Wajah Ekonomi Politik dan Remiliterisasi di Balik Proyek MBG
Alumnus Sekolah Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta. Anggota Dewan Pembina Wahana Aksi Kritis Nusantara (WASKITA), Anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI). Saat ini aktif melakukan kajian dan praktik pendidikan orang dewasa dengan perspektif ekonomi-politik yang berkaitan dengan aspek sustainable livelihood untuk isu-isu pertanian dan perikanan berkelanjutan, mitigasi stunting, dan perubahan iklim di berbagai daerah.
TULISAN
artikel opini I Dewa Made Agung Kertha Nugraha (
Kompas.id
, 14/10/2025) berjudul “
Yang Tak Terlihat Publik dari Program Makan Bergizi Gratis
(MBG)” menampilkan wajah teknokrasi yang rapi dan meyakinkan.
Ia menggambarkan MBG sebagai hasil kerja senyap para teknokrat, disusun dengan riset lintas lembaga dan dukungan institusi internasional.
Namun, di balik narasi yang tampak ilmiah dan objektif itu, terselip dua persoalan besar yang justru harus dibicarakan: ekonomi politik di balik MBG dan remiliterisasi sektor pangan.
Sebagai peneliti kebijakan publik sekaligus Tenaga Ahli Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nugraha menonjolkan sejumlah pilot project MBG—dari Warung Kiara di Sukabumi hingga proyek di Papua—sebagai bukti keberhasilan teknokrasi berbasis bukti (
evidence-based policy
).
Namun, contoh-contoh tersebut bersifat kasuistis, menarik tapi tidak mencerminkan wajah nasional dari pelaksanaan MBG yang kompleks dan problematik.
Data Kementerian Keuangan (2025) menunjukkan realisasi anggaran MBG yang masih rendah: per Juli 2025 realisasi tercatat sekitar Rp 5 triliun atau hanya sekitar 7 persen dari pagu Rp 71 triliun, dan per 3 Oktober 2025 naik menjadi sekitar 29 persen, yakni Rp 20,6 triliun.
Angka-angka ini menunjukkan penyerapan anggaran yang jauh dari target dan mengindikasikan lemahnya koordinasi pelaksanaan.
Beberapa laporan dari BGN dan media juga menyorot masalah higienitas dapur dan verifikasi rantai pasok.
Hingga saat ini sudah belasan ribu siswa yang keracunan makanan MBG, dan pemerintah pun sudah menutup 79 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bermasalah.
Laporan dari beberapa kajian kelompok masyarakat sipil juga mengungkap berbagai kasus yang terjadi di sejumlah daerah terkait proyek MBG.
Keterlambatan distribusi bahan pangan, menu dengan gizi kurang seimbang, masalah pengolahan makanan, hingga kasus keracunan bukanlah kasus insiden terpisah, melainkan terjadi secara sistematis (
Kompas,
22/09/2025).
Fakta-fakta ini tak sejalan dengan klaim bahwa teknokrasi MBG “bekerja dalam senyap dengan empati sosial.” Diamnya sistem justru menyembunyikan cacat struktural dalam tata kelola anggaran dan pengawasan publik.
Dengan total anggaran diperkirakan mencapai Rp 185,2 triliun per tahun (Bappenas, 2024), MBG bukan sekadar kebijakan gizi, melainkan proyek ekonomi politik raksasa yang menautkan tiga simpul kekuasaan sekaligus: negara, korporasi pangan, dan elite politik lokal.
Dalam perspektif ekonomi politik, MBG dapat dibaca sebagai bentuk
state-led market creation
—negara menciptakan pasar baru dengan justifikasi moral “perbaikan gizi nasional.”
Negara tidak hanya bertindak sebagai regulator, tetapi juga sebagai market maker melalui intervensi anggaran, penugasan BUMN, dan pembentukan rantai pasok baru.
Di balik jargon pemerataan dan kesejahteraan, terbuka ruang ekonomi bagi berbagai aktor besar: produsen pangan olahan, korporasi agribisnis, penyedia logistik, hingga kontraktor katering berskala nasional.
