kab/kota: Moskow

  • Usai Perundingan di Saudi, Pejabat Rusia-AS Bakal Bertemu Lagi di Turki

    Usai Perundingan di Saudi, Pejabat Rusia-AS Bakal Bertemu Lagi di Turki

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengumumkan pertemuan antara perwakilan Rusia dan Amerika Serikat (AS) di Istanbul, Turki. Pertemuan antara pejabat Rusia dan AS di Turki ini dilakukan usai kedua negara melakukan perundingan di Arab Saudi.

    “Kami mengumumkan bahwa diplomat dan pakar tingkat tinggi kami akan bertemu dan mempertimbangkan masalah sistemik yang telah terakumulasi sebagai akibat dari kegiatan ilegal pemerintahan (AS) sebelumnya untuk menciptakan hambatan buatan bagi kegiatan Kedutaan Besar Rusia, yang tentu saja kami tanggapi dan juga menciptakan kondisi yang tidak nyaman bagi pekerjaan Kedutaan Besar Amerika di Moskow,” kata Lavrov dilansir Anadolu Agency, Rabu (26/2/2025).

    Lavrov berharap pertemuan di Istanbul menghasilkan kejelasan sejauh mana para pihak dapat bergerak cepat dan efektif. Lavrov juga bicara soal penyelesaian konflik Israel-Palestina.

    Lavrov mengatakan Moskow sangat khawatir bahwa tentara Israel terus mengambil tindakan yang melampaui perjanjian gencatan senjata, yang menciptakan ketegangan di lapangan.

    “Kami sangat prihatin bahwa setiap hari tentara Israel mengambil langkah-langkah tambahan yang tidak diatur dalam perjanjian dengan Hamas dan Lebanon, dan yang, secara umum, menciptakan fakta-fakta di lapangan yang bertentangan dengan perjanjian dan resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai urusan Palestina dan masalah Lebanon,” katanya.

    Menurut Lavrov, Rusia dan Qatar mendukung kemajuan menuju pembentukan negara Palestina, sambil melihat peluang permukiman kembali warga Palestina di wilayah tersebut.

    “Masalah pembentukan Negara Palestina adalah masalah utama,” tegasnya.

    Menurutnya, dialog yang sangat produktif sedang berlangsung antara Rusia dan Liga Arab. Dia mengatakan perlu ada diskusi harian tentang semua masalah yang memerlukan koordinasi, termasuk masa depan Palestina.

    Pihak Rusia juga menaruh harapan besar pada pertemuan puncak Liga Arab mendatang di Kairo, di mana masa depan Jalur Gaza akan dibahas dalam konteks berbagai proposal, termasuk gagasan untuk mengubahnya menjadi zona wisata.

    “Negara-negara Arab berupaya melindungi hak warga Palestina untuk tinggal di tanah mereka. Hal ini belum terwujud. Kami akan memanfaatkan pengaruh kami di panggung internasional, termasuk di dalam PBB, untuk memastikan proses ini berjalan maju secara konstruktif,” katanya.

    Pertemuan gabungan Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam pada tanggal 14 Maret di Istanbul akan membahas masalah-masalah ini dalam skala yang lebih luas, membahas hubungan Israel-Palestina, Israel-Lebanon, dan Israel-Suriah.

    “Sama seperti pasukan Israel yang memilih untuk tetap berada di Lebanon selatan, mereka kini telah bergerak lebih jauh ke selatan di Republik Arab Suriah. Hal ini telah menciptakan realitas baru yang mengharuskan pengembangan langkah-langkah konstruktif yang menyeimbangkan kepentingan keamanan dan pembangunan bagi semua negara di kawasan tersebut, tanpa kecuali,” katanya.

    Rusia berkomitmen untuk memastikan perkembangan di Suriah tidak mengarah pada pertikaian sipil. Dia juga mengecam sikap Eropa yang mengaitkan pencabutan sanksi dari Suriah dengan syarat ‘mengusir Rusia’ dari negara tersebut.

    Beralih ke konflik Rusia-Ukraina, Lavrov menyatakan bahwa Rusia menunggu para pemimpin Eropa untuk berhenti berbohong tentang Moskow yang menghalangi negosiasi. Dia berpendapat Eropa terus menjalankan kebijakan yang sangat ketinggalan zaman dan gagal terhadap Ukraina, yang secara aktif menghasut Kyiv untuk memperpanjang konflik.

    “Setiap kali keseimbangan kekuatan politik di Ukraina mulai bergeser, seperti yang terlihat selama pemungutan suara Perserikatan Bangsa-Bangsa baru-baru ini, Eropa segera mencoba untuk melawan tren ini-mengumumkan paket bantuan militer baru yang besar untuk Kyiv dan mendorongnya untuk terus berperang,” katanya.

    “Rezim Ukraina telah berupaya menghapus identitas Rusia melalui undang-undang yang memengaruhi pendidikan, media, dan budaya. Apa yang tersisa dari Ukraina harus dibebaskan dari undang-undang yang diskriminatif ini,” tambahnya.

    Lavrov mengesampingkan kemungkinan pengerahan pasukan Eropa di Ukraina, dengan menyatakan bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron salah menafsirkan pernyataan Presiden AS Donald Trump.

