kab/kota: Paris

  • Kejagung Geledah Rumah Nadiem Makarim, Amankan Dokumen Penting

    Kejagung Geledah Rumah Nadiem Makarim, Amankan Dokumen Penting

    Bisnis.com, Jakarta — Penyidik Kejaksaan Agung kembali menggeledah kediaman tersangka mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim dan menemukan dokumen terkait kasus korupsi Chromebook.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriyatna mengemukakan bahwa penggeledahan itu dilakukan di apartemen milik tersangka Nadiem Makarim yang ada di wilayah Jakarta Selatan pada 2-3 pekan lalu.

    “Mungkin sekitar 2 atau 3 minggu yang lalu, nanti saya cek pastinya ya. Di salah satu tempat,” tutur Anang di Kejaksaan Agung Jakarta, Jumat (12/9).

    Anang menjelaskan dari penggeledahan itu, penyidik mengamankan sejumlah dokumen yang diduga kuat berkaitan dengan perkara korupsi pengadaan Chromebook.

    “Sementara yang diamankan itu dokumen terkait kasus korupsi digitalisasi pendidikan dulu ya,” katanya.

    Menurut Anang, tim penyidik masih buka peluang untuk menetapkan tersangka baru terkait perkara korupsi chromebook itu, selama ada barang bukti yang memperkuat pembuktian.

    Anang mengaku tidak mau ambil pusing soal pernyataan Hotman Paris selaku tim kuasa hukum tersangka Nadiem Makarim yang menyebut perkara kliennya mirip dengan kasus Tom Lembong.

    “Silakan saja, itu kan pendapat penasihat  hukum dan terhadap kliennya, tapi yang jelas perbuatan tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas kepada memperkaya diri sendiri tapi memperkaya orang lain juga kan unsurnya sudah jelas disitu,” ujarnya.

    Kejagung Dalami Kerugian Negara

    Kejaksaan Agung (Kejagung) masih belum mengungkap aliran dana kepada tersangka Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi Chromebook periode 2019–2022. Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan bahwa pihaknya masih mendalami keuntungan eks Mendikbudristek dalam kasus rasuah tersebut.

    “Itu masih didalami ya semuanya. Jangan dikira-kira,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Kamis (4/9/2025).

    Dia menambahkan, dalam kasus korupsi program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek ini telah ditemukan kerugian negara sebesar Rp1,9 triliun. Kerugian negara itu timbul dari perhitungan selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode ilegal gain. Perinciannya, item software Rp480 miliar, dan mark up dari selisih harga kontrak di luar CDM senilai Rp1,5 triliun.

    “Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan alat TIK tersebut diperkirakan sekitar Rp1,98 triliun,” imbuhnya.

    Adapun, kata Nurcahyo, kerugian negara ini belum final lantaran masih dalam perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Yang saat ini masih dalam penghitungan lebih lanjut oleh BPKP,” pungkas Nurcahyo.

    Sebagai informasi, Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka karena perannya saat Kemendikbudristek melakukan pengadaan program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022. Pada intinya, dia telah melakukan pertemuan dengan pihak Google hingga akhirnya sepakat untuk menggunakan Chrome OS dalam proyek pengadaan TIK di Kemendikbudristek.

  • Majelis Umum PBB Akan Voting Resolusi Negara Palestina Bebas dari Hamas

    Majelis Umum PBB Akan Voting Resolusi Negara Palestina Bebas dari Hamas

    New York

    Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan melakukan pemungutan suara atau voting untuk mendukung “Deklarasi New York”, sebuah resolusi yang berupaya menghidupkan kembali solusi dua negara untuk Israel dan Palestina, namun tanpa melibatkan kelompok Hamas.

    Meskipun Israel telah mengkritik badan-badan PBB selama hampir dua tahun terakhir atas kegagalan badan dunia itu mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023, deklarasi yang diajukan oleh Prancis dan Arab Saudi tersebut tidak meninggalkan ambiguitas.

    Deklarasi yang secara resmi disebut sebagai “Deklarasi New York tentang Penyelesaian Damai Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara” ini, seperti dilansir AFP, Jumat (12/9/2025), menyatakan di dalamnya bahwa “Hamas harus membebaskan semua sandera”.

    Deklarasi itu kemudian menyatakan bahwa Majelis Umum PBB mengutuk “serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober”.

    Voting akan digelar dalam rangkaian Sidang Umum PBB yang digelar di markas besar badan dunia tersebut di New York, Amerika Serikat (AS).

    Deklarasi New York tersebut juga menyerukan “tindakan kolektif untuk mengakhiri perang di Gaza, mewujudkan penyelesaian konflik Israel-Palestina yang adil, damai, dan langgeng berdasarkan implementasi efektif solusi Dua-Negara”.

    Deklarasi ini juga lebih dari sekadar mengutuk Hamas, melainkan berupaya untuk sepenuhnya menyingkirkan kelompok itu dari kepemimpinan di Jalur Gaza.

    “Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan mereka,” demikian bunyi penggalan pernyataan deklarasi itu.

    Tidak hanya itu, deklarasi tersebut juga mencakup pembahasan mengenai “pengerahan misi stabilisasi internasional sementara” ke wilayah yang terdampak di bawah mandat Dewan Keamanan PBB, yang bertujuan untuk mendukung penduduk sipil Palestina dan memfasilitasi tanggung jawab keamanan Otoritas Palestina.

    Deklarasi New York itu telah disetujui oleh Liga Arab dan ditandatangani bersama pada Juli lalu oleh 17 negara anggota PBB, termasuk beberapa negara Arab.