Dari berbagai laporan publik menunjukkan sejumlah BUMN—seperti BRI, BNI, Bank Mandiri, Telkom, PLN, PGN, dan Pupuk Indonesia—ditugaskan mendukung pelaksanaan MBG.
Keterlibatan ini memperlihatkan bagaimana
industrial food complex
kini berkelindan dengan kebijakan sosial.
Meski belum ditemukan adanya bukti publik yang mengonfirmasi keterlibatan langsung para donatur kampanye dalam rantai pengadaan MBG, yang dapat dipastikan: mekanisme pengadaan MBG membuka ruang ekonomi baru yang sangat besar dengan potensi konflik kepentingan. Hal inilah yang perlu diawasi melalui transparansi dan audit publik.
Kebijakan yang semula diklaim berbasis bukti (
evidence-based policy
) dapat berubah fungsi menjadi
evidence-based politics
—bukti dan data digunakan bukan untuk merancang kebijakan publik, tetapi untuk melegitimasi proyek kekuasaan.
Bahasa teknokratis seperti
pilot project, centre of excellence
, atau
nutritional innovation
membangun ilusi rasionalitas, seolah semua keputusan diambil atas dasar ilmiah, padahal ia melayani logika akumulasi ekonomi-politik.
Jika ditarik ke hulu, MBG juga merepresentasikan bentuk baru dari
clientelistic state capitalism
—kapitalisme negara yang mengandalkan relasi patronase politik.
Pemerintah dapat diduga menjadi broker antara anggaran publik dan jaringan bisnis yang loyal. Dalam prosesnya, teknokrat berperan sebagai perantara ideologis yang mensterilkan aroma politik di baliknya.
Dengan jumlah anggaran yang hampir setara dengan total belanja pendidikan dasar nasional, MBG menjadi instrumen elektoral paling efektif bagi rezim Prabowo–Gibran untuk mengonsolidasikan legitimasi di tingkat daerah.
Di banyak provinsi, pengelolaan dapur MBG diserahkan kepada kontraktor lokal yang berafiliasi dengan partai atau jaringan militer-pemerintah (
Tempo
, 20/04/2025).
Proyek ini memperkuat ekonomi politik patronase sekaligus memarginalkan usaha kecil, petani, dan pelaku pangan lokal yang tidak memiliki akses politik.
Di sisi lain, logika teknokrasi MBG memperkuat ketergantungan pada komoditas impor seperti daging ayam, susu bubuk, dan gandum.
Ini menunjukkan bahwa kedaulatan pangan—yang semestinya menjadi inti kebijakan gizi nasional—justru digantikan oleh kedaulatan logistik dan korporasi.
Dengan demikian, kebijakan yang diklaim pro-gizi anak sebenarnya turut memperdalam ketimpangan struktur ekonomi pangan di tingkat nasional.
Singkatnya, MBG adalah cermin dari apa yang disebut James C. Scott (1998) sebagai “state simplifications”—negara yang menyederhanakan kompleksitas sosial untuk memudahkan kontrol.
Dalam hal ini, urusan gizi anak dipangkas menjadi urusan teknis dan logistik, padahal di dalamnya terkandung kepentingan politik, ekonomi, bahkan militer.
Bagian lain dari tulisan Nugraha, menyiratkan pembenaran atas keterlibatan TNI dalam ekosistem ketahanan pangan nasional.
Dalam kerangka ini, kerja militer diposisikan sebagai bagian dari “strategi adaptif” yang disebut selaras dengan filosofi OODA Loop (
observe, orient, decide, act
) ala Prabowo.
Namun, pendekatan ini problematik: ia membuka ruang bagi militer untuk bekerja di luar fungsi pertahanannya—suatu praktik yang seharusnya sudah ditinggalkan sejak era reformasi.
Keterlibatan militer dalam program pangan bukan sekadar “koordinasi logistik”, tetapi langkah sistematis menuju remiliterisasi kebijakan sipil, mengingat latar belakang Presiden Prabowo yang berasal dari militer.
