kab/kota: Pancoran

  • Bukan Jasad Papa! Sayembara Rp 1 Miliar Bongkar Dugaan Pemalsuan Kematian Rudy Watak
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        20 Desember 2025

    Bukan Jasad Papa! Sayembara Rp 1 Miliar Bongkar Dugaan Pemalsuan Kematian Rudy Watak Megapolitan 20 Desember 2025

    Bukan Jasad Papa! Sayembara Rp 1 Miliar Bongkar Dugaan Pemalsuan Kematian Rudy Watak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com-
     Imelda (51), wanita asal Manado yang kini tinggal di Tangerang, Banten, kehilangan ayahnya, Rudy Watak, sejak 2022.
    Rudy tinggal seorang diri di salah satu apartemen di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.
    Hilangnya Rudy pertama kali dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan pada Maret 2022 oleh kakak Imelda,
    Namun, Imelda baru mengetahui hal itu setelah enam bulan berlalu.
    Imelda menduga hilangnya Rudy berkaitan dengan transaksi jual beli tanah yang saat itu sedang dalam proses pembayaran.
    “Sebelumnya itu Papa kan ada jual tanah, transaksi bodong. Papa sempat dibawa ke Bali sama orang-orang itu, katanya untuk pelunasan,” ujar Imelda saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jumat (19/12/2025).
    Sepulangnya dari Bali, ternyata tidak ada pembayaran yang dilakukan.
    Sang ayah pun berusaha menagih dengan bantuan adik-adiknya. Setelah itu, tak ada lagi kabar tentang dia.
    Imelda membuat laporan ke berbagai instansi untuk mencari ayahnya.
    *Cari bantuan lewat Kamisan*
    Pada awal 2025, ia sempat ingin melapor ke Presiden Prabowo karena tak ada perkembangan signifikan dari kepolisian.
    Namun, Imelda terhalang izin untuk melakukan orasi langsung di depan Istana Negara.
    Pada suatu Kamis, Imelda yang melintas di sekitar Monumen Nasional (Monas) melihat adanya sekumpulan orang berbaju hitam di depan Istana Presiden.
    Aksi mereka yang membawa atribut seperti poster dan pengeras suara menarik perhatiannya. Ia pun menghampiri kelompok itu.
    Ia berbincang dengan Sumarsih sebagai penanggung jawab aksi.
    Kepada Imelda, Sumarsih menjelaskan bahwa aksi tersebut bertujuan menyuarakan nasib kerabat mereka yang hilang dalam peristiwa pelanggaran HAM pada 1998.
    “Saya mampir, saya kenalan dengan penanggung jawab, Bu Sumarsih ya. Oh, ternyata di sini orang-orang Kontras, LBH Jakarta, dan Amnesty. Itu acara mereka dan di situ Tragedi Semanggi, yang mahasiswa-mahasiswa hilang, untuk orang-orang hilang di situ,” jelas Imelda.
    Imelda menyampaikan bahwa ia juga sedang berusaha mencari ayahnya yang hilang.
    Sumarsih pun mengajak dia untuk ikut bergabung di aksi Kamisan ini.
    Imelda setuju. Dia dan suaminya melakukan orasi selama empat kali.
    Terakhir kalinya, pada 28 Agustus 2025, Imelda membawa spanduk berukuran 2 meter berisi permintaan tolong mencari ayahnya dengan imbalan Rp 1 miliar.
    “Jadi saya mau ke mana lagi? Akhirnya saya minta rakyat yang tolong saya. Makanya saya bikin sayembara, siapa yang bisa menemukan
    Rudy Watak
    akan diberikan hadiah Rp 1 miliar,” tutur Imelda.
    Ia mencantumkan nomor khusus untuk informasi terkait keberadaan ayahnya pada spanduk itu. Keesokan harinya, ratusan pesan masuk ke nomor itu.
    Salah satu pesan dari nomor tak dikenal mengarahkan Imelda untuk mencari ayahnya ke Panti Sosial Cipayung.
    Imelda pun menghubungi nomor itu untuk mengonfirmasi lebih lanjut.
    “Nah, berarti orang itu tahu bahwa ini kayak sayembara. Dia akan dapat duit dari saya karena dia ngasih tahu tempatnya Papa. Berarti tujuannya dia bukan duit,” kata Imelda.
    *Dugaan pemalsuan kematian*
    Begitu Imelda menyambangi panti tersebut, ia diinformasikan bahwa ayahnya telah meninggal dunia pada Mei 2022, dua bulan sejak ia diantar ke panti dengan dugaan gangguan jiwa.
    Pihak panti menunjukkan sejumlah dokumen kepadanya. Ia juga ditunjukkan foto saat Rudy diantar ke panti dan meninggal.
    Imelda merasa janggal. Ia tidak yakin orang yang meninggal itu benar ayahnya. Ditambah lagi kejanggalan pada dokumen-dokumen yang diberikan.
    Salah satunya surat rekomendasi dari Polsek Pasar Minggu kepada Satpol PP Pasar Minggu untuk membawakan Rudy yang ditemukan dalam keadaan linglung di pinggir jalan dan memiliki gangguan jiwa.
    “Masa iya di keterangan kejadiannya 2022, tapi di nomor suratnya 2021. Suratnya juga cuma dikasih foto, enggak kelihatan itu ditanda tangan sama siapa karena ketutupan informasi tempat pengambilan fotonya,” jelas Imelda.
    Ia meminta kepada Polres Jakarta Selatan untuk membongkar makam ayahnya.
    Benar saja, hasil tes DNA menunjukkan sampel kerangka tidak identik dengan sampel Imelda dan adik ayahnya.
    “Hasil yang keluar bahwa sampel saya, pembandingnya adik kandung papa juga, dan dua orang adik, tidak identik dengan kerangka tulang,” kata Imelda.
    Lantas Imelda melaporkan kejadian ini ke Bareskrim Polri.
    “Ini memang
    pemalsuan jenazah
    , soalnya kalau saya enggak bongkar kubur, saya enggak ekshumasi, mau sampai kapan pun. Memang secara hukum bahwa papa saya itu sudah meninggal dan dikuburkan, enggak akan ketahuan,” tutur dia.
    Dugaan pemalsuan data jenazah ini ditujukan kepada pihak Panti Sosial Cipayung yang diduga memanipulasi data seolah ayah Imelda sudah meninggal.
    *Dilimpahkan ke Polda Metro Jaya*
    Kini, laporan Imelda dilimpahkan ke Polda Metro Jaya untuk ditindak lanjut.
    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Budi Hermanto mengatakan berkas kasus ini diterima Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) pada Kamis (18/12/2025).
    Selanjutnya akan dilakukan penetapan terhadap sub-direktorat yang akan menangani kasus ini.
    “Benar, sudah diterima Ditreskrimum kemarin, dan saat ini masih menunggu untuk ditangani oleh Subdit mana,” kata Budi kepada Kompas.com dikonfirmasi lewat pesan singkat, Jumat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pelaku Pembakaran Kios di Kalibata Masih Diburu Polisi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        19 Desember 2025

