Yusril Sebut Navayo Lakukan Wanprestasi Proyek Satelit Kemenhan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas)
Yusril Ihza Mahendra
menyebut
Navayo International AG
melakukan wanprestasi dalam proyek satelit
Kementerian Pertahanan
(Kemhan).
Yusril mengatakan, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Navayo baru mengerjakan pekerjaan dengan nilai Rp 1,9 miliar dari tagihan sebesar 16 juta dollar AS atas proyek satelit tersebut kepada Kemenhan.
“Jadi, jauh sama sekali daripada apa yang diperjanjikan oleh Kemhan dengan mereka,” kata Yusril di Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Kumham Imipas, Kamis (20/3/2025).
Sengketa proyek satelit
ini pun memasuki babak baru.
Berdasarkan putusan arbitrase International Criminal Court (ICC) di Singapura, pemerintah berkewajiban membayar ganti rugi kepada perusahaan Navayo sebesar 24,1 juta dollar Amerika Serikat (AS).
Apabila pembayaran tersebut tidak dilakukan, akan dikenai bunga keterlambatan sebesar 2.568 dollar AS per hari sampai putusan arbitrase ICC dibayarkan.
“Di dalam persidangan dispute mengenai masalah pengadaan bagian-bagian dari satelit Kementerian Pertahanan pada tahun 2016. Oleh Arbitrasi Singapura kita dikalahkan dan kita harus membayar sejumlah utang atau ganti rugi kepada pihak Navayo,” kata Yusril.
Yusril mengatakan persoalan yang berlarut-larut tersebut membuat Navayo mengajukan permohonan penyitaan aset properti pemerintah yang dimiliki oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris, Perancis.
“Masalah ini dirundingkan berlarut-larut, sampai akhirnya Navayo mengajukan permohonan kepada Pengadilan Perancis untuk mengeksekusi putusan dari Arbitrase Singapura dan meminta untuk dilakukan penyitaan terhadap beberapa aset pemerintahan Republik Indonesia yang ada di Perancis,” ujar dia.
Yusril mengatakan pemerintah menghormati putusan pengadilan Arbitrase Singapura yang menyatakan pemerintah kalah dan diwajibkan membayar ganti rugi.
Ia akan berkoordinasi dengan kementerian terkait, termasuk Kementerian Keuangan, untuk memenuhi putusan tersebut.
“Nanti masalah ini akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden hasil pertemuan dan pembahasan rapat koordinasi hari ini,” ujar Yusril.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan berupaya menghambat penyitaan aset pemerintah di Prancis.
Sebab, menurut Yusril, penyitaan tersebut melanggar Konvensi Wina terkait perlindungan aset diplomatik yang tidak bisa disita.
“Walaupun hal ini sudah dikabulkan oleh Pengadilan Prancis, pihak kita tetap akan melakukan upaya-upaya perlawanan untuk menghambat eksekusi ini terjadi,” kata dia.
Kasus proyek pengelolaan satelit di Kemenhan yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah ini diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat masih menjabat.
Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2015, ketika Indonesia menyewa satelit dan tidak memenuhi kewajiban bayar sesuai nilai sewa.
Hal ini menyebabkan Indonesia digugat di pengadilan
arbitrase internasional
sehingga harus membayarkan uang sewa dan biaya arbitrase dengan nilai fantastis.
Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara harus mengeluarkan pembayaran untuk sewa satelit.
“Biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar,” kata Mahfud.
Tak hanya itu, Navayo juga mengajukan tagihan sebesar 16 juta dollar AS kepada Kemenhan.
Terkait perkara ini, Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021 mengeluarkan putusan yang mewajibkan Kemenhan membayar 20.901.209 dollar AS atau setara Rp 314 miliar kepada Navayo.
