kab/kota: Pasar Baru

  • Guru Besar Telkom University Soroti Dampak Tarif Trump dan Strategi Indonesia Hadapi Proteksionisme Global

    Guru Besar Telkom University Soroti Dampak Tarif Trump dan Strategi Indonesia Hadapi Proteksionisme Global

    PIKIRAN RAKYAT – Penerapan kebijakan proteksionis oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, termasuk tarif impor tinggi, memberikan dampak yang signifikan terhadap dinamika perdagangan global, termasuk hubungan dagang Indonesia-AS. 

    Menanggapi hal ini, Prof. Dr. Farida Titik Kristanti, Guru Besar Bidang Manajemen Keuangan dari Telkom University, memberikan pandangan komprehensif mengenai tantangan dan peluang yang dihadapi Indonesia dalam merespons kebijakan tersebut.

    Menurut Prof. Farida, kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan pada era Trump bisa menyebabkan beberapa dampak utama terhadap ekspor Indonesia ke AS, seperti penurunan permintaan terhadap produk ekspor unggulan (misalnya tekstil, elektronik, dan hasil pertanian), serta terganggunya rantai pasok global yang sebelumnya bergantung pada jalur perdagangan yang lebih terbuka.

    “Barang-barang dari Indonesia menjadi lebih mahal di pasar AS akibat tarif tersebut, sehingga permintaan menurun. Sektor-sektor seperti otomotif dan kelapa sawit sangat terdampak,” katanya.

    Meski demikian, Prof. Farida juga menekankan bahwa kebijakan tersebut harusnya bisa mendorong Indonesia untuk lebih agresif dalam mendiversifikasi pasar ekspor dan memperkuat hubungan bilateral dengan negara lain. “Kondisi ini seharusnya menjadi momentum untuk membuka pasar baru seperti Asia Selatan, Timur Tengah, dan Amerika Latin,” tambahnya.

    Menanggapi perang dagang AS-Tiongkok, Prof. Farida menilai bahwa situasi tersebut memberikan peluang strategis bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasokan produk ke AS yang sebelumnya dipenuhi oleh Tiongkok. Ia menyebutkan bahwa Indonesia dapat mengambil peran dalam sektor manufaktur, otomotif, dan pertanian, namun juga harus bersaing dengan negara-negara seperti Vietnam dan India.

    “Kita memang bisa menarik investor asing yang ingin keluar dari Tiongkok, tetapi tetap harus meningkatkan daya saing industri domestik,” ujarnya.

    Efektif

    Mengenai respons pemerintah Indonesia terhadap kebijakan AS, seperti peningkatan impor produk AS dan pengurangan tarif, Prof. Farida menilai langkah ini cukup efektif dalam jangka pendek untuk meredakan ketegangan dan menjaga hubungan baik. Namun, ia mengingatkan bahwa strategi jangka panjang tetap dibutuhkan agar tidak merugikan industri nasional.

    “Pendekatan diplomatis ini memang bisa menjaga hubungan bilateral tetap stabil, tetapi Indonesia juga harus aktif memperkuat posisi tawar lewat negosiasi dan kerja sama regional seperti RCEP dan IA-CEPA,” katanya menegaskan. 

    Lebih jauh, Prof. Farida menyarankan lima strategi jangka panjang yang bisa ditempuh Indonesia agar tetap kompetitif di tengah tren proteksionisme global:

    Penguatan daya saing industri domestik melalui hilirisasi, insentif ekspor, dan inovasi. Kemudian diversifikasi pasar ekspor agar tidak bergantung pada satu negara. Ketiga, percepatan perjanjian perdagangan bilateral dan multilateral guna menjamin akses pasar jangka panjang.

    Keempat, peningkatan kualitas SDM dan infrastruktur ekonomi untuk menurunkan biaya logistik dan produksi. Terakhir, promosi produk bernilai tambah dan berkelanjutan (green products) agar dapat masuk pasar global yang lebih selektif.

    Terkait arah kebijakan luar negeri di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Prof. Farida mendukung pernyataan beliau mengenai pentingnya ‘hubungan yang adil dan seimbang’ dalam konteks diplomasi ekonomi Indonesia-AS.

    “Indonesia harus mulai memainkan peran yang lebih strategis, bukan hanya sebagai pasar, tetapi sebagai mitra dagang sejajar yang juga memiliki kekuatan tawar,” katanya. Ia menambahkan bahwa forum seperti TIFA dan IPEF harus dimanfaatkan secara optimal dalam membangun kemitraan dagang yang lebih simetris.

    Terakhir, mengenai keputusan Indonesia yang tidak melakukan tindakan balasan terhadap tarif AS, Prof. Farida menyebut pendekatan ini sebagai langkah cerdas selama diimbangi dengan diplomasi aktif dan strategi jangka panjang yang tepat.

    “Tidak perlu membalas dengan tarif, tetapi harus tetap tegas di meja perundingan. Diplomasi ekonomi Indonesia harus bersifat fleksibel namun tetap berprinsip,” ucapnya.

    Dengan pendekatan yang proaktif, inovatif, dan strategis, Prof. Farida optimistis bahwa Indonesia dapat bertahan dan bahkan tumbuh menjadi kekuatan dagang baru di tengah tantangan global yang terus berubah. (*) 

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Ada Apa dengan Ekonomi Indonesia?

    Ada Apa dengan Ekonomi Indonesia?

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi mengungkap penurunan mudik Lebaran 2025 sekira 4,69% dibandingkan dengan realisasi pada 2024 yang mencapai 162,2 juta orang, tahun ini tercatat 154,6 juta jiwa.

    Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga memprediksi tren pergerakan wisatawan periode libur Lebaran 2025 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya.

