    Pesannya jelas: simbol negara kehilangan legitimasi di mata publik. Presiden Prabowo Subianto menuding ada makar dan terorisme.
    Apa yang bisa dilakukan? Di berbagai forum, tuntutan rakyat mulai terdengar. Ada suara dari Forum Warga Negara, imbauan dari Gerakan Nurani Bangsa, seruan dari Aliansi Akademisi, juga gelombang mahasiswa. Semua menyuarakan hal serupa.
    Pertama, latar belakang peristiwa 28–31 Agustus, harus diungkap tuntas. Jangan biarkan ruang publik dipenuhi spekulasi soal makar, terorisme, atau faksionalisasi elite.
    Kedua, dibutuhkan reformasi menyeluruh—terhadap kepolisian, DPR, partai politik, dan kebijakan negara.
    Ketiga, reformasi peradilan menjadi keniscayaan. Kardinal Suharyo merangkumnya secara jernih: “Pertobatan di semua cabang kekuasaan.”
    Namun, bagaimana mungkin reformasi dijalankan oleh aktor-aktor yang justru menjadi bagian dari masalah?
    Dalam kondisi
    low trust society
    , kepercayaan publik tak mungkin pulih lewat manuver elite lama. Dibutuhkan satu struktur baru: semacam Komite Independen atau apapun namanya.
    Komite yang berisi tokoh independen dengan integritas tinggi dan rekam jejak tak tercela. Orang yang tak punya beban politik, dan bisa menjadi penjaga moral sekaligus pemandu arah reformasi untuk memperbaiki republik yang sedang sakit.
    Namun untuk terbentuk, inisiatif ini butuh legitimasi. Dan hanya satu pihak yang saat ini memiliki otoritas untuk menginisiasi: Presiden Prabowo Subianto.
    Pertanyaannya: apakah Presiden Prabowo membaca tanda-tanda zaman? Mengutip Sukidi Mulyadi dalam acara
    Satu Meja The Forum
    , “Presiden terisolasi dengan realitas di Indonesia.”
    Jakob Oetama, pendiri
    Kompas
    , dalam banyak perjumpaan pribadi pernah berpesan, “Jaga negeri ini, jangan sampai
    mrucut
    .”
    “Mrucut” dalam pemahaman orang Jawa adalah tergelincir dari jalur yang seharusnya. Bukan sekadar salah arah, tapi kehilangan arah. Kehilangan etika, kehilangan hati nurani, kehilangan jati diri.
    Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Atau “mrucut” ke arah otoritarianisme atau malah sebagaimana dikhawatirkan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid dalam Haul Nucholish Madjid, masuk dalam tahap fasisme.
    Hari ini, ancaman “mrucut” itu nyata. Demokrasi kita menjauh dari substansinya. Keadilan hanya tinggal kata. Simbol negara tak lagi dimuliakan. Kepercayaan rakyat menguap.
    Namun, sejarah bangsa tidak harus berakhir dengan kehancuran. Tanda zaman bukan hanya isyarat murka, tapi juga panggilan untuk bangkit.
    Dari reruntuhan kepercayaan, selalu bisa tumbuh tunas perbaikan. Dari amarah yang meledak, selalu bisa lahir kesadaran kolektif untuk berubah. Kuncinya pada masyarakat sipil!
    Kuncinya: keberanian elite untuk mendengar. Kerendahan hati untuk bertobat. Dan kemauan untuk menyerahkan agenda reformasi pada yang lebih layak, lebih bersih, lebih jernih.
    Sebab hanya dengan keberanian itu, bangsa ini bisa kembali menemukan pijakan—dan berjalan tegak menatap masa depan. Bukan dalam “mrucut”, tapi dalam “waskita”. Dalam kebijaksanaan membaca zaman.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pansus DPRD Pati Akan ke Kemendagri dan BKN, Konfirmasi Temuan soal Kebijakan Bupati Sudewo
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        6 September 2025

    Pansus DPRD Pati Akan ke Kemendagri dan BKN, Konfirmasi Temuan soal Kebijakan Bupati Sudewo Regional 6 September 2025

