kab/kota: Paris

  • COP29, Negara-Negara Berjibaku Kumpulkan US Triliun untuk Pendanaan Iklim

    COP29, Negara-Negara Berjibaku Kumpulkan US$1 Triliun untuk Pendanaan Iklim

    Bisnis.com, JAKARTA – Negara-negara yang menghadiri KTT COP29 berupaya mencapai kemajuan mengenai cara mengumpulkan hingga US$1 triliun pendanaan iklim bagi kelompok paling rentan di dunia.

    Pembicaraan tersebut dilakukan ditengah  ketegangan politik yang membayangi perundingan itu dan mundurnya delegasi Argentina dari KTT tersebut yang diselenggarakan di Baku, Azerbaijan.

    Keberhasilan KTT iklim PBB tahun ini bergantung pada apakah negara-negara dapat menyepakati target pendanaan baru yang akan dilaksanakan setiap tahun oleh negara-negara kaya, pemberi pinjaman pembangunan, dan sektor swasta. Negara-negara berkembang membutuhkan setidaknya $1 triliun per tahun pada akhir dekade ini untuk mengatasi perubahan iklim, kata para ekonom dalam pembicaraan di PBB.

    Banyak negara mengatakan bahwa dana tersebut sangat penting dalam menetapkan tujuan iklim mereka yang ambisius menjelang COP30 2025 di Brasil. Namun, mencapai kesepakatan bisa jadi sulit pada pertemuan puncak tahun ini, karena suasana telah memburuk karena ketidaksepakatan publik dan pesimisme mengenai perubahan dalam politik global.

    Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden telah membuat peran Amerika Serikat di masa depan dalam perundingan perubahan iklim menjadi diragukan, dan ketegangan antara negara-negara maju dan berkembang telah muncul ke permukaan di panggung utama dan di ruang perundingan.

    “Para pihak harus ingat bahwa waktu terus berjalan,” kata Ketua Negosiator COP29 Yalchin Rafiyev pada konferensi pers dikutip dari Reuters, Jumat (15/11/2024).

    Target pemenuhan pendanaan tahunan sebelumnya sebesar US$100 miliar akan berakhir tahun ini. Namun negara-negara kaya baru memenuhi janji tersebut secara penuh mulai 2022.

    Sebuah laporan dari Independent High-Level Expert Group on Climate Finance mengatakan bahwa target angka tahunan perlu ditingkatkan menjadi setidaknya US$1,3 triliun per tahun pada 2035 jika negara-negara gagal mengambil tindakan sekarang.

    Di balik layar, para perunding sedang mengerjakan rancangan naskah, namun dokumen tahap awal yang diterbitkan oleh badan iklim PBB menunjukkan pandangan seputar perundingan masih sangat berbeda.

    Banyak negara Barat yang datang ke Baku enggan menjanjikan dana dalam jumlah besar. Kemungkinan penarikan Amerika Serikat dari kesepakatan pendanaan di masa depan akan meningkatkan tekanan pada para delegasi untuk mencari cara lain guna mengamankan dana yang dibutuhkan.

    Diantaranya adalah bank pembangunan multilateral dunia seperti Bank Dunia, yang didanai oleh negara-negara kaya dan sedang dalam proses reformasi sehingga mereka dapat memberikan pinjaman lebih banyak.

    Sepuluh negara terbesar mengatakan mereka berencana untuk meningkatkan pendanaan iklim mereka sekitar 60% menjadi US$120 miliar per tahun pada  2030, dengan setidaknya tambahan US$65 miliar dari sektor swasta.

    Zakir Nuriyev, ketua Asosiasi Bank Azerbaijan, mengatakan 22 bank di negaranya akan memberikan hampir US$1,2 miliar untuk membiayai proyek-proyek yang membantu transisi Azerbaijan ke ekonomi rendah karbon.

    Perpecahan

    Adapun, banyak pemimpin global yang memutuskan untuk tidak ikut serta pada Konferensi COP29. 

    Sejauh ini, COP29 lebih banyak  ditandai dengan perpecahan dibandingkan persatuan, salah satunya adalah mundurnya delegasi Argentina secara tiba-tiba pada hari Kamis (14/11/2024) mengikuti perintah dari Buenos Aires.

    Juru bicara kepresidenan negara tersebut mengatakan langkah tersebut akan memungkinkan Gerardo Werthein, menteri luar negeri yang baru, untuk menilai kembali situasi dan merenungkan posisinya.

    “Menteri menarik delegasi berdasarkan keseluruhan reformasi yang akan dilakukan menteri. Tidak banyak lagi yang bisa dikatakan,” kata juru bicara Manuel Adorni pada konferensi pers di Buenos Aires.

    Presiden Argentina Javier Milei, yang sebelumnya menyebut pemanasan global sebagai hoaks, pekan ini dijadwalkan bertemu Trump, yang juga seorang penyangkal perubahan iklim.

    Ketika ditanya apakah Argentina akan menarik diri dari Perjanjian Paris, Ana Lamas, wakil menteri lingkungan hidup Argentina, yang memimpin delegasi negara tersebut di COP29, mengatakan negaranya hanya menarik diri dari COP29.

    Para pengamat mengkritik penarikan dana yang dilakukan oleh pemerintah sayap kanan Argentina, dan mengatakan hal itu dapat merugikan harapan negara tersebut dalam mengumpulkan dana tunai untuk perubahan iklim di masa depan.

    “Hal ini akan membuat Argentina, yang selama ini merupakan tokoh penting dalam bidang lingkungan hidup, terlihat kurang kredibel dan kurang dapat diandalkan di pasar internasional dan komunitas internasional,” kata Oscar Soria, ketua kelompok masyarakat sipil Top Social.

    Presidensi COP29 Azerbaijan menggambarkan hal ini sebagai masalah antara Argentina dan PBB.

    Seorang perunding dari negara maju mengatakan sejauh ini mereka belum melihat tanda-tanda bahwa negara lain akan mengikuti jejak Argentina dan keluar dari perjanjian tersebut.

    Sehari sebelumnya, Menteri Iklim Prancis Agnès Pannier-Runacher membatalkan perjalanannya ke COP29 setelah Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menuduh Prancis melakukan kejahatan di wilayah luar negerinya di Karibia.

    Prancis dan Azerbaijan telah lama memiliki hubungan yang tegang karena dukungan Paris terhadap saingan Azerbaijan, Armenia. Tahun ini, Paris menuduh Baku ikut campur dan bersekongkol dalam kerusuhan di Kaledonia Baru.

    “Terlepas dari perselisihan bilateral apa pun, COP harus menjadi tempat di mana semua pihak merasa bebas untuk datang dan bernegosiasi mengenai aksi iklim,” kata komisioner iklim Uni Eropa Wopke Hoekstra sebagai tanggapannya, dalam sebuah postingan di X.

    Hal ini menyusul pidato pembukaan Aliyev di konferensi tersebut yang menuduh Amerika Serikat dan UE bersikap munafik karena memberi kuliah kepada negara-negara mengenai perubahan iklim namun tetap menjadi konsumen dan produsen utama bahan bakar fosil.

  • Komitmen RI di COP29, Kerja Sama Global Tanpa Ketergantungan Bantuan

    Komitmen RI di COP29, Kerja Sama Global Tanpa Ketergantungan Bantuan

    Jakarta

    Delegasi Indonesia menghadiri COP29 di Baku, Azerbaijan untuk memperkuat komitmen pengurangan emisi dan memperluas kerja sama global dalam mitigasi perubahan iklim. Indonesia mengusung 19 inisiatif dan menekankan kemitraan saling menguntungkan tanpa ketergantungan pada bantuan luar.

    Dipimpin Utusan Khusus Presiden untuk perubahan iklim, Hashim Djojohadikusumo juga menggelar berbagai pertemuan bilateral dan diskusi strategis untuk memperkuat diplomasi dan kerja sama internasional dalam menangani krisis iklim.

    Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq mengatakan pada sesi Media Briefing di Baku, Azerbaijan bahwa Indonesia terus mengambil langkah tegas untuk mencapai target Kesepakatan Paris 2015 yang diratifikasi pada 2019.

    Pada COP29, Indonesia mengidentifikasi 19 inisiatif penting yang mencakup 14 aspek negosiasi dan 5 bentuk kerja sama platform, guna meraih target emisi yang lebih ambisius.

    “Keikutsertaan Indonesia di COP29 ini ditandai dengan tekad yang kuat untuk tidak tergantung pada bantuan atau hibah, tetapi berfokus pada kemitraan yang saling menguntungkan,” ujar Hanif dalam keterangan tertulis, Jumat (15/11/2024).

    Pada kesempatan tersebut, Hanif menjelaskan meskipun proses negosiasi UNFCCC panjang, telah ada langkah konkrit kerja sama dengan beberapa mitra untuk meningkatkan mitigasi dan adaptasi di Indonesia, termasuk perdagangan karbon. Hanif mengungkapkan Indonesia akan memanfaatkan instrumen Paris Agreement dan kerja sama bilateral dalam pengendalian perubahan iklim.

    Hanif juga menekankan pentingnya kerja sama bilateral dalam mengurangi emisi global, termasuk perdagangan karbon yang transparan. Artikel 6 dari Paris Agreement, mengenai perdagangan kredit karbon, telah diterapkan melalui kerjasama antara Indonesia dan Jepang dengan mekanisme Mutual Recognition Arrangement (MRA).

    “Perlu saya tegaskan juga bahwa peran pasar karbon adalah untuk mendukung penurunan emisi gas rumah kaca, untuk pencapaian NDC, bukan untuk tujuan ekonomi lainnya,” katanya.

    “Kita akan segera tindaklanjuti implementasi dengan pihak Jepang, dengan proporsi pemanfaatan kerja sama yang berimbang,” kata Hanif.

    Indonesia terus mendorong penggunaan energi terbarukan dan mengembangkan Sertifikat Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI) untuk sertifikasi emisi karbon dengan mekanisme yang terstandarisasi. Pemerintah juga membuat roadmap bagi sektor penyumbang emisi untuk mencapai batas tertentu dan mendorong sektor kehutanan mengembangkan mekanisme offset karbon.

    “Jadi sekali lagi saya tegaskan, kami di sini bukan untuk meminta bantuan, melainkan untuk menawarkan kemitraan, metodologi, dan kerja sama dalam konteks penurunan emisi gas rumah kaca,” ungkap Hanif

    Indonesia bertekad untuk menyelesaikan roadmap perdagangan karbon dalam tiga bulan ke depan guna agar perdagangan karbon di tanah air dapat berjalan.

    Dengan langkah strategis dan kebijakan matang, Indonesia berharap berkontribusi nyata dalam mengurangi dampak perubahan iklim dan memastikan keberlanjutan lingkungan hidup di masa depan.

    (akn/ega)

  • Hotman Paris Siap Bantu Ira Maria yang Anaknya Dipaksa Menggonggong Ivan Sugianto

    Hotman Paris Siap Bantu Ira Maria yang Anaknya Dipaksa Menggonggong Ivan Sugianto

    Surabaya (beritajatim.com) – lbunda Ethan, lra Maria mengaku sakit hati melihat sang anak diperlakukan tidak manusiawi oleh Ivan Sugianto di SMA Kristen Gloria Surabaya. Hotman Paris dalam akun Instagramnya pun mengaku siap membantu.

    “Hari saya terluka, hati saya sakit. Saya hancur, saya merasa gagal menyaksikan anak saya berlutut dan menggonggong di depan Excel,” ujar Ira Maria dalam unggahan video Instagram di akun (et) hotmanparisofficial.

    Melihat perlakuan tersebut hingga dilakukan di depan banyak orang, Ira tampak tak dapat membendung rasa sakit hatinya. Bahkan, saat kejadian berlangsung, ia mengaku sempat pingsan dan dibawa ke rumah sakit.

    “Tenang, Bu. Tim Hotman Paris 911 siap bantu, Ibu,” tulis pengacara Kondang tersebut.

    Tangkapan layar akun @hotmanparisofficial

    Terlepas dari itu, banyak warganet yang pro kontra dengan hal tersebut.

    “Respon ayah Ivan memang tidak dibenarkan, tapi kan anak-mu juga mulutnya kaya samp*h, bullying tidak
    dibenarkan apa pun bentuknya. Kita tidak pernah tahu efek jangka panjang dari bullying jadi jangan sok power!!,” komen (et) mary***.

    Hal senada juga dikatakan (et) fitri. Menurutnya anak Ira juga salah karena telah melakukan Bullying.

    “Ingat loh jangan lindungi pelaku bullying, masa temennya dikatain mirip pudel, kan itu gukguk. Sama ajah gada yang bener jangan merasa paling terdzalimi,” ujarnya.

    Salah satu warganet pun turut memberikan komentar, di mana kalau tidak ada api tidak mungkin ada asap.

    “Coba tanya dulu anak ibu hal bully apa yang di lakukan oleh anak ibu ke anaknya bapak Ivan, kalo emang kelakuan bully anak ibu melebihi ke anak nya pak ivan gimana? Gimana juga perasaan istrinya Pak Ivan pas anaknya dibully, misalnya anak ibu dilaporkan ke terali besi ke Pak Ivan karena pembullyan gimana gak lebih sakit,” ujar (et) adit***. (fyi/ted)

  • Ilmuwan Temukan Asal Cahaya Pertama Menyala di Alam Semesta

    Ilmuwan Temukan Asal Cahaya Pertama Menyala di Alam Semesta

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebuah penelitian mengungkapkan cahaya pertama yang menyala di awal alam semesta. Ternyata asalnya dari galaksi kerdil.

    Cahaya pertama itu terjadi jauh setelah Big Bang terjadi. Saat fenomena itu terjadi cahaya tidak bisa menembus antariksa yang penuh dengan kabut plasma.

    Waktu berlalu, dan saat alam semesta mending sekitar 300 ribu tahun setelahnya, proton dan elektron berkumpul membentuk gas hidrogen netral serta sedikit helium. Berbeda dari sebelumnya, media ini membuat sedikit cahaya diproduksinya.

    Dari sini juga bintang pertama lahir. Bintang-bintang itu menghasilkan radiasi kuat melepaskan elektron dari nukleus dan menginosiasi ulang gas. Pada saat ini juga, alam semesta mengembang membuat gas menyebar dan cahaya mulai bisa terlihat.

    Baru 1 miliar tahun setelah Big Bang terjadi, alam semesta sudah terinosasi ulang. Di sanalah cahaya mulai terlihat dengan cukup jelas.

    Hasil temuan ini juga berbeda dengan perkiraan sebelumnya bahwa sumbernya berasal dari sesuatu yang kuat. Ternyata re-ionisasi berasal dari galaksi-galaksi kerdil, dikutip dari Science Alert, Jumat (15/11/2024).

    Para ilmuwan menggunakan data JWST dari gugus galaksi dengan dukungan data Hubble untuk melihat spektrum dari galaksi-galaksi kecil. Hasilnya tiap galaksi itu jauh lebih terang dari perkiraan.

    “Meski ukurannya kecil, galaksi dengan bermassa rendah ini jadi penghasil radiasi energik yang produktif dan kelimpahannya pada periode itu begitu besar membuat pengaruh kolektif bisa mengubah seluruh keadaan,” kata astrofisikawan dari Institut d’Astrophysique de Paris, Hakim Atek.

    Astrofisikawan Themiya Nanayakkara dari Universitas Teknologi Swinburne menjelaskan ada banyak pekerjaan yang perlu dikerjakan setelah temuan tersebut. Karena ada banyak pertanyaan menarik untuk melihat sejarah awal mula alam semesta.

    “Kita sekarang masuk ke wilayah yang belum dipetakan JWST,” jelasnya.

    “Pekerjaan ini membuka banyak pertanyaan menarik yang harus dijawab dalam upaya memetakan sejarah evolusi awal mula kita,” imbuh dia.

    (dem/dem)

  • Jemput Bola Kemenangan Butter Leaders

    Jemput Bola Kemenangan Butter Leaders

    Bisnis.com, JAKARTA – Pada 2024, se­­­banyak 57 ne­­­­­gara me­­­nye­­leng­­­­garakan pe­­­mi­­­lu termasuk Ing­­­­­gris, India, Amerika Serikat (AS), Rusia, dan juga Indonesia.

    Sebanyak 57 negara tersebut sangat berkontribusi dalam menyum­­bang 49% populasi dan 60% PDB dunia. Ke­­tidakpastian tahun 2024 tentu sangat tinggi karena banyak kebijakan populis yang dikampanyekan oleh petahana untuk kembali meraih hati rakyat.

    Dari banyaknya pemilu tersebut terdapat fokus perhatian utama yakni AS yang sangat menaruh perhatian global karena dinamika yang dinamis. Diksi “Trump yang tertembak, karier politik Biden yang tewas” menjadi pola yang menarik karena tidak banyak prediksi pada saat itu bahwa Kamala Harris akan menggantikan atasannya dalam kontestasi politik AS tersebut. Hampir saja AS akan memiliki presiden perempuan pertama di negaranya.

    Dalam pidato kemenangannya di Florida, Trump menyampaikan akan mengembalikan kejayaan AS dan mengajak masyarakat negeri Paman Sam tersebut untuk bersatu. Hal ini membuat posisi yang jelas bahwa ia akan membenahi urusan domestik yang akan menjadi modal bagi AS dalam berpartisipasi dalam panggung dunia ke depannya.

    Saat Trump menjadi Presiden ke-45 AS memang berbagai indikator perekonomian bergerak cukup luar biasa melalui reformasi perpajakan yang dilakukan Trump untuk mendorong perekonomian domestik. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, era Trump berhasil mencatatkan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,5% yang membuat pertumbuhan ekonomi AS melampaui Eropa. Bahkan pada 2017, pertumbuhan negeri Paman Sam sempat tumbuh fantastis sebesar 4,2% (YoY) dan pada sisi output pada kuartal III/2020 saat pandemi melanda berhasil tumbuh 33% (YoY).

    Pada sisi pengangguran, Trump berhasil memecahkan rekor dengan membawa tingkat pengangguran terendah dalam 5 dekade terakhir di angka 3,5% dan membuka 6,4 juta lapangan pekerjaan baru. Bahkan, Tetapi dari sisi kenaikan upah, rata-rata pertumbuhan era Trump lebih rendah dari Barack Obama di mana hanya naik rata-rata 2,1% setiap tahunnya. Trump juga berhasil menurunkan 4,2 juta rakyat yang masuk dalam kategori miskin dengan tingkat kemiskinan sebesar 10,5%.

    PERPAJAKAN ALA TRUMP

    Perhitungan Tax Foundation (2020), apabila reformasi pajak ala Trump dilakukan secara jangka panjang hingga tahun 2027, maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 1,7%, yang diterjemahkan dengan peningkatan upah sebesar 1,5%, melengkapi pasar tenaga kerja dengan 339.000 lapangan kerja baru dan meningkatkan stok modal sebesar 4,8% pada 2027.

    Berdasarkan perhitungan statis memang terjadi degradasi US$373 miliar tetapi apabila menggunakan perhitungan dinamis terhadap perekonomian sebesar US$408 miliar.

    Relaksasi pajak yang dilakukan Trump kepada dunia usaha dan pribadi memberikan tingkat daya saing Amerika Serikat yang lebih tinggi karena menurunnya biaya produksi, perubahan substansial terhadap cara kegiatan ekonomi di pasar domestik, memberikan zona peluang bagi bisnis di AS dapat ekspansi di dalam negeri baik baik intensifikasi dan ekstensifikasi model bisnis mereka.

    Reformasi Pajak yang mewujudkan corporate welfare dalam jangka pendek dan social welfare dalam jangka panjang akan dilakukan dengan menjamin sektor swasta menginvestasikan uangnya ke dalam pasar akibat pemotongan pajak.

    AMERICA GREAT AGAIN

    “Kita akan membuat Amerika kuat kembali, Kita akan membuat Amerika bangga kembali. Kita akan membuat Amerika aman kembali dan kita akan membuat Amerika hebat kembali” ujar Trump dalam salah satu kampanyenya. Maka sudah dapat dipastikan bahwa berbagai formulasi kebijakan Trump pada saat menjadi Presiden ke-45 di Negeri Paman Sam akan dilanjutkan dan diperkuat dalam 4 tahun mendatang.

    Potensi perang dagang jilid kedua dengan China akan terjadi bahkan akan meluas dengan negara yang menentang “hegemoni” dari mata uang AS karena Trump sempat mengatakan akan mengenakan bea masuk hingga 100% bagi negara yang melakukan dedolarisasi. Walaupun akan menjadi “boomerang” bagi perekonomian domestik, tetapi Trump akan berani untuk melakukannya.

    Kedua, akan ditariknya berbagai militer AS yang akan menurunkan temperatur persaingan geopolitik, tetapi keinginan Trump untuk menguasai cadangan minyak dunia akan tetap dilakukan karena dalam kepemimpinannya, ia sempat keluar dari Paris Agreement maka komitmen terhadap net zero emission dapat menjadi ancaman.

    Ambisi Trump menguasai cadangan minyak Timur Tengah akan meningkatkan risiko tetapi sepertinya posisi Israel akan diuntungkan yang menjadi ancaman adalah apabila Iran menutup Selat Hormuz maka minyak dunia akan kolaps dan diuntungkannya Belt Road Initiative milik China.

    Selanjutnya, Trump juga akan mengevaluasi berbagai perjanjian perdagangan dan akan melakukan revaluasi perjanjian dagang yang menguntungkan masyarakat AS terutama kelas menengahnya yang sedang mengalami pelemahan daya beli. Pengalaman Trump keluar dari Trans-Pacific Treaty, Trans-Atlantic Treaty, dan perjanjian dagang lainnya akan menjadi ancaman. Berbagai program domestik AS akan dipaksakan menjadi agenda global dan evaluasi kebijakan Presiden Biden tentu akan dilakukan secara masif.

    Dampak Terhadap Indonesia

    Kemenangan Trump sebenarnya lebih banyak membawa dampak positif bagi perekonomian domestik karena peluang terjadinya relokasi pabrik akan sangat tinggi. Maka dari itu, pengusaha dan Pemerintah Indonesia harus siap menangkap berbagai peluang tersebut seperti memberikan kepastian hukum, reformasi birokrasi, percepatan perizinan, bahkan hingga insentif pajak seperti tax holiday dan tax allowance untuk industri yang memberikan alih teknologi.

    Kunjungan kerja Presiden Prabowo ke Amerika Serikat berusaha untuk menangkap peluang kerja sama, bahkan dalam video terbuka Presiden Prabowo mengucapkan selamat kepada Presiden Trump. Hal ini akan menjadi katalis positif hubungan antara RI dan AS bagi pasar, bahkan Presiden Trump berjanji akan mengunjungi Indonesia

    Perlu diingat pada periode perang dagang 2018, Indonesia gagal menangkap peluang relokasi pabrik dan banyak pabrik yang ada di China lari ke Vietnam, Thailand, dan Malaysia, maka dari itu saat ini Indonesia harus lebih siap menangkap peluang tersebut. Dari sisi kinerja ekspor, kemenangan Trump membuka peluang terjadinya perang tarif dan terbuka potensi neraca dagang kita akan balance dengan AS. Namun, penjualan komoditas esensial seperti CPO dan batu bara secara volume relatif akan ada pergerakan.

    Dari sisi nilai tukar, konsensus pasar yang terjadi di AS mengisyaratkan bahwa apabila Donald Trump memenangkan pemilihan, maka akan terjadi penurunan suku bunga sebanyak tiga kali oleh The Federal Reserve berbeda dengan konsensus kemenangan Kamala Haris yang memungkinkan akan diturunkan sebanyak 5 kali. Maka dari itu, pelemahan nilai tukar akan terjadi dan akan merugikan importir bahan baku produksi tetapi akan menguntungkan bagi eksportir.

    Perang tarif yang terjadi juga dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk dapat menggarap pasar Afrika dan pasar negara Kepulauan Pasifik untuk dapat menjadi pasar pengganti ekspor kita ke AS. Berbagai kerja sama bilateral dengan negara Afrika dan Kepulauan Pasifik terutama mengenai perdagangan dan ekonomi dapat dibangun.

    Pemerintah juga perlu cermat untuk melakukan penyesuaian dalam membuat formulasi dalam APBN-P nantinya dengan melakukan kalkulasi ulang baik dari sisi harga minyak, kurs nilai tukar, dan inflasi karena akan dapat memengaruhi berbagai orkestrasi kebijakan. Pada dasarnya, kemenangan Trump akan menjadi “butter” bagi Indonesia apabila kita bersiap dan dapat melakukan jemput bola.

  • Para Kepala Negara Absen di KTT Iklim COP29, Ada yang Undur Diri

    Para Kepala Negara Absen di KTT Iklim COP29, Ada yang Undur Diri

    Jakarta

    Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) terkait perubahan iklim COP29 sedang berlangsung di Baku, Azerbaijan. Para pemimpin dunia, negosiator, pelobi dan LSM bertemu di sini, membahas perubahan iklim dan lingkungan hidup.

    Lebih dari 100 kepala negara dan pemerintahan telah mengonfirmasi kehadiran mereka di COP29, menurut sumber PBB. Namun, sejumlah pemimpin dunia dan pejabat pemerintah telah menyatakan tidak akan menghadiri acara yang berlangsung 11-22 November 2024 ini. Siapa saja? Berikut daftar negara yang tidak hadir beserta alasannya, dikutip dari Euro News.

    Presiden Komisi Eropa

    Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen tidak hadir. Alasannya, Komisi Eropa sedang dalam fase transisi. “Presiden akan fokus pada tugas kelembagaannya. Von der Leyen saat ini tengah mempersiapkan masa jabatan keduanya yang akan dimulai pada 1 Desember,” kata juru bicara Komisi Eropa.

    Sementara itu, Uni Eropa diwakili oleh Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Kepala Kebijakan Iklim Wopke Hoekstra, dan Komisaris Bidang Energi Kadri Simson.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron

    Presiden Prancis Emmanuel Macron juga absen dari KTT ini. Kabarnya, alasannya karena pertemuan tersebut diadakan di Azerbaijan dan Prancis menolak menginjakkan kaki di negara itu.

    Hubungan antara kedua negara menegang sejak tahun lalu ketika Paris mengutuk serangan militer Azerbaijan terhadap separatis Armenia di wilayah Karabakh yang memisahkan diri.

    Kanselir Jerman Ola Scholz

    Pemimpin negara adikuasa Eropa lainnya juga tidak hadir, yakni Kanselir Jerman Olaf Scholz. Jauh hari sebelumnya, ia telah mengumumkan tidak akan menghadiri COP29 setelah koalisi yang berkuasa bubar.

    Semula, ia berencana menghadiri COP29, tetapi kemudian membatalkan keputusan itu setelah runtuhnya pemerintahan koalisi tiga partai Jerman.

    Presiden AS ke-46 Joe Biden

    COP29 digelar beberapa hari setelah pemilihan umum di Amerika Serikat (AS), sehingga Joe Biden tidak hadir. Ini adalah tahun kedua berturut-turut ia tidak hadir dalam perundingan iklim global. Sebagai gantinya, delegasi AS dipimpin oleh John Podesta, penasihat senior presiden AS untuk kebijakan iklim internasional.

    Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva

    Setelah mengalami cedera kepala bulan lalu, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva membatalkan perjalanannya ke Baku. Negaranya akan menjadi tuan rumah COP30 di Belem tahun depan.

    Raja Charles III

    Raja Charles juga tidak menghadiri COP29 dikarenakan pemerintah Inggris memutuskan untuk tidak mengutusnya mewakili rakyat mengingat ia masih dalam masa pemulihan dari kanker. Namun Raja Charles III memiliki sejarah panjang dalam advokasi perubahan iklim dan telah menghadiri konferensi-konferensi PBB sebelumnya.

    Presiden Rusia Vladimir Putin

    Presiden Rusia Vladimir Putin juga tidak hadir, dan delegasi negaranya di COP29 akan dipimpin oleh Perdana Menteri Mikhail Mishustin. Ironisnya, Oktober lalu, duta besar Ukraina untuk Uni Eropa, Vsevolod Chentsov mengatakan bahwa masyarakat internasional harus menghindari perundingan tersebut jika Putin hadir.

    Pemimpin Kanada, India, China, Afrika Selatan, dan Australia

    Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden China Xi Jinping, Cyril Ramaphosa dari Afrika Selatan, dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese juga melewatkan konferensi iklim tahun ini. Namun alasan mereka absen tidak diketahui.

    Papua Nugini Protes dan Menarik Diri

    Pada Agustus tahun ini, Perdana Menteri Papua Nugini James Marape mengumumkan bahwa negara tersebut tidak akan menghadiri COP29 sebagai protes terhadap negara-negara besar karena kurangnya dukungan cepat bagi para korban perubahan iklim.

    Marape mengatakan, hal ini dilakukan demi kepentingan semua negara kepulauan kecil. Dikelilingi oleh lautan dan merupakan rumah bagi hamparan hutan hujan terbesar ketiga di planet ini, Papua Nugini sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Wilayah ini dirusak oleh berbagai dampak seperti naiknya permukaan air laut dan bencana alam.

    (rns/fay)

  • Menteri LH Buka-bukaan Potensi Kredit Karbon RI Capai 557 Juta Ton

    Menteri LH Buka-bukaan Potensi Kredit Karbon RI Capai 557 Juta Ton

    Jakarta – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq buka-bukaan soal potensi kredit karbon di Indonesia yang cukup besar jumlahnya. Sejauh ini ada sekitar 577 juta ton kredit karbon dari perhitungan di 2014-2020 yang ada di Indonesia.

    Menurutnya, potensi ini harus dikembangkan dengan mengajak kerja sama penurunan emisi dengan negara lain. Jumlah kredit karbon yang besar ini menjadi modal Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

    “Kita ada stok atau ada kredit karbon dari result based payment yang dilakukan mulai tahun 2014 sampai 2020 nilainya 577 juta ton CO2. Jadi ini hasil kerja kita bareng di seluruh Indonesia yang kami tangkap secara agregat dengan imagery satelit. Jadi dari citra satelit kita tangkap,” jelas Hanif di Kantor Delegasi RI pada COP 29, Baku Olympic Stadium, Azerbaijan, Kamis (14/11/2024).