    “Kita sedang melakukan survei juga untuk ini, tapi secara ringkas kalau kita dengarkan dari beberapa katakan para PHRI dari daerah, trennya itu menurun yang pasti, jika dibandingkan tahun 2024,” ucap Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran pada Jumat, 11 April 2025 seperti dikutip dari Antara.

    Penurunan Daya Beli Masyarakat

    Menurut Yusran, tren penurunan ini bisa dilihat dari persentase penggunaan semua moda transportasi yang telah diakui pemerintah turun menjadi 30 persen.

    “Kemudian lama daripada peningkatan okupansi, jumlah hari peningkatan okupansi itu pendek, cuma tiga atau empat hari habis itu okupansinya langsung di-drop drastis, misalnya dari angka 80 persen atau 90 persen itu bisa di-drop drastis ke 20 persen sekarang rata-rata bahkan ada yang di bawah itu,” katanya.

    Tren penurunan juga terjadi pada sisi akomodasi seperti hotel dan restoran, disebabkan penurunan daya beli masyarakat. Fenomena ini sangat disayangkan karena biasanya masyarakat berupaya sebisa mungkin agar bisa mudik ke kampung halaman.

    “Kalau kita bicara daya beli terganggu kita perhatikan memang situasi ekonominya tidak bagus. Banyak kayak PHK, terus masalah dinamika, kebijakan dalam negeri yang juga masih belum kondusif,” ujar Yusran.

    Penyebab lain yang ia soroti yakni adanya permasalahan pinjaman online (pinjol) yang kasusnya semakin meningkat, membuktikan situasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja dan memicu sebagian masyarakat tak mudik.

    Tingkat okupansi sejumlah daerah melonjak, tapi tren ini tak akan bertahan lama meski periode libur Lebaran 2025 cukup panjang.

    “Permasalahan kita bahwa tingkat okupansi yang diharapkan itu memang bisa berlangsung lama, tapi karena kita mengalami low season yang parah sekali waktu bulan puasa, ternyata targetnya juga enggak tercapai dan yang paling penting lagi setelah lonjakan tersebut turunnya juga langsung drastis ke bawah,” ujarnya.

    Efisiensi Anggaran

    PHRI telah beberapa kali mengadakan pertemuan dan berkoordinasi dengan Kementerian Pariwisata dalam mengatasi hal ini selain tengah melakukan survei.

    Namun, efisiensi anggaran membuat kementerian dan lembaga mengalami kesulitan menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan hotel dan restoran seperti biasanya.

    Menurutnya, kegiatan pemerintah bisa menjadi pemasukan yang cukup besar untuk sejumlah daerah yang tak memiliki banyak destinasi wisata.

    PHRI telah bersurat pada Menteri Keuangan hingga Presiden Prabowo Subianto guna mendiskusikan masalah ini. Ia berharap pemerintah mendorong investor membangun sarana akomodasi di sekitar destinasi wisata.

    Sektor akomodasi juga akan tumbuh jika pemerintah banyak menyelenggarakan acara seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) di Papua.

    “Kita sepakat dengan efisiensi tapi efisiensinya harus juga dilakukan hati-hati agar tidak terdampak terhadap keberlangsungan dari akomodasi itu sendiri. Bukan kita berarti tidak mau inovatif untuk mencari pasar baru, tapi untuk jangka pendek tentu harus ada hal yang mesti, yang bisa menyelesaikan itu adalah pemerintah itu sendiri,” ujarnya.

    Ia menilai saat ini momentum yang tepat membenahi sektor pariwisata Indonesia dari sisi regulasi, investasi dan penguatan peran pariwisata untuk perekonomian nasional.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Telur ayam ras Rp28.692/kg, cabai rawit Rp84.751/kg

    Telur ayam ras Rp28.692/kg, cabai rawit Rp84.751/kg

    Ilustrasi – Pedagang menyortir telur ayam ras untuk pembeli di Pasar baru, Indramayu, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

    Bapanas: Telur ayam ras Rp28.692/kg, cabai rawit Rp84.751/kg
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 13 April 2025 – 09:23 WIB

    Elshinta.com – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat harga telur ayam ras di tingkat konsumen mencapai Rp28.692 per kilogram (kg) dibandingkan hari sebelumnya Rp29.100 per kg, sedangkan cabai rawit merah naik menjadi Rp84.751 per kg dari sebelumnya Rp80.170 per kg.

    Berdasarkan data dari Panel Harga Bapanas di Jakarta, Minggu pukul 08.30 WIB, harga pangan lainnya di tingkat pedagang eceran secara nasional, beras premium di harga Rp15.303 per kg naik tipis dari sebelumnya di harga Rp15.551 per kg. Sedangkan harga beras medium di harga Rp13.426 per kg turun tipis dari hari sebelumnya Rp13.690 per kg; lalu beras stabilitas pasokan dan harga pangan (SPHP) Bulog di harga Rp12.519 per kg turun tipis dari sebelumnya Rp12.612 per kg.

    Komoditas jagung Tk peternak di harga Rp5.694 per kg turun dari hari sebelumnya tercatat Rp6.091 per kg; kedelai biji kering (impor) di harga Rp10.704 per kg naik tipis dari sebelumnya tercatat Rp10.667 kg. Berikutnya komoditas bawang merah di harga Rp43.346 per kg turun dari sebelumnya Rp45.266 per kg, bawang putih bonggol di harga Rp43.609 per kg turun dari hari sebelumnya tercatat Rp44.936 per kg.