“Selain keharusan membayar kepada Navayo, Kemhan juga berpotensi ditagih pembayaran oleh Airbus, Detente, Hogan Lovells, dan Telesat, sehingga negara bisa mengalami kerugian yang lebih besar lagi,” kata Mahfud.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Paris
-
/data/photo/2025/01/11/6781e7d031c59.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Yusril Sebut Navayo Lakukan Wanprestasi Proyek Satelit Kemenhan
-
/data/photo/2025/02/20/67b7123e000a6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Kalah Sengketa soal Satelit Kemenhan, Indonesia Wajib Bayar 24,1 Juta Dollar AS ke Navayo Nasional
Kalah Sengketa soal Satelit Kemenhan, Indonesia Wajib Bayar 24,1 Juta Dollar AS ke Navayo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –Sengketa proyek satelit
Kementerian Pertahanan (
Kemhan
) dengan
Navayo International AG
memasuki babak baru.
Berdasarkan putusan arbitrase International Criminal Court (ICC) di Singapura, pemerintah berkewajiban membayar ganti rugi kepada perusahaan Navayo sebesar 24,1 juta Dollar Amerika Serikat (AS).
Apabila pembayaran tersebut tidak dilakukan, akan dikenai bunga keterlambatan sebesar 2.568 Dollar AS per hari sampai
putusan arbitrase ICC
dibayarkan.
“Di dalam persidangan
dispute
mengenai masalah pengadaan bagian-bagian dari satelit Kementerian Pertahanan pada tahun 2016. Oleh Arbitrasi Singapura kita dikalahkan dan kita harus membayar sejumlah utang atau ganti rugi kepada pihak Navayo,” kata Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra di kantornya, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Yusril mengatakan, persoalan yang berlarut-larut tersebut membuat Navayo mengajukan permohonan penyitaan aset properti pemerintah di Prancis.
Ia menjelaskan, aset properti milik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris, Perancis.
“Masalah ini dirundingkan berlarut-larut, sampai akhirnya Navayo mengajukan permohonan kepada Pengadilan Prancis untuk mengeksekusi putusan dari Arbitrase Singapura dan meminta untuk dilakukan penyitaan terhadap beberapa aset pemerintahan Republik Indonesia yang ada di Prancis,” ujar dia.
Yusril mengatakan, pemerintah menghormati putusan pengadilan Arbitrase Singapura yang menyatakan pemerintah kalah dan diwajibkan membayar ganti rugi.
Ia akan berkoordinasi dengan kementerian terkait, termasuk Kementerian Keuangan, unuk memenuhi putusan tersebut.
“Nanti masalah ini akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden hasil pertemuan dan pembahasan rapat koordinasi hari ini,” ujar Yusril.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan berupaya menghambat penyitaan aset pemerintah di Prancis.
Sebab, menurut Yusril, penyitaan tersebut melanggar Konvensi Wina terkait perlindungan aset diplomatik yang tidak bisa disita.
“Walaupun hal ini sudah dikabulkan oleh Pengadilan Perancis, pihak kita tetap akan melakukan upaya-upaya perlawanan untuk menghambat eksekusi ini terjadi,” kata dia.
Lebih lanjut, Yusril mengatakan, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan bahwa Navayo juga melakukan wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya.
Ia menyatakan, Navayo baru mengerjakan pekerjaannya sejumlah Rp 1,9 miliar.
“Jadi, jauh sama sekali daripada apa yang diperjanjikan oleh Kemhan dengan mereka. Tapi ketika kita kalah di arbitrase Singapura, kita harus membayar dalam jumlah yang sangat besar,” ucap dia.
Kasus proyek pengelolaan satelit di Kemenhan yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah ini diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat masih menjabat.
Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2015, ketika Indonesia menyewa satelit dan tidak memenuhi kewajiban bayar sesuai nilai sewa.
Hal ini menyebabkan Indonesia digugat di pengadilan arbitrase internasional sehingga harus membayarkan uang sewa dan biaya arbitrase dengan nilai fantastis.
Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara harus mengeluarkan pembayaran untuk sewa satelit.
“Biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar,” kata Mahfud.
Tak hanya itu, Navayo juga mengajukan tagihan sebesar 16 juta dollar AS kepada Kemenhan.
Terkait perkara ini, Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021 mengeluarkan putusan yang mewajibkan Kemenhan membayar 20.901.209 dollar AS atau setara Rp 314 miliar kepada Navayo.
