Dua Tersangka Kasus Kacab Bank BUMN Ajukan Justice Collaborator ke LPSK
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Dua tersangka kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Cabang Pembantu (KCP) bank BUMN mengajukan diri sebagai
justice collaborator
(JC) ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengatakan, saat ini lembaganya tengah menelaah peran dan keterlibatan kedua tersangka dalam kasus tersebut.
“Untuk JC kasus pembunuhan Kacab BRI sudah mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK, ada dua orang,” ujar Susilaningtias, Rabu (17/9/2025).
Menurut Susilaningtias, permohonan
justice collaborator
diajukan dengan syarat pelaku bukan merupakan pelaku utama dan mampu memberikan keterangan penting dalam pengungkapan kasus.
“Nanti pasti LPSK akan melakukan penelaahan dan menemui (kedua pemohon) ke Rutan (Polda Metro Jaya),” tambahnya.
Kasus ini bermula ketika Mohamad Ilham Pradipta ditemukan tewas di area persawahan Kampung Karangsambung, Desa Nagasari, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, pada Kamis (21/8/2025) sekitar pukul 05.30 WIB.
Korban pertama kali ditemukan oleh seorang warga yang sedang menggembala sapi dalam kondisi tangan dan kaki terikat serta mata tertutup lakban.
Sebelumnya, korban diketahui diculik dari sebuah supermarket di Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Rekaman CCTV menunjukkan korban mengenakan kemeja batik cokelat lengan pendek dan celana panjang krem, berjalan sambil menutupi kepala dengan tangan kiri.
Saat hendak membuka pintu mobil berwarna hitam, beberapa orang keluar dari mobil putih di sebelahnya dan memaksa korban masuk. Mobil pelaku kemudian melaju meninggalkan lokasi.
Donny Agus Priyanto, Komandan Pomdam Jaya, menegaskan adanya keterlibatan prajurit TNI dalam kasus ini. Penyidikan masih terus dilakukan untuk mengungkap aktor lain yang terlibat dalam penculikan dan pembunuhan tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Pasar Rebo
-

2 Prajurit Kopassus Terlibat Penculikan & Pembunuhan Kacab BRI Dijanjikan Rp100 Juta, ini Kronologinya
GELORA.CO – Dua prajurit TNI AD dari satuan Kopassus ikut terseret dalam kasus penculikan disertai pembunuhan MIP (37), kepala cabang bank BUMN. Keduanya adalah Serka N dan Kopda FH, kini resmi ditetapkan tersangka dan kini ditahan oleh Polisi Militer Kodam Jaya.
“Kaitannya dengan satuan yang bersangkutan ini mereka berasal dari Depasmen Markas di Kopasus,” kata Komandan Polisi Militer Kodam Jaya, Kolonel Cpm Donny Agus Priyanto saat konferensi pers, Selasa (16/9/2025).
Saat kasus ini mencuat, Serka N dan Kopda FH tengah tersandung masalah dengan satuannya. Mereka berstatus tidak hadir tanpa izin (THTI).
“Serka N dan Kopda FH itu juga dalam status sedang dicari oleh satuannya. Karena tidak hadir tanpa izin. THTI pun itu sudah merupakan masuk dalam pidana militer,” ucap dia.
Lebih lanjut, Donny mengatakan, masalah THTI ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam kesempatan lain.
“Kaitannya dengan masalah THTI-nya nanti akan kami jelaskan lebih lanjut,” tandas dia.
Dijanjikan Rp100 juta
Kolonel Cpm Donny Agus Priyanto mengungkapkan, kedua prajurit dijanjikan mendapatkan sejumlah uang untuk membantu 15 tersangka melakukan aksi penculikan. Tak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp100 juta.
“Terkait berapa uang yang dijanjikan Kopda FH dan Serka N ini utk melakukan pembuatan tersebut berdasarkan hasil keterangan saksi dijanjikan nominal Rp100 juta, kalau bahasanya silakan diatur,” kata Donny.
Donny menjelaskan, keterlibatan keduanya bermula saat tersangka JP menemui Serka N di kediamannya pada 17 Agustus 2025. JP menawarkan pekerjaan untuk menjemput seseorang dan membawanya ke seseorang bernama DH. JP memang berperan mencari sejumlah orang sebagai tim penculik.
Selang sehari, Serka N menghubungi Kopda FH. Keduanya sepakat bertemu JP di sebuah kafe di Jakarta Timur. Di sana, Serka N membeberkan kepada Kopda FH untuk menjemput seseorang yang nantinya akan diberi imbalan.
“Jadi, mereka sudah ada bertiga berdasarkan hasil pemeriksaan saksi. Kemudian pada saat mereka sudah berkumpul, kemudian saudara JP menjelaskan kepada Kopda F tentang pekerjaan yang akan dilakukan dan pekerjaan tersebut ada imbalannya,” kata Donny.