    Selanjutnya, komoditas cabai merah keriting di harga Rp55.575 per kg turun dari sebelumnya tercatat Rp56.972 per kg; lalu cabai merah besar di harga Rp48.251 per kg turun dari hari sebelumnya tercatat Rp51.913 per kg. Bapanas juga mencatat komoditas daging sapi murni di harga Rp136.433 per kg turun dari sebelumnya tercatat Rp136.472 per kg. Kemudian daging ayam ras Rp35.476 per kg turun tipis dari sebelumnya Rp35.917 per kg.

    Lalu komoditas gula konsumsi di harga Rp18.370 per kg turun tipis dari sebelumnya tercatat Rp18.537 per kg. Kemudian, harga minyak goreng kemasan di harga Rp20.086 per liter turun dari hari sebelumnya tercatat Rp20.637 per liter; minyak goreng curah di harga Rp17.485 per liter turun dari sebelumnya tercatat Rp17.958 per liter; Minyakita di harga Rp17.368 per liter turun dari sebelumnya di level Rp17.638 per liter.

    Selanjutnya, tepung terigu curah di harga Rp9.580 per kg atau turun dari sebelumnya tercatat Rp9.807 per kg; lalu tepung terigu kemasan di harga Rp12.585 per kg atau turun dari sebelumnya tercatat Rp12.940 per kg.

    Berikutnya, komoditas ikan kembung di harga Rp41.502 per kg turun dari sebelumnya tercatat Rp41.764 per kg; ikan tongkol di harga Rp34.622 per kg turun dari sebelumnya Rp34.656 per kg; lalu ikan bandeng di harga Rp33.470 per kg turun dari sebelumnya Rp34.731 per kg.

    Selanjutnya, garam konsumsi di harga Rp11.504 per kg turun dari hari harga sebelumnya tercatat Rp11.715 per kg. Sementara itu, daging kerbau beku impor di harga Rp106.533 per kg turun dari sebelumnya Rp107.000 per kg; lalu daging kerbau segar lokal di harga Rp120.000 per kg turun dari sebelumnya mencapai Rp140.972 per kg.

    Sumber : Antara

  • Peluang di Balik Tarif Trump, Indonesia Bisa Bidik BRICS & ASEAN

    Peluang di Balik Tarif Trump, Indonesia Bisa Bidik BRICS & ASEAN

    Mataram, Beritasatu.com – Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Akbar Himawan Buchari melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan tarif impor era Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Ia menilai kebijakan tersebut tidak berdasar pada ilmu ekonomi dan cenderung bersifat “asal tembak”.

    Secara khusus, Akbar menyoroti tarif 32% yang dikenakan pada produk Indonesia, yang menurut Trump didasarkan pada surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$ 17 miliar. Bagi Akbar, alasan tersebut tidak masuk akal dan tidak mencerminkan pemahaman atas dinamika perdagangan internasional.

    “Kita melihat kebijakan Trump ini tidak ada dasar ilmunya. Pemerintah AS melihat surplus perdagangan US$ 17 miliar lalu mengenakan tarif 32%, padahal tak ada perhitungan ekonominya,” ujar Akbar di Mataram saat pelantikan Hipmi NTB, Sabtu (12/4/2025).

    Ia menilai tarif tinggi Trump tersebut hanya langkah taktis untuk membuka ruang negosiasi, terbukti dengan penurunan tarif menjadi 10% baru-baru ini. Ini dianggap sebagai sinyal dibukanya kembali dialog dagang antara kedua negara.

    “Artinya, ini kebijakan sementara untuk membuka ruang negosiasi. Sekarang sudah ada keputusan sela dari AS menurunkan tarif menjadi 10%,” jelasnya.

    Hipmi mendorong pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan momentum ini guna menyusun kebijakan perdagangan yang menguntungkan kedua pihak secara berimbang.

    “Kita harap pemerintah bisa bernegosiasi dengan baik, membuat formulasi kebijakan yang win-win dan tidak didominasi ego sektoral,” tegasnya.

    Akbar juga menyoroti pentingnya diversifikasi pasar ekspor bagi para pelaku usaha Indonesia, terutama yang selama ini bergantung pada AS. Ia menyarankan ekspansi ke negara-negara lain guna mengurangi ketergantungan.

    “Teman-teman pelaku ekspor perlu mulai mendiversifikasi pasar, tidak hanya ke satu negara,” katanya.

    Selain itu, ia mendorong penguatan pasar domestik sebagai respons atas tantangan eksternal. Kebijakan tarif AS disebutnya sebagai momentum untuk mempercepat hilirisasi industri dan mendorong konsumsi produk dalam negeri.

    “Kita perlu meningkatkan pasar domestik agar program hilirisasi bisa menyasar konsumen lokal secara maksimal.”

    Beberapa sektor industri, seperti tekstil dan alas kaki, disebut akan terdampak langsung akibat kebijakan tarif Trump tersebut. Meski kontribusi ekspor ke AS hanya sekitar 20% dari total ekspor nasional, dampaknya tetap signifikan bagi sektor terkait.

    Namun di balik tantangan, Akbar melihat peluang. Ia menyebut kemitraan Indonesia dengan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) sebagai potensi besar, mengingat kelompok ini mewakili 40 persen pasar dunia.

    “BRICS adalah potensi market besar. Kita harus manfaatkan momentum ini untuk masuk ke sana,” ujarnya terkait tarif Trump.

    Tak hanya BRICS, kawasan ASEAN juga dinilai memiliki potensi yang belum tergarap optimal. Menurut Akbar, tekanan dari kebijakan AS justru bisa memperkuat solidaritas regional dan menciptakan pasar baru di Asia Tenggara.

    “Jangan lupa kita bagian dari ASEAN. Kebijakan Trump ini justru bisa jadi pemicu lahirnya market baru di kawasan.”