Rencana pembentukan Batalion Teritorial Pembangunan yang dikaitkan dengan pelaksanaan MBG (Kemhan, 2025) memperkuat sinyal itu.
Setiap batalion akan ditempatkan di wilayah strategis untuk mendukung “ketahanan pangan daerah” dengan sumber daya dan lahan tersendiri.
Di beberapa daerah, kebijakan ini menimbulkan konflik agraria, seperti di Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, di mana warga melaporkan perampasan lahan yang digunakan untuk membangun markas Batalion Teritorial Pembangunan 842/Badak Sakti (
TribunBanten
, 24/09/2025).
Kebijakan semacam ini bukan hanya melanggar prinsip
civilian supremacy
, tetapi juga mengingatkan publik pada trauma lama Dwi Fungsi ABRI di masa Orde Baru—ketika militer berperan ganda di sektor sipil dan ekonomi.
Jika tren ini berlanjut, MBG bisa menjadi pintu masuk bagi kembalinya kontrol militer atas urusan sipil dengan dalih “ketahanan pangan nasional.”
Contoh baik seperti SPPG di Warung Kiara seharusnya tidak hanya dielu-elukan, tetapi dijadikan model yang diarusutamakan melalui regulasi nasional.
Namun hingga Oktober 2025, pemerintah belum menerbitkan Peraturan Presiden tentang Tata Kelola MBG Nasional. Padahal, peraturan ini penting untuk memastikan mekanisme akuntabilitas lintas kementerian.
Ketiadaan regulasi membuat MBG berjalan seperti
policy by decree
—tergantung pada arahan politik Presiden dan tim teknokrat di bawahnya. Ini bukan ciri negara hukum modern, melainkan pola lama pemerintahan berorientasi komando.
Sementara itu, National Centre of Excellence (NCoE) yang digadang sebagai laboratorium kebijakan justru cenderung elitis dan minim partisipasi masyarakat sipil. Evaluasi publik yang seharusnya deliberatif berubah menjadi sekadar formalitas administratif.
Jika MBG ditujukan untuk memperbaiki gizi anak sekolah, maka ukuran keberhasilannya bukan jumlah dapur atau volume logistik, melainkan peningkatan indeks gizi nasional. Aspek ini luput dari diskursus teknokrasi yang ditulis Nugraha.
Teknokrasi yang menolak kritik atas nama profesionalisme justru kehilangan sisi etisnya. Ketika bahasa ilmiah dipakai untuk menutupi problem politik dan militerisasi kebijakan pangan, kita sedang menyaksikan kembalinya gaya lama Orde Baru dalam bungkus baru: teknokrasi tanpa demokrasi.
MBG adalah gagasan mulia yang kini disandera dua hal: politik rente dan semangat remiliterisasi.
Namun, kritik atasnya bukan penolakan terhadap cita-cita memberi makan anak bangsa, melainkan upaya menjaga agar gagasan itu tetap berada di rel demokrasi dan keadilan sosial.
Negara memang perlu teknokrat, tetapi teknokrasi tanpa transparansi hanya melahirkan birokrasi yang beku. Negara juga butuh militer, tetapi militer tanpa batas sipil hanya melahirkan ketakutan.
Demokrasi tumbuh bukan dari kesenyapan teknokrat atau disiplin barisan seragam, tetapi dari keberanian publik untuk bertanya, mengawasi, dan mengoreksi.
Jika MBG benar-benar ingin menyehatkan anak-anak bangsa, maka hal utama yang harus disembuhkan adalah politik yang lapar kekuasaan, bukan sekadar perut yang kelaparan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Pandeglang
-

5 Nelayan di Pandeglang Tersambar Petir Saat Melaut, 1 Orang Tewas
Jakarta –
Sebanyak lima nelayan dilaporkan tersambar petir saat sedang berlayar di Perairan Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten. Satu orang tewas dalam kejadian tersebut.
Kapolsek Carita Iptu Turip mengatakan peristiwa naas itu terjadi Senin (13/10/2025) sekitar pukul 12.15 WIB. Menurutnya, para nelayan terjebak cuaca ekstrem ketika hendak pulang usai melaut.