“Selain keharusan membayar kepada Navayo, Kemhan juga berpotensi ditagih pembayaran oleh Airbus, Detente, Hogan Lovells, dan Telesat, sehingga negara bisa mengalami kerugian yang lebih besar lagi,” kata Mahfud.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Iran Bebaskan Warga Prancis yang Ditahan Sejak Tahun 2022
Paris –
Otoritas Iran membebaskan seorang warga negara Prancis, Olivier Grondeau, yang ditahan oleh Teheran sejak Oktober 2022. Presiden Emmanuel Macron mengumumkan Grondeau kini telah kembali ke Prancis.
Pembebasan Grondeau itu, seperti dilansir AFP, Kamis (20/3/2025), diumumkan langsung oleh Marcon dalam pernyataan via media sosial X pada Kamis (20/3) waktu setempat. Macron mengatakan bahwa Grondeau yang berusia 34 tahun telah “bebas dan bersama orang-orang yang dicintainya”.
Dia kemudian menegaskan bahwa “mobilisasi kita tidak akan melemah” untuk memastikan pembebasan dua warga negara Prancis lainnya yang masih ditahan oleh Iran, dalam apa yang dipandang Paris sebagai penyanderaan oleh negara.
Marcon tidak menyampaikan informasi lebih lanjut soal kronologi pembebasan Grondeau setelah dia ditahan selama hampir 900 hari di Iran.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis, Jean-Noel Barrot, memposting foto Grondeau di dalam pesawat saat kembali ke Prancis.
Dua warga negara Prancis lainnya yang masih ditahan Iran adalah seorang guru bernama Cecile Kohler dan pasangannya Jacques Paris. Keduanya ditahan oleh Teheran pada Mei 2022 atas tuduhan berusaha mengobarkan unjuk rasa buruh. Tuduhan itu telah dibantah oleh keluarga keduanya.
“Setelah disandera di Iran selama 887 hari, dia telah dipertemukan kembali dengan keluarganya, orang-orang tercintanya, dan negaranya. Ini melegakan sekali,” tulis Barrot dalam pernyataannya.
Tonton juga Video: Iran Ogah Negosiasi Nuklir dengan AS karena ‘Diintimidasi’
Grondeau ditangkap di Shiraz, Iran bagian selatan, pada Oktober 2022 dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena “berkonspirasi melawan Republik Islam”.
Keluarga Grondeau menolak tuduhan tersebut, dan menggambarkan Grondeau sebagai penggemar berat puisi Persia yang pergi ke Iran dengan visa turis sebagai bagian dari tur keliling dunia.
Negara-negara Barat selama bertahun-tahun menuduh Iran menahan warga negara mereka dengan tuduhan yang dibuat-buat dalam kebijakan penyanderaan negara untuk menggunakan warga negara asing (WNA) itu sebagai alat tawar-menawar demi memperoleh konsesi.
Tonton juga Video: Iran Ogah Negosiasi Nuklir dengan AS karena ‘Diintimidasi’
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-

Update Perang Rusia-Ukraina: Putin Tolak Gencatan Senjata-NATO Pecah
Jakarta, CNBC Indonesia – Perang antara Rusia dan Ukraina masih terus terjadi hingga hari ini. Walau ada diskusi antara Presiden Rusia Vladimir Putin dengan penyokong nomor satu Ukraina, Amerika Serikat (AS), prospek perdamaian keduanya masih cukup jauh.
Rusia melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024. Moskow berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.
Hingga saat ini, peperangan masih terus terjadi. Berikut perkembangan terbarunya sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia, Rabu (19/3/2025):
1. Putin Tolak Gencatan Senjata
Rusia disebut secara efektif menolak proposal gencatan senjata yang didukung Amerika Serikat (AS). Hal ini setelah Kyiv melaporkan serangkaian serangan terhadap infrastruktur sipil, beberapa jam setelah Moskow setuju untuk menghentikan sementara serangan terhadap fasilitas energi selama 30 hari.