    Pernyataan Akbar menyajikan perspektif kritis sekaligus konstruktif terkait dampak kebijakan tarif AS terhadap ekonomi Indonesia. Ia menekankan pentingnya adaptasi strategis, baik melalui perluasan pasar ekspor, penguatan pasar domestik, maupun pemanfaatan potensi kerja sama dengan BRICS dan ASEAN.

    Pemerintah Indonesia diharapkan dapat merespons secara cermat tarif Trump ini demi mencapai kesepakatan dagang yang adil dan saling menguntungkan.

  • Dampak Tarif AS ke Industri Padat Karya Indonesia, Pemerintah Siapkan Antisipasi

    Dampak Tarif AS ke Industri Padat Karya Indonesia, Pemerintah Siapkan Antisipasi

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah terus berupaya melindungi industri padat karya dari dampak kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS). Industri padat karya tidak hanya berfokus pada ekspor, tetapi juga memiliki peran besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

    Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menyampaikan keprihatinannya terhadap kebijakan tarif tersebut. “Kami prihatin terhadap dampak tarif resiprokal AS terhadap industri padat karya, meliputi tekstil dan garmen, alas kaki, serta industri kelapa sawit dan produk turunannya,” ujarnya dalam acara “Public Forum: Regional Response to Trump 2.0” di Jakarta, Kamis (10/4/2025).

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Ia menjelaskan bahwa industri padat karya juga punya peran penting dalam pembangunan ekonomi di wilayah pedesaan. Oleh karena itu, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan para menteri untuk menyiapkan strategi jangka panjang menghadapi kebijakan AS tersebut.

    Strategi yang disiapkan pemerintah berfokus pada penguatan diplomasi, kerja sama regional, dan diversifikasi pasar ekspor agar Indonesia tidak bergantung pada satu negara tujuan.

    “Kami menghargai hubungan bilateral dan perdagangan dengan Amerika Serikat. Kami pun meyakini bahwa dialog terbuka adalah jalan terbaik untuk menghindari meningkatnya ketegangan perdagangan untuk kemudian hari,” ujar Dyah Roro.

    Melalui dialog tersebut, pemerintah ingin memperjelas cakupan kebijakan tarif resiprokal AS sekaligus membahas dampaknya. “Kerugian tidak hanya untuk eksportir Indonesia, tetapi juga untuk importir dan konsumen di Amerika Serikat,” tambahnya.

    Perluas pasar ekspor

    Dyah menyampaikan, Indonesia kini aktif memperluas pasar ekspor ke beberapa negara seperti Kanada, Uni Eropa, Iran, Jepang, dan Peru. Negara-negara tersebut dianggap penting untuk membuka akses pasar baru.

    Langkah tersebut ditandai dengan finalisasi beberapa perjanjian perdagangan bebas, yaitu Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA), Indonesia-Peru CEPA, Indonesia-EU CEPA, Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), dan Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement (II-PTA).

    Pasar Kanada dinilai potensial karena meningkatnya permintaan terhadap produk halal, makanan laut, hasil pertanian, dan tekstil dari Indonesia. Sementara itu, kerja sama dengan Peru dianggap sebagai pintu masuk ke pasar Amerika Latin.

    Di wilayah Amerika Latin, Indonesia berpeluang memperluas ekspor produk seperti kelapa sawit, karet, farmasi, makanan olahan, dan tekstil. “Tak kalah penting, juga ada Indonesia-EU CEPA. Ini kerja sama perdagangan yang paling ambisius,” kata Dyah.

    Uni Eropa, dengan proyeksi PDB mencapai 18,6 triliun dolar AS, merupakan salah satu pasar konsumen terbesar di dunia. Indonesia menargetkan peningkatan ekspor produk furnitur, tekstil, energi terbarukan, dan produk ramah lingkungan melalui kerja sama ini.

    Di kawasan Asia Pasifik, Indonesia menjalin kemitraan ekonomi dengan Jepang. Menurut Dyah, Jepang masih sangat bergantung pada impor bahan baku dan barang setengah jadi. “Ini menjadi peluang yang ingin kami eksplor lebih jauh,” ujarnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Legislator: Dubes untuk AS penting ditetapkan guna antisipasi dinamika

    Legislator: Dubes untuk AS penting ditetapkan guna antisipasi dinamika

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR RI Sarifah Ainun Jariyah mengingatkan pentingnya Indonesia segera menetapkan Duta Besar untuk Amerika Serikat (AS) guna mengantisipasi berbagai dinamika politik dan kebijakan perdagangan AS, termasuk tarif impor yang ditetapkan Presiden AS Donald Trump.

    “Kehadiran Dubes sangat vital untuk memahami sekaligus mengantisipasi berbagai kebijakan AS, termasuk isu tarif impor yang berdampak pada ekspor Indonesia,” kata Sarifah kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

    Dia pun mendorong penguatan kerja sama bilateral antara Indonesia dan AS untuk mencari solusi alternatif dalam menghadapi kebijakan perdagangan AS.

    “Kerja sama bilateral harus terus diperkuat sebagai langkah strategis mencari jalan tengah,” ujarnya.

    Lebih lanjut, dia juga menekankan pentingnya seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) bergotong royong untuk memperkuat kemandirian ekonomi dalam negeri.

    “Kita perlu mengurangi ketergantungan dengan memperkuat fondasi ekonomi domestik, sekaligus mencari peluang pasar baru,” ucapnya.

    Dia menilai langkah tersebut krusial mengingat AS merupakan mitra dagang strategis Indonesia dengan nilai perdagangan bilateral mencapai miliaran dolar AS setiap tahunnya.

    “Kehadiran diplomat tetap di Washington DC diharapkan dapat lebih memuluskan komunikasi dan negosiasi antara kedua negara,” kata dia.