“Sekira pukul 12.15 WIB, hujan deras disertai petir melanda kawasan perairan di tempat kejadian perkara. Petir kemudian menyambar bagian kapal yang ditumpangi para nelayan,” kata Turip kepada wartawan.
Turip mengatakan kelima nelayan yang menjadi korban itu bernama, Jumeni (45), Mulud (45), Sana (40), Endi (40), dan Untung (40). Setiba di lokasi, kapal yang mengangkut mereka tersambar petir. Satu orang bernama Untung dilaporkan meninggal dunia di tempat.
“Akibat kejadian tersebut, salah satu nelayan atas nama Untung (40) meninggal dunia di lokasi, sementara rekan lainnya, Jumeni, mengalami luka bakar ringan di bagian tumit kaki, ketiga nelayan lainnya, yaitu Mulud, Sana, dan Endi, selamat dari kejadian tersebut,” lanjut Turip.
“Setelah kejadian, para korban berhasil dievakuasi oleh nelayan lain yang berada tidak jauh dari lokasi,” ucapnya.
(whn/whn)
-

Kronologi Pengungkapan 30 Kg Sabu di Meranti, Pelaku Sempat Lari ke Hutan
Kepulauan Meranti –
Sabu seberat 30 kilogram berhasil di Kepulauan Meranti, Riau, berhasil digagalkan aparat kepolisian. Empat orang tersangka, termasuk pengendali ditangkap dalam operasi ini.
Kapolres Kepulauan Meranti AKBP Budi Setiawan menjelaskan pengungkapan kasus pada 26 September 2025 ini berawal dari adanya informasi masyarakat yang langsung ditindaklanjuti oleh Satresnarkoba Polres Kepulauan Meranti. Tim gabungan Satresnarkoba Polres Kepulauan Meranti bersama Unit Reskrim Polsek Merbau kemudian melakukan surveillance di sepanjang garis pantai wilayah Merbau, Kepulauan Meranti.
Sempat Kabur ke Hutan
Informasi tersebut ditindaklanjuti oleh tim gabungan dengan melakukan penyelidikan di Desa Mengkopot, Kecamatan Tasik Putri Puyu, Pada Selasa (30/9) sekitar pukul 01.30 WIB. Saat itu tim menemukan empat orang laki-laki berboncengan dua motor Honda Vario dan N-Max melintas di lokasi.
Polres Kepulauan Meranti menangkap 4 tersangka jaringan internasional narkoba dan menyita 30 kilogram sabu serta 24,3 kilogram Happy Water/Foto: dok. Polda Riau
“Kemudian tim melakukan pembuntutan hingga ke Desa Bagan Melipur,” kata AKBP Budi, Jumat (10/10/2025).
Namun, pada saat hendak dilakukan penangkapan, empat pria tersebut melarikan diri ke dalam hutan di Jalan Kondur, Kecamatan Merbau. Tim kemudian melakukan pengejaran dan menangkap satu orang pelaku saat itu.
“Pada saat kami lakukan penangkapan ada satu orang, tiga orang lagi DPO,” katanya.
“N dan Y ini berperan sebagai perekrut orang yang melarikan diri ke dalam hutan,” katanya.
“Selanjutnya, tersangka kami bawa ke Mako Polres untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut,” jelasnya.
Polres Kepulauan Meranti menangkap 4 tersangka jaringan internasional narkoba dan menyita 30 kilogram sabu serta 24,3 kilogram Happy Water/Foto: dok. Polda Riau
Dikendalikan Wanita
Dalam pemeriksaan di kantor polisi, tersangka N, Y, dan J, mengaku bahwa mereka dikendalikan oleh wanita berinisial T alias TS.
“Yang mengendalikan masuknya narkoba jenis sabu dari Malaysia ke Indonesia melalui jalur laut ini adalah Saudari TS,” imbuhnya.
Selanjutnya, tim melakukan pengejaran dan menangkap TS di Pandeglang, Banten. Saat digeledah, polisi menemukan jejak komunikasi tersangka TS pada ponselnya.
