kab/kota: New York

  • Tak Seorang Pun dengan Hati Nurani Tetap Diam Atas Genosida Israel

    Tak Seorang Pun dengan Hati Nurani Tetap Diam Atas Genosida Israel

    New York

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam perang yang terus dikobarkan Israel di Jalur Gaza, dengan mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki hati nurani dapat menerima atau tetap diam menyaksikan genosida yang dilakukan Tel Aviv terhadap Palestina.

    Erdogan juga memuji keputusan sejumlah negara, termasuk negara anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk secara resmi mengakui negara Palestina baru-baru ini.

    Pernyataan itu, seperti dilansir media Turki, Daily Sabah dan TRT World, Selasa (23/9/2025), disampaikan Erdogan saat berpidato dalam konferensi internasional tingkat tinggi membahas Palestina dan implementasi solusi dua negara di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat (AS).

    “Pembantaian di Gaza terus berlanjut dengan kekuatan penuh. Tidak seorang pun yang mendengarkan hati nuraninya dapat menerima apa yang terjadi, apalagi tetap diam dalam menghadapi genosida semacam itu,” kata Erdogan dalam pidatonya pada Senin (22/9) waktu AS.

    Menggarisbawahi meningkatnya resonansi global terhadap isu ini, Erdogan menambahkan: “Kenyataannya adalah bahwa saat ini perjuangan Palestina telah menjadi perjuangan bagi seluruh dunia.”

    Erdogan Puji Negara yang Akui Negara Palestina: Keputusan Bersejarah!

    Erdogan, dalam pidatonya, juga memuji negara-negara yang telah secara resmi mengakui negara Palestina. Baru-baru ini, sejumlah negara Barat seperti Inggris, Kanada, Australia, Portugal, dan Prancis memberikan pengakuan resmi terhadap negara Palestina.

    Dia menyebut keputusan untuk memberikan pengakuan resmi bagi negara Palestina itu sebagai “tonggak penting” bagi solusi dua negara, dan merupakan “keputusan yang cukup penting, keputusan bersejarah”.

    “Saya mengucapkan selamat kepada negara-negara yang telah memutuskan untuk mengakui negara Palestina. Saya berharap langkah ini dan inisiatif serupa akan mempercepat terwujudnya solusi dua negara,” kata Erdogan.

    Dalam pidatonya, Erdogan menuduh pemerintahan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu berupaya menghalangi pembentukan negara Palestina.

    “Tujuan pemerintahan Netanyahu adalah menghalangi pembentukan negara Palestina, untuk menggusur paksa sebanyak mungkin warga Palestina,” sebutnya.

    Mengacu pada sejarah negara Yahudi itu, Erdogan juga menyebut Israel yang dulunya korban Holocaust, kini justru melakukan genosida terhadap negara tetangganya sendiri.

    “Pemerintahan Netanyahu, dari masyarakat yang pernah menjadi korban Holocaust, kini melakukan genosida terhadap negara-negara tetangga yang telah berbagi tanah dan air dengannya selama ribuan tahun,” ucapnya.

    Pidato Erdogan di forum PBB ini sempat diwarnai insiden ketika mikrofon tiba-tiba mati saat pidato belum selesai. Direktorat Komunikasi Kepresidenan Turki mengklarifikasi bahwa pidato Erdogan terkadang mengundang tepuk tangan, yang membuatnya melebih durasi lima menit sesuai aturan prosedural, dan mikrofon mati otomatis usai waktu habis.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Seperti Dialami Prabowo, Mikrofon Erdogan Mati karena Pidato Lewati Durasi di PBB

    Seperti Dialami Prabowo, Mikrofon Erdogan Mati karena Pidato Lewati Durasi di PBB

    New York

    Mikrofon yang digunakan Presiden Prabowo Subianto mati otomatis karena melewati batas waktu 5 menit saat pidato dalam KTT terkait solusi dua negara untuk Palestina dan Israel. Hal serupa dialami Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

    Dilihat dari siaran langsung KTT PBB untuk solusi dua negara Palestina dan Israel di kanal YouTube DW News, Selasa (23/9/2025), Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang memimpin KTT ini bersama Menlu Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, telah menyampaikan ada batas waktu 5 menit bagi setiap kepala negara yang berpidato.

    Jika lewat dari 5 menit, mikrofon yang digunakan akan mati secara otomatis. Setelah menyampaikan regulasi itu, Macron mempersilakan Raja Yordania Abdullah II untuk berpidato.

    Setelah Abdullah menyampaikan pidatonya, giliran Erdogan yang berpidato. Erdogan menegaskan soal pentingnya pengakuan terhadap negara Palestina.

    Dia juga mendesak gencatan senjata, tidak dibatasinya bantuan kemanusiaan ke Gaza serta agar Israel sesegera mungkin menarik pasukannya dari Gaza. Mikrofon Erdogan kemudian mati setelah dia menyampaikan desakan agar Israel segera menarik pasukan dari Gaza.

    “Sekarang adalah saatnya untuk mendeklarasikan gencatan senjata dan jangan batasi bantuan kemanusiaan ke Gaza. Dan untuk Israel, segera tarik pasukan dari Gaza,” ujar Erdogan yang diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh interpreter dalam siaran langsung.

    Dilansir Anadolu Agency, Direktorat Komunikasi Turki menyatakan Erdogan tidak diinterupsi saat pidato. Turki menyebut mikrofon yang digunakan Erdogan memang otomatis mati karena durasi 5 menit yang diberikan kepada para pemimpin negara telah berakhir.

    “Pidato Kepala Negara dan Pemerintahan diberikan waktu 5 menit, sementara pembicara lainnya diberikan waktu 3 menit,” demikian pernyataan tersebut.

    Turki menyatakan Erdogan bukan tidak diizinkan berbicara atau kata-katanya diinterupsi selama pidato. Turki menyatakan mikrofon dimatikan secara otomatis pada akhir menit kelima sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku.

    “Presiden kemudian menyelesaikan pidatonya tak lama kemudian. Demikian pula, mikrofon Presiden Indonesia juga dimatikan sesuai dengan prosedur yang sama,” ujarnya.

    “Sebagaimana di semua platform, Turki diwakili di tingkat tertinggi di Majelis Umum PBB, dan pidato-pidato Presiden kami diikuti dengan saksama sebagai pesan yang membentuk agenda global dan menciptakan dampak yang luas,” tambahnya.

    Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara, yang diketuai bersama oleh Prancis dan Arab Saudi, bertujuan untuk mengintensifkan upaya-upaya untuk menghidupkan kembali solusi dua negara dan menyediakan jalan menuju perdamaian.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/imk)

  • Mikrofon Prabowo Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemenlu: Karena Batas Waktu

    Mikrofon Prabowo Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemenlu: Karena Batas Waktu

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengklarifikasi bahwa penyebab mikrofon Presiden Prabowo Subianto mati saat berpidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (SMU PBB) adalah karena alasan prosedural mengenai batas waktu.

    Saat menyampaikan pernyataannya di hadapan pertemuan tingkat tinggi PBB terkait isu Palestina dan solusi dua negara di Markas PBB New York, Senin waktu setempat, pelantang suara yang digunakan Presiden RI tiba-tiba terputus setelah ia menyampaikan kalimat “Kami bersedia menyediakan pasukan perdamaian”.

    “Terdapat aturan prosedur bahwa setiap negara mendapat kesempatan 5 menit. Apabila pidato lebih dari 5 menit maka mikrofon akan dimatikan,” kata Direktur Informasi dan Media Kemlu RI Hartyo Harkomoyo dikutip dari Antara pada Selasa (23/9/2025).

    Dia menyampaikan bahwa setiap pertemuan PBB memiliki aturan tersendiri, seperti aturan alokasi waktu yang diberikan bagi setiap anggota delegasi untuk menyampaikan pandangan mereka di hadapan sidang.

    Karena melebihi batas waktu yang ditentukan tersebut, ucap dia, suara Prabowo tiba-tiba terputus dan tidak muncul dalam siaran langsung SMU PBB yang dipantau masyarakat sedunia.

    Namun demikian, Hartyo memastikan bahwa presiden RI menyampaikan pidatonya dengan cukup lantang sehingga delegasi SMU PBB masih dapat mendengar suaranya meski tanpa mikrofon.

    “Meski mikrofon dimatikan, pidato Presiden Prabowo masih jelas terdengar oleh para delegasi di Aula Sidang Majelis Umum,” kata Direktur di Kemlu RI itu.

    Selain Presiden Prabowo yang berpidato di urutan kelima, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan diketahui juga mengalami mati mikrofon saat berpidato di urutan kedua dalam agenda yang sama.

    Merespons kejadian tersebut, Direktorat Komunikasi Turki mengungkapkan alasan yang sama bahwa mikrofon terputus secara otomatis apabila sambutan diberikan melampaui batas waktu 5 menit.

    Sebagaimana dilaporkan kantor berita Anadolu, Presiden Erdogan melampaui batas waktu dalam pidatonya karena ia sempat berhenti saat mendapat sambutan tepuk tangan dari hadirin SMU PBB.

    Dalam KTT soal Palestina yang dipimpin Prancis dan Arab Saudi tersebut, 33 pemimpin delegasi yang mewakili negara dan perkumpulan negara seperti Uni Eropa dan Liga Arab, menyampaikan pandangan mereka tentang penyelesaian masalah Palestina dan implementasi solusi dua negara yang ideal.

     

     

  • Pertemuan Bilateral Presiden Prabowo dan Sekjen PBB, Ini Pembahasannya

    Pertemuan Bilateral Presiden Prabowo dan Sekjen PBB, Ini Pembahasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto melakukan pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, di lantai 27 Gedung Sekretariat PBB, New York, Amerika Serikat, pada Senin (22/9/2025) waktu setempat.

    Setibanya di lokasi pertemuan, Presiden Prabowo disambut langsung oleh Sekjen PBB Guterres. Setelahnya kedua pemimpin melakukan sesi foto bersama.

    Pertemuan tersebut berlangsung setelah Presiden Prabowo menyampaikan pidato pada High-Level International Conference for the Peaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of the Two-State Solution atau Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai atas Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara.

    Menurut Menteri Luar Negeri Sugiono, dalam pertemuan tersebut Presiden Prabowo menekankan pentingnya solidaritas global dalam menjaga stabilitas dan perdamaian dunia. Kepala Negara juga mendorong upaya bersama pembangunan berkelanjutan dan memperkuat peran negara berkembang dalam sistem multilateral.

    “Dalam pertemuan tersebut, beliau menyampaikan bahwa Indonesia tetap pada komitmennya untuk mendukung sistem multilateral dan tetap percaya bahwa PBB merupakan sebuah organisasi yang harus diperkuat dalam rangka menjaga kedamaian atas dunia,” ujar Sugiono dalam keterangannya.

    Selain itu, kedua pemimpin membahas sejumlah isu strategis, antara lain komitmen Indonesia dalam mendukung penyelesaian damai konflik Palestina melalui solusi dua negara dan mendukung penuh upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menjalankan mandatnya. Kepala Negara juga menekankan kesiapan Indonesia untuk berkontribusi pada misi perdamaian, khususnya terkait situasi di Gaza.

    “Kemudian menyampaikan juga dukungan dan support kepada PBB dalam rangka menjalankan tugas-tugasnya dan termasuk juga dalam kaitannya dengan situasi yang ada di Gaza jika perdamaian dan gencatan senjata tercapai, Indonesia menyampaikan kehendak dan dukungannya dalam rangka mengirimkan pasukan perdamaian di sana,” imbuh Sugiono.

    Dalam pertemuan tersebut, Presiden Prabowo didampingi oleh Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, serta Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Umar Hadi.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB turut didampingi oleh Deputy Secretary-General Amina Mohammed, Under-Secretary-General for Policy Executive Office of the Secretary-General (EOSG) Guy Ryder, Under-Secretary-General for Political and Peacebuilding Affairs Rosemary DiCarlo, Director, Sustainable Development Unit, EOSG Karima El Korri, serta Political Unit, EOSG Hirofumi Goto.

  • Prabowo Minta Telur di Makan Bergizi Gratis Wajib Direbus atau Diceplok, Ini Alasannya

    Prabowo Minta Telur di Makan Bergizi Gratis Wajib Direbus atau Diceplok, Ini Alasannya

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian khusus pada cara penyajian telur dalam program makan bergizi gratis. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebut Prabowo menekankan agar setiap anak benar-benar mendapat satu butir telur utuh.

    “Beliau sangat concern dengan pemberian telur. Presiden mengatakan telur hanya boleh dimasak dua cara, yakni satu diceplok dan satu lagi direbus. Itu supaya terlihat jelas satu telur untuk satu anak,” ujar Dadan dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (22/9/2025).

    Prabowo tidak menginginkan telur dimasak dengan cara didadar atau diorek. Menurutnya, cara tersebut memberikan peluang satu telur kemudian dibagi untuk beberapa anak.

    “Kalau didadar kan bisa untuk banyak orang, misalnya lima telur bisa dipakai untuk tujuh sampai sepuluh anak. Padahal tujuan program ini, satu anak harus dapat satu telur utuh,” jelas Dadan.

    Dadan menambahkan, perhatian detail dari Presiden menunjukkan keseriusan dalam memastikan gizi anak terpenuhi.

    “Perhatian-perhatian seperti itu yang beliau sampaikan. Jadi bukan sekadar bagi makanan, tetapi memastikan kualitas dan porsinya adil untuk setiap anak,” ucapnya.

    Menurut Dadan, setibanya kembali dari kunjungan ke New York, Presiden juga dijadwalkan bertemu dengan para mitra yang sudah menjalankan program makan bergizi gratis. Pertemuan ini diharapkan menjadi sarana evaluasi sekaligus penguatan pelaksanaan di lapangan.

    “Pak Presiden ingin bertemu dengan seluruh mitra yang sudah beroperasional dalam program makan bergizi. Beliau ingin mendengar langsung pelaksanaannya,” pungkas Dadan.

    (naf/kna)

  • Prabowo Siap Kirim Pasukan Perdamaian, Desak Akhiri Perang Gaza

    Prabowo Siap Kirim Pasukan Perdamaian, Desak Akhiri Perang Gaza

    GELORA.CO -Presiden RI Prabowo Subianto menyuarakan komitmen kuat Indonesia untuk mengakhiri tragedi kemanusiaan di Gaza melalui solusi damai atas konflik Palestina-Israel.

    Dalam pidatonya di KTT Two-State Solution di Markas Besar PBB, New York, Senin waktu setempat, 22 September 2025, Prabowo menekankan urgensi pengakuan negara Palestina sekaligus diakhirinya perang dan bencana kemanusiaan di Jalur Gaza. 

    “Kita harus mengakui Palestina sekarang. Kita harus menghentikan bencana kemanusiaan di Gaza. Mengakhiri perang harus menjadi prioritas utama kita,” tegas Presiden RI. 

    Menurutnya, konflik panjang Palestina-Israel tidak boleh lagi diwariskan kepada generasi mendatang. Akar persoalan berupa kebencian, ketakutan, dan kecurigaan harus diakhiri agar tercipta masa depan yang lebih manusiawi. 

    “Damai. Perdamaian sekarang. Perdamaian segera. Kita butuh perdamaian,” ujarnya.

    Sebagai langkah nyata, Prabowo menegaskan kesediaan Indonesia untuk berperan aktif dalam upaya menjaga perdamaian di kawasan tersebut dengan mengirim pasukan penjaga perdamaian di bawah mandat PBB.

    “Kami siap mengambil bagian kami dalam perjalanan menuju perdamaian ini. Kami bersedia menyediakan pasukan penjaga perdamaian,” ucapnya penuh komitmen

  • Prabowo Nyatakan Siap Akui Israel Jika Palestina Diakui

    Prabowo Nyatakan Siap Akui Israel Jika Palestina Diakui

    GELORA.CO -Pidato Presiden RI Prabowo Subianto di KTT Two State Solution di Markas Besar PBB, New York, Senin waktu setempat, 22 September 2025 menjadi sorotan. 

    Pasalnya, Kepala Negara kembali menyampaikan peluang RI mengakui Israel setelah Palestina diakui sebagai negara. 

    “Kita harus menjamin status kenegaraan Palestina, tapi Indonesia juga menyatakan bahwa jika Israel mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina, Indonesia akan langsung mengakui negara Israel, dan kita akan menjamin keamanan Israel,” tegas Prabowo.

    Dalam pidatonya, Prabowo menekankan bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya jalan keluar dari konflik berkepanjangan di Timur Tengah. 

    “Indonesia sekali lagi menekankan komitmennya terhadap solusi dua negara untuk mengakhiri masalah Palestina. Hanya solusi dua negara yang akan mengarah ke perdamaian,” ujarnya.

    Prabowo juga memberikan apresiasi kepada sejumlah negara besar yang telah mengambil langkah mengakui Palestina. 

    “Kami memuji negara-negara terkemuka dunia yang telah mengambil langkah prinsipil ini. Prancis, Kanada, Australia, Inggris, Portugal, dan banyak negara besar lainnya di dunia telah melangkah ke sisi yang benar dalam sejarah,” katanya.

    Ia sekaligus mendorong negara-negara lain untuk tidak menunda pengakuan terhadap Palestina. 

    “Kepada mereka yang belum bertindak, kami katakan sejarah tidak akan menunggu. Kita harus mengakui Palestina sekarang,” seru Prabowo

  • Menlu Arab Saudi Ajak Semua Negara Akui Palestina

    Menlu Arab Saudi Ajak Semua Negara Akui Palestina

    New York

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, mengajak semua negara untuk mengakui negara Palestina. Hal ini disampaikan setelah pengumuman resmi Prancis mengakui negara Palestina dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Pengakuan oleh Prancis itu disampaikan dalam konferensi internasional tingkat tinggi tentang implementasi solusi dua negara, yang digelar menjelang dimulainya Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat (AS). Konferensi internasional itu diketuai bersama oleh Saudi dan Prancis.

    “Kami mengajak semua negara lainnya untuk mengambil langkah bersejarah serupa yang akan berdampak besar dalam mendukung upaya implementasi solusi dua negara,” kata Pangeran Faisal dalam forum tersebut, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (23/9/2025).

    Pangeran Faisal mengatakan bahwa posisi bersejarah Prancis untuk mengakui negara Palestina, serta banyak negara lainnya, “mencerminkan keinginan masyarakat internasional untuk menegakkan keadilan bagi rakyat Palestina”.

    Dia menambahkan bahwa Saudi ingin menindaklanjuti untuk memastikan implementasi hasil konferensi tersebut, termasuk mengakhiri perang Gaza.

    Pangeran Faisal menegaskan kembali sikap Saudi yang menuntut solusi dua negara berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota untuk negara Palestina.

    Macron Umumkan Prancis Akui Negara Palestina, Desak Perang Gaza Diakhiri

    Presiden Emmanuel Macron, yang hadir dalam konferensi tersebut, menyampaikan pengakuan resmi Prancis untuk negara Palestina. Dia mendesak diakhirinya segera perang Gaza, dan menyatakan bahwa “waktunya untuk perdamaian telah tiba”.

    “Saya menyatakan bahwa hari ini, Prancis mengakui negara Palestina,” kata Macron dalam pernyataannya dalam konferensi tersebut pada Senin (22/9) waktu setempat.

    Macron menekankan bahwa pengakuan tersebut merupakan “satu-satunya solusi yang akan memungkinkan Israel hidup dalam damai”.

    Macron, seperti dilansir Anadolu Agency, juga mengatakan bahwa pengakuan oleh Prancis untuk negara Palestina “merupakan kekalahan bagi Hamas, sama seperti bagi semua pihak yang mengobarkan antisemitisme, memelihara obsesi anti-Zionis, dan yang menginginkan penghancuran negara Palestina”.

    “(Pengakuan) Ini membuka jalan bagi negosiasi yang bermanfaat, bermanfaat bagi Israel dan Palestina yang berupaya mewujudkan rencana perdamaian dan keamanan untuk semua,” imbuhnya.

    Macron juga mengumumkan bahwa Prancis akan membuka Kedutaan Besar untuk Negara Palestina setelah semua sandera di Gaza dibebaskan dan gencatan senjata terwujud.

    Sebelum Prancis, beberapa negara Barat lainnya, seperti Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal, juga secara resmi mengakui negara Palestina.

    Lihat Video ‘Israel: Perang di Gaza Bisa Berakhir Besok, Jika…’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Lebihi Waktu, Pidato Prabowo soal Gaza tetap disimak penuh peserta KTT

    Lebihi Waktu, Pidato Prabowo soal Gaza tetap disimak penuh peserta KTT

    ANTARA – Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (SMU PBB) di New York, Amerika Serikat, Senin (22/9). Prabowo menyampaikan pidato terkait isu Palestina dan solusi dua negara di Markas PBB New York.
    (Yogi Rachman/Kuntum Khaira Riswan/Satrio Giri Marwanto/I Gusti Agung Ayu N)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gelombang Baru Pengakuan Palestina, Sekadar Simbol atau Titik Balik?

    Gelombang Baru Pengakuan Palestina, Sekadar Simbol atau Titik Balik?

    Jakarta

    Inggris, Kanada, dan Australia masuk ke dalam daftar negara Barat yang telah mengakui negara Palestina, disusul Portugal pada Minggu (21/09) malam. Perdana Menteri Keir Starmer dan Mark Carney mengumumkan langkah tersebut tak lama sebelum dimulainya debat Majelis Umum PBB di New York. Negara-negara Barat lain, seperti Prancis dan Belgia juga berencana mengikuti langkah itu, meskipun telah diperingatkan oleh Israel.

    Pada Senin (22/09), Majelis Umum PBB mengadakan pertemuan puncak khusus mengenai perang di Jalur Gaza. Ini merupakan kelanjutan dari proyek diplomatik yang dipimpin Prancis dan Arab Saudi untuk mendorong kebangkitan solusi dua negara, di mana Israel dan Palestina hidup berdampingan, sebagai satu-satunya jawaban atas konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

    Dalam pertemuan pada Senin itu, beberapa negara menyatakan bergabung dengan lebih dari 145 anggota PBB yang telah mengakui negara Palestina. Negara-negara tersebut termasuk Prancis, Belgia, Luksemburg, dan Malta.

    Sebagian besar deklarasi pengakuan kedaulatan Palestina baru-baru ini oleh negara-negara Eropa muncul sebagai respons terhadap kampanye militer Israel yang terus berlangsung di Gaza. Hingga kini, perang telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, meskipun peneliti internasional memperkirakan jumlah korban jauh lebih tinggi. Pekan lalu, Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina menerbitkan laporan yang menyimpulkan bahwa Israel sedang melakukan genosida di Gaza.

    Israel dan sekutu utamanya, Amerika Serikat, menolak laporan tersebut, termasuk laporan lain yang kritis terhadap Israel, serta mengecam rencana untuk mengakui Palestina sebagai negara, dengan menyatakan bahwa tindakan itu merupakan sebuah “hadiah untuk teror”, merujuk pada serangan 7 Oktober 2023 terhadap Israel yang dipimpin kelompok militan Hamas, yang menewaskan hampir 1.200 orang dan memicu kampanye militer Israel di Gaza.

    Sekadar “teater politik”

    Bahkan, para pendukung Palestina mengatakan pengakuan terhadap negara Palestina bisa jadi tidak cukup jika tidak disertai tindakan.

    “Negara-negara Barat memeluk gestur simbolis, sementara rakyat Palestina tetap tanpa keadilan ataupun kenegaraan, hanya kesenjangan yang semakin melebar antara realitas yang dijalani dan pertunjukan internasional,” ujar Ines Abdel Razek, Direktur Advokasi untuk Palestine Institute for Public Diplomacy, yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat yang diduduki, dalam tulisan bulan Agustus untuk lembaga pemikir Palestina, Al Shabaka.

    Ada juga kekhawatiran mengenai bagaimana Israel akan bereaksi terhadap gelombang baru pengakuan ini, tulis Richard Gowan, Direktur PBB untuk lembaga think tank International Crisis Group, minggu ini dalam jurnal kebijakan Just Security yang berbasis di AS.

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu… memiliki rekam jejak panjang dalam menentang anggota PBB lainnya,” tulis Gowan. “Salah satu skenario yang mengkhawatirkan para diplomat adalah bahwa Netanyahu, yang pekan lalu menyatakan bahwa ‘tidak akan ada negara Palestina’, dapat merespons proses pengakuan ini dengan mengumumkan rencana untuk secara resmi mencaplok bagian-bagian wilayah Palestina dalam pidatonya.”

    Apakah pengakuan bisa membawa perdamaian?

    Sudah jelas bahwa pengakuan negara Palestina saja tidak akan menghentikan perang Israel di Gaza.

    “Pengakuan adalah pengganti keliru untuk boikot dan langkah-langkah hukuman yang seharusnya diambil terhadap negara yang melakukan genosida,” tulis kolumnis Gideon Levy di surat kabar Israel, Haaretz, pada bulan Agustus. “Pengakuan adalah basa-basi kosong. … Ini tidak akan menghentikan genosida, yang tidak akan berhenti tanpa langkah nyata dari komunitas internasional.”

    Faktanya, seperti yang ditunjukkan oleh para ahli hukum, isu ini sebenarnya terpisah. Apakah Palestina merupakan negara atau bukan, hukum internasional sudah mewajibkan negara lain untuk melakukan segala yang mereka bisa untuk menghentikan genosida yang dicurigai sedang berlangsung.

    Peningkatan status diplomatik

    Apa yang bisa dilakukan oleh pengakuan negara Palestina adalah memperkuat seruan untuk gencatan senjata dalam struktur diplomatik, birokratis, dan hukum internasional yang sudah ada.

    Dalam edisi musim gugur 2025 jurnal akademik The Cairo Review of Global Affairs, analis politik Mesir Omar Auf menunjukkan bahwa pejabat Palestina sebelumnya telah mencoba untuk mengaksesi Konvensi Jenewa pada 1989, tetapi ditolak oleh Swiss karena, menurut Swiss, ada “ketidakpastian” mengenai eksistensi negara Palestina.

    Pada Agustus, Nomi Bar-Yaacov, seorang negosiator perdamaian dari Geneva Centre for Security Policy, mengatakan kepada DW bahwa pengakuan “tidak mengubah apa pun secara langsung, tetapi itu memberi Palestina posisi tawar yang jauh lebih tinggi dalam negosiasi, karena ketika Anda bernegosiasi antarnegara, itu tidak sama dengan negosiasi antara negara dan negara yang tidak diakui (atau) entitas.”

    Pengakuan bilateral dapat dianggap sebagai bentuk peningkatan status diplomatik. Negara-negara yang mengakui, katakanlah Prancis atau Belgia, harus meninjau kembali hubungan mereka dengan Palestina, serta menilai kewajiban hukum mereka terhadapnya. Oleh karena itu, hal ini juga dapat menyebabkan peninjauan kembali hubungan mereka dengan Israel, menurut mereka.

    Namun, pengakuan tersebut harus disertai langkah nyata, kata Hugh Lovatt, peneliti kebijakan senior untuk program Timur Tengah dan Afrika Utara di European Council on Foreign Relations (ECFR), kepada DW.

    “Pengakuan bukanlah sebuah kebijakan, itu adalah sebuah pembuka. Pekerjaan sebenarnya dimulai pada hari berikutnya,” ujar Anas Iqtait, dosen ekonomi politik Timur Tengah di Australian National University, pada bulan Agustus dalam Akfar, yang diterbitkan oleh Middle East Council on Global Affairs yang berbasis di Doha.

    “Sebuah penegasan penting”

    Memang benar bahwa pengakuan sangat simbolis, Lovatt mengakui. “Namun, simbolisme tidak selalu buruk. Mengingat negara-negara yang melakukan pengakuan, khususnya Prancis dan Inggris, ini merupakan penegasan penting atas hak-hak Palestina dan penentuan nasib sendiri, hak untuk hidup bebas dari pendudukan, hak atas kenegaraan, dan sebagainya.”

    Namun, tindakan simbolis harus disertai langkah nyata, tambahnya.

    Dalam konferensi pers di Brussels, Belgia pada Rabu (17/09), Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mendorong negara-negara anggota untuk meningkatkan tarif atas beberapa barang Israel dan menjatuhkan sanksi terhadap pemukim serta dua politisi senior Israel. Ini adalah langkah-langkah yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh para ahli ECFR. Sumber di Brussels mengatakan kepada DW bahwa Italia, yang sebelumnya menentang penghentian pendanaan ilmiah UE untuk Israel, mungkin akan segera mencabut penolakannya.

    “Bahkan tiga tahun yang lalu, pengakuan mungkin sudah cukup,” kata Lovatt. “Namun, saya pikir karena semuanya telah berubah begitu drastis dalam hal opini publik dan politik sejak 2023, sekarang bukan lagi pertanyaan antara pengakuan (Palestina) atau tindakan lain.”

    Saat ini, berbagai langkah sedang dijalankan secara bersamaan, ujar Lovatt, dan itu mencerminkan bagaimana opini publik di seluruh spektrum politik telah berubah sejak 2023.

    “Pengakuan seharusnya dilihat sebagai arah perjalanan,” kata Lovatt. “Mungkin kita tidak sampai ke sana besok, tetapi arah jalannya sudah jelas.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Rizki Nugraha

    Lihat Video ‘Presiden Abbas: Hamas Harus Serahkan Senjata ke Otoritas Palestina’:

    (ita/ita)