    Sebelumnya, Senin (7/4), Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno menilai kosongnya kursi duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat (AS) tidak akan memengaruhi proses negosiasi kebijakan tarif AS nanti.

    Menurut dia, tim delegasi yang akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto itu mampu melakukan negosiasi dalam pertemuan tingkat tinggi dengan pihak AS mengingat jabatan yang setara menteri.

    “Ya kita kan kalau begini (proses negosiasi) udah high level (pertemuan tingkat tinggi) ya,” kata Havas usai konferensi pers di Jakarta.

    Ia mengatakan bahwa jabatan duta besar Indonesia untuk AS masih belum terisi disebabkan karena adanya pergantian pemerintahan.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tarif Trump Bikin China dan Eropa Panik Pindahkan Lapak

    Tarif Trump Bikin China dan Eropa Panik Pindahkan Lapak

    Jakarta

    “Pengurangan risiko, diversifikasi, dan mengarahkan ulang lokasi perdagangan” adalah sebuah mantra yang dahulu ditujukan untuk melawan cengkeraman Cina yang semakin kuat dalam perdagangan global.. Namun kini mantra itu justru digunakan untuk menghadapi Amerika Serikat.

    Kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, yang kini mencapai angka mencengangkan sebesar 125% terhadap barang-barang buatan Cina, telah mengguncang pasar keuangan, mulai dari Sydney, Australia, hingga Sao Paolo, Brasil.

    Karena banyak barang Cina diproduksi khusus untuk pasar Amerika Serikat, para ekonom khawatir bahwa Cina akan kesulitan untuk menjual barang-barang tersebut ke konsumen domestik.

    Sebagai gantinya, Beijing tengah menata ulang strategi ekspornya, mengutamakan mitra dagang global lain demi meredam pukulan akibat menurunnya ekspor ke Amerika Serikat.

    Diana Choyleva, pendiri sekaligus kepala ekonom di Enodo Economics, sebuah lembaga riset berbasis di London, Inggris, yang berfokus pada Cina, meyakini bahwa Beijing akan berupaya meningkatkan ekspor ke negara-negara tetangganya di kawasan, termasuk mereka yang secara historis pernah berselisih.

    Cina mencoba merajut kembali hubungan dengan musuh lama

    “Pemulihan dialog ekonomi Beijing dengan Jepang baru-baru ini — yang pertama kali setelah enam tahun — dan Korea Selatan menunjukkan bahwa kekuatan-kekuatan regional tengah menilai ulang hubungan mereka sebagai respons terhadap ketidakpastian yang disebabkan oleh kebijakan perdagangan Amerika Serikat,” ujar Choyleva kepada DW.

    “Meskipun Seoul membantah klaim media negara Cina tentang ‘respons bersama’ terhadap tarif AS, dimulainya kembali kerja sama ekonomi trilateral setelah bertahun-tahun hubungan yang tegang menunjukkan titik balik yang strategis,” imbuhnya.

    “[Para produsen Cina] akan mencari celah-celah kesempatan di Asia Tenggara yang sebelumnya mungkin tidak mereka investasikan waktu, tenaga dan uang di masa lalu karena mereka memiliki pasar Amerika yang menguntungkan yang menyerap semua yang mereka produksi,” ujar Kepala Kebijakan Perdagangan Hinrich Foundation yang bermarkas di Singapura, Deborah Elms.

    Eropa pun perlu mendiversifikasi perdagangan

    Meskipun diberi jeda selama 90 hari, Uni Eropa menghadapi ancaman tarif baru sebesar 20% terhadap ekspor senilai hingga €380 miliar ke Amerika Serikat.

    Para pengambil kebijakan di Brussels. Belgia, kini tengah menimbang langkah serupa seperti yang dilakukan Cina. Uni Eropa menyatakan rencananya untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara di kawasan Indo-Pasifik dan Selatan Global sebagai upaya menghadapi proteksionisme Amerika.

    Dalam kunjungan tiga harinya ke Vietnam pekan ini, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez menegaskan bahwa Eropa harus menjelajahi pasar-pasar baru dan menyatakan bahwa pemerintahnya “sangat berkomitmen” untuk membuka Spanyol dan Eropa bagi lebih banyak perdagangan dengan Asia Tenggara.

    Namun analis kebijakan dari European Policy Centre (EPC), Varg Folkman, memperingatkan bahwa Eropa akan kesulitan menggantikan pasar ekspor lintas-Atlantik dengan pasar lain, karena ekonomi Amerika Serikat “lebih besar dan lebih makmur.”

    Folkman mencatat adanya “perlawanan kuat” di antara negara-negara anggota Uni Eropa terhadap perjanjian dagang baru, dan menyoroti kewaspadaan Prancis dalam membuka sektor pertaniannya terhadap Brasil dan Argentina dalam kesepakatan dagang Uni Eropa dengan Mercosur, blok regional Amerika Selatan.

    Kesepakatan tersebut memakan waktu 25 tahun untuk dinegosiasikan, namun hingga kini belum juga diratifikasi.

    “Perjanjian perdagangan memang kontroversial,” katanya kepada DW. “Mungkin akan sangat sulit untuk menerapkan yang baru, meskipun dengan urgensi yang kita saksikan saat ini.”

    Walau Uni Eropa dan Cina dapat saling meningkatkan perdagangan bilateral, para ekonom dan pembuat kebijakan juga khawatir Eropa akan kesulitan menghadapi pukulan ganda berupa lonjakan tarif AS dan persaingan dagang baru dengan Cina — ekonomi terbesar kedua di dunia.