“Yang bersangkutan berkomunikasi dengan U (DPO) dan D (DPO),” katanya.
Dalam pengungkapan ini, polisi menyita 30 kilogram sabu. Selain itu, Satresnarkoba Polres Kepulauan Meranti juga menyita barang bukti lainnya, antara lain 24,3 kilogram Happy Water merek Lamborghini, serta 1.034 catridge liquid mengandung narkotika berbagai merek termasuk Popeye, Pink, Hijau, dan Ungu.
(mea/dhn)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4790692/original/000925000_1711959602-WhatsApp_Image_2024-04-01_at_2.04.12_PM__1_.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sandiaga Uno Soroti Pengembangan KEK Tanjung Lesung dan UMKM – Page 3
Dijelaskan Arief Yahya, agar Tanjung Lesung bisa berkembang seperti Nusa Dua- Bali, membutuhkan kerja kolektif. Ia pun mengajak seluruh dinas terkait ikut aktif, sebab menurutnya nasib UMKM sangat bergantung pada komitmen pimpinan daerah.
“Kalau pemimpinnya nggak komitmen (kembangkan pariwisata), susah bagi pelaku di bawahnya. Pengaruhnya besar sekali,” kata Arief.
Ia bercerita sewaktu dirinya masih menjabat Menteri Pariwisata, dirinya selalu memastikan adanya komitmen dari kepala daerah sebelum memberikan dukungan penuh. Kalau komitmennya belum kuat, biasanya hasilnya juga kurang maksimal, “Ibaratnya, kita itu sedang mendorong mobil mogok,” ungkap Arief Yahya.
Arief Yahya mengaku ingin terus membantu Tanjung Lesung, bukan hanya karena pernah menjadi Menteri Pariwisata. Tapi juga karena ada darah Pandeglang dalam dirinya karena ayahnya lahir di Pandeglang. Sehingga muncul panggilan moral untuk membantu Pandeglang.
Arief juga melihat komitmen para pemimpin Pandeglang. Hal itu dilihat Bupati Pandeglang yang datang ke Tanjung Lesung dan Kepala Dinas Pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Pandeglang dan Kepala Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pandeglang, bersama jajaran. Ditambah kehadiran Sandiaga Uno, dukungan terhadap Tanjung Lesung semakin besar.
Menurutnya, kemajuan UMKM Pandeglang sangat bergantung pada pengembangan wisata Tanjung Lesung. “Kalau wisatanya berkembang, UMKM juga ikut sejahtera,” tegasnya.
-
Harga Minyakita Masih Tinggi, KSP Usul Kuota Bulog & ID Food Diperbesar
Bisnis.com, JAKARTA — Kantor Staf Presiden (KSP) meminta agar pasokan minyak goreng Minyakita dari produsen kepada BUMN Pangan, yakni Perum Bulog dan ID Food, diperbesar untuk menekan harga jual di masyarakat.
Pasalnya, saat ini, harga Minyakita masih melampaui harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp15.700 per liter. Per 3 Oktober 2025, rata-rata harga Minyakita dibanderol Rp17.900 per liter atau naik 14,01% dari HET.
Bahkan, pada periode yang sama, rata-rata harga Minyakita tertinggi mencapai Rp45.000 per liter di Kabupaten Puncak Jaya, sedangkan harga terendah di level Rp14.000 per liter di Kabupaten Pandeglang.
Tenaga Ahli Utama KSP Bodro Pambuditomo mengatakan, saat ini harga Minyakita relatif stabil di level tinggi. Meski begitu, Bodro menyebut, berdasarkan hasil verifikasi lapangan yang dilakukan KSP di sejumlah pasar, ditemukan adanya perbedaan harga Minyakita di masyarakat.
Dia menjelaskan perbedaan harga Minyakita ini berasal dari perbedaan sumber pasokan. Pertama, produk Minyakita yang disalurkan oleh BUMN Pangan cenderung memiliki harga yang lebih terjangkau, bahkan ada yang dijual mendekati atau di bawah HET.
“Harga Minyakita yang dipasok oleh BUMN Pangan, yang mana harganya secara relatif terjangkau, mendekati HET dan beberapa mungkin di bawah HET,” kata Bodro dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (6/10/2025).
Di sisi lain, lanjut dia, ada pula produk yang disuplai melalui agen dengan harga yang relatif tinggi, mencapai Rp17.000 per liter atau lebih. Untuk itu, Bodro menilai perlu adanya peningkatan pasokan Minyakita dari produsen kepada BUMN Pangan.
“Oleh karena itu, izinkan kami memberikan masukan agar kita dapat memperkuat BUMN Pangan karena sudah terbukti pasokan mereka punya dampak kuat dalam meredam harga yang tinggi atau menurunkan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Bodro menuturkan bahwa saat ini porsi pasokan Minyakita dari produsen ke BUMN Pangan baru mencapai sekitar 8%. Dia menilai angka tersebut masih bisa ditingkatkan hingga ke level 20–30% agar dampaknya terhadap stabilisasi harga bisa lebih signifikan.
“Mungkin [porsi Minyakita dari produsen ke BUMN Pangan] bisa ditingkatkan di angka mungkin 20-30%, itu mungkin cukup ideal dan diharapkan bisa berdampak untuk menurunkan harga,” pungkasnya.
-

Komisi X DPR Minta Ada Aturan Cegah Smart TV Bantuan Pusat Dipakai Karaoke
Jakarta –
Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, menyayangkan dua kepala sekolah di Pandeglang, Banten, menggunakan smart TV bantuan pemerintah pusat untuk karaoke. Lalu berharap kejadian seperti itu tak terulang.
“Kami menilai bahwa kasus ini harus menjadi perhatian serius, agar kejadian serupa tidak terulang,” kata Lalu Hadrian kepada wartawan, Rabu (1/10/2025).
Lalu mengatakan bantuan yang diberikan pemerintah harus digunakan mendukung proses belajar mengajar. Dia mengatakan fasilitas dari pemerintah bukan untuk kepentingan pribadi.
“Smart TV semestinya dimanfaatkan sepenuhnya untuk mendukung proses belajar-mengajar, bukan untuk kepentingan pribadi lainnya,” kata dia.
Dia mendorong pemerintah membuat panduan yang jelas agar smart TV tidak disalahgunakan. Dia berharap fasilitas itu bisa meningkatkan kualitas pendidikan.
“Karena itu, Komisi X mendorong pemerintah memberi panduan pemanfaatan yang jelas, melakukan pelatihan bagi guru, serta memastikan adanya mekanisme pengawasan, agar perangkat yang disediakan negara, benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” ucapnya.
Legislator PKB ini menyayangkan aksi yang dilakukan oleh dua oknum guru tersebut. Dia mengingatkan guru harus menjadi teladan bagi murid.
“Sangat disayangkan sekali. Saya berharap semua stakeholder pendidikan di sekolah untuk memanfaatkan panel pintar interaktif itu untuk kepentingan belajar siswa-siswi di sekolah. Guru harus berikan contoh yang baik dalam bersikap dan berprilaku,” katanya.
Sebelumnya, video menunjukkan dua orang guru sedang bernyanyi dan berjoget di dalam ruangan salah satu sekolah viral. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) Pandeglang pun buka suara terkait dua guru yang viral karaoke dan joget di area sekolah itu. Kedua guru tersebut beralasan mengetes smart tv yang telah diberikan oleh pemerintah pusat.
“Ada bantuan dari pemerintah pusat satu set tv dan sound system, itu katanya uji coba, karena dia hobinya nyanyi, akhirnya duet,” kata Plt Kepala Dindikpora Pandeglang, Didin Pahrudin, Senin (29/9).
Didin mengatakan peristiwa itu terjadi di SDN Ciodeng 2, Kecamatan Sindangresmi, Pandeglang, Banten. Kedua ASN itu merupakan kepala sekolah di SDN Ciodeng 2 dan Pasir Tenjo 2. Didin menyatakan keduanya juga sudah dipanggil dan mendapatkan teguran karena melanggar kode etik aparatur sipil negara.