    Dia pun sudah memberikan pesan kepada negosiator dari delegasi Indonesia di COP 29 untuk mencari kontributor yang mau diajak bersama-sama menurunkan gas rumah kaca.

    “Kita perlu percepatan melakukan tadi, semua negosiator tadi agar membuka peluang untuk kemudian mencari kontributor yang diajak bersama-sama dengan niat yang sama untuk menurunkan emisi gas rumah kaca,” ungkap Hanif.

    Namun, Hanif menegaskan mencari kontributor untuk menggunakan kredit karbon di Indonesia bukan berarti Indonesia hanya ingin meminta uang dari negara maju saja. Indonesia negara besar, melihat potensi kredit karbon yang ada, menurutnya hal itu bisa menjadi modal bersama untuk menurunkan gas rumah kaca dan memerangi perubahan iklim.

    “Kita tidak minta bantuan, sekali lagi. Kita tidak minta uang, tetapi kita mengajak bekerja sama menurunkan emisi gas rumah kaca di dunia ini. Kita sudah punya kredit karbon 577 juta yang hari ini teman-teman kami minta untuk bergerak di luar sidang,” papar Hanif.

    Indonesia juga menurutnya terbuka apabila ada pihak-pihak yang mau berdiskusi soal metodelogi perhitungan karbon yang lain. Pada intinya, Indonesia ingin bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

    Bicara soal potensi kredit karbon, Hanif juga bilang total 557 juta ton baru merupakan perhitungan yang dilakukan pada sektor Forest and Other Land Use (FOLU). Masih ada beberapa sektor lainnya yang sedang diperhitungkan jumlah kredit karbonnya, mulai dari energi, industri, limbah, hingga pertanian.

    Di sisi lain, Indonesia dalam ajang COP 29 juga sudah meneken mutual recognition agreement (MRA) soal kesepakatan perhitungan kredit karbon. Menurutnya, ini menjadi langkah besar bagi Indonesia dalam aksi iklim di dunia.

    Dalam artikel 6.2 Paris Agreement disebutkan salah satu model kerja sama sukarela untuk mengurangi gas rumah kaca bisa dilakukan antar negara atau government to government (G to G) dan juga antara negara dan lembaga. Indonesia, diklaim Hanif menjadi negara pertama yang melakukan model kerja sama tersebut lewat MRA perhitungan kredit karbon.

    “Kita mengenal artikel 6.2, yaitu Joint Carbon Corporation antara G to G atau antara government dan lembaga. Ini sampai hari ini data di UN, kita menjadi satu-satunya pihak parties yang mengoperasionalkan 6.2. Ini tolong dicatat,” ujar Hanif.

    (hal/rrd)

  • Menilik Potensi Kebijakan Iklim AS di Bawah Donald Trump

    Menilik Potensi Kebijakan Iklim AS di Bawah Donald Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Kemenangan Donald Trump pada Pilpres AS akan berdampak pada perubahan kebijakan Negeri Paman Sam terkait masalah iklim, mulai dari peningkatan produksi minyak mentah hingga kembali menarik AS dari Perjanjian Paris.

    Donald Trump tidak merahasiakan pandangannya mengenai perubahan iklim. Selama masa jabatan presiden pertamanya pada 2017-2021, Trump berulang kali menyatakan keraguan bahwa hal tersebut disebabkan oleh perilaku manusia, dan menyebutnya sebagai tipuan. 

    Saat kampanye untuk masa jabatan kedua, dia menyebut perubahan iklim sebagai salah satu penipuan terbesar sepanjang masa.

    Peneliti senior di Council on Foreign Relations, Alice Hill menyebut, kemenangan Trump menghadirkan hambatan nyata dalam perjuangan global melawan perubahan iklim. 

    “Di bawah kepemimpinan Presiden Trump, Amerika Serikat hampir pasti akan mundur dari upaya global dan domestik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan produksi bahan bakar fosil,” kata Hill dikutip dari Deutsche Welle (DW) pada Kamis (14/11/2024).

    Laporan dari Copernicus Climate Change Service mencatat, tahun 2024 hampir pasti menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat dan tahun pertama pemanasan di atas 1,5 derajat Celcius. Para ilmuwan telah lama memperingatkan perlunya mengurangi setengah emisi pemanasan global pada tahun 2030 untuk menghindari bencana iklim.

    Untuk mencapai tujuan tersebut, negara-negara di dunia perlu bekerja sama. Namun, para ahli memperingatkan bahwa kebijakan “America First” yang diusung Trump tidak sejalan dengan kolaborasi global dalam aksi iklim – meskipun AS saat ini merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah China, dan merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar dalam sejarah.

    Genjot Produksi Minyak

    Menjelang pilpres, Trump berjanji untuk memperluas produksi bahan bakar fosil dalam negeri, lebih fokus pada minyak dan gas, serta mengurangi pengeluaran untuk energi ramah lingkungan.