    Kelebihan pasokan Cina mengancam pesaing di Eropa

    Dalam sebuah komentar yang dipublikasikan pekan ini, Center for Strategic and International Studies (CSIS), sebuah lembaga pemikir di Washington, menulis bahwa “Tarif AS terhadap Cina kemungkinan besar akan mengarah pada pengalihan barang ekspor Cina ke Uni Eropa, yang akan memberikan tekanan tambahan pada produsen Eropa dan kemungkinan besar akan memicu tuntutan untuk respons proteksionis dari Brussels.”

    Uni Eropa telah lama menyuarakan keprihatinan atas besarnya subsidi negara yang diberikan kepada produsen Cina, yang memungkinkan mereka “membuang” barang dengan harga yang sangat murah ke pasar Eropa. Subsidi ini, bersama dengan biaya tenaga kerja yang rendah dan skala ekonomi yang besar, telah menekan para pesaing di Eropa, menyebabkan kebangkrutan dan pemutusan hubungan kerja yang signifikan.

    Kendaraan listrik (EV) adalah contoh terbaru. Berkat subsidi pemerintah, insentif pajak, dan pinjaman murah, merek-merek EV Cina seperti BYD, Nio, dan XPeng kini menyerbu pasar Uni Eropa dengan harga jauh lebih rendah dari pesaing lokalnya.

    Industri otomotif Eropa kini tengah menjalani restrukturisasi besar-besaran, mengancam penutupan pabrik, pengurangan kapasitas produksi, dan hilangnya puluhan ribu lapangan kerja — terutama di Jerman.

    Sementara Washington memberlakukan tarif 100% terhadap kendaraan listrik buatan Cina, yang secara efektif menutup pasar Amerika bagi para pembuat mobil Cina, tarif Uni Eropa bervariasi menurut produsen. Maksimalnya 35,3%, dan hanya 17% untuk BYD.

    Elms, dari Hinrich Foundation, meyakini akan terjadi “ledakan awal” barang-barang murah dari Asia ke berbagai penjuru dunia karena para produsen saat ini sedang “duduk di atas gunungan produk.”

    “Tapi mereka tidak akan terus memproduksi barang-barang yang tidak menghasilkan untung, jadi perusahaan-perusahaan Cina akan segera beralih untuk membuat produk lain. Kalau tidak, mereka akan gulung tikar,” tambahnya.

    Sistem peringatan dini baru dapat mencegah ‘dumping’

    Jörg Wuttke, mantan kepala raksasa industri Jerman BASF di Cina, memperingatkan akan datangnya “tsunami kapasitas berlebih” dari Cina ke Eropa — yang ia harapkan takkan memicu penghalang dagang baru dari Uni Eropa. Ia menyerukan perbaikan “komunikasi dan kepercayaan” antara Brussels dan Beijing guna menghindari gelombang dumping barang yang baru.

    Volkman, pakar kebijakan industri Eropa, meragukan bahwa Uni Eropa akan menerima distorsi perdagangan lebih lanjut tanpa perlawanan, dan mengatakan kepada DW: “Komisi Eropa telah memberi isyarat bahwa mereka akan mengawasi dengan ketat arus impor dan akan mengambil tindakan jika terjadi lonjakan dari Cina atau dari mana pun, yang memaksa mereka untuk bertindak.”

    Pada tahun 2023, Uni Eropa mengumumkan rencana pembentukan satuan tugas pengawasan impor guna memantau lonjakan tiba-tiba dalam arus barang masuk yang dapat mengancam industri dalam negeri. Sistem peringatan dini ini diciptakan sebagai bagian dari upaya Uni Eropa untuk derisk dari Cina di tengah ketegangan geopolitik dan kekhawatiran atas praktik dumping.

    Namun demikian, ada pula kekhawatiran bahwa eksportir Asia lain — bahkan Amerika Serikat — bisa ikut membanjiri pasar Eropa dengan barang murah. Satuan tugas tersebut diharapkan mampu membuat Brussels bergerak lebih sigap dalam menghadapi ancaman dari berbagai penjuru, melalui penyelidikan antidumping, tarif, dan pembatasan sementara terhadap impor.

    Namun, langkah semacam itu kemungkinan akan memicu kritik, karena dianggap meniru kebijakan proteksionis Trump — suatu penyimpangan dari komitmen lama Uni Eropa terhadap perdagangan bebas, sekaligus memperlemah norma-norma Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan berisiko memperuncing ketegangan dagang global.

    *Artikel ini diterbitkan pertama kali dalam bahasa Inggris.

    Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Huru-hara Tarif Trump, DPR Desak Pemerintah Segera Tetapkan Dubes untuk AS

    Huru-hara Tarif Trump, DPR Desak Pemerintah Segera Tetapkan Dubes untuk AS

    PIKIRAN RAKYAT – Anggota Komisi I DPR RI Sarifah Ainun Jariyah menekankan pentingnya Indonesia segera menetapkan Duta Besar untuk Amerika Serikat (AS) guna mengantisipasi dinamika politik dan kebijakan perdagangan AS, termasuk tarif impor yang diambil Presiden Donald Trump.

    “Kehadiran Dubes sangat vital untuk memahami sekaligus mengantisipasi berbagai kebijakan AS, termasuk isu tarif impor yang berdampak pada ekspor Indonesia,” ujar Sarifah kepada wartawan, Jumat, 11 April 2025.

    Anggota Fraksi PDI Perjuangan tersebut mendorong penguatan kerja sama bilateral antara Indonesia dan AS untuk mencari solusi alternatif menghadapi kebijakan perdagangan Amerika.

    “Kerja sama bilateral harus terus diperkuat sebagai langkah strategis mencari jalan tengah,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Sarifah juga menekankan pentingnya gotong royong seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat kemandirian ekonomi dalam negeri.