    Pelaku Pembakaran Kios di Kalibata Masih Diburu Polisi Megapolitan 19 Desember 2025

    Pelaku Pembakaran Kios di Kalibata Masih Diburu Polisi
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Polda Metro Jaya masih memburu pelaku pembakaran kios kuliner di wilayah Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, imbas tewasnya dua orang mata elang di wilayah tersebut pada Kamis (11/12/2025).
    “Ini masih didalami. Kami sampaikan beri ruang kepada teman-teman penyelidik untuk mendalami peristiwa ini,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto dilansir dari Antara, Jumat (19/12/2025).
    Budi menambahkan, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk pemilik kios dan kendaraan yang dibakar.
    “Untuk kejadian Kalibata, kita sudah memeriksa 20 saksi ya lebih kurang, termasuk itu adalah orang-orang yang menjadi korban pembakaran, baik kios, sepeda motor, maupun kendaraan roda empat, dengan estimasi total kerugian itu lebih kurang Rp 1,2 miliar lebih,” katanya.
    Budi menjelaskan, pengungkapan kasus ini tidak mengalami kendala. Namun, prosesnya memerlukan penyesuaian antara peristiwa yang terjadi, barang bukti, serta pihak yang bersangkutan atau saksi-saksi pendukung lainnya.
    “Ini kan harus sambung-menyambung. Jadi tidak ada orang yang diamankan hanya berada di TKP, tapi peran serta masing-masing ini kan harus terdukung oleh alat bukti dan keterangan saksi. Kita mohon waktu pada rekan-rekan, pasti akan segera kita lakukan upaya paksa dan pasti akan kami rilis pada rekan-rekan sekalian,” kata Budi.
    Sebelumnya, polisi menangkap enam tersangka dalam kasus pengeroyokan yang menewaskan dua orang mata elang di area TMP Kalibata.
    Dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya pada Jumat (12/12/2025) malam, Polri mengungkap keenam tersangka merupakan anggota Polri dari satuan pelayanan markas Mabes Polri, yakni JLA, RGW, IAB, IAM, BN, dan AN.
    Keenamnya dijerat Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, sekaligus dijatuhi sanksi pelanggaran kode etik profesi Polri kategori berat.
    Kasus ini juga memicu kerusuhan lanjutan berupa perusakan dan pembakaran lapak pedagang di sekitar lokasi kejadian, yang kini masih dalam penanganan aparat kepolisian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Besok Ada Pelantikan 7.000 PPPK Depok, Warga Diimbau Hindari Jalan Sekitar Stadion Merpati
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        18 Desember 2025

    Besok Ada Pelantikan 7.000 PPPK Depok, Warga Diimbau Hindari Jalan Sekitar Stadion Merpati Megapolitan 18 Desember 2025

    Besok Ada Pelantikan 7.000 PPPK Depok, Warga Diimbau Hindari Jalan Sekitar Stadion Merpati
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com –
     Sebanyak 7.000 calon pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) paruh waktu Kota Depok akan dilantik di Stadion Merpati, Depok Jaya, Pancoran Mas, Jumat (19/12/2025) pagi.
    Sehubungan dengan kegiatan tersebut, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok mengimbau para pengendara untuk menghindari ruas jalan menuju stadion pada pukul 05.30-09.00 WIB.
    “Lalu lintas umum tidak dialihkan, namun dihimbau untuk menghindari Lapangan Sepak Bola Merpati karena ada 7.000 PPPK yang dilantik,” ucap Kabid Bimbingan Keselamatan dan Ketertiban Dishub Kota Depok Ari Manggala saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Kamis (18/12/2025).
    Ari menjelaskan, imbauan tersebut diberikan untuk mengantisipasi kemacetan akibat meningkatnya volume kendaraan di sekitar lokasi.
    Selain itu, Dishub juga meminta para peserta pelantikan tidak membawa kendaraan pribadi.
    “Bagi para peserta
    pelantikan PPPK
    tidak boleh membawa kendaraan bermotor karena keterbatasan parkir,” ujar Ari.
    Sebagai alternatif, pengendara dapat memilih jalur lain, seperti melalui Jalan Tanah Baru menuju Jalan Raya Sawangan.
    “Bisa juga belok jembatan kanan ke Jalan Mujair menuju Jalan Tenggiri ke arah Jalan Nusantara. Nantinya bisa tembus ke arah Pospol Nusantara,” terang Ari.
    Untuk mendukung kelancaran lalu lintas, Dishub Depok akan mengerahkan 21 petugas yang mulai bersiaga sejak pukul 05.30 WIB di sejumlah titik di sekitar lokasi pelantikan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3
                    
                        Terbengkalai sejak 2007, Kenapa Menara Saidah Tak Dirobohkan?
                        Megapolitan