Dua hari kemudian, 19 Agustus 2025, Serka N kembali menghubungi Kopda FH untuk menanyakan kesanggupannya. Kali ini, Kopda F menyetujuinya.
“Dan bertugas untuk mengumpulkan tim yang akan digunakan untuk menjemput korban,” ucap dia.
Kopda FH kemudian meminta operasional Rp5 juta. Permintaan itu dipenuhi, uangnya mengalir dari JP melalui Serka N.
Tidak berhenti di situ, sehari kemudian, pada 20 Agustus 2025, JP kembali menyerahkan Rp 95 juta tunai kepada Serka N di sebuah bank swasta di Jakarta Timur. Uang itu segera diteruskan ke Kopda FH di sebuah kafe Rawamangun.
“Setelah Kopda FH terima uang menghubungi EW untuk bertemu di kafe,” ujar Donny.
Dia mengatakan EW datang bersama empat orang lain yaitu AT, JR, RA dengan mengendarai Avanza putih.
Sekitar pukul 13.45 WIB, JP memberikan informasi keberadaan korban yang saat itu berada di sebuah pusat perbelanjaan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Mereka langsung bergerak. Avanza putih diparkir di samping mobil korban.
Saat pukul 16.30, dua orang eksekutor langsung menyergap, mendorong korban, dan memaksanya masuk ke mobil.
“Pada saat kejadian tersebut Kopda FH berada di lokasi parkir namun tidak ada di satu kendaraan yang sama,” ucap dia.
Dalam perjalanan, Kopda FH berkali-kali menghubungi JP, minta kejelasan soal tim penjemput. Bahkan, Kopda FH mengacam jika tak ada tim yang datang, korban akan diturunkan di jalan. Akhirnya, sebuah lokasi di bawah flyover Kemayoran dijadikan titik temu.
“Kemudian saudara EW menngirimkan share lokasi kepada Kopda FH dan meneruskan share lokasi tersebut kepada saudara JP sehingga mereka bertemu di bawah flyover di daerah Kemayoran,” ujar dia.
Avanza putih yang membawa korban berjumpa dengan rombongan lain yang ada di dalam mobil Fortuner hitam. Korban dipindahkan ke dalam mobil itu. Di dalamnya ada Serka N, JP, dan U.
Saat di dalam mobil Fortuner, korban yang dalam posisi terikat dan mulutnya dilakban berusaha melawan.
“Dan pada saat itu Serka N ikut memegangi korban, menahan dada korban agar korban tidak berontak,” ucap dia.
Dia menjelaskan, tim penjemput yang dijanjikan oleh DH tak kunjung datang, sementara kondisi korban sudah lemah. Akhirnya, di tengah perjalanan, Fortuner hitam berhenti di sebuah area persawahan. Serka N menggenggam kepala korban.
“Sementara JP itu mengangkat di bagian kaki dan korban dibuang sekitar dua meter dari mobil yang mereka kendarai dan setelah korban diletakkan di tempat tersebut, selanjutnya Serka N, saudara JP dan saudara D pergi meninggalkan korban persawahan tersebut,” ucap dia.
Polisi Militer Kodam Jaya telah menetapkan Serka N dan Kopda F tersangka. Keduanya kini sudah ditahan. Dalam kasus ini, Polisi Militer Kodam Jaya juga menyita uang Rp40 juta dari tangan Kopda FH. Uang tersebut diduga dari hasil tindak pidana yang dilakukan oleh mereka.
-

Ini kronologi kasus penculikan kacab bank Jakarta
Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya membeberkan kronologi kasus penculikan pada kepala cabang pembantu (KCP) salah satu bank di Jakarta Pusat berinisial MIP (37).
“Penculikan oleh 18 orang tersangka, termasuk dua orang oknum TNI itu ternyata telah direncanakan sejak Juni 2025,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol. Wira Satya Triputra dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa awalnya para tersangka berencana melakukan pemindahan uang dari rekening pasif (dormant) ke rekening yang telah disiapkan.
“Salah satu tersangka, yakni C alias Ken yang memiliki data rekening ‘dormant’ di sejumlah bank, pada Juni 2025, menghubungi tersangka motivator Dwi Hartono (DH) untuk menyiasati pemindahan dana dari rekening itu,” katanya.
Tersangka C pun telah menyiapkan tim IT untuk mengurus pemindahan dana tersebut. Namun demikian, pemindahan dana dari rekening pasif itu membutuhkan otoritas sekelas KCP bank.
“Sehingga pelaku atas nama C mengajak DH unjuk mencari kepala cabang atau cabang pembantu yang bisa diajak bekerja sama dalam rangka pemindahan uang tersebut ke rekening yang sudah disiapkan atau rekening penampungan,” kata Wira.