Ledakan terdengar dan sirene serangan udara meraung di Ukraina hanya beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara.
Washington awalnya mendorong gencatan senjata 30 hari segera, sebagai langkah pertama untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama tiga tahun, namun hanya disetujui Putin di bagian energi karena menunggu langkah AS untuk menghentikan semua bantuan militer dan intelijen Barat ke Ukraina.
“Telah terjadi serangan, khususnya pada infrastruktur sipil, termasuk sebuah rumah sakit di Sumy,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Selasa malam, dikutip AFP Rabu (19/3/2025)
“Serangan malam hari seperti inilah yang dilakukan Rusia yang menghancurkan sektor energi kita, infrastruktur kita, dan kehidupan normal warga Ukraina,” tambahnya. “Hari ini, Putin secara efektif menolak usulan gencatan senjata penuh.”
Zelensky menuduh Rusia tidak untuk mengakhiri perang. Di Kyiv, warga Ukraina yang lelah perang cenderung setuju.
“Saya sama sekali tidak percaya Putin, tidak sepatah kata pun,” kata Lev Sholoudko, 32 tahun. “Dia hanya mengerti kekerasan,” tambahnya.
Sementara itu, di seberang perbatasan, pejabat layanan darurat Rusia mengatakan puing-puing dari serangan pesawat nirawak Ukraina yang berhasil digagalkan. Ini memicu kebakaran di depot minyak di desa Kavkazskaya.
Sebelumnya selain setuju penghentian serangan ke sektor energi Ukraina, Moskow dan Kyiv juga akan menukar 175 tahanan masing-masing pada hari Rabu. Pembicaraan lebih lanjut akan segera dilakukan di Timur Tengah.
“Kami sepakat untuk melakukan Gencatan Senjata segera pada semua Energi dan Infrastruktur, dengan pemahaman bahwa kami akan bekerja cepat untuk melakukan Gencatan Senjata Lengkap dan, pada akhirnya, MENGAKHIRI Perang yang sangat mengerikan antara Rusia dan Ukraina ini,” tulis Trump setelah pembicaraan di platform Truth Social miliknya.
2. Nuklir Prancis Bergerak
Prancis akan meningkatkan salah satu pangkalan udara utamanya di sepanjang perbatasannya dengan Jerman untuk menampung pesawat tempur Rafale yang dapat dipersenjatai rudal jelajah nuklir. Hal ini disampaikan langsung oleh Presiden Emmanuel Macron.
Mengutip Russia Today, pangkalan udara itu adalah pangkalan Pangkalan Luxeuil-Saint-Sauveur. Pangkalan itu sejatinya pernah menampung senjata nuklir hingga 2011 lalu.
“Pangkalan udara Luxeuil akan ditingkatkan dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya dan mendapatkan kembali peran penuhnya dalam penangkal nuklir Prancis,” kata Macron.
“Pada tahun 2035, Luxeuil akan menjadi pangkalan pertama yang menampung versi berikutnya dari Rafale dan rudal nuklir hipersoniknya. Garnisun tersebut akan berlipat ganda ukurannya menjadi hampir 2.000 personel militer dan sipil untuk menampung dua skuadron Rafale.”
Tanpa menyebut nama Rusia, Macron mengatakan bahwa Prancis telah menemukan dirinya dalam dunia yang ‘semakin berbahaya dan tidak pasti’ sejak permusuhan terbuka pecah antara Moskow dan Kyiv pada tahun 2022.
Pengumuman tersebut muncul setelah kanselir terpilih Jerman, Friedrich Merz, menyarankan bahwa Prancis dapat memperluas persenjataan nuklirnya untuk melindungi negaranya dan anggota Uni Eropa (UE) lainnya. Macron menanggapi dengan mengatakan bahwa masalah tersebut akan dibahas.
Rusia telah mengutuk program militerisasi UE sebagai tindakan yang gegabah dan meningkatkan eskalasi. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan awal bulan ini bahwa retorika konfrontatif dan rencana konfrontatif yang sekarang kita lihat di Brussels dan di ibu kota Eropa dapat menghambat ditemukannya resolusi damai atas konflik Ukraina.