    3 Terbengkalai sejak 2007, Kenapa Menara Saidah Tak Dirobohkan? Megapolitan

    Terbengkalai sejak 2007, Kenapa Menara Saidah Tak Dirobohkan?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Hampir dua dekade telah berlalu sejak aktivitas terakhir di Menara Saidah berhenti pada 2007.
    Bangunan setinggi 28 lantai yang berdiri di tepi Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, itu hingga kini tetap tegak, namun kosong, terkurung pagar seng, dan dijauhkan dari denyut kehidupan kota yang terus bergerak di sekitarnya.
    Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur dan properti di Jakarta, publik pun kerap mempertanyakan hal yang sederhana namun penting: Mengapa
    Menara Saidah
    tidak juga dirobohkan?
    Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan bahwa hingga kini tidak ada dasar hukum maupun teknis untuk melakukan pembongkaran bangunan tersebut.
    Ketua Subkelompok Penggunaan Bangunan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta, Kartika Andam Dewi, mengatakan bahwa Menara Saidah pernah melalui kajian teknis dan tidak dinyatakan membahayakan.
    Ia menjelaskan, dalam tata kelola bangunan gedung, pembongkaran tidak bisa dilakukan serta-merta hanya karena bangunan terbengkalai atau tidak difungsikan.
    “Pun apabila suatu bangunan dinyatakan membahayakan, lalu ada penetapan pembongkaran oleh pemerintah daerah, yang melakukan pembongkaran tetap pemilik bangunan,” kata Andam.
    Menara Saidah sendiri merupakan aset milik swasta, bukan milik Pemprov DKI Jakarta. Karena itu, kewenangan pemerintah daerah terbatas pada pengawasan dan penilaian teknis, bukan eksekusi langsung.
    Ketika ditanya apakah kajian teknis tersebut dilakukan oleh Dinas Citata atau pihak lain, Andam menegaskan bahwa pengkajian tidak dilakukan langsung oleh pemerintah.
    “Yang melakukan pengkajian dari penyedia jasa pengkajian teknis bersertifikat yang di-
    hire
    oleh pemilik bangunan,” ujarnya.
    Dengan kata lain, selama tidak ada laporan resmi, aduan masyarakat, atau hasil penilaian teknis terbaru yang menyatakan bangunan itu berbahaya, pemerintah daerah tidak memiliki dasar untuk memerintahkan pembongkaran.
    Selain itu, Andam juga tidak bisa memberikan informasi terkait alasan detail
    kenapa Menara Saidah tidak dirobohkan
    , karena bangunan milik perorangan, dan hanya pemilik yang mengetahui alasannya.
    Dari sudut pandang tata kota, keberadaan Menara Saidah yang terbengkalai di lokasi strategis menjadi anomali sekaligus ironi.
    Pengamat perkotaan Universitas Indonesia (UI), Muh Aziz Muslim, menyebutkan, Menara Saidah dulunya adalah salah satu bangunan paling ikonik di wilayah Pancoran dan Cawang.
    “Menara Saidah ini kan pernah menjadi salah satu bangunan yang paling ikonik di Jakarta, terutama di kawasan Pancoran. Dibandingkan dengan gedung-gedung di sekitarnya, dia relatif menjulang tinggi,” kata Aziz saat dihubungi, Selasa (16/12/2025).
    Namun, justru karena posisinya yang strategis itulah, ketidakjelasan nasib gedung ini kerap memicu spekulasi publik.
    “Kalau pertanyaannya kenapa belum dibongkar, itu yang justru jadi misteri. Karena dari aspek kepemilikan, gedung ini dimiliki oleh perorangan, keluarga Saidah. Maka pertanyaan utama sebenarnya harus diajukan kepada pemiliknya,” ujar Aziz.
    “Gedung ini memberi pelajaran bahwa pembangunan tidak bisa hanya mengandalkan estetika dan kemegahan. Yang lebih penting adalah aspek struktur dan keamanan,” kata dia.
    Ia mengingatkan, pengosongan Menara Saidah pada 2007 terjadi bersamaan dengan munculnya isu perubahan struktur bangunan, termasuk dugaan kemiringan gedung.
    “Dulu informasinya diduga karena dibangun di kawasan rawa. Ini tentu perlu dikonfirmasi ulang, tapi yang jelas saat itu aspek keamanan gedung mulai diragukan,” ucap Aziz.
    Dalam konteks Jakarta hari ini, Aziz menilai Menara Saidah gagal beradaptasi dengan perubahan standar keselamatan dan pergeseran pusat bisnis.
    “Sekarang sentra bisnis bergerak ke Kuningan, Sudirman, Simatupang. Jadi, selain faktor struktur, ada juga faktor perubahan lokasi strategis,” tutur dia.
    Soal pembongkaran, Aziz menilai keputusan itu tidak bisa dilihat secara sederhana.
    “Merobohkan gedung setinggi Menara Saidah itu bukan perkara mudah. Ada banyak kebutuhan teknis, pertimbangan dampak lingkungan, dan dampak sosial bagi kawasan sekitarnya. Semua itu tentu menjadi pertimbangan pemilik gedung,” kata Aziz.
    Dari perspektif lingkungan, pembongkaran bangunan sebesar Menara Saidah di kawasan padat lalu lintas dan penduduk bukan tanpa risiko.
    Pengamat lingkungan Mahawan Karuniasa menegaskan bahwa pembongkaran bangunan besar di wilayah perkotaan memiliki potensi dampak lingkungan yang signifikan.
    “Yang pertama tentu dampak kualitas udara, terutama debu halus atau PM 2,5 dan PM 10,” ujar Mahawan saat dihubungi, Rabu (17/12/2025).
    Debu halus hasil pembongkaran, kata Mahawan, berbahaya bagi kesehatan karena dapat masuk ke sistem pernapasan, bahkan aliran darah.
    “Tanpa pengendalian basah seperti
    water spraying
    , PM 2,5 bisa meningkat dua sampai lima kali lipat di sekitar lokasi pembongkaran,” kata dia.
    Selain polusi udara, kebisingan juga menjadi persoalan serius.
    “Pembongkaran bisa menghasilkan kebisingan 70 sampai 90 desibel, sementara standar WHO maksimal 55 desibel,” ujar Mahawan.
    Ia menambahkan, getaran akibat pembongkaran juga berisiko merusak bangunan di sekitarnya, terutama bangunan lama dan infrastruktur seperti pipa air atau gas.
    “Belum lagi dampak sosial. Aktivitas ekonomi warga terganggu, kenyamanan hidup menurun, dan bisa memicu konflik jika tidak ada komunikasi yang baik,” tutur dia.
    Karena itu, Mahawan menekankan bahwa persoalan utama bukan hanya ada atau tidaknya kajian, tetapi implementasi dan pengawasan di lapangan.
    “Sering kali administrasinya lengkap, tapi pengawasannya lemah. Komunikasi publik juga sering tertinggal,” kata Mahawan.
    Sebelumnya, 
    Kompas.com
    telah melakukan penelusuran ke Menara Saidah pada Jumat (7/11/2025). Bangunan tersebut kini lebih menyerupai artefak kota yang terlupakan.
    Di depan gedung, pagar seng abu-abu kusam setinggi dua meter membentang dengan tulisan merah mencolok DILARANG MASUK.
    Di atasnya, lintasan LRT menjulang, sementara halte TransJakarta Cawang di bawahnya dipadati penumpang setiap hari. Ribuan orang berlalu-lalang, hanya beberapa meter dari bangunan kosong itu.
    Begitu pagar dibuka oleh petugas keamanan, suasana berubah drastis. Sunyi. Hanya dengung kendaraan dari kejauhan dan lolongan anjing penjaga yang terdengar.
    Kompas.com
    mendapat kesempatan untuk memasuki gedung yang justru tidak satu orang pun yang diperbolehkan memasuki gedung ini kecuali penjaga dan pemilik.
    Melangkah masuk di halaman depan, marmer lobi tertutup debu dan dedaunan. Rumput liar tumbuh di sela ubin. Pilar-pilar besar bergaya Romawi memudar warnanya, sementara beberapa kaca jendela pecah.
    Di dalam, saat menjelajahi lantai satu hingga sembilan, terlihat lift menyisakan poros besi. Kabel-kabel menjuntai berkarat. Tangga darurat gelap, lembap, dan berbau besi tua.
    Di lantai atas, jendela pecah memperlihatkan kontras mencolok Jakarta yang terus bergerak di luar, sementara Menara Saidah membeku dalam waktu.
    Menara Saidah dibangun pada 1998 oleh PT Hutama Karya atas pesanan Mooryati Soedibyo dengan nama Menara Gracindo.
    Gedung itu kemudian berpindah tangan ke keluarga Saidah Abu Bakar Ibrahim dan direnovasi menjadi 28 lantai.
    Namun, bangunan yang digunakan untuk perkantoran itu ditinggalkan penyewa sejak 2007. Pengelola saat itu membantah isu kemiringan, menyebut pengosongan hanya karena masa sewa habis.
    Menurut Andam, bangunan yang tidak difungsikan otomatis kehilangan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
    “Pengawasan kami bergilir. Menara Saidah belum masuk jadwal pengawasan 2025,” kata Andam.
    Karena tidak ada laporan atau aktivitas, pengawasan lanjutan belum dilakukan.
    Bagi warga sekitar, Menara Saidah kini lebih dari sekadar gedung kosong.
    “Kalau malam sepi banget. Padahal di seberang sudah banyak gedung baru,” kata Puji (29), pengemudi ojek
    online
    .
    Warga lain, Wati (50), menyebut Menara Saidah seperti simbol kota yang dibiarkan tanpa arah.
    “Kalau enggak bisa dipakai lagi, ya paling tidak dirapikan. Jangan dibiarkan kumuh,” ujar dia.
    Menara Saidah berdiri di tengah megaproyek Jakarta, namun tak ikut bergerak.
    Ia menjadi pengingat bahwa pembangunan fisik tanpa kepastian hukum, tata kelola, dan keberanian mengambil keputusan, hanya akan melahirkan monumen kebisuan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polri Ungkap Peran 6 Anggota Yanma Pengeroyok Matel di Kalibata

    Polri Ungkap Peran 6 Anggota Yanma Pengeroyok Matel di Kalibata

    Jakarta

    Polri telah menggelar Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap enam anggota satuan layanan markas (Yanma) Mabes Polri yang terlibat pengeroyokan debt collector atau mata elang (matel) di Kalibata, Jakarta Selatan. Hasilnya dua anggota dipecat dan empat lainnya disanksi demosi.

    Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Erdi A Chaniago, menyebut sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dijatuhkan kepada Brigadir IAM dan Bripda AMZ. Keduanya disebut merupakan pelanggar utama dalam kasus ini.

    “Diputuskan pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri,” kata Erdi di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta Selatan, Rabu (17/12/2025).

    Erdi menjelaskan bahwa Bripda AMZ merupakan pemilik kendaraan yang dicegat dan diberhentikan oleh korban. Saat diberhentikan, AMZ tak terima, kemudian menghubungi rekannya yakni IAM untuk meminta pertolongan.

    “Bripda AMZ pemilik kendaraan NMAX hitam yang dicegat dan diberhentikan oleh pihak debt collector dan kemudian menginformasikan ke Brigadir IAM,” ucap Erdi.

    Menerima informasi tersebut, Brigadir IAM lantas mengajak empat orang lainnya ke lokasi yang dikirim oleh AMZ yakni di depan TMP Kalibata.

    “Kemudian untuk Brigadir IAM menerima informasi melalui WA Group dari Bripda AMZ bahwa dia dan motornya ditahan oleh pihak matel. Sehingga Brigadir IAM spontan saat itu juga mengajak empat orang lainnya ke lokasi yang dikirim oleh Bripda AMZ,” ujarnya.

    Empat orang yang diajak Brigadir IAM adalah juniornya, di antaranya Bripda BN, Bripda JLA, Bripda RGW dan Bripda IAB. Keempatnya langsung mengikuti ajakan sang senior.

    “(Keempatnya) Hanya mengikuti ajakan senior dan turut melakukan pengeroyokan untuk menolong Bripda AMZ yang sedang diberhentikan oleh pihak matel,” katanya.

    Adapun keempat anggota Yamna yang diajak Brigadir IAM dijatuhkan sanksi demosi. Meskipun keempatnya dinilai hanya mengikuti ajakan senior.

    “Sanksi administrasi berupa mutasi bersifat demosi selama 5 tahun,” ucap Erdi.

    Atas sanksi itu keenam pelanggar menyatakan banding atas putusan yang dijatuhan komisi sidang.

    Adapun sidang KKEP digelar sejak pukul 08.00 WIB tadi di Gedung Divisi Propam Mabes Polri. Sidang digelar secara tertutup dari awak media.

    Meski begitu Erdi belum menjelaskan lebih jauh perihal motif keenam pelanggar. Perihal itu, Erdi menyebut akan diungkap Polda Metro Jaya dalam pengusutan pada ranah pidana.

    “Di sini kita hanya menyampaikan tentang masalah sidang KKEP. Nah dari substansi itu saya rasa sudah masuk dalam substansi penyidikan. Nanti silakan teman-teman menanyakan ke Polda Metro bagaimana perkembangannya dan bagaimana yang dilakukan dalam artian mens rea-nya seperti apa yang dilakukan oleh para keenam tersangka tersebut,” ujarnya.

    Begitu juga terkait perkembangan kasus pembakaran dalam kerusuhan yang terjadi pasca pengeroyokan. Erdi menyatakan perihal itu juga tengah berproses di Polda Metro Jaya.

    “Untuk pengusutan terkait pembakaran, seperti yang sudah kita ketahui, ini sedang dikembangkan oleh Polda Metro. Jadi untuk masalah pembakaran, kita menunggu perkembangan penyidikan ya, yang terpenting adalah yakinlah bahwa Polri tetap berkomitmen,” kata Erdi.

    “Saat ini kasus memang sudah ditangani oleh Polda Metro Jaya, dan kami pastikan ya penyidik tetap berjalan komprehensif dalam proses penyidikannya. Kemudian kita pastikan juga dalam proses tersebut, rasa keadilan tetap kita prioritaskan,” imbuhnya.

    Sebagai informasi, kasus pengeroyokan ini bermula saat Polsek Pancoran menerima laporan pengeroyokan dari dua orang pria. Korban yang dikeroyok adalah dua debt collector atau mata elang (matel).

    Saat tiba di lokasi, polisi menemukan satu korban dalam keadaan meninggal dunia dan satu korban lainnya meninggal saat di rumah sakit. Polisi kemudian langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan.

    Hasil pengusutan polisi itu kemudian mengungkap adanya enam terduga pelaku pengeroyokan. Para terduga pelaku diketahui merupakan anggota Polri yang berdinas di Mabes Polri.

    “Ada pun keenam tersangka tersebut merupakan anggota dari satuan pelayan markas di Mabes Polri,” kata Karo Penmas Dihumas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (12/12).

    Halaman 2 dari 2

    (ond/fas)

  • 6 Polisi Pengeroyok Mata Elang di Kalibata Jalani Sidang Etik Hari Ini
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        17 Desember 2025

    6 Polisi Pengeroyok Mata Elang di Kalibata Jalani Sidang Etik Hari Ini Megapolitan 17 Desember 2025

    6 Polisi Pengeroyok Mata Elang di Kalibata Jalani Sidang Etik Hari Ini
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Enam anggota polisi yang menjadi tersangka kasus pengeroyokan yang menewaskan dua orang mata elang di kawasan parkir Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, menjalani sidang etik di Mabes Polri pada Rabu (17/12/2025).
    Penanganan sidang etik tersebut dikonfirmasi oleh Polda Metro Jaya.
    Proses persidangan dilakukan di tingkat Mabes Polri mengingat status para tersangka yang merupakan anggota kepolisian.
    “Penanganan pengeroyokan di Kalibata hari ini sidang etik, ditangani oleh Mabes Polri. Jadi nanti akan disampaikan oleh Mabes Polri,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto saat ditemui wartawan, Rabu (17/12/2025).
    Di sisi lain, penyidik Polda Metro Jaya bersama Polres Metro Jakarta Selatan masih melanjutkan penyelidikan terhadap peristiwa lanjutan yang terjadi pada hari yang sama, yakni perusakan dan pembakaran kios kuliner di sekitar lokasi kejadian.
    Dalam perkembangan terbaru, polisi telah memeriksa puluhan saksi dari kalangan pedagang dan warga yang menjadi korban kerusuhan tersebut.
    “Perkembangan situasi di lapangan, penyelidik sudah mendalami 20 orang saksi, dari korban-korban yang kiosnya, sepeda motor, mobilnya dibakar. Kerugian kurang lebih berkisar Rp1,2 miliar lebih diestimasikan,” tutur Budi.
    Selain pemeriksaan saksi, aparat kepolisian juga telah mengantongi identitas pihak-pihak yang diduga terlibat dalam aksi perusakan dan pembakaran.
    Para terduga pelaku tersebut saat ini masih berada dalam pengawasan.
    Polisi menegaskan akan mengambil langkah tegas terhadap pelaku perusakan yang merugikan warga dan pedagang di sekitar TMP Kalibata.
    “Kami akan melakukan penelusuran, pengembangan terus terhadap saksi-saksi dan alat bukti serta akan melakukan upaya paksa terhadap pelaku-pelaku yang melakukan pembakaran,” ujar Budi.
    Sebelumnya, Polri telah menangkap enam tersangka dalam kasus pengeroyokan yang menewaskan dua orang
    mata elang
    di area parkir TMP Kalibata.
    Dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya pada Jumat (12/12/2025) malam, Polri mengungkapkan bahwa keenam tersangka merupakan anggota Polri dari satuan pelayanan markas Mabes Polri.
    Keenam tersangka tersebut berinisial JLA, RGW, IAB, IAM, BN, dan AN. Mereka dijerat Pasal 170 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, serta dikenai sanksi pelanggaran kode etik profesi Polri kategori berat.
    Kasus pengeroyokan ini turut memicu kerusuhan lanjutan berupa perusakan dan pembakaran lapak pedagang di sekitar lokasi kejadian, yang hingga kini masih dalam proses penanganan aparat kepolisian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pelaku Pembakaran Kios Kuliner di Kalibata Sudah Teridentifikasi, Bakal Segera Ditangkap
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        17 Desember 2025

    Pelaku Pembakaran Kios Kuliner di Kalibata Sudah Teridentifikasi, Bakal Segera Ditangkap Megapolitan 17 Desember 2025

    Pelaku Pembakaran Kios Kuliner di Kalibata Sudah Teridentifikasi, Bakal Segera Ditangkap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Polisi telah mengidentifikasi sejumlah pelaku perusakan dan pembakaran kios kuliner di wilayah Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, imbas tewasnya dua orang mata elang di wilayah tersebut pada Kamis (11/12/2025).
    Saat ini, para pelaku masih berada dalam pengawasan polisi dan akan segera ditangkap.
    “Sudah (diketahui para pelaku), sudah dalam pengawasan pihak penyidik. Nanti pada saat sudah diamankan akan kami rilis,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto saat ditemui wartawan, Rabu (17/12/2025).
    Budi belum merinci jumlah pelaku yang tengah diawasi, mengingat penyidik masih mengumpulkan keterangan dari para korban yang mengalami kerugian akibat peristiwa tersebut.
    “Itu akan berkembang (jumlahnya). Yang pasti sudah ada,” kata Budi.
    Adapun pedagang dan warga yang telah diperiksa terkait kejadian ini mencapai sekitar 20 orang. Hingga kini, total kerugian yang tercatat diperkirakan mencapai Rp 1,2 miliar.
    Sebelumnya, polisi menangkap enam tersangka dalam kasus pengeroyokan yang menewaskan dua orang mata elang di area TMP Kalibata.
    Dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya pada Jumat (12/12/2025) malam, Polri mengungkap keenam tersangka merupakan anggota Polri dari satuan pelayanan markas Mabes Polri, yakni JLA, RGW, IAB, IAM, BN, dan AN.
    Keenamnya dijerat Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, sekaligus dijatuhi sanksi pelanggaran kode etik profesi Polri kategori berat.
    Kasus ini juga memicu kerusuhan lanjutan berupa perusakan dan pembakaran lapak pedagang di sekitar lokasi kejadian, yang kini masih dalam penanganan aparat kepolisian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kabel Menjuntai hingga Tiang Miring di Tebet Jaksel, Warga Khawatir

    Kabel Menjuntai hingga Tiang Miring di Tebet Jaksel, Warga Khawatir

    Jakarta

    Sejumlah jaringan kabel utilitas dalam kondisi semrawut di Jalan Dr Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan. Bahkan banyak tiang-tiang penyangganya miring ke arah jalan.

    Pantauan detikcom di lokasi, Rabu (17/12/2025) kabel-kabel listrik dan fiber optic itu menjuntai rendah hingga melintang di atas trotoar. Bahkan ada tercecer hingga hampir menyentuh permukaan tanah.

    Lalu beberapa tiang miring ke arah jalur pedestrian hingga ke arah jalan. Di beberapa titik, kabel tampak diikat seadanya pada tiang dan pohon, sementara sebagian lainnya dibiarkan menggantung.

    Bahkan ada kabel yang disangga dengan bambu agar tak menghalangi jalan keluar masuk kendaraan. Tampak tinggi kabel dari pemukaraan tanah tak lebih dari dua meter.

    Kabel menjuntai ini terlihat ada di beberapa titik sepanjang Jalan Dr Soepomo. Misalnya di perempatan Jalan Tebet Raya dan Jalan Dr Soepomo, depan Kantor Kecamatan Tebet, hingga mengarah ke Patung Pancoran.

    Kabel menjuntai dan tiang miring di Tebet, Jaksel (Foto: Taufiq Syarifudin/detikcom)

    “Kalau trotoar udah tiga bulan lalu. Kabel gini (menjuntai) udah lama lagi, sebelum perbaikan, nggak bener ini,” kata Ramdani saat ditemui di sekitar Jalan Dr Soepomo.

    Dia menuturkan, kondisi kabel menjuntai lebih parah lagi sejak beberapa hari lalu. Katanya, kabel hampir menyentuh tanah sehingga menutupi jalan keluar masuk gedung.

    Kabel menjuntai dan tiang miring di Tebet, Jaksel (Foto: Taufiq Syarifudin/detikcom)

    Ramdani mengaku khawatir dengan kondisi ini jika tidak segera diperbaiki. Menurutnya tiang miring dan kabel semrawut itu membahayakan bagi warga dan pengguna jalan.

    “Ngerinya kalau tiba-tiba (tiang) jatuh ke jalan gimana. Kayak kemarin tuh angin kencang, iya pohon aja ada yang sampai jatuh. Amit-amit kalau kejadian,” ungkapnya.

    Selanjutnya Karyana (56) pedagang mainan di sekitar lokasi mengatakan, kondisi kabel menjuntai itu tidak nyaman. Menurutnya percuma trotoar bagus tapi sekitarnya semrawut.

    “Nggak estetik banget ya, padahal trotoarnya bagus, baru gitu,” kata Karyana.

    Lebih dari itu, Karyana menyebut keselamatan pengguna jalan lebih penting. Sehingga menurutnya tiang-tiang miring itu lebih baik segera diperbaiki sebelum ada kejadian tak terduga.

    “Semoga cepet dibenerin. Ngerinya kalau ada kejadian-kejadian gitu,” katanya.

    Kabel menjuntai dan tiang miring di Tebet, Jaksel (Foto: Taufiq Syarifudin/detikcom)

    (lir/lir)

  • Segini Gaji Mata Elang di Indonesia, Setimpal dengan Risikonya?

    Segini Gaji Mata Elang di Indonesia, Setimpal dengan Risikonya?

    Jakarta, Beritasatu.com – Profesi mata elang kembali menjadi perbincangan publik setelah munculnya sejumlah peristiwa penagihan yang berujung konflik di kawasan TMP Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.

    Insiden tersebut berujung pada aksi protes, perusakan, hingga pembakaran warung dan kendaraan di sekitar lokasi. Kejadian ini menegaskan bahwa profesi mata elang memiliki risiko tinggi, mulai dari ancaman fisik hingga konflik sosial.

    Risiko tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari pekerjaan, terutama ketika proses penagihan berhadapan dengan debitur yang menolak atau bersikap agresif.

    Kejadian tersebut membuka kembali diskusi tentang pekerjaan debt collector, mulai dari besaran gaji yang diterima hingga risiko besar yang harus dihadapi di lapangan.

    Dengan tingkat bahaya yang tidak kecil, banyak pihak mempertanyakan apakah penghasilan mata elang sebanding dengan tekanan dan ancaman yang melekat pada profesi ini.

    Gambaran Umum Profesi Mata Elang

    Mata elang merupakan sebutan populer untuk debt collector yang bekerja membantu perusahaan pembiayaan atau lembaga keuangan dalam menagih kewajiban debitur yang menunggak.

    Mereka biasanya bertindak sebagai pihak ketiga yang diberi kuasa untuk melakukan penagihan, baik melalui komunikasi jarak jauh maupun penagihan langsung.

    Dalam praktiknya, mata elang memiliki peran penting dalam menjaga kelancaran arus pembayaran kredit. Meski demikian, tugas ini menuntut ketegasan, kemampuan komunikasi yang baik, serta kesiapan menghadapi situasi tidak terduga di lapangan.

    Sistem Pembayaran dan Komisi Mata Elang

    Penghasilan mata elang umumnya ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan perusahaan leasing. Skema pembayaran biasanya berupa komisi atau fee atas keberhasilan penarikan aset pembiayaan.

    Kesepakatan ini dibuat ketika surat kuasa resmi diterbitkan oleh perusahaan leasing kepada perusahaan jasa penagihan eksternal.

    Besaran fee juga bergantung pada jenis unit yang diamankan. Sebagai contoh, kendaraan keluaran terbaru umumnya memiliki nilai komisi lebih tinggi dibandingkan kendaraan produksi lama.

    Selain itu, setiap perusahaan jasa penagihan memiliki standar penentuan fee sendiri yang sering kali dipengaruhi oleh rekam jejak atau track record perusahaan tersebut.

    Besaran gaji mata elang tidak bersifat tunggal dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor paling menentukan adalah pengalaman kerja.

    Semakin lama seseorang berkecimpung di dunia penagihan, biasanya semakin besar pula peluang memperoleh gaji yang lebih tinggi.

    Selain pengalaman, lokasi kerja juga berperan signifikan. Mata elang yang bertugas di kota-kota besar seperti Jakarta umumnya menerima bayaran lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja di daerah dengan skala ekonomi lebih kecil.

    Kisaran Gaji Mata Elang di Indonesia

    Secara umum, gaji debt collector atau mata elang di Indonesia berada pada rentang tertentu sesuai dengan faktor-faktor yang memengaruhinya. Berdasarkan data terkini, penghasilan bulanan dapat dimulai dari sekitar Rp 3 juta hingga Rp 8 juta.

    Untuk posisi yang lebih senior, terutama di perusahaan besar atau dengan tanggung jawab pengelolaan utang yang lebih luas, gaji tersebut bisa meningkat.

    Bahkan, data dari Indeed menunjukkan bahwa rata-rata gaji debt collector di Jakarta mencapai sekitar Rp 10,4 juta per bulan, dengan estimasi penghasilan harian sekitar Rp 451.000.

    Meski gaji awal terlihat tidak terlalu tinggi, profesi ini tetap menawarkan peluang peningkatan penghasilan. Dengan pengalaman, keterampilan negosiasi, serta reputasi kerja yang baik, mata elang dapat membangun karir yang lebih stabil dan berpenghasilan lebih besar.

    Regulasi dan Legalitas Profesi Mata Elang

    Profesi debt collector di Indonesia memiliki dasar hukum yang jelas. Keberadaannya diizinkan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan POJK 22 Tahun 2023 tentang Penyelenggara Jasa Keuangan.

    Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa penagihan wajib dilakukan sesuai norma masyarakat dan ketentuan perundang-undangan.

    Penyelenggara jasa keuangan diwajibkan memastikan bahwa proses penagihan tidak dilakukan dengan ancaman, intimidasi, atau tindakan yang mempermalukan konsumen. Penagihan juga tidak boleh bersifat terus-menerus dan mengganggu.

    Selain itu, aturan menetapkan bahwa penagihan hanya boleh dilakukan di alamat domisili atau alamat penagihan konsumen pada hari Senin hingga Sabtu, di luar hari libur nasional, dengan rentang waktu pukul 08.00 sampai 20.00 waktu setempat. Penagihan di luar ketentuan tersebut hanya diperbolehkan jika mendapat persetujuan dari konsumen.

    Apa Itu Mata Elang atau Debt Collector Menurut OJK?

    Debt collector adalah individu atau kelompok yang ditugaskan oleh bank atau lembaga pemberi pinjaman untuk menagih kewajiban debitur yang menunggak.

    Mereka berfungsi sebagai pengingat agar peminjam segera menyelesaikan kewajiban finansialnya. Sebagai imbalan, debt collector dapat memperoleh komisi dari jumlah utang yang berhasil ditagih.

    Otoritas Jasa Keuangan menegaskan bahwa debt collector memiliki peran strategis dalam proses penagihan kredit atau pembiayaan. Namun, mereka diwajibkan mematuhi kode etik yang ketat agar praktik penagihan tetap sah dan tidak melanggar hak konsumen.

    Jika komunikasi awal tidak membuahkan hasil, mata elang dapat melakukan penagihan langsung dengan mendatangi tempat tinggal atau tempat kerja debitur. Apabila tidak ada itikad baik, kasus tersebut dapat diteruskan ke jalur hukum atas nama kreditur.

    Regulasi di Indonesia mengharuskan debt collector berbentuk badan hukum dan memiliki izin resmi. Etika penagihan mencakup kewajiban menggunakan kartu identitas, larangan melakukan kekerasan atau ancaman, serta tidak mengganggu konsumen melalui alat komunikasi.

    Penagihan juga harus dilakukan pada jam yang telah ditentukan dan di lokasi yang disepakati. Ketentuan ini bertujuan melindungi konsumen sekaligus menjaga profesionalisme mata elang dalam menjalankan tugasnya.

    Melihat besaran gaji, sistem komisi, serta peluang karir yang ada, profesi mata elang memang menawarkan potensi penghasilan yang cukup menarik. Namun, risiko tinggi di lapangan, tekanan psikologis, serta tuntutan kepatuhan terhadap aturan membuat pekerjaan ini tidak bisa dianggap ringan.

  • 8
                    
                        Polisi Keroyok Mata Elang di Kalibata, Penegakan Hukum yang Kebablasan?
                        Megapolitan

    8 Polisi Keroyok Mata Elang di Kalibata, Penegakan Hukum yang Kebablasan? Megapolitan

    Polisi Keroyok Mata Elang di Kalibata, Penegakan Hukum yang Kebablasan?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kriminolog Havina Hasna menilai, kasus pengeroyokan terhadap debt collector atau mata elang di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, sebagai gagalnya aparat kepolisian dalam mengendalikan emosi.
    Salah satu persoalan utama dalam kasus ini adalah kegagalan pelaku memisahkan emosi personal dengan peran profesional sebagai penegak hukum.
    Konflik di lapangan yang seharusnya dapat dihadapi secara prosedural justru menjadi pengeroyokan.
    “Pelaku gagal memisahkan identitas personal (tersinggung, marah, merasa direndahkan) dengan peran profesional (aparat penegak hukum yang wajib mengendalikan diri),” kata Havina saat dihubungi, Minggu (14/12/2025).
    Kegagalan semacam ini bukan fenomena baru, terutama pada profesi yang memiliki otoritas besar.
    “Kegagalan ini sering muncul pada profesi berotoritas tinggi jika kontrol internal dan budaya reflektif lemah,” kata dia.
    Menurut Havina, tindakan kekerasan yang melibatkan anggota kepolisian tersebut tidak dapat dilihat sebagai insiden biasa.
    Ia menjelaskan, polisi memang memiliki kewenangan sah atau
    legitimate power
    untuk menggunakan kekuatan dalam situasi tertentu.
    Namun, penggunaan kekuasaan tersebut memiliki batas yang jelas dan harus dilakukan sesuai konteks tugas serta prosedur hukum.
    “Ketika kekuasaan itu dipakai di luar konteks tugas dan prosedur, maka kekerasan berubah dari penegakan hukum menjadi tindak pidana, bahkan lebih serius karena dilakukan oleh aparat negara,” jelas dia.
    Havina menyebut kasus pengeroyokan ini dapat dikategorikan sebagai c
    rimes of the powerful
    , yakni kejahatan yang dilakukan oleh pihak berkuasa dengan dampak yang lebih luas.
    “Kejahatan oleh aktor berkuasa selalu berdampak ganda, Ada korban langsung, Ada kerusakan kepercayaan publik terhadap institusi. Oleh sebab itu, secara kriminologis, kasus ini lebih serius daripada pengeroyokan biasa,” ujar dia.
    Sebelumnya, dua orang
    debt collector
    atau
    mata elang
    tewas setelah mengalami kekerasan di Jalan Raya Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).
    Peristiwa tersebut terjadi saat kedua korban diduga menghentikan seorang pengendara sepeda motor di lokasi kejadian.
    Situasi itu kemudian menarik perhatian sebuah mobil yang melaju tepat di belakang motor tersebut.
    Lima orang penumpang mobil itu turun dan menghampiri lokasi untuk membela pengendara motor yang dihentikan.
    Sejumlah warga yang berada di sekitar lokasi menyebutkan, kelima orang tersebut kemudian melakukan pemukulan terhadap dua mata elang secara bersama-sama.
    Kedua korban bahkan diseret ke sisi jalan sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.
    Akibat pengeroyokan tersebut, dua mata elang meninggal dunia.
    Kematian kedua korban memicu reaksi dari kelompok sesama mata elang.
    Mereka melampiaskan amarah dengan merusak dan membakar sejumlah lapak serta kios milik pedagang di sekitar lokasi kejadian.
    Atas kejadian ini, Polda Metro Jaya telah menetapkan enam polisi sebagai tersangka.
    Mereka berinisial JLA, RGW, IAB, IAM, BN, dan AN. Keenamnya merupakan anggota satuan pelayanan markas di Mabes Polri.
    Para tersangka dijerat Pasal 170 ayat (3) KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Selain pidana, keenamnya juga dijerat pelanggaran kode etik profesi Polri dengan kategori berat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.