    Pansus DPRD Pati Akan ke Kemendagri dan BKN, Konfirmasi Temuan soal Kebijakan Bupati Sudewo
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Pati, Teguh Bandang Waluyo, mengungkapkan rencana pihaknya untuk menemui sejumlah pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Jakarta.
    Pertemuan ini bertujuan untuk mengonfirmasi hasil temuan terkait kebijakan Bupati Pati, Sudewo, mengenai pengangkatan pejabat dan mutasi jabatan.
    “Kami akan ke Jakarta dari Senin hingga Rabu besok, untuk berkonsultasi dengan Mendagri dan BKN,” ujar Bandang di Gedung DPRD Pati, seperti dikutip dari
    Tribunjateng.com
    pada Sabtu (6/9/2025).
    Bandang menjelaskan bahwa di Kemendagri, pihaknya akan menanyakan tentang pelantikan Aparatur Sipil Negara (ASN) hasil mutasi jabatan yang dilakukan oleh Bupati Sudewo sebelum genap enam bulan menjabat.
    “Pelantikan itu memang ada izin dari Mendagri. Tapi kami harus konfirmasi dulu, karena jumlah yang dilantik melebihi dari yang diizinkan. Misalnya, yang diizinkan hanya 70, tapi yang dilantik 80. Apakah ini benar atau tidak, maka akan kami konfirmasikan,” jelasnya.
    Selain itu, Bandang juga menyatakan bahwa Pansus akan menanyakan kepada BKN mengenai pengangkatan Direktur RSUD RAA Soewondo.
    “Selaiknya, kami juga akan menanyakan apakah mutasi selama ini yang dijalankan sudah sesuai atau tidak. Ini juga menjadi rekomendasi kami yang akan disampaikan. Setelah itu, kami akan mengadakan rapat lagi. Kamis atau Jumat mungkin kami akan mulai lagi rapat Pansus,” tuturnya.
    Bandang menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya Pansus Hak Angket DPRD Pati untuk mendapatkan data yang valid, yang nantinya akan diajukan ke Mahkamah Agung untuk proses selanjutnya setelah proses di DPRD.
    “Kami tidak mau keliru dalam melangkah, sehingga kami konsultasikan dulu,” tandasnya.
    Adapun, DPRD Pati membentuk Pansus hak angket setelah adanya desakan dari masyarakat yang berunjuk rasa pada 13 Agustus 2025 lalu.
     

    Hak angket ini bisa berujung pada pemakzukan Sudewo yang belum setahun menjabat Bupati Pati.
    Ada sejumlah hal yang dibahas Pansus Hak Angket DPRD Pati. 
    Sementara Bupati Sudewo mengatakan, Pansus tidak boleh dimanfaatkan untuk menelanjangi pemerintahannya. Ia pun terus memantau kerja Pansus dan berharap bahasannya tidak melebar ke hal-hal lain. 
    Sudewo meminta Pansus fokus pada bahasan yang diprotes masyarakat yakni kenaikan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). 
     
    Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Konsultasikan Hasil Temuan, Pansus Hak Angket Pemakzulan Bupati Pati Akan Datangi Kemendagri dan BKN. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kita Negara Superpower Bidang Budaya

    Kita Negara Superpower Bidang Budaya

    Jakarta

    Dalam kunjungan kerjanya ke Tabanan, Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon menghadiri Temu Wicara Budaya yang digelar oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Tabanan. Ia juga meresmikan Pameran Seni Rupa “Aneka Warna Gaya di Kota Pelangi”, hasil kolaborasi Dinas Kebudayaan Kabupaten Tabanan dengan Komunitas Maha Rupa Batukaru.

    Dalam sambutannya, Fadli menyampaikan budaya Indonesia yang kaya dan beragam adalah jati diri serta identitas bangsa yang harus dijaga, dikembangkan, dan dimanfaatkan bersama.