3. Eropa Komentari Trump-Putin
Sejumlah negara Eropa buka suara soal panggilan telepon Trump dan Putin. Para pemimpin Prancis dan Jerman menyambut baik perundingan tersebut, tetapi menekankan perlunya untuk terus mendukung Ukraina.
“Langkah selanjutnya harus berupa gencatan senjata penuh untuk Ukraina dan secepat mungkin. Tentu saja jelas bahwa kami berdua juga setuju mengenai hal ini,” kata Kanselir Olaf Scholz pada konferensi pers di Berlin bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Scholz menegaskan kembali bahwa Jerman akan mendukung Ukraina dan “tidak akan mengecewakan Kyiv. Macron menyebut kesepakatan Rusia untuk menghentikan serangan terhadap fasilitas energi sebagai “awal yang baik” dalam proses perdamaian.
“Kami akan terus mendukung tentara Ukraina dalam perang perlawanannya terhadap agresi Rusia,” katanya.
Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto menggambarkan panggilan telepon Trump-Putin sebagai berita bagus bagi Eropa.
“Hari ini, presiden Amerika dan Rusia telah membuat langkah besar lainnya menuju perdamaian, dan kami berharap Brussels tidak akan dapat mencegah tercapainya kesepakatan damai,” tulisnya di Facebook. Ia berharap kedua pihak akan menghormati jeda pemogokan terhadap infrastruktur energi.
4. Putin Buka Suara soal Sanksi
Menjelang teleponnya dengan Trump, Putin mengatakan sanksi Barat bukanlah tindakan sementara, melainkan alat untuk memberikan tekanan strategis terhadap Rusia. Ia menuding para pesaing negara itu akan selalu berusaha melemahkannya.
Menurut Putin, total 28.595 sanksi telah dijatuhkan terhadap perusahaan dan individu Rusia dalam beberapa tahun terakhir, lebih banyak dari semua pembatasan lainnya terhadap negara lain jika digabungkan. Ia menambahkan bahwa Barat tidak bermaksud untuk menahan diri, mengancam sanksi baru dan “mengeluarkan paket-paket ini satu demi satu.”
“Sanksi bukanlah tindakan sementara atau terarah; sanksi adalah mekanisme tekanan strategis dan sistemik terhadap negara kita,” kata Putin. “Bahkan jika sanksi terhadap negara itu dilonggarkan, Barat akan menemukan cara lain untuk mengacaukan rencana.”
5. NATO Pecah
Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni telah menolak gagasan pengerahan pasukan di Ukraina. Pernyataan ini ia keluarkan setelah Prancis dan Inggris mengusulkan pengiriman pasukan penjaga perdamaian untuk mengamankan gencatan senjata antara Kyiv dan Moskow.
Meloni menyatakan penolakannya dalam pidatonya di majelis tinggi parlemen Italia. Menurutnya, Italia menghormati usulan tersebut tetapi tidak yakin hal itu akan membawa stabilitas di kawasan.
“Mengirim pasukan Italia ke Ukraina adalah topik yang tidak pernah ada dalam agenda,” kata Meloni kepada Senat, sebagaimana dikutip oleh la Repubblica.
“Usulan Prancis-Inggris merupakan pilihan yang sangat rumit, berisiko, dan tidak efektif. Italia mendukung upaya perdamaian yang digagas Presiden AS Donald Trump.”
Moskow telah berulang kali menolak gagasan penempatan tentara dari negara-negara NATO di Ukraina. Kremlin peringatan bahwa hal itu dapat menyebabkan konfrontasi langsung antara Rusia dan blok militer yang dipimpin AS.
Paris dan London telah bergegas untuk mengkonsolidasikan dukungan militer bagi Ukraina sementara AS mendorong kesepakatan damai dengan Rusia. Washington baru-baru ini mengusulkan gencatan senjata selama 30 hari.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pekan lalu bahwa ia mendukung usulan gencatan senjata Washington pada prinsipnya, tetapi mengatakan bahwa beberapa syarat penting harus dipenuhi terlebih dahulu.
