kab/kota: Nganjuk

  • Ibas Ajak Anak Muda Tuangkan Rasa Hormat Lewat Lomba Cerita di Hari Ayah

    Ibas Ajak Anak Muda Tuangkan Rasa Hormat Lewat Lomba Cerita di Hari Ayah

    Jakarta

    Dalam rangka Hari Ayah Nasional, Wakil Ketua MPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menghadiri acara Pengumuman Juara Lomba Cerita Bergambar EBY-Fraksi Partai Demokrat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Kegiatan ini mewadahi generasi muda untuk mengekspresikan kreativitas serta rasa hormat kepada ayah melalui karya cerita bergambar digital.

    Acara yang bertema ‘Figur Ayah: Inspirasi dalam Goresan Cerita’ ini diikuti oleh para pelajar SMA dari seluruh Indonesia. Gelaran ini juga menjadi bagian dari upaya Fraksi Partai Demokrat untuk mengembangkan nilai-nilai keluarga, kreativitas, dan pendidikan karakter di kalangan generasi muda.

    Dalam sambutannya, Ibas menyampaikan makna mendalam di balik momentum Hari Ayah Nasional. Menurutnya, peringatan ini bukan sekadar bentuk penghormatan, tetapi juga refleksi atas nilai-nilai keteladanan, kasih sayang, dan dedikasi disiplin yang diwariskan dalam keluarga.

    “Dalam rangka memperingati Hari Ayah dari Partai Demokrat, kami memberikan ruang kepada kalian semuanya di seluruh Indonesia untuk menuangkan pemikiran, kreativitas, dan juga menuliskan bagaimana kalian menggambarkan seorang ayah, bagaimana kita melihat dan menghargai kontribusi ayah, serta mengeksplorasi kehadiran ayah dalam hidup kita,” ujar Ibas dalam keterangannya, Rabu (12/11/2025).

    Ibas mengatakan, melalui karya seni dan kreativitas, generasi muda tidak hanya menyalurkan bakat, tetapi juga belajar menghargai makna hubungan keluarga yang penuh nilai.

    “Tidak hanya sekedar tumbuh dalam keluarga, tapi kita bisa meningkatkan kreativitas dalam menulis cerita dan menyampaikan pesan positif tentang keteladanan. Ini juga bentuk rasa syukur dan penghargaan atas hubungan kekeluargaan yang mengajarkan nilai-nilai baik dan positif,” imbuhnya.

    Dalam kesempatan ini, Ibas juga menekankan pentingnya semangat dan rasa percaya diri generasi muda untuk terus berprestasi. Ia menegaskan bahwa anak bangsa memiliki potensi luar biasa di berbagai bidang, mulai dari olahraga, sains, hingga industri kreatif.

    “Kalian yang bertalenta tidak perlu ragu. Banyak anak bangsa kita yang berhasil di tingkat dunia. Tidak hanya atlet atau saintis, tetapi juga kreator yang karyanya diakui dan dibeli oleh berbagai negara, dari Amerika, Eropa, hingga Jepang dan Korea,” tutur Ibas.

    “Jadilah anak-anak yang tangguh, tidak mudah mengeluh, tapi selalu menjadi bagian dari solusi. Jaga lingkungan tetap bersih dan asri, dan jadilah inspirasi bagi keluarga, teman, dan bangsa kita,” ujarnya.

    Selain itu, Ibas juga mengingatkan agar setiap anak muda tidak melupakan jasa orang tua, terutama sosok ayah.

    “Kalau kalian nanti sukses dan berhasil, jangan pernah lupakan orang tua kalian. Ayah yang selalu menafkahi, membimbing, dan menjadi teladan. Jadilah anak muda yang menghargai orang tua dan menginspirasi lewat karya serta rasa syukur,” pesannya.

    Para Pemenang dan Apresiasi Dewan Juri

    Ibas menutup sambutannya dengan memberikan ucapan selamat kepada seluruh peserta dan pemenang lomba.

    “Selamat! Bagi saya, kalian semua adalah juara. Jadilah anak-anak yang cerdas, kreatif, sehat, dan cinta tanah air Indonesia,” ucapnya.

    Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Asan yang juga menjadi salah satu juri, memberikan motivasi kepada peserta untuk terus mengasah bakat mereka.

    “Yang menang, jadikan ini motivasi untuk terus berkembang. Dan yang belum, jangan menyerah. Talenta itu seperti pisau, kalau sering diasah, akan makin hebat,” pesannya.

    Bendahara Fraksi Partai Demokrat Dina Lorenza, juga menyampaikan apresiasi atas karya peserta.

    “Saya bangga sekali kepada adik-adik yang terus berkarya. Dari hobi bisa jadi profesi. Mungkin suatu hari kalian bisa buat komik, ilustrasi, atau bahkan film sendiri. Kami dukung penuh!” ujarnya penuh semangat.

    Sementara M. Adnan Gabrialdi, mural artist dan alumni FSRD ITB yang menjadi juri eksternal, menilai bahwa kreativitas peserta sangat beragam dan menarik.

    “Yang membuat karya menonjol adalah ketika kalian bisa membuat sesuatu yang berbeda tapi tetap sesuai tema. Itu yang membuat karya punya jiwa,” jelasnya.

    Daftar Pemenang Lomba Cerita Bergambar Nasional EBY-Fraksi Partai Demokrat 2025:

    1. Derbi Putri Meirilia (Bangka Belitung)

    Karya: Ilustrasi digital tentang perjuangan seorang ayah aktivis menjaga hutan mangrove dari ancaman pengembang.

    2. Ahmad Daniel Maulana (Nganjuk)

    Karya: Cerita bergambar tentang cinta dan didikan seorang ayah yang membentuk karakter anaknya.

    3. Priyanka Chopra Valony (DKI Jakarta)

    Karya: Kisah nyata kerinduan seorang anak terhadap ayahnya, prajurit TNI yang bertugas di daerah konflik.

    Makna di Balik Karya dan Keluarga

    Kegiatan ini juga dihadiri oleh 20 peserta finalis lomba puisi dan video pendek yang mengikuti audiensi secara langsung maupun daring melalui Zoom. Pertemuan berlangsung hangat dan penuh apresiasi, mempertemukan anak muda berbakat dari berbagai provinsi di Indonesia.

    Salah satu peserta juara Harapan II asal Bangka Belitung, Kerinna Klarissa, mengaku senang dapat berpartisipasi.