Dalam menjalankan rencana itu, dua tersangka lain, yakni DH dan AAM, yang juga menjadi otak penculikan bersama C dan DH, diajak dalam perundingan siasat pada 30 Juli 2025.
“Kemudian pada 30 Juli 2025, C alias K bersama dengan pelaku DH dan AAM melakukan pertemuan. Hal tersebut dikarenakan C alias K memiliki informasi terkait data rekening pasif di Bank BRI,” kata Wira.
Berdasarkan pengakuan tersangka C, kata Wira, buntut sejumlah upaya pendekatan KCP bank gagal untuk melakukan pemindahan dana dari rekening pasif itu lalu mereka berniat menempuh cara kekerasan, yakni penculikan.
Cara itu juga dipilih para tersangka, menyusul kartu nama korban Ilham Pradipta juga sudah mereka kantongi.
“Kemudian, pada tanggal 12 Agustus 2025, C alias K bersama dengan DH berkomunikasi melalui WhatsApp dan di dalam komunikasi tersebut, mereka memutuskan untuk memilih untuk melakukan pemaksaan dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan. Setelah itu, korban dilepaskan,” kata Wira.
Selanjutnya pada 16 Agustus 2025, DH bertemu tersangka bernama JP di Cibubur, untuk mencari orang-orang yang bisa menculik.
“Menindaklanjuti permintaan DH, tersangka JP kemudian bertemu oknum TNI, yakni Sersan Kepala (Serka) N, pada 17 Agustus 2025, tepatnya pukul 09.00 WIB,” kata Wira.
Selanjutnya, pada 18 Agustus 2025, DH, JP, Serka N dan AAM kembali bertemu di salah satu kafe di kota wisata daerah Cibubur untuk membahas persiapan penculikan.
“Di dalam pertemuan tersebut, DH dan AAM bertugas untuk menyiapkan tim yang akan mencari alamat korban, serta mengikuti korban dan tim tersebut terdiri dari tiga orang, yang pertama adalah saudara R, saudara E dan saudara B,” kata Wira.
Selanjutnya, kata Wira, JP menghubungi tersangka AW untuk menyiapkan tim yang akan membuntuti atau mengintai korban.
“Setelah itu, saudara N menghubungi saudara (Kopda) FH, yang bertugas atau pun yang disiapkan untuk tim yang akan melakukan penculikan terhadap korban,” kata Wira.
Kemudian, pada 19 Agustus 2025 sekitar pukul 10.00 WIB, FH bertemu tersangka E, B, R dan A di daerah Cijantung.
“Saudara F menunjukkan foto (korban) kepada tim saudara E, lalu memberitahukan untuk menjemput paksa korban dan mengantarkan kepada tim yang disiapkan oleh JP,” kata Wira.
Rumah aman
Tersangka JP, AAM dan D telah menyiapkan rumah aman (safe house), tempat untuk memaksa korban melakukan pemindahan dana dari rekening pasif ke rekening yang sudah disiapkan.
“Selanjutnya pada tanggal 20 Agustus 2025, setelah dilakukan pembuntutan terhadap korban, kemudian sekitar pukul 15.30 WIB di parkiran Lotte Mart Pasar Rebo, Jaktim, korban berhasil diculik oleh tim yang terdiri dari pelaku E, R, B, R dan A,” kata Wira.
Dalam penculikan itu, lima orang tersangka terekam CCTV menggunakan mobil Avanza berwarna putih.
“Setelah melakukan penculikan dibawa pergi untuk diserahkan kepada tim lain, yaitu pelaku JP, N, U dan D. Korban yang tadinya di Avanza warna putih digeser ke mobil Fortuner warna hitam, tepatnya di Kemayoran, Jakpus sekitar pukul 21.00 WIB,” kata Wira.
Kemudian di Kemayoran, Tim JP, N, U, dan D menunggu tim penjemput yang sudah disiapkan oleh C alias K dan korban rencananya akan dibawa ke rumah aman (safe house).
“Namun karena tim penjemput tidak kunjung datang, sedangkan korban kondisinya korban sudah agak lemas, akhirnya korban dibuang di daerah Serang Baru dalam keadaan kondisi kaki dan tangan masih terikat dan mulut dalam kondisi terlakban,” kata Wira.
Sehari kemudian, pada 21 Agustus 2025 sekitar pukul 05.30 WIB, Polsek Cikarang mendapatkan laporan dari warga terkait adanya temuan mayat di sebuah area persawahan wilayah Serang Baru.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
/data/photo/2025/09/11/68c2b19cb3661.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)






/data/photo/2025/09/16/68c9559ec6350.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)