(sef/sef)
-

Pemprov Jakarta Bakal Tiru Paris dan Bangkok demi Tangani Polusi Udara
Jakarta –
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta bakal meniru Paris dan Bangkok dalam menangani polusi udara. Salah satunya upaya memperbanyak Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU).
“Belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU. Jakarta saat ini memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya 5 unit. Ke depan kita akan menambah jumlahnya agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat,” kata Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto di Jakarta, dilansir Antara, Rabu (19/3/2025).
Asep menyebut keterbukaan data menjadi langkah penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis. Dia mengatakan penyampaian data polusi udara harus lebih terbuka agar intervensi bisa lebih efektif.
Asep juga menilai bahwa yang dibutuhkan bukan hanya intervensi sesaat, tetapi langkah-langkah berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara. DLH DKI Jakarta menargetkan penambahan 1.000 SPKU berbiaya rendah agar pemantauan lebih luas dan akurat.
Dengan upaya ini, dia yakin sumber pencemaran dapat terdeteksi lebih jelas, termasuk bagaimana polutan dari luar Jakarta masuk ke wilayah Ibukota.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Subbidang Informasi Pencemaran Udara BMKG, Taryono Hadi menyatakan fenomena El Nino tidak terjadi secara global tahun ini. Akibatnya, musim kemarau di Indonesia yang biasanya dimulai pada awal April diperkirakan akan mundur hingga akhir bulan.
“Kami melihat adanya pergeseran pola musim kemarau tahun ini. Jika biasanya berlangsung lebih cepat, kini musim kemarau diperkirakan mulai lebih lambat dan puncaknya bergeser ke bulan September,” ujar Taryono.
Taryono juga menyoroti curah hujan memiliki peran penting dalam mengurangi polusi udara. Pada bulan-bulan kering seperti Juni hingga Agustus, kualitas udara di Jakarta cenderung memburuk karena meningkatnya polutan di atmosfer.
(azh/yld)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-

Gerhana Matahari akan Muncul pada 29 Maret 2025
Bisnis.com, JAKARTA – Pada hari Sabtu, 29 Maret, dua minggu setelah gerhana bulan total terlihat di seluruh Amerika Utara, para pengamat langit akan disuguhi peristiwa spektakuler yang belum pernah terlihat dari mana pun sejak Oktober lalu, yakni gerhana matahari.
Selama gerhana ini, yang diperkirakan akan menjadi salah satu peristiwa pengamatan langit terbaik pada tahun 2025, para pengamat di Kanada bagian timur dan AS bagian timur laut akan dapat menyaksikan matahari terbit yang gerhananya sebagian.
Dilansir dari livescience, ini akan menjadi gerhana matahari pertama di Amerika Utara sejak “Gerhana Amerika Besar” pada tanggal 8 April 2024.
Peristiwa ini akan menjadi gerhana matahari sebagian yang dalam, sekitar 93% cakram matahari akan terhalang oleh bulan baru.
Dengan demikian, ini akan menjadi gerhana matahari total yang hampir terjadi tetapi tidak sepenuhnya. Peristiwa ini akan terlihat saat matahari terbit dan segera setelahnya dari beberapa bagian Amerika Utara, dan kemudian dari Greenland, Islandia, Eropa, dan Afrika barat laut, di mana ini akan menjadi gerhana yang lebih kecil saat matahari naik lebih tinggi di langit sepanjang pagi.
Masyarakat di Rusia barat laut dapat menyaksikan gerhana pada sore hari, dengan matahari terbenam yang tertutup sebagian terjadi di wilayah terpencil Siberia.
Di mana dan kapan gerhana matahari akan terlihat?
Gerhana matahari parsial akan berlangsung selama sekitar dua jam di seluruh planet, antara pukul 4:50 pagi dan 8:43 pagi ET (8:50 UTC dan 12:43 UTC).