    “Kami bertemu banyak teman baru, yang sama-sama punya hobi dan pemikiran kreatif,” ujarnya.

    Sementara penerima Juara III, Priyanka Chopra Valony, menyampaikan kebahagiaan dan ungkapan terima kasih telah menyelenggarakan gelaran ini.

    “Bahagia sekali bisa bertemu Pak Ibas yang menjadi inspirasi kami. Terima kasih pada Demokrat dan Pak Ibas yang sudah menyelenggarakan acara ini,” ucapnya.

    Melalui kegiatan ini, Fraksi Partai Demokrat menegaskan komitmennya untuk terus mendukung pengembangan kreativitas, pendidikan karakter, dan ekspresi budaya generasi muda Indonesia. Partai Demokrat percaya keluarga yang kuat, ayah yang teladan, dan anak-anak yang kreatif adalah fondasi masa depan bangsa yang tangguh.

    (prf/ega)

  • Ibas: Hari Ayah Nasional momen refleksi nilai-nilai keteladanan

    Ibas: Hari Ayah Nasional momen refleksi nilai-nilai keteladanan

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono mengatakan peringatan Hari Ayah Nasional bukan sekadar bentuk penghormatan, tetapi juga refleksi atas nilai-nilai keteladanan, kasih sayang, dan dedikasi disiplin yang diwariskan dalam keluarga.

    “Dalam rangka memperingati Hari Ayah dari Partai Demokrat, kami memberikan ruang kepada kalian semuanya di seluruh Indonesia untuk menuangkan pemikiran, kreativitas, dan juga menuliskan bagaimana kalian menggambarkan seorang ayah, bagaimana kita melihat dan menghargai kontribusi ayah, serta mengeksplorasi kehadiran ayah dalam hidup kita,” kata Ibas, sapaan akrabnya, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Hal itu disampaikan Ibas saat menghadiri acara Pengumuman Juara Lomba Cerita Bergambar EBY–Fraksi Partai Demokrat di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.

    Acara ini menjadi wadah bagi pelajar dan generasi muda untuk mengekspresikan kreativitas serta rasa hormat kepada sosok ayah melalui karya cerita bergambar digital bertema Figur Ayah: Inspirasi dalam Goresan Cerita.

    Kegiatan yang diikuti para pelajar SMA dari seluruh Indonesia ini juga menjadi bagian dari upaya Fraksi Partai Demokrat untuk mengembangkan nilai-nilai keluarga, kreativitas, dan pendidikan karakter di kalangan generasi muda.

    Melalui karya seni dan kreativitas, kata Ibas, generasi muda tidak hanya menyalurkan bakat, tetapi juga belajar menghargai makna hubungan keluarga yang penuh nilai.

    “Tidak hanya sekadar tumbuh dalam keluarga, tapi kita bisa meningkatkan kreativitas dalam menulis cerita dan menyampaikan pesan positif tentang keteladanan. Ini juga bentuk rasa syukur dan penghargaan atas hubungan kekeluargaan yang mengajarkan nilai-nilai baik dan positif,” lanjutnya.

    Pada kesempatan itu, Ibas yang juga anggota DPR RI dari Dapil Jawa Timur VII menekankan pentingnya semangat dan rasa percaya diri generasi muda untuk terus berprestasi.

    Ia menegaskan bahwa anak bangsa memiliki potensi luar biasa di berbagai bidang, mulai dari olahraga, sains, hingga industri kreatif.

    “Kalian yang bertalenta tidak perlu ragu. Banyak anak bangsa kita yang berhasil di tingkat dunia. Tidak hanya atlet atau saintis, tetapi juga kreator yang karyanya diakui dan dibeli oleh berbagai negara, dari Amerika, Eropa, hingga Jepang dan Korea,” tuturnya.

    Ibas kemudian berpesan agar generasi muda selalu menjadi bagian dari solusi, bukan sumber masalah.

    “Jadilah anak-anak yang tangguh, tidak mudah mengeluh, tapi selalu menjadi bagian dari solusi. Jaga lingkungan tetap bersih dan asri, dan jadilah inspirasi bagi keluarga, teman, dan bangsa kita,” ujarnya.

    Ia juga mengingatkan agar setiap anak muda tidak melupakan jasa orang tua, terutama sosok ayah.

    “Kalau kalian nanti sukses dan berhasil, jangan pernah lupakan orang tua kalian. Ayah yang selalu menafkahi, membimbing, dan menjadi teladan. Jadilah anak muda yang menghargai orang tua dan menginspirasi lewat karya serta rasa syukur,” kata Ibas.

    Ibas menutup sambutannya dengan memberikan ucapan selamat kepada seluruh peserta dan pemenang lomba.

    “Selamat! Bagi saya, kalian semua adalah juara. Jadilah anak-anak yang cerdas, kreatif, sehat, dan cinta tanah air Indonesia,” ucapnya..

    Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Asan, yang juga menjadi salah satu juri, memberikan motivasi kepada peserta untuk terus mengasah bakat mereka.

    “Yang menang, jadikan ini motivasi untuk terus berkembang dan yang belum, jangan menyerah. Talenta itu seperti pisau, kalau sering diasah, akan makin hebat,” pesannya.

    Bendahara Fraksi Partai Demokrat Dina Lorenza juga menyampaikan apresiasi atas karya peserta.

    “Saya bangga sekali kepada adik-adik yang terus berkarya. Dari hobi bisa jadi profesi. Mungkin suatu hari kalian bisa buat komik, ilustrasi, atau bahkan film sendiri. Kami dukung penuh!” ujarnya penuh semangat.

    Sementara M. Adnan Gabrialdi, mural artis dan alumni FSRD ITB yang menjadi juri eksternal, menilai bahwa kreativitas peserta sangat beragam dan menarik.

    “Yang membuat karya menonjol adalah ketika kalian bisa membuat sesuatu yang berbeda, tapi tetap sesuai tema. Itu yang membuat karya punya jiwa,” katanya.

    Daftar Pemenang Lomba Cerita Bergambar Nasional EBY–Fraksi Partai Demokrat 2025:
    1. Derbi Putri Meirilia (Bangka Belitung)
    Karya: Ilustrasi digital tentang perjuangan seorang ayah aktivis menjaga hutan mangrove dari ancaman pengembang.
    2. Ahmad Daniel Maulana (Nganjuk)
    Karya: Cerita bergambar tentang cinta dan didikan seorang ayah yang membentuk karakter anaknya.
    3. Priyanka Chopra Valony (DKI Jakarta)
    Karya: Kisah nyata kerinduan seorang anak terhadap ayahnya, prajurit TNI yang bertugas di daerah konflik.

    Makna di Balik Karya dan Keluarga

    Kegiatan ini juga dihadiri 20 peserta finalis lomba puisi dan video pendek yang mengikuti audiensi secara langsung maupun daring melalui Zoom. Suasana pertemuan berlangsung hangat dan penuh apresiasi mempertemukan anak muda berbakat dari berbagai provinsi di Indonesia.

    Salah satu peserta, Kerinna Klarissa (Harapan II) asal Bangka Belitung, mengaku senang dapat berpartisipasi. “Kami bertemu banyak teman baru, yang sama-sama punya hobi dan pemikiran kreatif,” ujarnya.

    Sementara Priyanka Chopra Valony, peraih peringkat ketiga, menambahkan, “Bahagia sekali bisa bertemu Pak Ibas yang menjadi inspirasi kami. Terima kasih pada Demokrat dan Pak Ibas yang sudah menyelenggarakan acara ini,” ucapnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemerintah beri Rp300 M untuk insentif pemda atasi stunting tahun ini

    Pemerintah beri Rp300 M untuk insentif pemda atasi stunting tahun ini

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memberikan insentif fiskal sebesar Rp300 miliar kepada pemerintah daerah (pemda) yang menunjukkan kinerja baik pada upaya penanganan stunting untuk tahun anggaran 2025.

    Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 330 Tahun 2025 yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 10 November 2025.

    “Menetapkan alokasi Dana Insentif Fiskal tahun anggaran 2025 untuk penghargaan kinerja tahun berjalan kategori penurunan stunting sebesar Rp300 miliar,” demikian bunyi putusan kedua KMK 330/2025, dikutip di Jakarta, Selasa.

    Nilai insentif tahun ini lebih rendah Rp475 miliar bila dibandingkan insentif tahun lalu yang mencapai Rp775 miliar.

    Selain dari segi nominal, jumlah pemda penerima insentif kategori ini juga lebih rendah pada tahun ini, dengan rincian 3 provinsi, 38 kabupaten, dan 9 kota.

    Sedangkan, pada KMK 353/2024 yang diteken oleh eks Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, jumlah daerah penerima insentif sebanyak 9 provinsi, 99 kabupaten, dan 22 kota.

    Untuk tahun ini, provinsi yang menerima insentif di antaranya Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.

    Sementara untuk kabupaten, di antaranya Deli Serdang, Batu Bara, Ogan Komering Ulu Timur, Penukal Abab Lematang Ilir, Pringsewu, Bandung, Bogor, Garut, Karawang, Demak, Kudus, Pemalang, Sukoharjo, Bojonegoro, Jombang, Lumajang, Magetan, Malang, Mojokerto, Nganjuk, Pasuruan, dan Tuban.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemprov Jatim gagas desa wisata edukatif perjuangan Marsinah

    Pemprov Jatim gagas desa wisata edukatif perjuangan Marsinah

    Misalnya ada suvenir-suvenir yang terkait dengan pesan-pesan seorang Marsinah, sebenarnya itu kan bisa sederhana

    Surabaya (ANTARA) – Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggagas pengembangan desa wisata edukatif perjuangan buruh di Nganjuk, sebagai bentuk penghormatan terhadap Marsinah, buruh pabrik arloji yang baru dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

    “Sebenarnya ini kan sudah mulai ya menjadikan desa di mana Marsinah berproses kemudian permakamannya di sana itu sebenarnya sudah diinisiasi menjadi destinasi wisata edukatif. Tapi kan kalau sebuah desa wisata tentu kelengkapan-kelengkapannya itu ya harus di-assessment,” ujar Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat tasyakuran penganugerahan gelar Pahlawan Nasional Marsinah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa.

    Khofifah meminta Bupati Nganjuk Marhaen serta kepala desa agar bangunan heroisme itu tetap akan tumbuh.

    Mantan Menteri Sosial itu juga menegaskan bahwa pembangunan desa wisata ini harus mempertahankan ruh perjuangan Marsinah.

    “Meskipun itu mungkin tambahan wisata, mungkin taman, mungkin mobil odong-odong dan seterusnya kelengkapan-kelengkapan sebagai sebuah destinasi wisata tentu harus ada,” katanya.

    Tapi bawa semangat heroisme kepada siapa pun yang ke sana itu harus tetap tumbuh.

    “Misalnya ada suvenir-suvenir yang terkait dengan pesan-pesan seorang Marsinah, sebenarnya itu kan bisa sederhana tapi mereka pula ada semangat dari pesan-pesan seorang Marsinah,” lanjutnya.

    Kakak kandung Marsinah, Marsini menyatakan keluarga mendukung penuh rencana tersebut.

    Ia berharap rumah masa kecil Marsinah di Nganjuk dapat dijadikan museum kecil agar kisah perjuangan sang pahlawan tetap hidup.

    “Masih ada rumah tempat kami tinggal bersama nenek. Tempat itu bisa dijadikan museum kecil agar cerita Marsinah tidak hilang. Semoga nanti bisa dijaga, bukan digeser atau diwariskan ke yang lain. Kami ingin itu jadi tempat belajar,” kata Marsini.

    Bupati Nganjuk Marhaen menyambut baik rencana pengembangan desa wisata tersebut. Ia menilai Marsinah merupakan sosok pejuang hak asasi manusia (HAM) yang lahir dari kalangan masyarakat kecil.

    “Pahlawan yang biasanya berangkat dari pejuang, tokoh agama, ini dari wong cilik, istilah saya kaum marhaen. Dari keluarga kecil. Bekerjanya buruh, perempuan. Pejuang HAM,” ujarnya.

    Dia berharap Marsinah meninggal husnul khotimah dan kita bisa meneruskan api perjuangannya.