    “Kita perlu mengurangi ketergantungan dengan memperkuat fondasi ekonomi domestik, sekaligus mencari peluang pasar baru,” katanya.

    Langkah ini dinilai krusial mengingat AS merupakan mitra dagang strategis Indonesia, dengan nilai perdagangan bilateral mencapai miliaran dolar AS setiap tahunnya.

    “Kehadiran diplomat tetap di Washington DC diharapkan dapat lebih memuluskan komunikasi dan negosiasi antara kedua negara,” ujar legislator dapil Banten II ini.

    Pangkas Tarif Impor 10 Persen

    Donald Trump akhirnya melunak soal tarif impor barang perdagangan yang masuk ke Negeri Paman Sam, termasuk pengenaan tarif resiprokal (timbal balik) yang menyasar pada hampir seluruh negara di dunia.

    Demikian pula halnya bagi Indonesia, yang awalnya terkena tarif timbal balik sebesar 32 persen. Kini, barang-barang Indonesia yang masuk ke AS hanya dikenakan sebesar 10 persen.

    Mengutip The Guardian, Kamis, 10 April 2025, Trump mengumumkan penghentian sementara tarif selama 90 hari bagi sebagian besar negara kecuali Tiongkok, yang tarifnya justru dinaikkan menjadi 125 persen.

    Setelah berhari-hari bersikeras ia akan berpegang teguh pada strategi perdagangan agresifnya, Trump mengumumkan semua negara yang tidak membalas tarif AS akan menerima penangguhan hukuman, dan hanya menghadapi tarif AS menyeluruh sebesar 10 persen.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Indonesia Bisa Manfaatkan Peluang Tarif Resiprokal AS Lewat Pengalihan Impor – Halaman all

    Indonesia Bisa Manfaatkan Peluang Tarif Resiprokal AS Lewat Pengalihan Impor – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pasar saham Indonesia memiliki ketahanan yang relatif lebih baik dibanding banyak negara lain, terutama di tengah tekanan pasar global akibat tarif balasan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok,

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, IHSG sempat turun hingga 9 persen di sesi pembukaan dan ditutup melemah 7,9 persen ke level 5.996,14. Namun, posisi Indonesia tetap lebih baik dibandingkan banyak negara lain.

    “Kalau kita lihat banyak negara yang indeks harga sahamnya pada tanggal 8 April dibanding 2 April banyak yang koreksinya sangat dalam hingga 14 persen,” ujar Sri Mulyani Indrawati dikutip, Kamis (10/4/2025).

    Verdhana Sekuritas dalam analisisnya menyatakan, Indonesia bisa memanfaatkan tarif resiprokal yang diberlakukan Pemerintah Amerika Serikat sebagai peluang strategis dengan mengalihkan impor ke produk-produk dari AS seperti produk pertanian, energi, teknologi.

    Selain itu insentif fiskal juga akan dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan impor AS dan mempertahankan daya saing ekspor. Adapun kuota, lisensi, dan hambatan impor lainnya akan dihapuskan untuk meningkatkan kemudahan berbisnis.

    “Ini adalah sebuah perkembangan besar yang disambut baik oleh komunitas bisnis. Persyaratan TKDN juga akan beralih dari mandat yang kaku ke kerangka kerja berbasis insentif untuk meningkatkan daya saing,” tulis Verdhana dalam laporan terbarunya, Kamis (10/4/2025).

    Berdasarkan analisis Verdhana, untuk mengurangi surplus perdagangan dengan AS, Indonesia hanya perlu mengalihkan sejumlah kecil impor ke AS, yang berpotensi menurunkan tarif.

    “Sebaliknya, negara-negara seperti Vietnam perlu meningkatkan impor mereka ke AS sebanyak 11 kali (sekitar 30 persen dari PDB).

    Hal ini memberikan peluang bagi perusahaan untuk berinvestasi di Indonesia dengan tarif yang berpotensi lebih rendah ke pasar AS,: jelas Verdhana.

    Selain itu pemerintah juga akan memberikan perlindungan sektor padat karya dalam negeri, misalnya tekstil, garmen, dan alas kaki, baik terhadap tarif maupun impor ilegal. Akan ada pembentukan gugus tugas khusus untuk mengurangi risiko PHK.

    Kebutuhan untuk mengeksplorasi pasar baru, seperti Uni Eropa dan kawasan lain, juga merupakan bagian dari rencana pemerintah. Terakhir, reformasi bea cukai, administrasi pajak, dan penegakan hukum akan diprioritaskan untuk mengatasi impor ilegal dan praktik dumping.

    “Pertemuan hari ini semakin mendukung pandangan kami bahwa aksi jual di pasar terlalu berlebihan,” sambungnya.

  • UE Siapkan Tarif Balasan Senilai 20 M Atas Kebijakan Tarif Trump

    UE Siapkan Tarif Balasan Senilai 20 M Atas Kebijakan Tarif Trump

    Jakarta

    “Kami tidak ingin harus membalas, tapi maafkan jika kedengarannya seperti sikap anak saya yang berusia tiga tahun: ‘Mereka kan yang mulai duluan’, ” demikian perumpamaan Olof Gill, yang merupakan juru bicara Komisioner Perdagangan Uni Eropa (UE), menggambarkan sikap Uni Eropa terhadap kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump terhadap produk Eropa.

    Para diplomat UE telah menyepakati bentuk respons mereka hari Rabu (9/4) sebelum Trump menangguhkan tarif selama 90 hari dan menurunkannya ke ambang minimum sebesar 10%, dengan mengumumkan tarif balasan senilai lebih dari €20 miliar atas ekspor produk Amerika Serikat.

    Mereka menyebut tarif Amerika Serikat sebagai “tindakan tak berdasar dan merugikan, yang menimbulkan luka ekonomi di kedua belah pihak.”