    “Donald Trump dan para pendukungnya jelas mempunyai pandangan bahwa minyak dan gas sangat penting bagi kekuatan global Amerika dan hal ini tidak boleh dipermainkan,” kata Clarence Edwards, Direktur Eksekutif E3G di Washington.

    Pada masa jabatan pertamanya, pemerintahan Trump mendorong peningkatan pengeboran minyak dan gas alam, termasuk di kawasan lindung seperti Suaka Margasatwa Nasional Arktik di Alaska, dan memperjuangkan pembangunan jaringan pipa seperti Keystone XL dan Dakota Access. 

    Bahkan sebelum pemilu, Trump telah mengisyaratkan bahwa dia akan melanjutkan tren ini jika dia menang. Namun Edwards mengatakan hal ini bukan berarti energi terbarukan akan hilang sama sekali, hanya saja pemerintahan mendatang akan lebih fokus pada hidrokarbon.

  • PLN Siap Dukung Pemerintah Capai 75% Energi Terbarukan hingga Tahun 2040 – Page 3

    PLN Siap Dukung Pemerintah Capai 75% Energi Terbarukan hingga Tahun 2040 – Page 3

    Sebelumnya, Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia dalam Conference of the Parties (COP) 29, Hashim Djojohadikusumo menegaskan, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon lewat transisi energi.

    ”Transisi energi bukan hanya tentang mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi tentang menyeimbangkan pertumbuhan dengan keberlanjutan lingkungan,” tegasnya.

    “Indonesia akan mencapai energi bersih, hijau, dan terjangkau, sambil mempercepat pertumbuhan ekonomi 8%,” jelas Hashim.

    Ia membeberkan bahwa hingga tahun 2040, Indonesia siap meningkatkan bauran energi terbarukan sebesar 75 gigawatt (GW) yang berasal dari pembangkit listrik hidro, geotermal, bioenergi, surya, dan angin.

    ”Perubahan iklim global membutuhkan solusi global dan tidak ada satu negara pun yang bisa menghadapi dan menyelesaikan masalah ini sendirian, satu-satunya cara untuk maju adalah melalui kolaborasi antarnegara,” beber Hashim.

    “Saya yakin kita bisa melakukan ini, bukan hanya karena perjanjian lingkungan internasional seperti Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris, tetapi karena kita benar-benar peduli untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang,” jelasnya.

     

    (*)

  • Ilmuwan Takut Kiamat Makin Nyata Gegara Donald Trump, Ini Alasannya

    Ilmuwan Takut Kiamat Makin Nyata Gegara Donald Trump, Ini Alasannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Banyak ilmuwan iklim khawatir dengan nasib umat manusia usai Donald Trump dinyatakan menang dalam Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS). 

    Pasalnya, Trump dinilai tidak peduli dengan perubahan iklim dan dampak petakanya di masa depan. 

    Dalam beberapa kesempatan, Trump tak segan menyebut perubahan iklim adalah hoax dan salah satu penipuan terbesar sepanjang masa.

    Ia juga berencana menghapus pengeluaran energi bersih, serta memangkas insentif bagi warga AS untuk mengendarai mobil listrik.

    Rencana tersebut akan dilakukan selama periode empat tahun Trump menjabat, di mana waktu tersebut merupakan dekade penting bagi para ilmuwan.

    Dalam masa tersebut, ahli menyatakan AS dan dunia harus memangkas polusi yang membawa pemanasan global untuk menghindari kerusakan iklim yang membawa bencana lebih lanjut.

    Saat ini, penghasil emisi utama seperti AS sangat tertinggal dalam komitmen untuk memangkas emisi yang cukup untuk menghindari kenaikan suhu global sebesar 1,5C di atas era pra-industri.

    Dengan pemanasan rata-rata hanya lebih dari 1C sejauh ini, dunia telah mengalami gelombang panas yang memecahkan rekor, kebakaran hutan, badai dahsyat, punahnya satwa liar dan ancaman lainnya.

    “Kita harus menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secepat mungkin,” kata Michael Mann, seorang ilmuwan iklim di Universitas Pennsylvania.

    “Sulit untuk melihat hal itu terjadi jika Trump menang,” imbuhnya.

    Jadi saat nanti memimpin, AS bisa saja kembali keluar dari perjanjian iklim Paris dan tidak mematuhi rencana PBB untuk menangani krisis iklim yang dinilai semakin parah.

    Para analis memperkirakan kedua langkah tersebut akan melemahkan pengaruh AS dalam perundingan iklim PBB, membatasi tindakan negara itu sendiri terhadap perubahan iklim, dan mengurangi tekanan pada penghasil gas rumah kaca besar lainnya seperti China untuk menyerahkan rencana iklim yang ambisius kepada PBB tahun depan.

    Ini berarti negara dengan emisi terbesar kedua di dunia tidak perlu lagi menyerahkan rencana aksi iklim nasional kepada PBB setiap lima tahun.

    Namun, karena semua negara diharapkan menerbitkan rencana terbarunya tahun depan sebelum AS di bawah kepemimpinan Trump, Washington tetap diharapkan untuk menyerahkannya.

    (fab/fab)