    Voting untuk Deklarasi New York itu akan mendahului digelarnya pertemuan puncak PBB mendatang yang diketuai bersama oleh Riyadh dan Paris pada 22 September mendatang di New York, di mana Presiden Prancis Emmanuel Macron telah berjanji untuk secara resmi mengakui negara Palestina.

    Selain Prancis, beberapa negara Barat lainnya, seperti Inggris, Kanada dan Australia, juga akan memberikan pengakuan resmi untuk negara Palestina selama Sidang Umum PBB berlangsung.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Ketika Jalanan Jadi Parlemen Baru
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 September 2025

    Ketika Jalanan Jadi Parlemen Baru Nasional 12 September 2025

    Ketika Jalanan Jadi Parlemen Baru
    Dosen tetap di Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), Koordintor Pusat Riset Kebijakan Strategis Asia Tenggara, LPPM UNSOED
    DARI
    Jakarta hingga Paris, dari Kathmandu hingga Manila, dunia sedang bergolak. Gedung-gedung parlemen dibakar, perdana menteri dipaksa mundur, dan jutaan orang turun ke jalan dengan kemarahan membara.
    Sekilas, pemandangan ini mengingatkan kita pada momen-momen bersejarah demokratisasi dunia: Revolusi Anyelir di Portugal 1974, kejatuhan Tembok Berlin 1989, atau reformasi Indonesia 1998. Namun, ada yang berbeda kali ini.
    Fundamentally
    berbeda.
    Samuel Huntington, ilmuwan politik legendaris dari Harvard, pernah mendokumentasikan apa yang disebutnya “Gelombang Ketiga Demokratisasi”, periode luar biasa antara 1974-1990-an ketika lebih dari 60 negara bertransisi dari kediktatoran menuju demokrasi.
    Optimisme meluap-luap. Francis Fukuyama bahkan memproklamirkan “akhir sejarah”, seolah demokrasi liberal telah memenangkan pertarungan ideologi untuk selamanya.
    Namun, gelombang protes yang menyapu dunia hari ini, menceritakan kisah yang sama sekali berbeda.
    Para demonstran di Jakarta tidak menuntut hak memilih, mereka sudah memilikinya sejak 1998.
    Generasi Z di Kathmandu tidak berjuang melawan monarki absolut. Nepal sudah menjadi republik sejak 2008.
    Massa yang membakar gedung parlemen bukanlah pejuang demokrasi dalam pengertian klasik. Mereka adalah warga negara yang marah terhadap demokrasi mereka sendiri yang gagal memenuhi janji.
    Inilah paradoks zaman kita: protes massa terbesar justru terjadi di negara-negara yang sudah demokratis, setidaknya secara prosedural.
    Pertanyaannya kemudian: apakah kita sedang menyaksikan “Gelombang Keempat” demokratisasi, atau sesuatu yang sama sekali berbeda?
    Mari kita bedah apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Di Indonesia, percikan awalnya tampak sepele: tunjangan perumahan Rp 50 juta untuk anggota DPR di tengah pemotongan anggaran pendidikan dan kesehatan.
    Namun, kemarahan yang meledak mengungkap luka yang lebih dalam, yaitu persepsi tentang elite yang korup dan terputus dari realitas rakyat.
    Ketika Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun, tewas terlindas kendaraan taktis polisi, protes semakin masif dan meluas.
    Lebih dari 1.240 orang ditahan, gedung-gedung pemerintah dibakar. Tunjangan kontroversial tersebut akhirnya dihentikan.
    Protes berdarah yang menewaskan 19 demonstran berakhir dengan pengunduran diri Perdana Menteri K.P. Sharma Oli.
     
    Namun, ini bukan kemenangan demokrasi, tapi upaya putus asa untuk menekan tombol reset pada sistem yang telah gagal total.
    Filipina menyajikan inovasi menarik: “lifestyle policing” melalui media sosial. Aktivis menggunakan TikTok dan Instagram untuk menyandingkan foto liburan mewah keluarga politisi dengan gambar korban banjir akibat proyek infrastruktur korup.
    Taktik ini mentransformasi konsep abstrak “korupsi” menjadi ketidakadilan yang kasat mata, viral, dan memicu kemarahan.
    Thailand menghadirkan kompleksitas berbeda. Negara ini memiliki pemilu, parlemen, dan konstitusi (20 konstitusi sejak 1932, tepatnya).
    Namun, ketika partai pemenang pemilu 2023 diblokir membentuk pemerintahan oleh Senat yang ditunjuk militer, rakyat memahami kebenaran pahit: suara mereka tidak berarti.
    Protes yang menuntut reformasi monarki—tabu tertinggi dalam politik Thailand—adalah jeritan frustasi terhadap “veto-krasi” yang membuat demokrasi menjadi sandiwara kosong.
    Bahkan Perancis, benteng demokrasi Barat, tidak kebal. Gerakan “Block Everything” melawan kebijakan penghematan Macron menunjukkan bahwa krisis kepercayaan ini bersifat global, melampaui batas antara demokrasi “muda” dan “matang.”
    Huntington berbicara tentang “efek bola salju”, bagaimana kesuksesan demokratisasi di satu negara menginspirasi tetangganya.
    Spanyol menginspirasi Portugal, Polandia menginspirasi Hongaria. Namun, efek bola salju hari ini berbeda. Ia tidak lagi dibatasi geografis atau membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyebar.
    Istilah “nepo babies” yang muncul di Filipina dalam hitungan hari diadopsi aktivis Nepal. Taktik “lifestyle policing” menyebar seperti virus lintas benua.
    Solidaritas tidak lagi membutuhkan kedekatan fisik, “Milk Tea Alliance” menyatukan aktivis Thailand, Hong Kong, dan Taiwan melalui meme dan tagar.
    Bola salju modern adalah algoritma yang memviralkan ketidakadilan, mentransformasi kemarahan lokal menjadi pemberontakan global dalam hitungan jam, bukan tahun.
    Jika protes-protes ini bukan gelombang demokratisasi baru, lalu apa? Jawabannya memerlukan paradigma baru.
    Kita sedang menyaksikan apa yang dapat disebut “respons imun demokrasi global”, satu bentuk reaksi organik dari masyarakat sipil terhadap patogen yang menggerogoti demokrasi dari dalam: korupsi sistemik, elite yang terputus, institusi yang membusuk, dan apa yang ilmuwan politik sebut “democratic backsliding” (kemunduran demokrasi).
    Seperti sistem kekebalan tubuh yang menyerang virus, protes-protes ini adalah mekanisme pertahanan terakhir ketika institusi formal gagal.
     
    Ketika parlemen tidak lagi mewakili rakyat, jalanan menjadi parlemen alternatif. Ketika sistem peradilan gagal menghukum koruptor, media sosial menjadi pengadilan rakyat.
    Ketika pemilu tidak menghasilkan perubahan bermakna, protes menjadi satu-satunya “suara” yang didengar.
    Ini menjelaskan mengapa pola yang sama muncul di konteks berbeda. Demonstran di Jakarta dan Paris, meski hidup dalam sistem politik yang sangat berbeda, berbagi frustrasi yang sama: pemerintah tidak responsif, kebijakan menguntungkan elite, dan institusi kehilangan legitimasi. Krisis kepercayaan adalah pandemi politik abad ke-21.
    Implikasi dari diagnosis ini sangat mendalam. Jika tantangan utama bukan lagi membangun institusi demokratis, tetapi mempertahankan kualitas dan legitimasinya, maka resep kebijakan harus berubah total.
    Tidak cukup mengadakan pemilu berkala. Tidak cukup memiliki parlemen dan konstitusi. Demokrasi abad ke-21 harus menemukan cara untuk memulihkan kepercayaan, memerangi korupsi sistemik, dan membuat institusi benar-benar responsif terhadap aspirasi rakyat.
    Protes-protes ini, meski sering berdarah dan kacau, sebenarnya adalah tanda harapan. Masyarakat sipil masih memiliki vitalitas untuk melawan pembusukan.
    Bahwa generasi muda tidak akan diam melihat masa depan mereka dicuri. Bahkan dalam era sinisme politik, masih ada yang peduli untuk berjuang.
    Namun, respons imun saja tidak cukup. Seperti demam yang terlalu tinggi dapat membunuh pasien, protes yang terus-menerus tanpa reformasi institusional dapat menghancurkan tatanan sosial.
    Pertanyaan kritisnya adalah: akankah elite politik di Jakarta, Kathmandu, Manila, Bangkok, dan Paris mendengar peringatan ini dan melakukan reformasi sejati?
    Atau akankah mereka terus bermain sandiwara demokrasi hingga jalanan benar-benar menjadi satu-satunya parlemen yang tersisa?
    Sejarah belum selesai ditulis. Namun satu hal sudah jelas: kita tidak sedang menyaksikan gelombang baru demokratisasi.
    Kita sedang menyaksikan perjuangan untuk jiwa demokrasi itu sendiri, satu bentuk perjuangan antara harapan akan pemerintahan yang akuntabel dan realitas elite yang tercerabut dari akarnya.
    Hasil dari perjuangan ini akan menentukan apakah demokrasi abad ke-21 dapat memperbarui dirinya, atau akan tenggelam dalam krisis kepercayaan yang semakin dalam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prancis Kerahkan 3 Jet Tempur Usai Drone Rusia Masuk Wilayah Polandia

    Prancis Kerahkan 3 Jet Tempur Usai Drone Rusia Masuk Wilayah Polandia

    Paris

    Presiden Emmanuel Macron mengatakan bahwa Prancis akan mengerahkan tiga jet tempur untuk membantu melindungi wilayah udara Polandia. Pengerahan pesawat ini drone-drone Rusia masuk di wilayah Polandia.

    “Menyusul serangan pesawat nirawak Rusia ke Polandia, saya telah memutuskan untuk mengerahkan tiga jet tempur Rafale untuk membantu melindungi wilayah udara Polandia dan sisi timur Eropa bersama sekutu NATO kami,” kata Macron di X, seperti dilansir AFP, Jumat (12/9/2025).

    Macron mengatakan telah berbicara dengan PM Polandia Donald Tusk. Dia juga telah berbicara dengan anggota NATO.

    “Saya membuat komitmen ini kemarin kepada Perdana Menteri Polandia. Saya juga membahas masalah ini dengan Sekretaris Jenderal NATO dan Perdana Menteri Inggris, yang juga terlibat dalam perlindungan sisi timur.

    “Kami tidak akan menyerah pada intimidasi Rusia yang semakin meningkat,” tambah Macron, yang telah memimpin upaya diplomatik internasional untuk mengakhiri perang Rusia di Ukraina.

    Pada hari Rabu (10/9), Polandia mengumpulkan sekutu NATO-nya untuk pembicaraan mendesak setelah drone Rusia terbang ke wilayah udara Polandia dalam sebuah serangan di Ukraina.

    Perdana Menteri Donald Tusk mengatakan wilayah udara Polandia dilanggar 19 kali. Setidaknya tiga drone ditembak jatuh setelah Warsawa dan sekutunya menerbangkan jet tempur.

    Penyerbuan drone tersebut terjadi tiga setengah tahun setelah invasi Rusia ke Ukraina, dengan Polandia menyebut insiden itu sebagai serangan “belum pernah terjadi sebelumnya” terhadap negara itu, NATO, dan Uni Eropa.

    Moskow membantah telah menargetkan Polandia.

    Perdana Menteri Inggris Keir Starmer pada hari Kamis membahas insiden drone tersebut dengan Macron dan Kanselir Jerman Friedrich Merz.

    “Para pemimpin mengutuk pelanggaran mengejutkan Rusia terhadap wilayah udara NATO dan Polandia,” kata juru bicara Downing Street.

    “Membahas bagaimana Inggris dan Prancis dapat memperkuat pertahanan Polandia, Perdana Menteri mengatakan Inggris siap mendukung pengerahan pasukan NATO lebih lanjut ke wilayah tersebut,” katanya.

    Dewan Keamanan PBB akan membahas serangan pesawat tak berawak tersebut dalam pertemuan darurat pada hari Jumat, yang diadakan atas permintaan Polandia.

    (lir/lir)

  • Prancis Diguncang Gelombang Protes Nasional di Tengah Krisis Politik

    Prancis Diguncang Gelombang Protes Nasional di Tengah Krisis Politik

    Jakarta

    Prancis dilanda gelombang protes besar. Ribuan orang turun ke jalan pada Rabu (10/09) dalam aksi bertajuk bloquons tout atau “Blokir Semua”. Gerakan ini lahir dari kemarahan terhadap kondisi ekonomi, privatisasi layanan publik, dan kebuntuan politik di Paris.

    Aksi tersebut bertepatan dengan hari pertama Perdana Menteri baru, Sebastien Lecornu, menjabat. Dia menggantikan Franois Bayrou yang lengser dua hari sebelumnya setelah kalah suara dalam mosi tidak percaya di Majelis Nasional. Lecornu adalah perdana menteri kelima dalam dua tahun masa jabatan kedua Presiden Emmanuel Macron.

    Hal ini cukup merefleksikan rapuhnya stabilitas eksekutif Prancis. Namun, bagi banyak warga, pergantian nama di pucuk pemerintahan tidak menjawab persoalan mendasar.

    Jalanan Paris diblokir

    Sejak Rabu (10/09) pagi, demonstran berusaha menutup jalan lingkar peripherique di Paris, jalur lalu lintas paling sibuk di Ibu Kota Prancis tersebut. Polisi merespons dengan gas air mata dan penangkapan massal. Menurut kepolisian, lebih dari 150 orang ditahan di Paris, sementara seratus orang lainnya ditangkap di sejumlah kota.

    Di beberapa titik, tumpukan sampah dan barikade dibakar. Jalan-jalan utama terganggu dan transportasi publik sempat melambat. “Ada banyak kelelahan, kelelahan bersama, frustrasi bahwa tidak ada yang bergerak maju. Alasan tersebut menjelaskan adanya blokade dan ketidakpuasan yang meluas ini,” kata Lila, seorang pekerja kantoran di Paris, kepada Associated Press.

    Massa dari berbagai elemen menuntut hal serupa

    Protes ini digerakkan oleh berbagai serikat pekerja, mahasiswa, dan kelompok aktivis. Mereka menyebut aksi “blokir semuanya” ini merupakan bentuk tekanan terhadap pemerintah yang dinilai mengabaikan kesejahteraan rakyat.

    “Kami diperintah oleh perampok,” kata Aglawen Vega, seorang perawat di sebuah rumah sakit umum Paris, kepada AP.

    “Orang-orang semakin sulit bertahan hidup hingga akhir bulan, semakin sulit memberi makan keluarga mereka. Kami sedang menjadi bangsa yang makin miskin,” tambahnya.

    Di Marseille, keresahan serupa juga berkumandang. Daniel Bretones, anggota serikat pekerja, menyebut kemarahan rakyat sudah lama membara.

    “Kemarahan ini sudah bergemuruh berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Kami sudah punya lima perdana menteri di masa jabatan kedua Macron, tapi tidak ada yang pernah berubah,” ujarnya kepada Reuters.

    Dari Lille hingga Lyon

    Protes tidak hanya terjadi di Paris. Blokade jalan dan barikade dilaporkan terjadi di sejumlah kota, seperti Lille dan Caen di utara, Nantes dan Rennes di barat, hingga Lyon di tenggara. Kementerian Pendidikan Prancis mengatakan aktivitas sekitar seratus sekolah dan perguruan tinggi terganggu, dengan 27 di antaranya benar-benar ditutup.

    Meski begitu, tingkat gangguan relatif lebih rendah dari yang diperkirakan. Pemerintah Prancis telah mengerahkan 80.000 polisi di seluruh negeri untuk mengendalikan situasi.

    Ketidakpuasan yang mengakar

    Gerakan “bloquons tout” bukan sekadar protes terhadap figur perdana menteri baru. Aksi ini merefleksikan kekecewaan yang lebih luas terhadap arah kebijakan negara. Krisis biaya hidup, layanan publik yang dianggap semakin diprivatisasi, dan stagnasi politik membuat banyak warga merasa tidak didengar.

    “Seorang perdana menteri baru saja dilengserkan dan langsung diganti dengan yang lain dari kubu kanan,” kata Baptiste Sagot, mahasiswa berusia 21 tahun.

    “Mereka mencoba membebani kaum pekerja, mahasiswa muda, para pensiunan, dan semua orang yang sedang kesulitan, alih-alih mengenakan pajak pada kekayaan.”

    Bagi sebagian warga, protes dianggap jalan satu-satunya. “Orang-orang menderita, dan mereka tidak lagi percaya pada parlemen yang terpecah belah,” kata seorang pengunjuk rasa di Rennes.

    “Kalau kami tidak turun ke jalan, tidak ada yang berubah.”

    Namun, ada pula suara berbeda. Bertrand Rivard, seorang akuntan yang terjebak macet di Paris, dia menyebut aksi tersebut berlebihan. “Kita hidup dalam demokrasi dan rakyat tidak seharusnya memblokir negara hanya karena tidak setuju dengan keputusan pemerintah,” ujarnya.

    Tuduhan ada dukungan politisi lain dalam unjuk rasa

    Menteri Dalam Negeri Bruno Retailleau menuduh sejumlah politisi sayap kiri diam-diam mendukung aksi ini dan mencoba menciptakan “iklim pemberontakan” di Prancis. Ia menilai sebagian pengunjuk rasa sengaja berkonflik dengan polisi.

    Di sisi lain, Perdana Menteri baru Sebastien Lecornu mencoba menampilkan ketenangan. “Kita akan segera mencapai tujuan bersama. Tidak ada jalan yang mustahil,” katanya dalam pernyataan resmi, sambil berfokus pada penyusunan rancangan anggaran yang harus diajukan sebelum 7 Oktober 2025 mendatang.

    Masa depan yang makin tidak pasti

    Gerakan “bloquons tout” menunjukkan bahwa jalanan kini menjadi arena politik utama di Prancis. Sementara parlemen terbelah antara sayap kanan Rassemblement National dan koalisi kiri Nouveau Front Populaire, masyarakat memilih tekanan langsung lewat aksi massa.

    Pemerintahan Macron berada dalam posisi yang rapuh sejak pembubaran Majelis Nasional pada tahun 2024 lalu. Langkah politiknya tersebut memicu pemilu legislatif di luar jadwal yang seharusnya, membuat parlemen yang ada kini dipenuhi lawan politiknya.

    Gerakan “blokir semua” kerap dibandingkan dengan pemberontakan rompi kuning pada 2018–2019 yang dipicu oleh kenaikan pajak dan biaya hidup, hingga memaksa Macron memberikan konsesi kebijakan senilai miliaran euro.

    Namun, sosiolog Antoine Bristielle dari lembaga kajian Jean Jaurs Foundation menyoroti adanya perbedaan generasi antara kedua aksi ini.

    “Dalam gerakan rompi kuning, kita melihat Prancis yang rentan, banyak pekerja dan pensiunan yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan. Sementara dalam gerakan kali ini, dari sisi usia, banyak didominasi anak muda,” ujarnya.

    Pengunjuk rasa saat ini, kata Bristielle, “memiliki visi tentang dunia dengan keadilan sosial yang lebih besar, ketimpangan yang lebih kecil, dan sistem politik yang berjalan berbeda, lebih baik.”

    “Anak muda adalah masa depan. Generasi lama mewariskan dunia yang kacau dan pemerintahan yang buruk kepada kami. Tugas kami adalah berjuang untuk mengubahnya dan menari di atas abu dunia lama itu,” kata Alice Morin, mahasiswa berusia 21 tahun.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Pratama Indra dan Muhammad Hanafi

    Editor: Melisa Lolindu

    Tonton juga Video Gelombang Protes di Venesia Jelang Pernikahan Jeff Bezos

    (ita/ita)

  • Dunia Hari Ini: Influencer Sayap Kanan Populer AS Tewas Ditembak

    Dunia Hari Ini: Influencer Sayap Kanan Populer AS Tewas Ditembak

    Anda sedang membaca laporan Dunia Hari Ini edisi Kamis, 11 September 2025, yang merangkum berita-berita yang terjadi dalam 24 jam terakhir.

    Edisi Kamis, 11 September kita awali dari Amerika Serikat.

    Tokoh sayap kanan Amerika meninggal dunia

    ‘Influencer’ sayap kanan, Charlie Kirk, tewas ditembak saat berpidato di sebuah universitas di Utah.

    Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi kematian Charlie, yang berusia 31 tahun, dalam unggahan di media sosial.

    “Dia adalah teman baik saya dan orang yang luar biasa,” ujar Trump.

    Charlie ditembak saat berpidato di hadapan khalayak di Universitas Utah Valley di Orem, selatan Salt Lake City.

    Gubernur Utah Spencer Cox mengatakan “orang yang dicurigai” telah ditahan dan sedang diinterogasi.

    Pengunduran diri Rahayu Saraswati

    Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengumumkan pengunduran diri sebagai anggota DPR RI menyusul pernyataan yang dianggap menyinggung perasaan warga.

    Pengunduran diri keponakan Presiden Prabowo tersebut diumumkan melalui akun Instagram miliknya, @rahayusaraswati.

    “Dengan ini, saya menyatakan pengunduran diri saya sebagai anggota DPR RI kepada fraksi Partai Gerindra,” ujarnya dalam video yang diunggah di akun Instagramnya kemarin.

    Rahayu pernah mendorong anak-anak muda jadi pengusaha kalau punya kreativitas, “Daripada ngomel enggak ada kerjaan, bikin kerjaan buat temen-temen lu.”

    Ia mengklaim pernyataannya dalam podcast ANTARA TV “On The Record” yang berjalan selama lebih dari dua menit dipotong dan diedit oleh pihak-pihak yang ingin memancing kemarahan publik.

    Unjuk rasa ‘Block Everything’ di Prancis

    Para pengunjuk rasa di seluruh Prancis memblokir jalan raya, membakar barikade, dan bentrok dengan polisi, Rabu kemarin.

    Mereka turun ke jalan sebagai luapan kemarahan terhadap Presiden Emmanuel Macron, elite politik, dan rencana pemotongan anggaran.

    Pihak berwenang mengerahkan lebih dari 80.000 personel keamanan dan menyemprotkan meriam air ke arah demonstran ketika ketegangan meningkat di beberapa tempat.

    Di Paris, polisi anti huru hara menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa, hampir 200 orang ditahan di ibu kota.

    Gerakan “Block Everything”, ekspresi ketidakpuasan yang naik daun di media sosial, muncul pada bulan Mei di kalangan kelompok sayap kanan,. Tapi sejak itu telah diadopsi oleh kelompok kiri dan sayap kiri ekstrem.

    Militer ambil alih kendali Nepal

    Tentara Nepal merebut kendali ibu kota Kathmandu setelah kekerasan terburuk dalam dua dekade tersebut menewaskan 30 orang.

    Aksi tersebut memaksa perdana menterinya turun dan menyebabkan gedung-gedung pemerintahan, termasuk gedung parlemen yang mengalami kerusakan parah.

    Menurut polisi, aksi unjuk rasa telah menyebabkan lebih dari 13.500 tahanan melarikan diri dari penjara di seluruh negeri.

    Kementerian Kesehatan Nepal mengatakan 30 orang yang tewas dalam kerusuhan dan 1.033 orang luka-luka.

  • Partai Hanura Akan Gelar Bimtek Keliling Nasional Serentak di Tiga Lokasi

    Partai Hanura Akan Gelar Bimtek Keliling Nasional Serentak di Tiga Lokasi

    Surabaya (beritajatim.com) – Partai Hanura akan menggelar bimbingan teknis (bimtek) nasional. Bimtek ini akan diikuti 525 anggota DPRD dari Partai Hanura yang ada di provinsi, dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.

    Sekjen DPP Partai Hanura, Benny Rhamdani mengatakan, Bimtek tahun ini merupakan terobosan baru. Di mana Hanura tidak ingin menjadikan Bimtek ini menjadi siklus tahunan semata, tanpa menghasilkan peningkatan kualitas anggota DPRD dan kader partai di daerah.

    “Ini merupakan evaluasi sejauh mana anggota dewan Partai Hanura di daerah mampu menyentuh kehidupan masyarakat di daerah,” kata Benny dalam keterangan tertulisnya kepada media, Kamis (11/9/2025).

    Benny mengatakan, Bimtek Hanura tahun 2025 ini akan digelar serentak di tiga lokasi berbeda yaitu di Surabaya, Medan, dan Makassar. Bimtek pertama digelar di Surabaya pada 12-14 September 2025 yang diikuti 189 Anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota dari 11 provinsi meliputi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.

    Bimtek kedua, lanjut Benny, di Medan pada 19-21 September 2025. Bimtek di Medan akan diikuti 172 Anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Bengkulu.

    Bimtek ketiga dilanjutkan di Makassar pada 26-28 September 2025 yang diikuti 164 anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, Papua Barat, Papua Barat Daya.

    Benny menyebut tema utama Bimtek yaitu ‘Daerah Berdaya, Indonesia Sejahtera’ dengan Sub Tema ‘Memberdayakan Daerah di Tengah Kebijakan Efisiensi Anggaran’.

    Benny mengungkapkan, Hanura akan menggali persoalan kesulitan anggaran di daerah di tengah efisiensi anggaran yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.

    Harapannya, para anggota DPRD dari Hanura bisa menghasilkan terobosan baru bersama pemerintah daerah yang muaranya peningkatan ekonomi masyarakat di daerah.

    “Kami harap bimtek kelililng daerah ini menjadi role model agar kader Hanura di daerah lebih dekat dan merasa lebih memiliki partai ini. Hal ini juga menjadi tolak ukur kekuatan Hanura di daerah menyongsong pemilu 2029 mendatang,” tegasnya.

    Ketua Panitia Bimtek Nasional Partai Hanura, Bambang Irianto mengatakan, seluruh kader Hanura se Jawa Timur dan para anggota DPRD se Jawa, NTT, Bali, NTB, dan Kalimantan siap menyambut kehadiran Ketum Hanura Oesman Sapta.

    “Persiapan Kami sudah matang. Bapak Oesman Sapta akan hadir dan membuka bimtek keliling nasional ini. Kerja sama dan sinergitas panitia DPP dengan DPD Hanura Jawa Timur sangat baik dan kami mengapresiasi itu semua,” ungkapnya.

    Bambang menambahkan sebelum digelar bimtek di Surabaya, Ketum Hanura Oesman Sapta akan melantik Pengurus DPD Hanura Jatim periode 2025-2030. Diketahui Sumarzen Marzuki telah terpilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD Hanura Jatim periode 2025-2030 pada musda yang telah digelar pada 1-2 juli 2025 lalu.

    Bimtek Hanura ini rencananya akan dihadiri dan dibuka langsung oleh Ketua Umum Partai Hanura DR. Oesman Sapta beserta jajaran elit pengurus DPP Pattai Hanura. Bimtek serentak ini merupakan kali pertama dilakukan oleh Partai Hanura dan belum pernah ada partai lain yang menggelar bimtek serentak di berbagai daerah.

    Sederet narasumber akan memberikan materi dalam bimtek ini seperti Pengamat Politik Indikator Politik Indonesia Prof. Burhanuddin Muhtadi yang akan mengupas positioning Partai Hanura dalam politik Indonesia.

    Selanjutnya, ada Wakil Ketua Umum Partai Hanura Dr. Patrice Rio Capella yang menganalisa posisi strategis DPRD Partai Hanura dalam konstelasi politik nasional. Lalu dari Kementrian Dalam Negeri Dr.Drs. Agus Fathoni M.Si akan menyampaikan sambutan sekaligus mengisi materi tentang APBD berdaulat dan tantangan efisiensi kebijakan pemerintah pusat dalam politik anggaran.

    Di internal DPP Partai Hanura, Irjen Pol Purn Marwan Paris akan mengisi materi tentang Fungsi pengawasan Internal Partai Hanura. Materi yang menarik juga akan disampaikan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Porludem), Heroik Mutaqin Pratama. Dia akan menyampaikan materi Pengaruh ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold) terhadap kualitas pemilu Indonesia.

    Tidak kalah menarik materi yang akan disampaikan oleh Dosen FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suko Widodo. Suko akan mengupas persoalan Fungsi pengawasan legislator sebagai kontrol demokrasi. Mantan anggota DPR RI Akbar Faisal juga akan hadir dan mengisi materi tentang Dinamika Politik Nasional dan implikasinya terhadap Partai Hanura. (tok/ian)

  • Unjuk rasa Bloquons Tout mengguncang Prancis, jalan di Kota Paris berserakan sampah

    Unjuk rasa Bloquons Tout mengguncang Prancis, jalan di Kota Paris berserakan sampah

    Kamis, 11 September 2025 07:23 WIB

    Jalanan diblokade dengan tong sampah saat terjadi aksi unjuk rasa di Paris, Prancis, Rabu (10/9/2025). Aksi tersebut merupakan bagian dari gerakan protes “Bloquons tout” (Mari kita blokir semuanya) yang berniat menentang kebijakan pemerintahan Presiden Prancis Emmanuel Macron. ANTARA FOTO/Xinhua​​​​​​​/Aurelien Morissard/nym.

    Polisi Prancis dikerahkan di sekitar Place du Chatelet saat terjadi aksi unjuk rasa di Paris, Prancis, Rabu (10/9/2025). Aksi tersebut merupakan bagian dari gerakan protes “Bloquons tout” (Mari kita blokir semuanya) yang berniat menentang kebijakan pemerintahan Presiden Prancis Emmanuel Macron. ANTARA FOTO/Xinhua​​​​​​​/Aurelien Morissard/nym.

    Jalanan diblokade dengan tong sampah saat terjadi aksi unjuk rasa di Paris, Prancis, Rabu (10/9/2025). Aksi tersebut merupakan bagian dari gerakan protes “Bloquons tout” (Mari kita blokir semuanya) yang berniat menentang kebijakan pemerintahan Presiden Prancis Emmanuel Macron. ANTARA FOTO/Xinhua​​​​​​​/Aurelien Morissard/nym.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Aksi Demo ‘Blokir Semuanya’ Muncul di Prancis, Puluhan Orang Ditangkap

    Aksi Demo ‘Blokir Semuanya’ Muncul di Prancis, Puluhan Orang Ditangkap

    Paris

    Para demonstran dari gerakan baru “Blokir Semuanya” atau “Block Everything” menggelar aksi pemblokiran di jalan raya Prancis yang mengganggu lalu lintas pada Rabu (10/9) pagi waktu setempat. Puluhan demonstran ditangkap setelah pasukan keamanan Prancis dikerahkan.

    Informasi mengenai gerakan baru bernama “Bloquons tout”, atau secara harfiah berarti “Mari kita blokir semuanya”, seperti dilansir Reuters, Rabu (10/9/2025), muncul di media sosial selama musim panas.

    Gerakan ini menarik perbandingan dengan protes “Rompi Kuning” yang marak tahun 2018 lalu, yang awalnya muncul karena kenaikan harga bahan bakar namun berubah menjadi gerakan lebih luas yang menentang Presiden Prancis Emmanuel Macron dan rencananya melakukan reformasi ekonomi.

    Menurut para analis dan pejabat setempat, para anggota gerakan ini dimulai di antara kelompok sayap kanan sebelum diambil alih oleh kelompok sayap kiri dan sayap kiri jauh. Para anggota gerakan “Blokir semuanya” mengatakan bahwa mereka menganggap sistem politik tidak lagi sesuai dengan tujuannya.

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bruno Retailleau mengatakan kepada wartawan pada Rabu (10/9) bahwa sekitar 50 orang yang mengenakan penutup kepala telah mencoba memulai aksi pemblokiran di area Bordeaux.

    Sedangkan di area Toulouse, sebut Retailleau, insiden kebakaran kabel yang berhasil dipadamkan dengan cepat tetap memicu gangguan lalu lintas antara Toulouse dan Auch di Prancis bagian barat daya.

    Retailleau mengatakan bahwa beberapa aksi serupa terjadi di Paris semalam, namun tidak tidak memberikan rinciannya.

    Kepolisian Paris, dalam pernyataannya, mengumumkan bahwa sebanyak 75 orang telah ditangkap dalam aksi protes sejauh ini. Tidak disebutkan lebih lanjut mengenai di mana penangkapan itu dilakukan dan apa alasan penangkapan tersebut.

    Dalam pernyataan terpisah, operator jalan raya Vinci melaporkan adanya aksi protes dan gangguan lalu lintas di ruas jalan raya di seluruh Prancis, termasuk Marseille, Montpellier, Nantes, dan Lyon.

    Retailleau, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa sebanyak 80.000 personel pasukan keamanan Prancis telah dikerahkan ke seluruh wilayah, termasuk 6.000 personel di area ibu kota Paris.

    Laporan media lokal Prancis menyebutkan bahwa sekitar 100.000 orang akan berpartisipasi dalam aksi protes tersebut.

    “Kita berisiko mengalami mobilisasi yang akan mengarah pada aksi-aksi di seluruh negeri,” kata Retailleau dalam pernyataannya.

    Aksi protes terbaru ini berpotensi menambah kekacauan politik Prancis, sekitar dua hari setelah parlemen menggulingkan Perdana Menteri (PM) Francois Bayrou dalam mosi kepercayaan. Pada Selasa (9/9), Macron telah menunjuk Sebastien Lecornu sebagai PM baru Prancis — yang kelima dalam waktu kutang dari dua tahun.

    Lihat juga Video: Rumah Wali Kota di Prancis Dibakar Pedemo

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Lecornu Gantikan Bayrou sebagai PM Prancis, Siapa Dia?

    Lecornu Gantikan Bayrou sebagai PM Prancis, Siapa Dia?

    Jakarta

    Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Selasa (09/09) menunjuk Menteri Pertahanan Sebastien Lecornu sebagai perdana menteri baru, menggantikan François Bayrou yang mengundurkan diri.

    Penunjukan ini, hanya beberapa jam setelah pengunduran diri Bayrou, menunjukkan bahwa Macron berniat mempertahankan pemerintahan minoritas.

    Lecornu, yang kini berusia 39 tahun, sebenarnya sudah menjadi kandidat perdana menteri sejak Desember lalu, tetapi saat itu Macron memilih Bayrou yang lebih tua dan dianggap lebih berpengalaman.

    Sebastien Lecornu, mantan politisi Partai Republik (kanan-tengah), bergabung dengan gerakan sentris Macron pada 2017 dan memimpin kampanye pemilihan ulang Macron di tahun 2022.

    Macron telah menginstruksikan Lecornu untuk “berkonsultasi dengan kekuatan politik yang ada di parlemen guna menyusun anggaran negara dan mencapai kesepakatan penting untuk keputusan-keputusan dalam beberapa bulan ke depan,” demikian pernyataan dari Istana Élysee.

    PM kelima Prancis dalam dua tahun

    Macron terpaksa menunjuk perdana menteri kelima dalam waktu kurang dari dua tahun setelah parlemen mencopot Bayrou dari jabatannya karena rencana penghematan untuk mengatasi utang negara yang membengkak.

    Bayrou secara resmi menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada Macron pada hari Selasa (09/09), sehari setelah pemerintahnya kalah dalam pemungutan suara kepercayaan di Majelis Nasional.

    Macron menyatakan bahwa ia telah “mencatat” hasil pemungutan suara tersebut.

    Dengan utang nasional kini mencapai 114% dari PDB, Bayrou yang berusia 74 tahun mengusulkan pemangkasan anggaran sebesar €44 miliar pada tahun 2026 dan penghapusan dua hari libur nasional.

    Meski telah mengimbau Majelis Nasional untuk “menghadapi kenyataan” dan “bertindak tanpa penundaan” agar tidak “dikuasai oleh para kreditor,” anggota parlemen dari kubu kiri dan kanan ekstrem bergabung untuk menolak rencananya dengan suara 364 berbanding 194, hanya sembilan bulan setelah ia menjabat.

    Dengan menunjuk Lecornu, Macron berisiko kehilangan dukungan dari Partai Sosialis (kiri-tengah) dan kini bergantung pada dukungan dari partai sayap kanan ekstrem, National Rally (RN) yang dipimpin Marine Le Pen.

    Lecornu adalah mantan politisi konservatif

    Pada tahun 2024, Lecornu sempat menuai kontroversi karena makan malam bersama Marine Le Pen, pemimpin RN. Pertemuan tersebut memicu kemarahan dari kubu kiri, tetapi bisa membuat Lecornu lebih diterima oleh kalangan kanan.

    Presiden RN, Jordan Bardella, mengatakan bahwa mereka akan “menilai perdana menteri baru berdasarkan kinerjanya, tanpa ilusi,” sambil menegaskan bahwa partainya tetap memiliki “garis merah” yang tegas.

    RN masih meyakini bahwa mereka dicurangi dalam pemilu legislatif Juli lalu, ketika mereka unggul di putaran pertama, tetapi kalah di putaran kedua dari koalisi kiri yang tergesa-gesa dibentuk, yaitu Nouveau Front Populaire (NFP), yang kini menuntut agar perdana menteri berasal dari kalangan sosialis.

    “Sekarang saatnya bagi pihak kiri, yang menang tahun lalu, untuk memimpin pemerintahan. Bagi mereka yang ingin mengambil tanggung jawab, silakan ambil inisiatif,” kata anggota parlemen sosialis Boris Vallaud pada hari Senin. “Sebagai kaum sosialis, kami tidak akan lari dari tanggung jawab ini.”

    Pengunjuk rasa membanjiri Prancis

    Sementara itu, para demonstran di seluruh Prancis merencanakan aksi mogok dan gangguan besar-besaran pada hari Rabu (10/09) dengan slogan: “Bloquons tout” atau mari kita blokir semuanya.

    Badan penerbangan sipil Prancis (DGAC) memperkirakan akan terjadi gangguan dan penundaan di “semua bandara Prancis,” sementara para demonstran di Paris berencana memblokir akses utama menuju pusat kota, termasuk jalan lingkar yang mengelilingi ibu kota.

    Di wilayah Paris, perusahaan ritel besar Amazon dan perusahaan energi di utara juga diperkirakan akan terdampak aksi mogok.

    Operator kereta api Prancis, SNCF, menyatakan bahwa layanan kereta cepat TGV akan “beroperasi normal” baik untuk rute domestik maupun internasional.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Joan Aurelia

    Editor: Hani Anggraini

    Lihat juga Video: Macron Tunjuk Francois Bayrou Sebagai PM Baru Prancis

    (ita/ita)