    “Kebudayaan kita luar biasa kaya dan beragam. Jangan sampai kita take it for granted. Ini adalah national treasure yang menumbuhkan national pride dari kita semua,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/9/2025).

    Fadli pun menegaskan amanat UUD 1945 Pasal 32 Ayat 1 yang berbunyi: “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”

    Ia menegaskan hal tersebut merupakan landasan konstitusional yang menegaskan bahwa pemajuan kebudayaan bukan hanya untuk bangsa sendiri, tetapi juga untuk peradaban dunia.

    “Budaya adalah soft power yang sangat penting dalam strategi kebudayaan suatu negara. Indonesia dengan segala kekayaan budayanya memiliki kekuatan lunak yang tidak tertandingi. Kita harus yakin bahwa kita adalah negara superpower di bidang budaya,” tegasnya.

    “Museum bukan hanya tempat menyimpan koleksi, melainkan etalase budaya dan peradaban bangsa. Inisiatif pendirian Museum Tabanan akan kami dukung penuh sebagai kantong budaya yang dinamis dan mampu mendorong perekonomian,” lanjut Fadli.

    Fadli mengungkapkan Indonesia merupakan salah satu peradaban tertua dunia. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah fosil purba yang ditemukan di Indonesia.

    Pada kesempatan ini, Fadli juga menyampaikan kepada para tamu undangan terkait penyelenggaraan CHANDI 2025 (Culture, Heritage, Art, Narrative, Diplomacy, and Innovation). Berlangsung pada 3-5 September 2025 di Denpasar, Bali, forum tersebut menjadi sarana dalam menjadikan Indonesia menjadi ibukota kebudayaan dunia.

    “Di tengah dunia yang penuh konflik dan perpecahan, hanya budaya yang bisa menyatukan. CHANDI 2025 adalah platform yang dibangun Kementerian Kebudayaan untuk menjadikan Indonesia sebagai ibu kota kebudayaan dunia,” paparnya.

    Menutup sambutannya, ia berharap budaya dapat terus dijaga dan dilestarikan, khususnya di Tabanan. “Budaya kita adalah jati diri bangsa. Kita harus menjaganya bersama-sama agar bisa dikenal di tengah peradaban dunia,” ucapnya.

    Sementara itu, Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya menyampaikan rasa hormat atas kehadiran Fadli pada acara Temu Wicara Budaya. Forum ini menjadi ruang dialog antara masyarakat, seniman, budayawan, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat dalam membahas potensi kebudayaan Tabanan, termasuk rencana pendirian Museum dan Galeri Seni Budaya.

    “Suatu kehormatan bagi kami atas kedatangan Menbud di Tabanan. Beginilah kultur agraris kami, di mana mayoritas masyarakat adalah petani. Kita harus bangga akan sejarah dan kekayaan budaya kita. Pemerintah Tabanan akan terus mendukung seluruh kegiatan budaya masyarakat untuk mendorong pelestarian budaya, menuju Tabanan yang aman, unggul, dan madani,” ucap I Komang Gede.

    Sebagai informasi, Temu Wicara Budaya di Tabanan menghadirkan Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya dan Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia, Putu Supadma Rudana sebagai narasumber, dan dimoderatori oleh seniman sekaligus dosen ISI Surakarta, I Gusti Nengah Nurata.

    Kegiatan ini juga menampilkan pameran seni rupa ‘Aneka Warna Gaya di Kota Pelangi’ sebagai bentuk apresiasi pemerintah daerah bersama komunitas terhadap karya para seniman Tabanan. Pameran resmi dibuka oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang ditandai dengan penaburan bunga Sandat diiringi dengan sajian lagu daerah Bali berjudul ‘Bungan Sandat’.

    Hadir dalam acara ini, Wakil Bupati Tabanan, I Made Dirga; Kapolres Tabanan, I Putu Bayu Pati; Dandim 1619/Tabanan, Letkol Inf Trijuang Danarjati; Ketua Asosiasi Museum Indonesia, Putu Supadma Rudana; para seniman, budayawan, serta masyarakat setempat.

    Turut mendampingi Menteri Kebudayaan, Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Restu Gunawan; Staf Khusus Menteri Bidang Diplomasi Budaya dan Hubungan Internasional, Annisa Rengganis; Staf Khusus Menteri Bidang Sejarah dan Pelindungan Warisan Budaya, Basuki Teguh Yuwono; Direktur Bina Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi; serta Direktur Warisan Budaya, I Made Dharma Suteja.

    (prf/ega)

  • Bupati Samani: Bahasa Jawa dengan Dialek Muria Unik dan "Ngangeni"
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        6 September 2025

    Bupati Samani: Bahasa Jawa dengan Dialek Muria Unik dan "Ngangeni" Regional 6 September 2025

    Bupati Samani: Bahasa Jawa dengan Dialek Muria Unik dan “Ngangeni”
    Editor
    KUDUS, KOMPAS.com
    – Lomba Dialog Bahasa Jawa Dialek Muria yang digelar Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X Jawa Tengah dan DIY rampung pada Rabu (3/9/2025).
    Dibuka pada Juli lalu dengan seleksi online dalam bentuk kiriman video, puncak kompetisi berlangsung melalui ajang Grand Final 10 peserta digelar di Ballroom Hotel Griptha.
    Perwakilan dari Kudus pelajar SMPN 1 Dawe merebut peringkat kedua.
    Sementara SMPN 1 Jati dan SMPN 5 Kudus harus puas di peringkat 4 dan 6.
    Bupati Kudus, Samani Intakoris mengatakan, lomba ini menjadi sarana penting untuk menumbuhkan semangat generasi muda dalam menjaga bahasa daerah.
    Termasuk menjadi sarana inspirasi bagi masyarakat Kudus terkait kemajuan budaya dan bahasa.
    Bupati juga menekankan pentingnya memberikan ruang bagi anak-anak untuk mengasah talenta berbahasa Jawa.
    “Dialek Muria antara Pati, Jepara, Blora, dan Kudus punya keunikan yang ngangeni,” kata dia.
    Dengan lomba ini, Pemkab memberikan ruang kepada generasi muda untuk berekspresi, sekaligus menumbuhkan bibit unggul yang bisa mewakili di tingkat nasional.
    “Bahasa Jawa adalah warisan penuh tata krama dan etika yang patut kita uri-uri,” terangnya.
    Kepala BPK Wilayah X Jawa Tengah dan DIY yang diwakili oleh Pamong Budaya Ahli Madya BPK Wilayah X Jawa Tengah dan DIY, Wikanto Harimurti menuturkan, lomba ini merupakan upaya nyata dalam melestarikan bahasa daerah sebagai warisan budaya takbenda yang harus terus dijaga.
    Lomba dialog Bahasa Jawa dengan dialek Muria ini adalah satu dari sekian banyak upaya untuk melestarikan kebudayaan Indonesia.
    Bertujuan agar pelajar SMP semakin bangga dan bersemangat melestarikan kebudayaan Jawa.
    Lomba tersebut diikuti oleh 34 tim dari empat kabupaten. Meliputi, Kabupaten Blora 8 tim, Jepara 9 tim, Kudus 8 tim, dan Pati 9 tim. Masing-masing tim terdiri dari dua siswa.
    Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul
    Bupati Samani: Dialek Bahasa Jawa Muria Unik dan Ngangeni
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bupati Samani: Bahasa Jawa dengan Dialek Muria Unik dan "Ngangeni"
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        6 September 2025

    Bupati Samani: Bahasa Jawa dengan Dialek Muria Unik dan "Ngangeni" Regional 6 September 2025