    Komisi Eropa dalam pernyataannya menyatakan, mereka lebih mengutamakan “hasil negosiasi yang seimbang dan saling menguntungkan.” Blok yang terdiri dari 27 negara ini terus menimbang seberapa besar kekuatan yang hendak dikerahkan dalam retaliasi jangka panjang, Komisi Eropa lebih jauh menjelaskan, langkah balasan ini akan dijalankan dalam tiga tahap.

    Tahap pertama mencakup barang senilai €3,9 miliar dan mulai berlaku pekan depan. Selanjutnya, €13,5 miliar akan diberlakukan pertengahan Mei, dengan putaran akhir sebesar €3,5 miliar dijadwalkan mulai Desember nanti.

    Dari kedelai hingga baja

    Para diplomat UE mengonfirmasi kepada DW bahwa gelombang pertama tarif balasan, dengan kenaikan hingga 25% akan menyasar komoditas baja dan aluminium, serta berbagai produk pangan seperti unggas, kacang-kacangan, dan kedelai.

    Dengan strategi yang tampaknya menyasar basis pendukung Partai Republik, daftar produk terkena tarif juga mencakup sepeda motor hingga celana jeans, dengan tujuan membuat barang-barang tersebut menjadi lebih mahal dan kurang menarik bagi pembeli Eropa.

    Gelombang pertama ini merupakan tanggapan atas tarif baja dan aluminium AS yang diumumkan bulan lalu, sebelum Trump mengeluarkan perintah lebih besar tentang “tarif timbal balik”.

    Bea terhadap kedelai dan almond, yang dampaknya jauh lebih signifikan bagi produsen AS, akan diberlakukan akhir tahun.

    Para diplomat menyebut penundaan ini lebih bersifat hukum daripada politik, dan memberi ruang bagi Brussels untuk bernegosiasi demi menghindari perang dagang berskala penuh.

    Kesepakatan atau jalan buntu?

    Komisioner Perdagangan UE, Maros Sefcovic, selama berminggu-minggu sibuk dengan penerbangan dan panggilan telepon ke Washington, sembari mencoba mencari titik temu agar tarif dapat dicegah. Namun semua upaya sia-sia.

    Setelah Brussels secara terbuka menawarkan untuk menghapus semua tarif atas mobil dan produk industri awal pekan ini, Trump dengan cepat menolak.

    Komisi Eropa menegaskan, langkah-langkah balasan ini bisa diberlakukan sebagaimana tarif Trump sendiri yang segera mengalami perubahan.

    Namun menurut analis dari Centre for European Policy Studies, Cinzia Alcidi, cara “kasar” perhitungan tarif oleh AS menunjukkan bahwa pemerintahan Trump “tidak benar-benar berniat untuk melakukan pertukaran yang adil.”

    Alcidi menduga hanya tekanan domestik yang bisa memaksa Presiden AS membuka diri terhadap kompromi. “Tarif, pada dasarnya adalah pajak atas konsumen dalam negeri, akan menyebabkan harga-harga melonjak. Bisnis, terutama yang bergantung pada komponen impor, juga akan mengalami kesulitan,” paparnya.

    “Jika inflasi meningkat dan ketidakpuasan publik membuncah, popularitas Trump bisa menurun, dan kegelisahan dalam Kongres AS makin menguat.”

    Apakah teknologi AS akan jadi sasaran selanjutnya?

    Namun rasa perih juga dirasakan oleh Eropa. Peneliti Niclas Poitiers mencatat bahwa dunia usaha dan masyarakat mulai menunjukkan kegelisahan.

    “Ada titik tengah antara perlunya bertindak tegas, dan keinginan untuk menunjukkan bahwa kita adalah pihak yang mencari solusi dan tidak ingin memperuncing situasi,” ujar Poitiers dari lembaga pemikir Bruegel yang bermarkas di Brussels.

    Saat Eropa mempertimbangkan opsi retaliasi jangka panjang, ekspor jasa Amerika termasuk dari raksasa teknologi, dan perusahaan konsultasi bisa saja menjadi target.

    Sering disebut sebagai “opsi nuklir” Brussels dalam konflik dagang, Instrumen Anti-Koersi (Anti-Coercion Instrument/ACI) memberikan UE kemampuan melebihi mekanisme perdagangan biasa.

    Dibentuk pada tahun 2023 sebagai tanggapan atas blokade Cina terhadap impor Lithuania akibat dukungannya terhadap Taiwan, ACI memungkinkan UE untuk membatasi operasional bank-bank AS, memotong akses pendapatan layanan streaming seperti Netflix, bahkan mencabut hak paten milik AS.

    Namun seorang diplomat UE menegaskan kepada DW bahwa “belum ada nafsu untuk menekan tombol itu,” seraya menambahkan, wacana menyasar sektor teknologi masih sebatas spekulasi.

    Bayang-bayang tarif dari Cina

    Kekhawatiran yang lebih mendesak bagi UE adalah, membanjirnya barang murah dari Cina dan negara-negara Asia lain yang kini mencari pasar baru di luar AS.

    Negeri tirai bambu itu telah mengumumkan tarif balasan hingga 84% terhadap produk asal AS. Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, telah membahas persoalan ini lewat sambungan telepon dengan Perdana Menteri Cina, Li Qiang, pada Selasa (08/04) lalu.

    Dalam kesimpulan yang diterbitkan Brussels, disebutkan bahwa kedua pihak membicarakan “mekanisme untuk melacak potensi pengalihan perdagangan dan memastikan setiap perkembangan ditangani dengan semestinya.”

    *Artikel ini awalnya diterbitkan dalam bahasa Jerman.

    Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningsih

    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini