Anggota DPR soal MBG: Banyak Pelajaran dari Tahun Pertama
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto mengatakan, banyak pelajaran yang dipetik dari tahun pertama pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menurutnya, pelajaran tersebut harus menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
“MBG adalah program ambisius yang patut diapresiasi, tetapi pelaksanaannya belum sepenuhnya aman dan efektif. Banyak pelajaran dari tahun pertama yang harus dibenahi,” ujar Edy dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Minggu (19/10/2025).
Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, kata Edy, harus jadi momentum evaluasi dan perbaikan terhadap program MBG.
Meski belum setahun penuh berjalan, program MBG sudah menjangkau 35 juta penerima manfaat.
Namun dalam pelaksanaannya, banyak catatan yang harus diselesaikan seperti keracunan massal, lemahnya pengawasan keamanan pangan, dan belum adanya dasar hukum yang kuat masih membayangi pelaksanaannya.
Edy pun mengutip data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) per 13 Oktober 2025, yang melaporkan 11.566 anak mengalami keracunan setelah mengonsumsi menu MBG.
Angka tersebut menunjukkan adanya sistem keamanan pangan yang lemah di lapangan, serta belum tuntasnya regulasi tata kelola program.
“Pemerintah memang menyebut rancangan Peraturan Presiden tentang MBG sedang dalam proses harmonisasi. Tapi program ini sudah berjalan hampir setahun tanpa payung hukum yang jelas. Akibatnya, pelaksanaan di lapangan cenderung semrawut” ujar Edy.
Di samping itu, ia juga menyinggung soal hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 yang melaporkan bahwa angka stunting nasional menurun dari 21,5 persen menjadi 19,8 persen.
Namun data penurunan stunting itu belum dapat disimpulkan sebagai dampak dari MBG yang baru berjalan kurang dari setahun.
“Menurunkan stunting tidak bisa diukur dalam satu tahun. Intervensi gizi harus dilakukan sejak remaja, calon pengantin, ibu hamil, hingga anak usia dua tahun. MBG hanya salah satu bagian dari rantai panjang itu,” ujar Edy.
Untuk memastikan efektivitas program, Edy mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Gizi Nasional (BGN) melakukan survei gizi tahunan terhadap kelompok sasaran MBG.
“Kita perlu tahu apakah MBG benar-benar berdampak terhadap status gizi anak-anak,” tegas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.
Kompas.com/Ridho Danu Prasetyo Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polsek Palmerah, Jakarta Barat melakukan uji coba penyajian menu MBG dan test food, Selasa (14/10/2025)
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengeklaim program MBG 99,99 persen berhasil. Angka ini merupakan perbandingan dari jumlah porsi yang telah dibagikan dengan jumlah kasus error.
Ia memerinci, MBG telah mendistribusikan 1,4 miliar menu kepada 36,2 juta penerima. Sementara jumlah yang keracunan mencapai sekitar 8.000 lebih.
Hal ini dikatakannya dalam prosesi sidang senat pengukuhan mahasiswa baru sekaligus wisuda sarjana di Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI), Bandung, Sabtu (18/10/2025).
Kendati demikian, ia ingin menyempurnakan program ini. Ia tidak ingin ada satupun anak-anak yang sakit dan keracunan akibat mengkonsumsi MBG.
“Tapi kalau 1,4 miliar dibagi 8.000 (kasus), saya kira ini masih kalau dalam ilmu pengetahuan dalam sains ini masih dalam koridor katakanlah corridor of error, ya. Tapi kita mau zero error walaupun sangat sulit,” jelas Prabowo.
Untuk itu, ia sudah memerintahkan semua dapur umum untuk memiliki alat-alat yang terbaik. Lalu, membersihkan dan mencuci tangan sebelum menyajikan sebagai upaya penyempurnaan program.
“Anak-anak sebelum makan cuci tangan yang benar, kalau perlu harus diajarkan bagaimana makan pakai sendok untuk mencegah. Kalau virus bakteri bisa dari mana saja, ini saya highlight ini, karena ini sangat penting,” ujar Prabowo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Palmerah
-
/data/photo/2025/10/15/68ef33e663afc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kerja Sosial Diharapkan Bisa Kurangi Kelebihan Kapasitas Penjara Megapolitan 15 Oktober 2025
Kerja Sosial Diharapkan Bisa Kurangi Kelebihan Kapasitas Penjara
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
— Penerapan hukuman kerja sosial bagi pelaku kejahatan ringan diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah darurat
over capacity
lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan).
Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Jakarta Barat Sri Susilarti mengatakan, hukuman penjara bukan lagi satu-satunya solusi untuk menangani pelaku pidana.
Terutama, dengan kondisi saat ini yang sudah masuk kategori kelebihan kapasitas lapas.
“Hukuman kerja sosial ini diharapkan menjadi satu solusi alternatif untuk mengurangi isi lapas atau rutan,” ujar Sri saat ditemui
Kompas.com
di Taman Cattleya, Rabu (15/10/2025).
Menurut Sri, kerja sosial yang merupakan pendekatan
restorative justice
menjadi solusi yang lebih baik dibandingkan memasukkan terpidana ke dalam penjara.
Pasalnya, jumlah narapidana yang menghuni lapas se-Indonesia saat ini telah melebihi kapasitas, yaitu mencapai 270.000 orang.
“Akhirnya kan memasukkan semua terpidana ke dalam lembaga pemasyarakatan bukan solusi yang terbaik. Kalau memang bisa dibina di masyarakat, kenapa harus masuk ke dalam lembaga?” kata dia.
Landasan dari kebijakan kerja sosial itu adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.
“Dalam KUHP baru, khususnya Pasal 85, pidana bisa berbentuk tindakan seperti kerja sosial. Ini adalah bentuk pendekatan keadilan restoratif atau
restorative justice
,” kata Sri.
Selain mengurangi kelebihan kapasitas lapas, kerja sosial juga disebut dapat menjadi alternatif pembinaan agar terpidana bisa kembali diterima di masyarakat.
“Harapannya tuh dengan mengikuti kerja-kerja sosial ini mereka itu bisa lebih diterima lagi di masyarakat, seperti itu,” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Jakarta Barat mengerahkan sejumlah klien binaannya untuk membersihkan Taman Cattleya, Palmerah, Jakarta Barat.
Kegiatan ini merupakan percontohan dan persiapan implementasi teknis hukuman kerja sosial yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
Dalam kegiatan itu, sembilan klien Bapas dikerahkan di bawah pengawasan 25 orang petugas.
“Kegiatan ini mempersiapkan agar masyarakat tahu bahwa ada peran dan tanggung jawab bersama dalam membina pelaku pidana. Nantinya, Bapas akan menjadi pengawas utama di lapangan,” jelas Sri.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/14/68ee30e0e697b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pendaftar Relawan SPPG Polri Palmerah Didominasi Gen Z Megapolitan 14 Oktober 2025
Pendaftar Relawan SPPG Polri Palmerah Didominasi Gen Z
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Rekrutmen relawan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polri Palmerah diramaikan oleh pendaftar dari kalangan anak muda atau Generasi Z.
Kepala SPPG Polri Palmerah, Mustaqim, mengungkapkan, dari 91 total pendaftar, mayoritas di antaranya merupakan anak muda yang berkisar antara usia 18 hingga 30 tahun.
“Kalau yang saya lihat dari pendaftar, untuk rentang umur sih banyak yang Gen Z juga, rata-rata di usia 20-30 tahun,” kata Mustaqim kepada
Kompas.com
, Selasa (14/10/2025).
Mustaqim mengaku memahami beratnya beban kerja di dapur SPPG, yang kerap membuat relawan kelelahan hingga akhirnya memilih mengundurkan diri.
“Kalau yang saya lihat dari kejadian-kejadian di SPPG lain, relawan biasanya banyak yang enggak sanggup. Di awal itu, banyak yang merasa capek banget, yang enggak kuat, jadi dia pasti keluar,” jelasnya
Karena itu, dia berinisiatif untuk menggagas sistem kerja
work life balance
agar tidak terlalu membebani pekerjaan relawan.
“Jujur kalau untuk pengkondisian upah kan memang sudah standar. Paling kalau kebijakan saya, saya bakal menerapkan jam kerja yang
work life balance
. Tiap divisi saya buat maksimal kerja delapan jam, jadi jangan lebih daripada itu, jangan sampai lembur,” ucapnya.
Menurut Mustaqim, dengan jam kerja yang terukur, upah yang diterima akan terasa lebih sepadan.
Adapun, relawan di SPPG Polri Palmerah akan menerima gaji Rp 100.000 per hari, sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.
Namun, menurut Mustaqim, angka gaji harusnya bersifat progresif dan bisa meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah porsi yang diproduksi.
“Makin banyak porsi yang diproduksi, harusnya gaji relawan juga bisa makin naik. Karena kan beda antara orang bikin 3.000 porsi sama 4.000 porsi, pasti bakal lebih capek,” ujarnya.
Selain itu, kesejahteraan relawan juga ditunjang dengan fasilitas lain berupa uang tunjangan makan dan jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan.
Sebelumnya diberitakan, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polri Palmerah menggelar demonstrasi operasional perdana pada Selasa (14/10/2025) siang.
Kegiatan tersebut meliputi uji coba seluruh peralatan masak, tes makanan (
test food
), hingga pengambilan sampel untuk sertifikasi halal dan laik higiene sanitasi.
“Hari ini benar-benar yang perdana. Kami melakukan demonstrasi operasional untuk mengecek semua elemen, mulai dari kesiapan relawan, alat-alat, hingga kelancaran pasokan dari supplier,” ucap Kepala SPPG Polri Palmerah, Mustaqim, kepada
Kompas.com
, Selasa.
Mustaqim mengaku bahwa proses pembangunan SPPG saat ini telah mencapai 90 persen dan ditargetkan bisa mulai beroperasi pada akhir Oktober 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/14/68ee317a0a21b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Gen Z Melamar Jadi Pencuci Ompreng MBG karena Tak Dapat Kerja Formal Megapolitan 14 Oktober 2025
Cerita Gen Z Melamar Jadi Pencuci Ompreng MBG karena Tak Dapat Kerja Formal
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com —
Sejumlah anak muda dari kalangan Generasi Z turut bergabung sebagai tim dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polri Palmerah, Jakarta Barat.
Salah satunya adalah Najwa (18), remaja yang baru lulus SMA pada awal 2025.
Ia memutuskan mendaftar sebagai tenaga kerja di SPPG karena belum juga mendapat pekerjaan setelah berbulan-bulan melamar ke berbagai tempat.
“Semenjak lulus belum dapat kerja, jadi mau cari pengalaman kerja dulu aja gitu. Makanya ikut daftar MBG (Makan Bergizi Gratis) ini,” kata Najwa kepada
Kompas.com
, Selasa (14/10/2025).
Meski masih berusia muda, Najwa tak merasa malu melamar kerja sebagai petugas pencuci ompreng
.
“Kemarin itu aku memang daftarnya jadi pencuci alat makan,” ucap Najwa.
Warga Palmerah itu memutuskan mendaftar sebagai petugas pencuci ompreng usai mengetahui informasi lowongan pekerjaan di SPPG dari grup WhatsApp warga RW 04.
Meski begitu, Najwa mengatakan tidak akan menjadikan pekerjaan di SPPG sebagai pekerjaan tetap.
“Aku sambil nyari-nyari kerja yang lain juga, kayaknya sih enggak menetap di sini,” kata dia.
Najwa tak menampik kehadiran dapur SPPG dapat membuka lapangan pekerjaan bagi dirinya dan anak-anak muda lain yang membutuhkan pekerjaan.
Sementara itu, Kepala SPPG Polri Palmerah, Mustaqim, mengonfirmasi bahwa mayoritas pendaftar merupakan kalangan Gen Z dan anak muda usia 18 hingga 30 tahun.
Ia mengatakan, pihaknya berinisiatif menyesuaikan sistem kerja karena banyaknya anak muda yang bergabung sebagai pekerja.
Mustaqim menyadari beratnya beban kerja di dapur SPPG, yang kerap membuat semangat relawan menurun hingga akhirnya memilih mengundurkan diri.
“Kalau yang saya lihat dari kejadian-kejadian di SPPG lain, relawan biasanya banyak yang nggak sanggup. Di awal itu, banyak yang merasa capek banget, yang nggak kuat, jadi dia pasti keluar,” jelasnya.
Karena itu, ia menggagas sistem kerja
work life balance
agar beban kerja relawan tidak terlalu berat.
“Jujur kalau untuk pengkondisian upah kan memang sudah standar. Paling kalau kebijakan saya, saya bakal menerapkan jam kerja yang
work life balance
. Tiap divisi saya buat maksimal kerja delapan jam. Jadi jangan lebih daripada itu, jangan sampai lembur,” ucapnya.
Menurut dia, dengan jam kerja yang terukur, upah yang diterima akan terasa lebih sepadan.
Adapun, relawan di SPPG Polsek Palmerah akan menerima gaji Rp 100.000 per hari, uang tunjangan makan, serta jaminan sosial berupa BPJS Ketenagakerjaan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/13/68ecd3981d844.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Siswa SMPN 61 Jakarta Harap Menu Susu di Program MBG Lebih Sering Diberikan Megapolitan 13 Oktober 2025
Siswa SMPN 61 Jakarta Harap Menu Susu di Program MBG Lebih Sering Diberikan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sejumlah siswa SMP Negeri 61 Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat, berharap menu susu dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat disediakan lebih sering.
Menurut mereka, susu menjadi salah satu menu paling disukai karena rasanya enak dan membantu menambah energi saat belajar di sekolah.
Bila (bukan nama sebenarnya), siswi kelas VIII, mengatakan susu jarang muncul dalam menu mingguan MBG.
Biasanya, minuman tersebut hanya diberikan pada waktu tertentu, seperti saat sekolah menerima kunjungan dari pihak pemerintah.
“Ia jarang banget ada (susu). Biasanya cuma waktu-waktu tertentu, kayak kalau ada momen kunjungan orang dinas gitu. Kalau bisa sih seminggu sekali ada,” kata Bila kepada
Kompas.com
, Senin (13/10/2025).
Rafi (bukan nama sebenarnya), siswa kelas IX, juga mengaku lebih bersemangat menyantap makanan MBG ketika ada susu dalam paket makan siangnya.
Ia menilai susu merupakan pelengkap ideal selain nasi dan lauk yang disediakan.
“Kalau ada susu tuh rasanya lengkap aja. Kan katanya bagus buat tulang sama otak juga. Jadi mungkin lebih sering dikasih,” ujar Rafi.
Sementara itu, Dinda (bukan nama sebenarnya), siswi kelas VIII lainnya, mengatakan susu merupakan menu yang paling cepat habis ketika dibagikan.
Menurut dia, beberapa teman bahkan rela menukar lauk hanya demi mendapatkan susu.
“Susu cepat banget habis, teman saya suka tukar lauknya biar dapat susu. Soalnya enggak tiap hari dikasih,” tuturnya.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program prioritas pemerintahan Prabowo–Gibran yang mulai dijalankan sejak November 2024.
Program ini bertujuan meningkatkan asupan gizi anak sekolah sekaligus menekan angka stunting di Indonesia.
Di DKI Jakarta, program ini dijalankan di berbagai sekolah negeri, termasuk SMP Negeri 61 Jakarta. Menu yang diberikan setiap hari umumnya terdiri atas nasi, lauk berprotein, sayur, buah, dan minuman bergizi.
Meski demikian, sejumlah siswa berharap variasi menu, terutama penyediaan susu, dapat ditingkatkan agar manfaat program lebih optimal dan mendukung semangat belajar mereka.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/13/68ecd41d24eb9.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pastikan MBG Aman, Guru SMPN 61 Jakarta Cicipi Makanan Sebelum Dibagikan Megapolitan 13 Oktober 2025
Pastikan MBG Aman, Guru SMPN 61 Jakarta Cicipi Makanan Sebelum Dibagikan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– SMP Negeri 61 Jakarta di Palmerah, Jakarta Barat, mulai menerapkan sistem
tester
makanan untuk memastikan kualitas dan keamanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diterima siswa setiap harinya.
Langkah ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi makanan basi atau keracunan yang pernah terjadi di beberapa daerah lain.
Wakil Kesiswaan SMPN 61 Jakarta Sukmi Purwaningtias mengatakan, sistem mencicipi makanan ini baru dijalankan dalam dua minggu terakhir setelah evaluasi program berjalan hampir satu tahun.
Ia bahkan sempat menjadi
tester
tunggal sebelum sistem tersebut diterapkan secara resmi.
“Awalnya belum ada
tester,
jadi saya yang mencicipi langsung makanan dari dapur SPPG Palmerah sebelum dibagikan ke siswa. Ini penting agar kita yakin makanannya aman dan tidak basi,” ujar Sukmi kepada
Kompas.com,
Senin (13/10/2025).
Menurut Sukmi, pengawasan makanan dilakukan setiap hari, mulai dari proses pengantaran hingga pembagian kepada siswa.
Ia memastikan pihak sekolah aktif berkomunikasi dengan Satuan Pengelola Program Gizi (SPPG) melalui grup WhatsApp untuk melaporkan kualitas dan keluhan yang muncul dari siswa atau guru.
“Kalau ada makanan yang rasanya aneh, misalnya terlalu asin atau sudah tidak segar, kami langsung laporkan. Sekarang sistemnya lebih baik karena ada koordinasi cepat dengan pihak pengelola,” jelas dia.
Pihak sekolah menilai sistem
tester
ini penting karena sebagian besar siswa mengonsumsi makanan MBG setiap hari dan jarang sarapan di rumah.
Dengan demikian, keamanan pangan menjadi prioritas utama dalam menjaga kesehatan mereka.
Selain uji rasa dan pengecekan langsung, SMPN 61 Jakarta juga mulai mencatat laporan harian tentang menu, jumlah penerima, dan kondisi makanan.
Sukmi berharap sistem pengawasan seperti ini bisa diterapkan di seluruh sekolah penerima MBG agar standar kebersihan dan keamanan pangan tetap terjaga.
“Anak-anak sangat bergantung pada makanan dari program ini. Jadi, keamanan dan kualitasnya harus dijaga betul,” kata dia.
Sejumlah orangtua siswa juga menyambut baik penerapan sistem tester tersebut.
Mereka menganggap langkah itu dapat meningkatkan rasa aman dan kepercayaan terhadap makanan yang dikonsumsi anak-anak di sekolah.
Resti (38), orangtua siswa kelas VIII mengaku sempat khawatir usai mendengar kabar kasus makanan basi di beberapa sekolah lain.
“Sekarang saya lebih tenang karena katanya sudah ada yang mencicipi dulu sebelum dibagikan ke anak-anak. Soalnya anak saya itu langsung sakit perut kalau makanannya kurang bersih,” ujar dia.
Hal serupa disampaikan oleh Yayan (42), orangtua siswa kelas IX. Ia berharap sistem seperti ini bisa dilakukan secara berkelanjutan dan tidak hanya sementara.
“Kalau sudah ada
tester,
bagus banget. Jangan cuma formalitas saja. Karena anak-anak di sekolah itu makannya sama, kalau ada yang tidak layak kan bisa bahaya buat semuanya,” kata Yayan.
Program MBG sendiri merupakan bagian dari program nasional pemerintahan Prabowo–Gibran yang telah berjalan sejak November 2024.
Program ini menargetkan peningkatan gizi anak sekolah, khususnya di kalangan keluarga kurang mampu, dengan pemberian makanan bergizi setiap hari di sekolah.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/10/17/68f1fadbaac77.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2025/10/13/68ece89b5f10b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