Halaman 2 dari 2
(dwr/haf)
-

Jalur Kereta Rangkasbitung-Pandeglang Mau Dibuka, Proses Dimulai 2026
Jakarta –
Jalur kereta Rangkasbitung-Pandeglang, Banten akan dibuka kembali alias direaktivasi. Proses reaktivasi ini akan dilakukan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama Pemerintah Provinsi Banten.
Direktur Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub Allan Tandiono mengatakan perihal ini sudah dibicarakan langsung oleh Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi bersama Gubernur Banten Andra Soni.
“Untuk target jangka menengah, saat ini sudah direncanakan program reaktivasi Rangkasbitung menuju Pandeglang. Sebelumnya Gubernur Banten juga sudah audensi ke Pak Menteri Perhubungan dan kita sepakat untuk bagi tugas dengan Pemda untuk rencana reaktivasi,” kata Allan dalam Media Briefing di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Menurut Allan proses reaktivasi mulai dilakukan pada 2026. Kemenhub bersama Pemprov Banten akan melakukan perencanaan dan memulai penertiban lahan jika memang diperlukan.
“Untuk tahun depan fokus terkait perencanaannya dan tentunya nanti pembebasan lahan apabila dibutuhkan penertiban dan lain-lain,” terang Allan.
Sementara untuk reaktivasi jalur KA lainnya masih menunggu hasil kajian DJKA. Sebab untuk reaktivasi jalur diperlukan biaya besar, sehingga diperlukan proses perencanaan yang matang dan melihat kesiapan rel.
“Untuk jalur lainnya akan dikaji terkait prioritas dan kesiapannya. Karena besaran biaya sangat bergantung pada panjang jalur, kondisi prasarana eksisting, kebutuhan pembebasan lahan, serta standar teknis yang akan diterapkan,” ucap Allan.
“Oleh karena itu untuk tahun depan memang kita fokus ke perencanaan dan kita lihat prioritasasi berdasarkan anggaran yang ada. Tentunya reaktivasi jalur dan juga pengembangan jalur kereta ke depannya,” sambungnya.
(igo/hns)
-

Alasan Guru Pandeglang Karaoke-Joget di Jam Pelajaran: Cobain TV-Hobi Nyanyi
Pandeglang –
Dinas pendidikan, pemuda dan olahraga (Dindikpora) Pandeglang angkat bicara terkait dua oknum guru yang viral karaoke dan joget di area sekolah. Kedua guru tersebut beralasan mengetes smart tv yang telah diberikan oleh pemerintah pusat.
“Ada bantuan dari pemerintah pusat satu set tv dan sound system, itu katanya uji coba, karena dia hobinya nyanyi, akhirnya duet,” kata Plt Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan olahraga (Dindikpora) Pandeglang, Didin Pahrudin, Senin (29/9/2025).
Didin mengatakan peristiwa itu terjadi di SDN Ciodeng 2, Kecamatan Sindangresmi, Pandeglang, Banten. Kedua ASN itu merupakan kepala sekolah di SDN Ciodeng 2 dan Pasir Tenjo 2. Didin menyatakan keduanya juga sudah dipanggil dan mendapatkan teguran karena melanggar kode etik aparatur sipil negara.
“Dipanggil lagi ke BKD, sekaligus memberikan teguran, karena telah melanggar kode etik, sudah kami lakukan. Dan beliau mengakui kesalahannya dan mohon maaf ke masyarakat Kabupaten Pandeglang,” kata Didin.
Didin menyayangkan peristiwa itu, karena dilakukan pada saat jam pelajaran sedang berlangsung. Ia berharap para guru bisa memanfaatkan fasilitas yang telah diberikan kepada tiap sekolah melalui progam Prabowo Subianto tersebut.
Diketahui sebelumnya, viral video dua guru di Pandeglang tengah asyik berkaraoke sambil berjoget di area sekolah. Aksi itu dinarasikan terjadi saat jam pelajaran.
(maa/maa)
/data/photo/2025/10/18/68f30e0fefc4c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