Tempat terbaik untuk melihat gerhana adalah Quebec utara, di mana maksimum 93,1% matahari akan terhalang oleh bulan. Semakin dekat lokasi mana pun dengan Akulivik di Quebec utara, semakin dalam gerhana akan terjadi di sana. Namun, wilayah ini juga melihat gerhana saat matahari terbit.
Lokasi pilihan untuk melihat tontonan tersebut termasuk timur laut Kota Quebec dan di sepanjang perbatasan antara Maine dan New Brunswick.
Dari AS bagian timur yang bersebelahan, matahari akan mengalami gerhana hingga maksimum 85%, menurut In The Sky.
Namun, itu hanya akan terjadi di Maine utara; sebagian besar pusat populasi di Pantai Timur akan kehilangan tontonan paling dramatis tersebut. Misalnya, Philadelphia hanya akan mendapatkan cakupan sebesar 11%, sementara Washington, D.C., hanya akan mendapatkan cakupan sebesar 1%. Matahari terbit yang terhalang akan terlihat dari Pantai Timur AS, dari perbatasan Kanada hingga Virginia Beach, Virginia.
Reykjavik, Islandia, akan melihat 67% matahari terhalang oleh bulan, dengan cakupan yang lebih sedikit di Dublin (41%), London (30%), Paris (23%) dan Berlin (15%).
-

Politisi Prancis Desak AS Kembalikan Patung Liberty!
Paris –
Seorang anggota parlemen Eropa asal Prancis, Raphael Glucksmann, mendesak Amerika Serikat (AS) untuk mengembalikan Patung Liberty. Politisi ini menyebut pergeseran kebijakan AS di bawah Presiden Donald Trump baru-baru ini bertentangan dengan nilai-nilai fundamental yang diwakili oleh monumen tersebut.
Glucksmann dalam pernyataannya, seperti dikutip media Prancis, Le Monde dan dilansir RT.com, Senin (17/3/2025), menuduh rakyat AS saat ini “tampaknya membenci” hadiah dari Prancis yang melambangkan kebebasan tersebut.
Patung Liberty, yang dirancang oleh pematung Prancis Frederic Auguste Bartholdi dan dibangun oleh Gustave Eiffel, diberikan kepada AS untuk memperingati 100 tahun kemerdekaan Amerika.
Sejak tahun 1886 silam, Patung Liberty telah berdiri di pelabuhan New York sebagai simbol kebebasan dan mercusuar bagi para imigran yang mencari kehidupan yang lebih baik.
Glucksmann yang merupakan anggota Parlemen Eropa berhaluan kiri-tengah dan pendukung setia Ukraina, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan Trump, termasuk dorongan untuk memediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina.
Dia menuduh rakyat AS kini “berpihak pada tiran”.
“Kami akan mengatakan kepada rakyat Amerika yang memilih untuk berpihak kepada para tiran, kepada rakyat Amerika yang memecat para peneliti karena menuntut kebebasan ilmiah: Kembalikan Patung Liberty pada kami,” tegas Glucksmann saat berbicara dalam konvensi Partai Place Publique yang menaunginya pada Minggu (16/3).
Sejak kembali ke Gedung Putih untuk masa jabatan keduanya pada pertengahan Januari lalu, Trump mengambil serangkaian kebijakan keras, termasuk merombak badan-badan pemerintah AS dalam upaya mencegah pemborosan pengeluaran negara.
Dia juga meluncurkan tindakan keras terhadap imigrasi ilegal dan memblokir inisiatif bantuan asing, yang dianggapnya tidak sejalan dengan kebijakan “America First”. Rentetan perintah eksekutif Trump juga menargetkan hibah federal untuk penelitian iklim dan studi gender.
“Hal kedua yang akan kami katakan kepada rakyat Amerika adalah: Jika Anda memecat para peneliti terbaik Anda, jika Anda ingin memecat semua orang yang, melalui kebebasan mereka, inovasi mereka, dan keraguan dan penelitian mereka, telah menjadikan negara Anda sebagai kekuatan terdepan di dunia, maka kami akan menyambut mereka,” cetus Glucksmann.
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu


