kab/kota: New York

  • Prediksi Harga Emas Hari Ini: Peluang Penurunan Masih Terbuka Lebar – Page 3

    Prediksi Harga Emas Hari Ini: Peluang Penurunan Masih Terbuka Lebar – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga emas turun dua persepuluh persen ke level USD 2.640 pada perdagangan Selasa 3 Desember 2024 setelah data pasar tenaga kerja AS yang lebih kuat dari perkiraan dirilis. Data tersebut menunjukkan bahwa lowongan kerja JOLTS AS pada Oktober mencapai 7,744 juta, lebih tinggi dari estimasi konsensus sebesar 7,480 juta, dan revisi bulan September sebesar 7,372 juta.

    Penguatan data ini mendorong penguatan dolar AS (USD), sehingga memberi tekanan pada emas yang umumnya dihargai dalam dolar AS.

    Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menjelaskankombinasi candlestick dan indikator Moving Average saat ini menunjukkan bahwa tren bullish kembali terbentuk pada harga emas. Proyeksi hari ini menunjukkan peluang kenaikan emas hingga mencapai USD 2.665.

    “Namun, jika terjadi pola reversal saat harga mendekati level resistance tersebut, emas berpotensi turun menuju level support terdekat di USD 2.622,” kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu (4/12/2024).

    Di sisi lain, sejumlah komentar dari pejabat Federal Reserve (The Fed) memberikan angin segar bagi pasar emas. Gubernur The Fed Christopher Waller menyatakan dukungannya untuk pemangkasan suku bunga pada pertemuan kebijakan Desember.

    Pernyataan ini didukung oleh Presiden The Fed New York John Williams yang menilai pemangkasan lebih lanjut mungkin diperlukan, meskipun ia lebih berhati-hati. Sentimen ini memberikan dorongan positif sementara bagi emas, mengingat suku bunga yang lebih rendah cenderung mengurangi biaya peluang untuk memegang aset tanpa bunga seperti emas.

     

  • Majelis Umum PBB Dorong Pembentukan Negara Palestina, Serukan Israel Mundur!

    Majelis Umum PBB Dorong Pembentukan Negara Palestina, Serukan Israel Mundur!

    Jakarta

    Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan Israel untuk menarik diri dari wilayah-wilayah Palestina yang diduduki dan mendorong pembentukan negara Palestina. Majelis Umum PBB juga sepakat untuk menyelenggarakan konferensi internasional pada bulan Juni tahun mendatang untuk mencoba memulai solusi dua negara.

    Dalam sebuah resolusi yang disahkan pada hari Selasa (3/12) waktu setempat dengan suara 157 negara setuju dan 8 menolak, serta 7 abstain, Majelis menyatakan “dukungan yang tak tergoyahkan, sesuai dengan hukum internasional, untuk solusi dua negara Israel dan Palestina.” Amerika Serikat dan Israel termasuk di antara negara-negara yang menolak resolusi ini.

    Dilansir kantor berita AFP, Rabu (4/12/2024), Majelis mengatakan kedua negara harus “hidup berdampingan dalam damai dan aman di dalam perbatasan yang diakui, berdasarkan perbatasan pra-1967.”

    Majelis tersebut menyerukan pertemuan internasional tingkat tinggi di New York pada bulan Juni 2025, yang akan diketuai bersama oleh Prancis dan Arab Saudi, untuk menghidupkan kembali upaya diplomatik guna mewujudkan solusi dua negara.

    Majelis tersebut menyerukan “terwujudnya hak-hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina, terutama hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak untuk negara merdeka mereka.”

    Diketahui bahwa PBB menganggap Tepi Barat, Yerusalem timur, dan Jalur Gaza diduduki secara tidak sah oleh Israel.

  • Trump Bikin Takut, Bos Teknologi Kompak Tinggalkan Amerika

    Trump Bikin Takut, Bos Teknologi Kompak Tinggalkan Amerika

    Jakarta, CNBC Indonesia – Miliarder sekaligus co-founder LinkedIn Reid Hoffman merupakan salah satu pendonor utama untuk Partai Demokrat dalam Pemilihan Umum Amerika Serikat (AS).

    Ia cukup vokal mendukung Kamala Harris yang akhirnya kalah dengan Donald Trump dari Partai Republik. Menurut laporan New York Times, Hoffman telah memberi tahu beberapa teman bahwa ia mempertimbangkan pindah ke luar negeri setelah kemenangan Trump.

    Hoffman dikatakan khawatir Trump akan menggunakan kekuasaannya di Gedung Putih untuk membalas dendam ke para lawan politiknya, berdasarkan laporan New York Times, dikutip dari New York Post, Selasa (3/12/2024).

    Sebelumnya, pasca upaya pembunuhan Trump pada Juli 2024, Hoffman sudah mencuri perhatian publik. Banyak yang menggaungkan kembali pernyataan Hoffman yang pernah menyebut harapannya Trump akan menjadi ‘martir’.

    Pada April tahun lalu, Times juga melaporkan bahwa Hoffman yang mendonasikan US$10 juta untuk komite politik pendukung Harris, turut membantu pendanaan gugatan hukum yang dilayangkan mantan penulis majalah New York E. Jean Caroll untuk melawan Trump.

    Pengacara Trump kala itu mengatakan di persidangan bahwa peran Hoffman mendukung pendanaan gugatan hukum itu menimbulkan pertanyaan soal kredibilitas Caroll.

    Saat itu, hakim memutuskan Trump bersalah karena melakukan kekerasan seksual dan fitnah terhadap Caroll pada tahun 1996. Caroll lantas mendapat ganti rugi senilai US$5 juta.

    Awal tahun ini, hakim lainnya memberikan Caroll tambahan US$83,3 juta atas kemenangan kasus fitnah setelah Trump menuduh dugaan pemerkosaan yang dilayangkan Caroll adalah kebohongan.

    Hoffman bukan satu-satunya bos raksasa teknologi yang mempertimbangkan pindah ke luar negeri pasca kemenangan Trump. Menurut Times, beberapa pendonor Partai Demokrat lainnya juga memikirkan rencana serupa.

    Misalnya CEO OpenAI Sam Altman yang belakangan juga menjadi musuh bebuyutan Elon Musk. Altman yang mendukung Demokrat dilaporkan pelan-pelan mendekati lingkaran Republik setelah Trump menang.

    Namun, Wall Street Journal melaporkan upaya itu sia-sia karena sentimen permusuhan Altman dan Musk. Musk sendiri diketahui menjadi pendonor Republik dan cukup militan mendukung Trump.

    WSJ mengatakan Altman telah menghubungi menantu Trump, Jared Kushner, dan pengusaha modal ventura Josh Kushner, untuk mendekati Trump. Namun, hingga kini upaya itu sia-sia.

    Terbaru, Altman dikatakan sudah berhasil menemui Howard Lutnick yang merupakan co-chair tim transisi Trump. Altman dikatakan mengutarakan rencananya menambah investasi di AS dengan membangun data center berskala besar dan menambah lebih banyak tenaga kerja.

    Pada pekan lalu, pengacara Musk melayangkan perintah melawan OpenAI dan Microsoft dalam upaya menyetop pembuat ChatGPT untuk beralih dari perusahaan non-profit menjadi for-profit.

    (fab/fab)

  • Peta Kabel Laut Dunia Punya Meta, Singapura Diabaikan

    Peta Kabel Laut Dunia Punya Meta, Singapura Diabaikan

    Jakarta

    Meta milik Mark Zuckerberg punya rencana bikin kabel laut keliling dunia, tanpa lewat Singapura dan memutari Indonesia. Peta kabelnya unik seperti huruf W.

    Singapura yang dikenal sebagai hub bisnis, sama sekali tidak disentuh jalur kabel laut ini. Bahkan beberapa titik ekonomi penting seperti kawasan Mediterania, Dubai dan Jepang juga dijauhi rencana kabel laut Meta.

    Semua itu ada alasannya. Dilansir TechCrunch, kabel baru Meta ini akan membentang 40.000 km dengan nilai investasi lebih dari USD 10 miliar (Rp 159 triliun).

    Pakar kabel laut dan founder Flag Telecom, Sunil Tagare, dalam blognya di LinkedIn seperti dilihat detikINET, Selasa (3/12/2024) mengungkapkan peta kabel laut Meta yang disebut Kabel W Meta, adalah karena menyerupai huruf W. Gambarnya bisa dilihat di bawah ini.

    Peta kabel laut W yang akan dibangun Meta. Foto: (Sunil Tagare/OpenCables)

    Dari Pantai Timur Amerika Serikat, kabel ini berangkat dari 2 titik yaitu Pantai Myrtle dan Pantai Virginia melintasi Samudra Atlantik menuju Cape Town dan Durban di Afrika Selatan. Dari situ, kabel menyeberangi Samudra Hindia ke Mumbai dan Chennai di India.

    Dari sana, kabel menuju Darwin, Australia dengan memutari Indonesia dari sisi terluar barat dan selatan. Dari Darwin, kabel menyeberangi Samudera Pasifik dan kembali ke Amerika Serikat di Eureka dan Pantai Grover di Pantai Timur AS.

    Kabel ini sepenuhnya milik Meta, tidak berbagi dengan yang lain dan itu untuk optimalisasi layanan Meta mencakup Facebook, Instagram dan WhatsApp. Itu sebabnya kabel ini dirancang jauh dari tempat-tempat yang berpotensi ada masalah.

    Tagare memuji peta ini karena tidak melewati satu pun ‘Point of Failure’. Titik kegagalan adalah lokasi di dunia yang rawan konflik politik atau kepadatan tinggi. Point of Failure yang disebut Tagare adalah Mesir, Selat Gibraltar, Selat Bab-el Mandeb, Selat Malaka, Singapura, Laut China Selatan, Inggris, New York dan Selat Hormuz.

    “Rute yang dipikirkan Meta dimaksudkan untuk membantu perusahaan dunia yang menghindari ketegangan geopolitik,” kata sumber dekat Meta kepada TechCrunch.

    Seperti diketahui, kawasan Selat Bab-el Mandeb rawan serangan Houthi yang didukung Iran. Sementara Laut Baltik ada kejadian kabel laut putus yang diduga ulah Rusia dan China.

    Uniknya, Tagare punya komentar soal Peta Kabel W Meta ini. Mestinya kata dia ada beberapa tambahan percabangan antara lain di Sydney, Forteleza di Brasil dan Jakarta. Iya betul, Jakarta.

    “Ini tidak hanya menciptakan kesempatan unik untuk menghubungkan Indonesia tanpa harus lewat Selat Malaka, tapi bisa juga jadi jalan ke Singapura. Lebih penting lagi, ini bisa tersambung dengan kabel Bifrost milik Meta dan menciptakan jalur pemulihan,” kata Tagare.

    Sebagai informasi, Bifrost adalah kabel laut milik Meta dari Amerika dan Telin dari Indonesia yang menghubungkan Amerika langsung ke Jakarta lewat Guam dan Manado.

    (fay/afr)

  • Mimpi Besar Revolusi AI Tak Sesuai Ekspektasi, Ternyata Ini Alasannya

    Mimpi Besar Revolusi AI Tak Sesuai Ekspektasi, Ternyata Ini Alasannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Demam kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) yang mulai merebak dua tahun lalu, nampaknya tidak sesuai ekspektasi. Padahal, banyak yang meramalkan bahwa kecerdasan buatan (AI) generatif akan dengan cepat mengubah perekonomian di seluruh dunia, yang menyebabkan jutaan orang kehilangan pekerjaan.

    Terlepas dari kehebohan dan kekhawatiran tersebut, dampak AI sejauh ini masih belum terlihat. Mengutip The Economist, Biro Sensus Amerika menunjukkan hanya 6% bisnis yang menggunakan AI untuk memproduksi barang dan jasa. Sementara itu, pertumbuhan output dan produktivitas tenaga kerja masih jauh di bawah puncak kejayaan era komputer pada tahun 1990-an.

    Mengapa AI sejauh ini gagal memenuhi janjinya? Pelajaran dari era komputer dapat menjelaskan pertanyaan tersebut.

    Seperti halnya AI saat ini, tahun-tahun awal era komputer ditandai dengan prediksi transformasi ekonomi.

    Pada tahun 1965, Herbert Simon, seorang pakar ilmu komputer, menyatakan bahwa “komputer akan mampu melakukan pekerjaan apa pun yang dapat dilakukan manusia dalam waktu 20 tahun.” Dua dekade setelah prediksi Simon, revolusi produktivitas yang dijanjikan masih sulit dipahami.

    Pada tahun 1987, Robert Solow, seorang peraih Nobel, terkenal dengan sindirannya bahwa “Anda dapat melihat era komputer di mana-mana kecuali dalam statistik produktivitas.”

    Baru pada akhir tahun 1990-an transformasi ekonomi akhirnya terwujud, yang membuat Solow mengakui, tiga dekade setelah kemunculan komputer, bahwa komputer telah mulai membentuk ulang ekonomi.

    Adapun, tiga faktor utama berkontribusi pada kedatangan ledakan produktivitas era komputer adalah perusahaan meningkatkan investasi dalam teknologi informasi, harga komputer dan perangkat lunak turun dengan cepat, dan para bos menemukan cara baru untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam operasi mereka.

    Apakah faktor-faktor ini terbukti saat ini?

    Mulai tahun 1995, perusahaan meningkatkan pengeluaran untuk perangkat keras komputer, infrastruktur jaringan, dan perangkat lunak. Antara tahun 1995 dan 2000, investasi mereka dalam peralatan dan perangkat lunak pemrosesan informasi meningkat rata-rata 20% per tahun secara riil. Penelitian oleh Kevin Stiroh dari Federal Reserve Bank of New York menemukan bahwa perusahaan menginvestasikan hampir US$400 miliar dalam teknologi tersebut pada tahun 1999, yang mencakup lebih dari 30% dari semua investasi tetap nonperumahan.

    Sebaliknya, belanja modal baru-baru ini kurang menggembirakan. Selama dua tahun terakhir, investasi bisnis dalam peralatan dan perangkat lunak pemrosesan informasi telah tumbuh sekitar 4% per tahun. Investasi AI mungkin lebih terfokus pada aset tidak berwujud, seperti algoritma dan data, yang lebih sulit diukur daripada modal fisik.

    Meskipun demikian, pengeluaran untuk perangkat lunak komersial yang sudah dikemas sebelumnya seperti Microsoft 365, dan sistem yang dibuat khusus, termasuk peralatan AI yang disesuaikan dengan alur kerja tertentu, ternyata sangat rendah.

    Pertumbuhan investasi perangkat lunak selama setahun terakhir sekitar tiga kali lebih rendah dibandingkan akhir tahun 1990-an secara riil, dan masih jauh di bawah rata-rata jangka panjang.

    Paruh kedua dekade 1990-an juga menyaksikan penurunan dramatis dalam harga perangkat keras dan perangkat lunak komputer sesuai dengan kualitas. Dari tahun 1995 hingga 2000 harga untuk peralatan pemrosesan informasi dan perangkat lunak turun sepertiga, menghasilkan komputer yang lebih murah dan lebih baik.

    Sementara itu, era AI belum mengalami penurunan harga yang sesuai. Selama lima tahun terakhir, harga untuk perangkat lunak dan peralatan pemrosesan informasi hampir tidak berubah. Bahkan, pada kuartal terakhir, indeks harga untuk barang-barang ini naik pada tingkat tahunan sebesar 4%. Bahkan ketika teknologi yang mendasarinya menjadi lebih murah, perantara yang mengemas ulang perangkat AI semakin menambah margin dan menaikkan harga.

    Revolusi ekonomi tahun 1990-an berhasil membuat teknologi memberikan keuntungan produktivitas, berkat perusahaan mengubah operasi dan model bisnis untuk mengintegrasikannya.

    Seperti perusahaan ritel Walmart yang pada era tersebut meningkatkan produktivitas dengan menanamkan sistem perangkat lunak baru, Retail Link, ke dalam operasinya, yang memberikan para pemasok akses realtime ke data penjualan dan inventaris.

    Saat ini, penerapan AI sebagian besar masih terbatas, seperti perusahaan jasa keuangan yang menggunakan aplikasi AI untuk mendeteksi penipuan. Sebagian besar perusahaan tidak memiliki infrastruktur data yang diperlukan untuk melatih model khusus perusahaan. Untuk membuka potensi AI sepenuhnya, diperlukan perubahan yang lebih mendasar.

    Melihat keadaan AI saat ini, kata-kata seorang ekonom Rudi Dornbusch menjadi tepat untuk direnungkan. Menurutnya, dalam ekonomi, segala sesuatu terjadi lebih lambat dari yang Anda kira, lalu lebih cepat dari yang Anda kira.

    “AI mungkin pada akhirnya menghasilkan pertumbuhan produktivitas yang luar biasa, tetapi saat ini tampaknya masih jauh dari lepas landas yang dialami pada tahun 1990-an,” tulis The Economist, dikutip Senin (2/12/2024).

    (fsd/fsd)

  • AS Tegaskan Tak Akan Beri Senjata Nuklir ke Ukraina

    AS Tegaskan Tak Akan Beri Senjata Nuklir ke Ukraina

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) menyatakan pihaknya tidak sedang mempertimbangkan untuk memberikan senjata nuklir kepada Ukraina, yang terus memerangi invasi militer Rusia. Washington menegaskan tidak akan mengembalikan senjata nuklir yang telah diserahkan saat Uni Soviet runtuh kepada Kyiv lagi.

    Penegasan itu, seperti dilansir Reuters, Senin (2/12/2024), disampaikan oleh penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, dalam pernyataan terbaru pada Minggu (1/12) waktu setempat.

    Sullivan ditanya soal artikel media terkemuka New York Times (NYT) bulan lalu yang menyebut beberapa pejabat negara Barat, yang tidak disebut namanya, telah menyarankan Presiden AS Joe Biden untuk memberikan senjata nuklir kepada Ukraina sebelum dia mengakhiri masa jabatannya.

    “Itu tidak dalam pertimbangan, tidak,” tegas Sullivan saat berbicara kepada media ABC News.

    “Apa yang sedang kami lakukan adalah meningkatkan berbagai kapasitas konvensional Ukraina sehingga mereka dapat secara efektif mempertahankan diri dan memberikan perlawanan terhadap Rusia, bukan (memberikan mereka) kemampuan nuklir,” jelasnya.

    Pekan lalu, Rusia mengecam gagasan yang muncul di kalangan negara-negara Barat, agar AS memasok senjata nuklir kepada Ukraina, sebagai hal yang “gila”. Moskow menyebut bahwa demi mencegah skenario semacam itu adalah salah satu alasan mengapa pihaknya melancarkan invasi ke Ukraina.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, dalam pernyataannya pada saat itu menegaskan bahwa menjadi kepentingan semua pemerintahan yang bertanggung jawab untuk memastikan skenario semacam itu tidak terjadi. Dia menyebut skenario seperti itu sama saja dengan “bunuh diri”.

    Lihat juga video: Putin Wanti-wanti Negara Barat, Sebut Rusia Siap Perang Nuklir

  • Heboh Jack Ma Muncul di Kantor Alibaba, Dikerumuni Karyawan

    Heboh Jack Ma Muncul di Kantor Alibaba, Dikerumuni Karyawan

    Jakarta

    Jack Ma, pendiri Alibaba, mendadak mengunjungi kantor pusat perusahaan di Hangzhou, ibu kota Provinsi Zhejiang di China. Kunjungan langka itu tentu menghebohkan karena seperti diketahui, sosok berusia 60 tahun itu sudah jarang muncul.

    Kedatangannya itu menurut para karyawan Alibaba adalah dalam rangka menunjukkan dukungannya terhadap kerajaan e-commerce yang ia luncurkan seperempat abad lalu.

    Kunjungan Ma ke kampung halamannya Hangzhou itu adalah yang pertama sejak Maret 2023, ketika ia mendatangi sekolah yang ia dirikan. Meski Jack Ma sudah mengundurkan diri sebagai Chairman Alibaba tahun 2019 dan tak banyak tampil sejak 2020, ia tetap dipandang luas sebagai pemimpin spiritual Alibaba.

    Kunjungannya ke kampus Alibaba terjadi pada saat pemerintah China berusaha meningkatkan kembali kepercayaan ke sektor swasta, karena ekonomi terbesar kedua dunia itu bergulat dengan beberapa tantangan. Mulai dari penurunan pasar properti hingga geopolitik usai presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan pada impor dari China.

    Dalam foto yang diambil seorang karyawan di lokasi dan dibagikan kepada South China Morning Post yang dikutip detikINET, Senin (2/12/2024) Ma yang tersenyum dan santai, mengenakan topi putih, terlihat melambaikan tangan kepada staf.

    Kemunculan Ma terjadi seminggu setelah Alibaba mengumumkan penyesuaian internal terbesarnya setelah menerapkan restrukturisasi perusahaan pada awal tahun 2023 yang membagi kerajaan bisnisnya menjadi enam unit.

    Dalam perombakan terbaru, Alibaba menggabungkan operasi e-commerce domestik dan luar negeri jadi satu unit di tengah persaingan yang makin ketat dengan pesaing, terutama dengan Pinduoduo di pasar domestik. Harga saham Alibaba naik sedikit, namun saham mereka turun lebih dari dua pertiga dari puncaknya akhir tahun 2020.

    Ma dan salah satu pendiri Alibaba, Joe Tsai, saat ini merupakan dua pemegang saham terbesar dari raksasa e-commerce tersebut. Mereka agresif membeli saham yang anjlok di New York dan Hong Kong. Ma membeli sekitar USD 50 juta saham pada kuartal keempat tahun lalu, meningkatkan kepemilikannya hingga lebih dari 4,3%, menjadikannya pemegang saham tunggal terbesar.

    (fyk/fay)

  • Para Pekerja Teknologi China Mau ke CES Las Vegas, Visa Ditolak AS

    Para Pekerja Teknologi China Mau ke CES Las Vegas, Visa Ditolak AS

    Jakarta

    Ada seribuan perusahaan teknologi China yang akan mengikuti pameran teknologi CES di Las Vegas awal 2025 mendatang, namun banyak pekerjanya yang tak bisa hadir karena visanya ditolak.

    Sebagai informasi, ada sekitar 4.000 peserta pameran yang berasal dari berbagai negara, dan diperkirakan 30% dari jumlah itu berasal dari China, demikian dikutip detikINET dari SCMP, Senin (2/12/2024).

    Namun sayangnya, banyak pekerja teknologi dari China yang visa Amerikanya ditolak sekalipun mereka sudah menunjukkan surat undangan dari pameran yang tadinya bernama Consumer Electronics Show tersebut.

    Penolakan visa ini, menurut analis menunjukkan meningkatnya tensi hubungan antara Amerika dengan China. Terutama presiden terpilih Trump yang sudah berjanji akan mengenakan pajak tambahan sebesar 10% untuk setiap barang yang diimpor dari China.

    “Ini sangat mengecewakan,” ujar seorang pekerja teknologi asal Beijing berusia 28 tahun yang tak disebut namanya.

    Dalam wawancara visa di kedutaan Amerika, ia mengaku sudah menyebutkan akan mengunjungi Amerika untuk menghadiri CES, termasuk menunjukkan surat undangannya.

    “Saya akan mengunjungi klien saya di Amerika Serikat dan menghadiri CES. Saya menunjukkan surat undangan, yang jelas-jelas menyatakan saya akan menghadiri CES. Saya pikir dia tidak mempertimbangkan hal itu,” keluhnya.

    Ia pun kemudian menemukan banyak kasus serupa dari pekerja teknologi lain di China.

    “Mereka bilang ke saya kalau jika Anda menyebut akan menghadiri CES, ada 90% kemungkinan visanya akan ditolak,” tambahnya.

    Chris Pereira, pendiri iMpact, konsultan yang berbasis di New York, menceritakan penolakan visa lain dalam postingannya di LinkedIn. Penolakan ini terjadi pada pegawai perusahaan-perusahaan China yang memperluas bisnisnya ke negara lain.

    “Setengah dari 40 perusahaan yang ikut melaporkan kalau visa stafnya ditolak sekalipun sudah memegang surat undangan resmi dari CES,” kata Pereira.

    Setelah postingan tersebut, Pereira mengaku setidaknya ada tiga klien lain yang pegawainya juga mengalami penolakan visa untuk mendatangi CES.

    “Visanya langsung ditolak tanpa alasan. Dan hal itu belum pernah terjadi untuk CES untuk jenis visa yang ditolak. Bahkan selama COVID-19, jika kamu mendaftar, kami bisa mendapat (visa untuk mendatangi CES),” tambahnya.

    Pihak penyelenggara CES, Consumer Technology Association (CTA), mengakui kalau ada sejumlah undangannya yang visanya ditolak, dan mereka menyarankan pemerintah AS untuk menyetujui dan mempercepat permohonan visa untuk individu yang ingin datang ke AS untuk keperluan bisnis resmi.

    “Kami menyadari ada sejumlah pengunjung CES dari China yang permohonan visa bisnisnya ditolak. Kami meminta pemerintah AS untuk mempercepat dan menyetujui visa untuk individu yang mengunjungi AS untuk alasan bisnis resmi,” tulis CTA dalam pernyataannya.

    Sebenarnya sejak tahun 1991, perusahaan asal China memang rajin mendatangi CES. Namun dalam beberapa tahun terakhir, partisipasinya mulai fluktuatif. Utamanya sejak perang dagang antara AS dan China dimulai pada 2018, yaitu saat Trump menjabat presiden AS pada periode pertamanya.

    Pada 2018, ada 1.551 perusahaan China yang berpartisipasi di CES, atau sekitar sepertiga dari perusahaan yang ikut serta. Jumlahnya menurun jadi 1.213 di 2019, dan sekitar 1.000 pada tahun 2020. Angka ini semakin menyusut pada tahun 2021 dan 2022, yaitu 210 dan 159. Kemudian meningkat lagi pada 2023 menjadi 593.

    (asj/fay)

  • Perusahaan Media Kanada Ramai-ramai Gugat OpenAI, Kenapa?

    Perusahaan Media Kanada Ramai-ramai Gugat OpenAI, Kenapa?

    Jakarta

    Sejumlah perusahaan media besar di Kanada seperti CBC/Radio-Canada, Postmedia, Metroland, Toronto Star, Globe and Mail, dan Canadian Press ramai-ramai menggugat pembuat ChatGPT, OpenAI, dengan tuduhan pelanggaran hak cipta.

    Gugatan tersebut telah diajukan di Pengadilan Tinggi Ontario, Kanada pada Jumat, 30 November 2024. Dalam gugatan tersebut mereka menuntut ganti rugi dari OpenAI, serta pembayaran atas keuntungan yagn diperoleh OpenAI dari penggunaan artikel dari organisasi media tersebut.

    Perusahaan media ini juga meminta perintah yang melarang OpenAI untuk menggunakan artikel berita mereka di masa mendatang.

    Dalam pernyataan bersama, perusahaan-perusahaan tersebut menuliskan bahwa OpenAI memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari penggunaan konten ini, tanpa mendapatkan izin atau memberi kompensasi kepada pemilik konten.

    Mereka juga mengklaim bahwa OpenAI secara teratur melanggar hak cipta dengan menggunakan konten dari berita media Kanda untuk pelatihan model AI seperti ChatGPT.

    Dilansir detikINET dari CBC News, Senin (2/12/2024) juru bicara OpenAI mengatakan model-model perusahaan tersebut dilatih pada data yang tersedia untuk umum dan mengatakan perusahaan berpegang teguh pada prinsip-prinsip hak cipta internasional.

    “Kami bekerjasama secara erat dengan penerbit berita, termasuk dalam tampilan, atribusi, dan tautan ke konten mereka dalam pencarian ChatGPT, dan menawarkan kepada mereka cara-cara mudah untuk memilih keluar jika mereka menginginkannya,” tulis OpenAI kepada CBC News.

    Sebelumnya, pada akhir Desember 2023, situs berita New York Times juga mengajukan gugatan terhadap perusahaan teknologi tersebut.

    Pada saat itu, OpenAI mengatakan bahwa mereka menghormati hak kreator dan pemilik konten, dan berkomitmen untuk bekerja sama dengan mereka guna memastikan mereka mendapatkan manfaat dari teknologi AI dan model pendapatan baru. Sampai saat ini gugatan ini masih berlangsung.

    (jsn/jsn)

  • Kisah William James Punya IQ Lampaui Einstein, Meninggal karena Perdarahan Otak

    Kisah William James Punya IQ Lampaui Einstein, Meninggal karena Perdarahan Otak

    Jakarta

    William James Sidis dikenal sebagai pemilik IQ tertinggi di dunia, bahkan 100 poin melampaui angka IQ Albert Einstein. Pria yang bisa berbicara darlam 25 bahasa ini sayangnya hanya ingin menjalani hidup dalam pengasingan.

    Sebagai orang terpintar yang pernah hidup, William James Sidis bahkan sudah membaca The New York Times ketika berusia kurang dari dua tahun. Pada saat ia menginjak enam tahun, ia dapat berbicara dalam banyak bahasa. Sementara jelang usia sembilan tahun, ia diterima di Harvard, meskipun universitas tersebut tidak mengizinkannya masuk hingga berusia 11 tahun.

    Sejak awal, orang tua William James Sidis memuja putra mereka yang berbakat, menghabiskan banyak uang untuk buku dan peta demi mendorong pembelajarannya sejak dini. Namun, mereka tidak tahu seberapa dini anak mereka yang berharga itu akan memahaminya.

    Saat berusia enam tahun, ia sudah bisa berbicara dalam berbagai bahasa, termasuk Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, Ibrani, Turki, dan Armenia.

    Seolah itu belum cukup mengesankan, William James Sidis juga menciptakan bahasanya sendiri saat masih kecil, meskipun tidak jelas apakah ia pernah menggunakannya saat dewasa. Anak muda yang ambisius itu juga menulis puisi, novel, dan bahkan konstitusi untuk utopia yang potensial.

    Saat masih menjadi mahasiswa pada 1910, ia memberi kuliah di Klub Matematika Harvard tentang topik yang sangat rumit terkait benda empat dimensi. Ceramah itu hampir tidak dapat dipahami oleh kebanyakan orang, tetapi bagi mereka yang memahaminya, pelajaran itu merupakan wahyu.

    Banyak spekulasi telah dibuat selama bertahun-tahun tentang IQ William James Sidis. Semua catatan tentang tes IQ-nya telah hilang seiring waktu, sehingga para sejarawan masa kini terpaksa memperkirakannya.

    Sebagai konteks, 100 dianggap sebagai skor IQ rata-rata, sedangkan di bawah 70 sering dianggap di bawah standar. Apapun di atas 130 dianggap berbakat atau sangat maju.

    Beberapa IQ historis yang telah dianalisis terbalik meliputi Albert Einstein dengan 160, Leonardo da Vinci dengan 180, dan Isaac Newton dengan 190.

    Mengenai William James Sidis, orang terpintar yang pernah hidup, ia diperkirakan memiliki IQ sekitar 250 hingga 300. Jika akurat, ini bisa menjadikannya IQ tertinggi di dunia bagi siapa pun yang pernah hidup.

    Skor Sidis sangat tinggi sehingga IQ-nya sama dengan tiga manusia rata-rata jika digabungkan.

    Namun terlepas dari kecerdasannya, ia berjuang untuk menyesuaikan diri dengan dunia yang penuh dengan orang-orang yang tidak memahaminya.

    Setelah William James Sidis lulus dari Harvard pada usia 16 tahun, ia mengatakan kepada wartawan. “Saya ingin menjalani kehidupan yang sempurna. Satu-satunya cara untuk menjalani kehidupan yang sempurna adalah dengan menjalaninya dalam pengasingan. Saya selalu membenci keramaian.”

    NEXT: Meninggal karena Perdarahan Otak