    Bupati Samani: Bahasa Jawa dengan Dialek Muria Unik dan “Ngangeni”
    Editor
    KUDUS, KOMPAS.com
    – Lomba Dialog Bahasa Jawa Dialek Muria yang digelar Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X Jawa Tengah dan DIY rampung pada Rabu (3/9/2025).
    Dibuka pada Juli lalu dengan seleksi online dalam bentuk kiriman video, puncak kompetisi berlangsung melalui ajang Grand Final 10 peserta digelar di Ballroom Hotel Griptha.
    Perwakilan dari Kudus pelajar SMPN 1 Dawe merebut peringkat kedua.
    Sementara SMPN 1 Jati dan SMPN 5 Kudus harus puas di peringkat 4 dan 6.
    Bupati Kudus, Samani Intakoris mengatakan, lomba ini menjadi sarana penting untuk menumbuhkan semangat generasi muda dalam menjaga bahasa daerah.
    Termasuk menjadi sarana inspirasi bagi masyarakat Kudus terkait kemajuan budaya dan bahasa.
    Bupati juga menekankan pentingnya memberikan ruang bagi anak-anak untuk mengasah talenta berbahasa Jawa.
    “Dialek Muria antara Pati, Jepara, Blora, dan Kudus punya keunikan yang ngangeni,” kata dia.
    Dengan lomba ini, Pemkab memberikan ruang kepada generasi muda untuk berekspresi, sekaligus menumbuhkan bibit unggul yang bisa mewakili di tingkat nasional.
    “Bahasa Jawa adalah warisan penuh tata krama dan etika yang patut kita uri-uri,” terangnya.
    Kepala BPK Wilayah X Jawa Tengah dan DIY yang diwakili oleh Pamong Budaya Ahli Madya BPK Wilayah X Jawa Tengah dan DIY, Wikanto Harimurti menuturkan, lomba ini merupakan upaya nyata dalam melestarikan bahasa daerah sebagai warisan budaya takbenda yang harus terus dijaga.
    Lomba dialog Bahasa Jawa dengan dialek Muria ini adalah satu dari sekian banyak upaya untuk melestarikan kebudayaan Indonesia.
    Bertujuan agar pelajar SMP semakin bangga dan bersemangat melestarikan kebudayaan Jawa.
    Lomba tersebut diikuti oleh 34 tim dari empat kabupaten. Meliputi, Kabupaten Blora 8 tim, Jepara 9 tim, Kudus 8 tim, dan Pati 9 tim. Masing-masing tim terdiri dari dua siswa.
    Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul
    Bupati Samani: Dialek Bahasa Jawa Muria Unik dan Ngangeni
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bupati Pati Minta Fokus Pansus DPRD Tak Melebar: Yang Disoalkan PBB Saja

    Bupati Pati Minta Fokus Pansus DPRD Tak Melebar: Yang Disoalkan PBB Saja

    Jakarta

    Rapat pansus pemakzulan Bupati Sudewo yang berjalan di DPRD Pati sempat memanas saat Ketua Dewas RSUD RAA Soewondo, Pati, Torang Manurung walk out. Bupati Pati Sudewo meminta tim Pansus Hak Angket DPRD Pati berfokus pada persoalan PBB-P2 saja.

    “Saya berharap Pansus itu tidak melebar ke mana-mana. Yang disoalkan PBB-P2, ya PBB-P2 saja, jangan ke mana-mana,” kata Sudewo saat ditemui di Masjid Agung Pati, dilansir detikJateng, Jumat (5/9/2025).

    Sudewo berharap tim Pansus Pemakzulan dirinya berfokus pada materi yang dibahas. Dia meminta Pansus Pemakzulan Bupati Pati itu tak melebar ke mana-mana.

    “Jangan live streaming ini dijadikan kesempatan untuk menelanjangi pemerintah,” jelasnya.

    Sudewo mengatakan tidak ada pemimpin di dunia ini yang sempurna. “Tidak ada pemimpin di dunia ini yang sempurna kecuali Nabi Muhammad. Nggak ada yang sempurna,” jelasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Ketua Dewas RSUD RAA Soewondo Pati, Torang Manurung, walk out saat menghadiri rapat Pansus Pemakzulan Bupati Pati Sudewo di DPRD Pati. Sontak rapat Pansus Hak Angket DPRD Pati sempat memanas.

    Baca selengkapnya di sini.

    (azh/azh)