    Pewarta: Willi Irawan
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Soeharto dan Marsinah dalam Ingatan Bangsa

    Soeharto dan Marsinah dalam Ingatan Bangsa

    Soeharto dan Marsinah dalam Ingatan Bangsa
    Penulis lepas dan pendiri Paramitha Institute
    PADA
    peringatan Hari Pahlawan tahun ini, Indonesia menambah 10 nama baru dalam daftar Pahlawan Nasional. Sejak gelar itu dianugerahkan pertama kali pada 1959 hingga 2023, negeri sudah memiliki 206 orang pahlawan nasional.
    Menariknya, dari daftar 10 nama baru itu, terselip dua nama yang jalan hidupnya berseberangan dalam panggung sejarah: Soeharto dan
    Marsinah
    .
    Soeharto adalah pendiri sekaligus penguasa tertinggi rezim Orde Baru yang mengangkangi negeri ini selama 32 tahun. Sebaliknya, Marsinah adalah sosok rakyat jelata yang dibunuh secara keji oleh sistem Orde Baru.
    Bayangkan, dalam beberapa tahun ke depan, ketika pelajaran sejarah akan dituturkan kepada generasi baru, bagaimana menceritakan Soeharto dan Marsinah?
    Bisahkah kisah Marsinah, yang dibunuh secara keji pada awal Mei 1993, dituturkan tanpa menyebut Soeharto dan Orde Baru-nya?
    Marsinah, yang lahir pada 10 April 1969 di Desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, lahir dari keluarga miskin. Ia kemudian diasuh oleh nenek dan bibinya. Marsinah muda merasakan pahit-getirnya terlempar dari bangku sekolah karena biaya pendidikan.
    Marsinah adalah satu contoh dari mereka yang tersisih dari derap pembangunan era Orde Baru. Lahir dari keluarga miskin, bukan keluarga PNS atau ABRI, pilihan Marsinah untuk menaiki tangga sosial sangatlah terbatas. Pilihan yang terbuka hanya menjadi buruh pabrik.
    Awalnya, ia bekerja di pabrik sepatu bata di Surabaya. Lalu, setahun berselang, ia pindah tempat bekerja: menjadi buruh PT Catur Putra Surya (PT. CPS), pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
    Namun, ketika bekerja sebagai buruh, ia diperhadapkan dengan sistem perburuhan Orde Baru: politik upah murah, hubungan industrial Pancasila, dan pelibatan militer dalam konflik industrial (Dwi-Fungsi ABRI).
    Saat itu, upah Marsinah hanya Rp 1.700 per hari. Di tahun yang sama, harga beras adalah Rp 700/kg. Artinya, 41,18 persen upah hari buruh habis hanya untuk satu kilogram beras.
    Pada 1993, upah pekerja naik sebesar 20 persen berdasarkan Surat Edaran Gubernur Jawa Timur. Seharusnya upah Marsinah dan kawan-kawannya naik menjadi Rp 2.250 per hari. Namun, perusahan tempat Marsinah bekerja tak mengindahkan beleid itu.
    Situasi itulah yang membuat Marsinah dan kawan-kawannya memakai cara yang diakui oleh hukum perburuhan negara beradab: mogok kerja.
    Namun, politik perburuhan Orde Baru menekankan stabilitas di bawah panji-panji hubungan industrial Pancasila: buruh, bersama pengusaha dan pemerintah, dianggap ”satu keluarga besar” yang seharusnya hidup harmonis.
    Dalam cara pandang itu, aksi mogok dianggap sebagai tindakan yang tidak pancasilais dan tidak indonesia (Vedi Hadiz, 1998).
    Pada masa itu, untuk menegakkan politik stabilitas, termasuk menegakkan hubungan industrial Pancasila, penguasa Orde Baru melibatkan tentara. Dan itu dimungkinkan karena ada doktrin Dwifungsi ABRI.
    Pada 1986, Menteri Tenaga Kerja Sudomo mengeluarkan Keputusan Menteri 342/1986 yang mengharuskan aparat keamanan (Kodim dan Korem) terlibat dalam penyelesaian penyelesaian industrial.
    Bahkan, petugas Depnaker perlu berkoordinasi dengan Pemda, Polres dan Kodim ketika menanggulangi ancaman tindakan fisik dalam pemogokan (Rudiono, 1992: 80).
    Tahun 1990-an, ketika aksi mogok buruh mulai berkembang karena kondisi kerja yang buruk dan politik upah murah, Bakorstanas melalui Surat Keputusan Nomor 02/Satnas/XII/1990 memberi wewenang kepada militer untuk mendeteksi, mencegah, dan menekan gejolak buruh.
    Situasi itulah yang memberi pintu pada Koramil Porong dan Kodim Sidoarjo untuk bergerak mengintervensi aksi mogok yang digelar oleh Marsinah dan kawan-kawannya.
    Pada 5 Mei 1993, hari ke-3 aksi mogok kerja, sebanyak 13 buruh ditangkap dan digelandang ke Kodim Sidoarjo.
    Hari itu, Marsinah sempat mendatangi markas Kodim Sidoarjo untuk menanyakan nasib kawan-kawannya. Namun, setelah itu, keberadaan Marsinah tak diketahui lagi.
    Hingga, pada 8 Mei 1993, jenazah Marsinah ditemukan di hutan jati Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Sebelum meninggal, Marsinah mengalami penganiayaan dan penyiksaan super berat. Ia bahkan diperkosa sebelum dibunuh.
    Di sini jelas sekali bahwa Marsinah adalah korban dari sistem politik perburuhan Orde Baru. Dan penanggung jawab tertinggi dari sistem itu adalah Soeharto.
    Tentu saja, kita tak bisa hidup dalam situasi yang disebut oleh Paul Ricœur (2000) sebagai ”ingatan berlebihan”, yang membuat kita hanya berkutak dengan masa lalu dan tak berusaha mencari jalan keluar untuk menatap masa depan.
    Namun, ingatan bangsa tak boleh mengabaikan ”luka sejarah” atau ”memoria passionis” tetap menjadi luka yang menganga dan tak tersembuhkan.
    Di sini, Ricœur (2000) menawarkan dua jalan. Pertama, narasi sejarah yang benar, berpijak pada fakta-fakta yang bisa diuji secara ilmiah, sebagai jalan mengubur hantu-hantu masa lalu.
    Pemahaman sejarah yang benar akan menuntun kita untuk tidak mengulang kesalahan yang sama di masa depan.
    Kedua, pemulihan keadilan dengan meruntuhkan tembok impunitas dan pengakuan bersalah dari pelaku. Tanpa keduanya, rekonsoliasi nasional hanya ”kosmetik politik” dan proyek politik yang rapuh.
    Namun, keputusan mengangkat Marsinah bersanding dengan Soeharto justru berusaha menyusun ingatan bangsa dalam narasi sejarah yang bermasalah, mempertebal impunitas, dan memperlebar luka sejarah yang belum tersembuhkan.
    Tanpa narasi sejarah yang benar, Marsinah adalah korban politik perburuhan dan doktrin Dwifungsi ABRI era Orde Baru, bangsa ini tidak pernah belajar dari masa lalu.
    Dan seperti dikatakan penulis Spanyol, George Santayana, ”mereka yang tak mengingat masa lalu dikutuk untuk mengulanginya.”
    Selain itu, mengangkat Soeharto sebagai pahlawan, tokoh yang bertanggung-jawab terhadap banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, hanya mempertebal tembok impunitias dan membuka luka sejarah semakin menganga.
    Kasus pembunuhan Marsinah, yang terjadi pada 32 tahun yang lampau, sampai sekarang belum terang-benderang. Saat itu, ada sembilan orang ditangkap, yang sebagian besar petinggi PT CPS dan Satpam.
    Pada tingkat kasasi, keputusan Mahkamah Agung mememutuskan para tersangka bebas murni karena tak terbukti membunuh Marsinah. Dalam kesaksiannya, para tersangka mengaku disiksa oleh aparat militer setempat untuk mengaku sebagai pembunuh Marsinah.
    Padahal, dari kronologi hingga temuan forensik, ada peran aparat yang sangat besar dalam kasus tersebut.
    Abdul Mun’im Idries, seorang saksi ahli yang menuliskan temuannya dalam Indonesian X-Files (2013), penyebab kematian Marsinah bukan karena sodokan balok tumpul, melainkan senjata api yang ditembakkan ke rongga kemaluan dan menghancurkan tulang di sekelilingnya.
    Padahal, Ricœur mengingatkan, ingatan kolektif bukan sekadar mengingat beberapa potongan kejadian di masa lalu, tetapi ingatan yang menagih agar kejahatan masa lalu diselesaikan secara adil.
    ”Setiap orang berhak atas keadilan, bahkan ketika ia sudah tiada,” kata Ricœur.
    Tentu saja, keputusan mengangkat Soeharto sebagai pahlawan tak hanya melukai rasa keadilan bagi Marsinah, tapi juga membuat luka
    memoria passionis
    yang diderita oleh mereka yang menjadi korban pelanggaran HAM di masa Orde Baru, dari peristiwa 1965 hingga peristiwa Mei 1998, semakin mengangaga.
    Sebagai bangsa, ia hanya mempertebal ingatan kelam kita pada kebijakan pembangunan yang sentralistik (bertumpu di Jawa), politik pembangunan
    top-down
    yang menggilas rakyat jelata atas nama pembangunan, kapitalisme kroni, praktik KKN yang dianggap lumrah, budaya asal bapak senang (ABS), dan pembungkaman kebebasan berserikat dan berpendapat.
    Akhirnya, ingatan bangsa tak membuat kita melangkah maju, tetapi hanya berkutat dalam pertempuran masa lalu.
    Sebab, ada tagihan masa lalu, dalam hal ini pengungkapan kebenaran dan tegaknya keadilan, yang belum dibayar tunai.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Dan Terjadi Lagi, Korupsi Jual-Beli Jabatan yang Makin Berani…
                        Nasional

    7 Dan Terjadi Lagi, Korupsi Jual-Beli Jabatan yang Makin Berani… Nasional

    Dan Terjadi Lagi, Korupsi Jual-Beli Jabatan yang Makin Berani…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kasus jual beli jabatan di pemerintah daerah kembali terungkap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (7/11/2025).
    Sugiri ditangkap bersama tiga orang lainnya, salah satunya adalah Sekretaris Daerah Ponorogo, Agus Pramono yang diketahui telah menjabat selama 13 tahun.
    Sugiri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Minggu (9/11/2025) setelah diciduk dalam aksi ketiga pengambilan uang suap jual beli jabatan untuk Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo.
    KPK menduga Sugiri menyalahgunakan kewenangannya untuk mengatur jabatan di lingkungan RSUD.
    Kasus ini bermula pada awal 2025 ketika Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Harjono Ponorogo mendapatkan informasi bahwa dirinya akan diganti oleh Sugiri.
    Untuk mempertahankan posisinya, Yunus langsung berkoordinasi dengan Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada Sugiri Sancoko.
    Suap pertama kemudian diberikan Yunus pada Sugiri melalui ajudannya sebesar Rp 400 juta. Dilakukan bertahap, pada periode berikutnya Yunus kembali setor duit Rp 325 juta.
    Selanjutnya, pada November 2025, Yunus kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri Sancoko.
    Jika dijumlah, total uang yang telah diberikan Yunus dalam tiga klaster penyerahan uang tersebut mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian yaitu, untuk Sugiri Sancoko sebesar Rp 900 juta dan Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
    Namun dalam penyerahan ketiga ini, belum sempat uang di tangan KPK sudah menciduk Sugiridan kawan-kawan.
    OTT ini dihasilkan dari operasi senyap yang mengetahui Sugiri nagih duit sisa yang dijanjikan untuk posisi Direktur RSUD ke Yunus.
    Yunus kemudian mencairkan uang Rp 500 juta untuk diserahkan kepada Sugiri. Uang itu kini disita KPK sebagai barang bukti OTT.
    Selain jual beli jabatan, KPK juga menemukan dugaan suap terkait paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo.
    Disebutkan, pada 2024, terdapat proyek pekerjaan RSUD Ponorogo senilai Rp 14 miliar.
    Dari nilai tersebut, Sucipto selaku rekanan RSUD Harjono memberikan fee kepada Yunus sebesar 10 persen atau sekitar Rp 1,4 miliar.
    Tak berhenti di situ, KPK juga menyebut ada dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp 225 dari Yunus pada periode 2023-2025 dan uang Rp 75 juta dari pihak swasta.
    Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    OTT terhadap Sugiri ini menambah panjang daftar kasus korupsi bermodus jual-beli jabatan yang menjerat para kepala daerah.
    Merunut ke belakan, kasus ini pernah terjadi pada 2016 lalu, Bupati Klaten Sri Hartini juga diciduk atas  dugaan jual-beli jabatan.
    Praktik jual beli jabatan yang disebut dengan “uang syukuran” itu melibatkan Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten, Suramlan.
    Tahun 2017, kasus jual beli jabatan kembali mencuat. Kali itu giliran Bupati Nganjuk Taufiqquramhan yang ditetapkan sebagai tersangka karena menerima suap sebesar Rp 298 juta.
    Bupati Nganjuk periode 2013-2018 tersebut ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada 25 Oktober 2025 di sebuah hotel di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Hotel ini disebut sebagai tempat serah terima uang.
    Tahun berganti kasus serupa kembali terjadi, kali ini Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko yang diciduk KPK di Stasiun Balapan, Solo, Jawa Tengah, pada 3 Februari 2018.
    Ia menerima suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Inna Silestyanti yang disebut memberikan suap sebesar 9.500 dolar AS yang disita sebagai barang bukti.
    Uang ini disebut sebagai upaya suap agar Nyono menetapkan Inna sebagai Kadis Kesehatan definitif setelah menjabat sebagai pelaksana tugas.
    Seperti tradisi tahunan, KPK juga menjaring kepala daerah yang terjerat kasus jual beli jabatan pada 2019. Saat itu yang terjaring adalah Bupati Kudus, Muhammad Tamzil.
    Saat itu, KPK menduga akan terjadi transaksi suap terkait pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus.
    Dua tahun berselang, tepatnya 2021, KPK kembali menangkap kepala daerah dengan modus yang sama, jual beli jabatan.
    Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial kini mendapat giliran menggunakan rompi oranye dengan modus yang sama, gratifikasi, suap jual beli jabatan.
    Pada tahun yang sama, ada Bupati Nganjuk lagi yakni Novi Rahman Hidayat yang terjerat korupsi dengan modus yang sama seperti pendahulunya, jual beli jabatan, sebelum KPK menangkap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari karena kasus serupa.
    Pada tahun 2022, KPK juga menciduk dua kepala daerah atas kasus jual beli jabatan, yakni Bupati Pemalang, Mukti Agung Wibowo, dan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen.
    Dua kasus terakhir, pada 2023 ada Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, dan 2025
    Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko
    .
    Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Lina Miftah Jannah menilai, penyebab klasik kasus korupsi kepala daerah yang tak ditangani serius oleh pemerintah adalah soal biaya pemilihan kepala daerah (Pilkada).
    Penyebab ini lumrah karena kepala daerah yang mengeluarkan ongkos pilkada begitu besar akan mencari cara agar ongkos yang mereka keluarkan kembali.
    “Sehingga kemudian biaya politik yang besar itu membuat mereka kemudian harus mengembalikan tanda petik uang yang sudah mereka keluarkan untuk memperoleh jabatan ini, itu yang pertama ya,” kata Lina.
    Namun, Lina menekankan bahwa variabel tersebut adalah penyebab secara general.
    Khusus terkait jual beli jabatan, biasanya akan dilakukan oleh para pejabat yang sudah ahli dalam bidang birokrasi.
    Misalnya kasus Ponorogo, melihat status jabatan Sekda yang melampaui presiden dua periode, ada kemungkinan sudah mengetahui celah yang bisa mereka mainkan untuk praktik korupsi.
    “Terhadap mereka yang sudah terlalu lama atas jabatan yang terlalu lama dalam jabatan yang sama atau sejenis, maka mereka sudah tahu celah-celahnya,” ujar Lina.
    Para pejabat yang disebut “kreatif” memanfaatkan celah regulasi dan mulai memberikan bisikan pada kepala daerah untuk memainkan celah tersebut.
    Lina menyoroti berbagai daerah yang terjerat kasus korupsi karena kasus jual beli jabatan ini semakin berani setelah
    Komisi Aparatur Sipil Negara
    (KASN) dibubarkan pemerintah dan DPR melalui Undang-Undang ASN tahun 2023.
    Karena KASN selama ini memiliki tugas untuk mengawasi setiap jabatan ASN agar sesuai dengan sistem merit.
    “Dulu pengawal meritrokrasi kan adalah KASN ya, nah jadi artinya dulu dibuat sebagai lembaga independen yang kemudian bisa mengawal agar tidak terjadi jual-beli jabatan seperti ini. Tapi kan kemudian KASN-nya sudah dibubarkan nih, udah nggak ada lagi, sehingga siapa yang jadi pengawal? Enggak ada lah sekarang,” kata dia.
    Menurut Lina, saat ini hanya masyarakat sipil, media dan akademisi yang bisa mengawasi dari luar terkait praktik jual-beli jabatan tersebut.
    Oleh sebab itu, Lina menilai dosa besar pemerintah saat ini atas perilaku jual-beli jabatan di pemda adalah mematikan lembaga KASN.
    Lina pun sangat mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta agar lembaga serupa KASN dibentuk kembali.
    Urgensi pembentukan lembaga independen yang mengawasi merit sistem ASN ini sangat penting dilakukan, agar proses regenerasi semakin baik dan pelayan publik meningkat.
    “Harus segera. Ada KASN aja dulu, masih ada yang coba-coba nakal gitu kan, apalagi lembaga ini nggak ada?” tandasnya.
    Adapun putusan MK yang dimaksud yakni 121/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang 16 Oktober 2025.
    Dalam amar putusan tersebut, Ketua MK Suhartoyo mengatakan, Pasal 26 ayat 2 UU ASN 20/2023 yang menghapus keberadaan KASN bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai penerapan pengawasan sistem merit, termasuk penerapan terhadap asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN dilakukan oleh suatu lembaga independen.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Marsinah Pahlawan Nasional, "Palu Godam" bagi Perjuangan Buruh
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        10 November 2025

    Marsinah Pahlawan Nasional, "Palu Godam" bagi Perjuangan Buruh Surabaya 10 November 2025

    Marsinah Pahlawan Nasional, “Palu Godam” bagi Perjuangan Buruh
    Tim Redaksi
    NGANJUK, KOMPAS.com
    – Pemberian gelar Pahlawan Nasional di Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan kepada Marsinah, aktivis buruh asal Nganjuk yang meninggal dunia pada 1993, dinilai sebagai langkah tepat dan bersejarah.
    Menurut Ketua Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri, Nara Setya Wiratama, penetapan ini bukan hanya bentuk penghormatan terhadap keberanian
    Marsinah
    , tetapi juga dapat menjadi legitimasi moral dan politik bagi perjuangan kaum buruh di Indonesia.
    “Pemberian gelar
    pahlawan nasional
    ini adalah legitimate, sudah diakui oleh nasional. Meskipun itu seakan-akan hanya hitam di atas putih, tetapi itu menjadi fondasi (perjuangan buruh),” kata Nara kepada
    Kompas.com
    , Senin (10/11/2025).
    Nara mengatakan, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Marsinah dapat menjadi “palu godam” bagi para buruh, ketika hak-hak mereka tidak dipenuhi atau bahkan didiskriminasi oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.
    “Dengan Marsinah yang saat ini ditetapkan sebagai pahlawan nasional, itu menjadi palu godam yang bisa digunakan oleh teman-teman buruh ketika suatu saat nasib buruh itu dipontang-panting atau didiskriminasi,” tuturnya.
    Pria yang juga menjadi anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten
    Nganjuk
    ini sangat setuju dengan langkah pemerintah menetapkan Marsinah sebagai pahlawan nasional.
    Bagi Nara, keberanian Marsinah yang memperjuangkan hak-haknya sebagai buruh pada masa akhir pemerintahan Orde Baru merupakan tindakan yang luar biasa.
    “Waktu itu pemerintahannya begitu sentralistik dan cenderung otoriter, tidak ada siapa pun yang berani. Siapa pun yang yang berani ya risikonya dibungkam atau hilang,” ucap Nara.
    “Nah, Marsinah ini sosok yang berani, dia adalah salah satu contoh perjuangan, apalagi dia adalah seorang wanita,” kata dia.
    Menurut Nara, sosok Marsinah menembus batas sosial dan politik zamannya, apalagi sebagai seorang perempuan.
    Ia memperjuangkan nasib buruh yang kala itu bekerja dengan tekanan tinggi, tetapi menerima upah tidak layak.
    “Saya sangat cocok dan sepakat Marsinah menjadi pahlawan nasional, dan memang harusnya seperti itu, dan itu layak disandangkan untuk Marsinah,” kata dia. 
    Meski menyambut positif penetapan Marsinah sebagai pahlawan nasional, Nara menilai masih ada “utang sejarah” yang belum dituntaskan, yaitu pengungkapan dalang di balik pembunuhannya.
    Untuk itu, ia mendorong agar dibentuk tim ahli atau tim khusus untuk mengungkap dalang di balik terbunuhnya Pahlawan Nasional Marsinah.
    “Sebenarnya perlu ada tim khusus ya, atau tim ahli yang memang secara khusus untuk menyelidiki ini,” kata dia.
    Kendati demikian, Nara menyadari bahwa untuk mengungkap kasus ini tidak akan mudah.
    “Marsinah wafat tahun 1993, sudah 32 tahun kalau ditarik dari 2025. Artinya kalau mencari dalang siapa, itu sebenarnya sudah ada, banyak hipotesa yang menyatakan dalang si A, si B, dan sebagainya,” ujar dia. 
    “Tapi lagi-lagi ini kaitannya dengan kemauan pemerintah sendiri, itu mau atau tidak, gitu aja,” kata dia.
    Pada Senin (10/11/2025), Presiden Prabowo Subianto resmi memberikan gelar pahlawan nasional di bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan kepada aktivis buruh, Marsinah.
    Pemberian gelar ini dilakukan Prabowo kepada ahli waris Marsinah di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
    Dalam proses pemberian gelar pahlawan ini, narator di Istana menyebutkan Marsinah sebagai simbol keberanian, moral, dan perjuangan hak asasi manusia (HAM).
    “Pahlawan bidang perjuangan sosial dan kemanusiaan. Marsinah adalah simbol keberanian, moral, dan perjuangan HAM dari kalangan rakyat biasa,” ujar narator di Istana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pencarian Lansia Hanyut di Sungai Brantas Kediri Dihentikan Sementara Karena Cuaca Buruk

    Pencarian Lansia Hanyut di Sungai Brantas Kediri Dihentikan Sementara Karena Cuaca Buruk

    Kediri (beritajatim.com) – Operasi pencarian terhadap Sihman, lansia berusia 74 tahun yang dilaporkan hanyut di Sungai Brantas, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, pada Minggu (9/11/2025), masih belum membuahkan hasil hingga Senin (10/11/2025). Pencarian yang dilakukan sejak pagi terpaksa dihentikan sementara akibat kondisi cuaca yang tidak mendukung dan akan dilanjutkan keesokan harinya.

    Kapolsek Ngadiluwih AKP Agung Saifudin menyampaikan, hujan deras membuat tim gabungan tidak bisa melanjutkan penyisiran di aliran sungai hingga sore hari. “Kondisi hujan, kegiatan hari ini dari tim SAR sementara dihentikan,” ujarnya.

    Koordinator Lapangan BPBD Kabupaten Kediri, Heri Saputro, menjelaskan bahwa pencarian melibatkan sekitar 30 personel dari berbagai unsur, termasuk TNI, Polri, Basarnas, BPBD Kabupaten Kediri, serta relawan dari Wana Rescue, ORARI, dan KAPI. Pencarian hari ini difokuskan pada area sekitar Taman Brantas hingga kawasan tambangan Dusun Pagak, Desa Bangle, lokasi awal dugaan korban hanyut.

    “Pencarian tetap kita mulai dari TKM-nya (Tempat Kejadian Musibah) atau di tambangan Pak RT. Sementara tadi berputar di sebelahnya, di sekitar Taman Brantas,” terang Heri.

    Selama pencarian, tim sempat menemukan bangkai yang sempat diduga sebagai korban pada jarak sekitar satu kilometer dari lokasi kejadian. Namun setelah diperiksa, bangkai tersebut ternyata adalah kambing. “Tadi ada di sebelah kurang lebih satu kilo dari TKM-nya. Itu ada bangkai, ternyata hanya bangkai kambing saja,” tambahnya.

    Untuk mendukung operasi pencarian, dua unit perahu karet (LCR) dikerahkan, masing-masing dari Basarnas dan BPBD Kabupaten Kediri. Selain itu, tim SAR juga berkoordinasi dengan pihak Bendungan Paron Turi serta petugas di wilayah hilir seperti Nganjuk, Jombang, dan Mojokerto, guna mengantisipasi kemungkinan korban terbawa arus hingga jauh.

    “Kita sudah koordinasi di tambangan dan Bendungan Paron Turi, serta dengan petugas di bawahnya, termasuk wilayah Nganjuk, Jombang, dan Mojokerto. Jika ada temuan jenazah, akan segera dikabarkan ke kami,” jelas Heri.

    AKP Agung menegaskan bahwa operasi pencarian akan terus dilakukan setiap hari hingga korban ditemukan. “Operasi pencarian tiap hari sampai jam 16.00 WIB tergantung cuaca. Setelah itu dilanjutkan evaluasi dari tim,” ujarnya.

    Diketahui sebelumnya, Sihman dilaporkan hilang setelah diduga tercebur ke Sungai Brantas di area penyeberangan tambangan Dusun Pagak, Desa Bangle, Kecamatan Ngadiluwih, pada Minggu (9/11/2025) pagi.

    Sekitar pukul 10.30 WIB, korban terlihat mengendarai sepeda angin merek Polygon warna silver dari arah timur ke barat. Saat melintasi jalan menurun menuju tambangan, diduga rem sepeda tidak berfungsi hingga korban terjatuh ke sungai.

    Dua pengemudi perahu penyeberangan di sisi barat sempat melihat korban terbawa arus deras sejauh sekitar 250 meter dari titik jatuh, sementara warga lain mengaku mendengar teriakan minta tolong dari arah sungai. Tim SAR kini terus berupaya melacak keberadaan korban di sepanjang aliran Sungai Brantas. [nm/ian]

  • Museum Marsinah Akan Dibangun di Rumah Neneknya

    Museum Marsinah Akan Dibangun di Rumah Neneknya

    Museum Marsinah Akan Dibangun di Rumah Neneknya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengungkapkan rencana pembangunan Museum Marsinah di Nganjuk, Jawa Timur.
    Museum tersebut akan didirikan di rumah nenek almarhumah Marsinah, tidak jauh dari makam sang aktivis buruh.
    “Ini rumah (nenek Marsinah) kita renovasi. Ini kan rumah, jadi enggak bangun dari awal. Lalu kita jadikan museum. Jadi rumah neneknya Ibu Marsinah, nanti akan jadi museum Ibu Marsinah,” kata Andi saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin (10/11/2025).
    Menurut Andi, rencana pendirian museum ini telah muncul jauh sebelum pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Marsinah.
    Namun, penghargaan tersebut kini menjadi momentum untuk memperkuat warisan
    perjuangan buruh
    perempuan Indonesia.
    “Keinginan ini sebetulnya jauh sebelum ada gelar pahlawan ini. Nah, tapi untuk memperkuat bahwa ini kita harus meninggalkan jejak sejarah yang kuat kepada para masyarakat dan juga aktivis buruh,” jelasnya.
    Museum ini nantinya akan menampilkan beragam peninggalan Marsinah, seperti surat-surat perjuangan, dokumen pribadi, dan barang-barang miliknya semasa hidup.
    “Nanti akan ada barang-barang Ibu Marsinah, seperti surat soal perjuangan, lalu ada barang-barang pribadi beliau yang nanti akan ditaruh di museum,” ujarnya.
    Andi menambahkan, dirinya akan berkunjung ke
    Nganjuk
    pada 18 November mendatang guna meninjau proses renovasi itu.
    Dia berharap, proses renovasi itu kelar pada Januari 2026 sehingga museum dapat diresmikan.
    “Mudah-mudahan sih bulan Januari akhir sudah selesai,” katanya.
    Menurutnya, proses perizinan pembangunan museum tidak akan menjadi kendala, sebab Pemerintah Kabupaten Nganjuk turut memberikan dukungan dan fasilitasi.
    Pembangunan museum ini, lanjut dia, dilakukan atas kerja sama antara KSPSI dan keluarga Marsinah.
    Sebelumnya, dalam konferensi pers di Mabes Polri, keluarga Marsinah menyampaikan rasa bangga atas kepedulian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terhadap nasib para buruh dan korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
    “Kami, kakak Marsinah, merasa bangga Bapak Kapolri peduli ke buruh dan melindungi buruh seperti yang diperjuangkan adik kami, Ibu Marsinah,” tutur Marsini, kakak Marsinah, dalam konferensi pers, Senin.
    Keluarga juga mengundang Kapolri untuk berziarah ke makam Marsinah di Nganjuk bersama Andi Gani.
    Adapun Marsinah pada hari ini diberikan gelar pahlawan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Istana: Gelar Pahlawan untuk Marsinah tak berkaitan dengan kasus

    Istana: Gelar Pahlawan untuk Marsinah tak berkaitan dengan kasus

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Marsinah tidak berkaitan dengan proses penyidikan ulang atas kasus pembunuhannya pada 1993.

    Hal itu disampaikan Prasetyo usai Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin, ketika ditanya apakah pemerintah akan membuka kembali penyelidikan kasus tersebut.

    “Saya kira, enggak ada hubungannya juga ya. Jadi hari ini memang tadi sebagaimana sudah disampaikan bahwa kita melihat jasa-jasa dari para tokoh-tokoh terutama juga para pendahulu-pendahulu kita,” kata Prasetyo.

    Ia menyatakan bahwa penganugerahan gelar diberikan berdasarkan kontribusi dan keteladanan perjuangan Marsinah sebagai simbol keberanian buruh memperjuangkan keadilan.

    Prasetyo mengajak publik untuk menaruh fokus pada nilai perjuangan yang ditinggalkan, bukan pada polemik masa lalu.

    “Mari kita bersama-sama melihat ke depan ya, semua generasi punya masa, semua masa ada orangnya, ada prestasi, ada kelebihan, ada kekurangan,” ujarnya.

    Kasus Marsinah terjadi pada 1993 di Sidoarjo, Jawa Timur. Buruh PT Catur Putra Surya (CPS) itu melancarkan aksi mogok kerja bersama rekannya untuk menuntut kenaikan upah sesuai standar pemerintah.

    Pada 5 Mei 1993, setelah beberapa buruh ditahan di Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo, Marsinah terlihat terakhir kali saat mendatangi markas tersebut untuk menanyakan nasib rekan-rekannya.

    Tiga hari berselang, pada 8 Mei 1993, jenazahnya ditemukan di sebuah gubuk di Nganjuk dengan tanda-tanda penyiksaan berat dan kekerasan seksual.

    Pewarta: Andi Firdaus
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.