    “Pendekatan yang didorong terutama oleh Prancis, dan juga Inggris, ditujukan untuk meningkatkan konflik daripada meredakannya. Trik seperti menempatkan pasukan penjaga perdamaian di Ukraina tidak akan berhasil. Kunci untuk menyelesaikan konflik terletak pada penanganan akar penyebabnya,” katanya.

    (rfs/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS dan Rusia akan Bertemu Lagi di Istanbul, Bahas Apa? – Halaman all

    AS dan Rusia akan Bertemu Lagi di Istanbul, Bahas Apa? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov telah mengonfirmasi bahwa diplomat Rusia dan Amerika Serikat akan mengadakan pembicaraan tingkat tinggi di Istanbul pada hari Kamis (27/2/2025), besok.

    Pertemuan ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan diplomatik antara kedua negara, khususnya terkait dengan cara kerja kedutaan besar mereka.

    Sejak menjabat bulan lalu, Presiden AS Donald Trump telah mengubah arah kebijakan luar negeri AS.

    Ia telah menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin dan memulai kembali pembicaraan tingkat tinggi dengan Moskow, yang merupakan yang pertama dalam lebih dari tiga tahun.

    Fokus Pertemuan Diplomatik

    Lavrov mengatakan pembicaraan akan difokuskan pada penciptaan kondisi yang lebih baik bagi diplomat Rusia di AS dan mitranya di Rusia, setelah serangkaian pertikaian mengenai tingkat staf dan properti kedutaan. 

    Ia menyalahkan situasi ini pada pemerintahan mantan Presiden AS Joe Biden.

    “Para diplomat tingkat tinggi dan pakar kami akan bertemu dan mempertimbangkan masalah sistemik yang telah terakumulasi sebagai akibat dari aktivitas ilegal pemerintahan sebelumnya yang menciptakan hambatan buatan bagi aktivitas kedutaan Rusia.”

    “Tentu saja, kami membalasnya dan juga menciptakan kondisi yang tidak nyaman bagi aktivitas kedutaan Amerika di Moskow,” kata Lavrov, dikutip dari The Guardian.

    Pertemuan ini juga akan membahas penyelesaian masalah diplomatik yang telah berlangsung lama, termasuk pengusiran staf kedutaan dari masing-masing negara selama pemerintahan Biden. 

    Langkah ini diharapkan Lavrov dapat menjadi titik balik dalam hubungan bilateral yang lebih baik antara kedua negara.

    Pendekatan Baru dalam Hubungan Rusia-AS

    Sebelumnya, Lavrov dan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio telah bertemu pada 18 Februari di Riyadh, ibu kota Arab Saudi. 

    Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk memulai pembicaraan terkait perang Ukraina, meskipun tanpa melibatkan Kyiv, dikutip dari Al-Arabiya.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio setelah pertemuan tersebut mengatakan kepada The Associated Press bahwa kedua pihak telah menetapkan tiga tujuan utama.

    Salah satunya adalah membentuk tim tingkat tinggi untuk mendukung perundingan damai Ukraina.

    Kedua tujuan lainnya adalah staf di kedutaan masing-masing dipulihkan kembali, kerja sama ekonomi akan berjalan lagi.

    Meski telah ada kesepakatan tersebut, Rubio menjelaskan bahwa ini barulah awal proses yang panjang dari upaya perdamaian mereka.

    Rubio menekankan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk dapat mencapai tiga tujuan utama di atas.

    Setelah Rubio, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memberikan tanggapannya terkait pertemuan Washington-Moskow ini.

    Menurut Lavrov, pertemuan AS-Rusia ini merupakan pertemuan penting yang membicarakan banyak hal bermanfaat.

    “Kami tidak hanya mendengarkan, tetapi juga mendengar satu sama lain,” kata Lavrov kepada wartawan.

    Kesepakatan ini menandai pergeseran signifikan dari kebijakan pemerintahan Biden yang sebelumnya berupaya mengisolasi Moskow. 

    Sejak saat itu, hubungan antara Rusia dan AS terlihat semakin dekat, dengan menyingkirkan peran Ukraina dalam diskusi mereka.

    Di sisi lain, Amerika Serikat mengambil langkah mengejutkan pada Senin lalu dengan berpihak pada Rusia dalam dua pemungutan suara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

    Langkah ini dipandang sebagai upaya Washington untuk menghindari kecaman lebih lanjut terhadap invasi Rusia ke Ukraina yang telah berlangsung selama tiga tahun.

    Lavrov mengatakan kemajuan dalam hubungan diplomatik sejak Donald Trump kembali ke Gedung Putih menunjukkan “seberapa cepat dan efektifnya kita dapat bergerak.

    Ia berharap dengan adanya pertemuan di Istanbul ini, hubungan antara Rusia dan AS dapat semakin membaik, serta memberikan dampak positif bagi stabilitas geopolitik global.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Amerika Serikat dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • Perang Eropa Masih Panas, Rusia Tembak Jatuh 128 Drone Ukraina

    Perang Eropa Masih Panas, Rusia Tembak Jatuh 128 Drone Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pihaknya telah menembak jatuh 128 pesawat nirawak Ukraina di atas wilayah Rusia dan Krimea, wilayah Kyiv yang dianeksasi Moskow, Selasa malam waktu setempat.

    “Pasukan pertahanan udara mencegat dan menghancurkan 128 pesawat nirawak udara Ukraina termasuk 30 di atas semenanjung Krimea yang dianeksasi pada tahun 2014,” kata Kementerian Pertahanan Rusia dalam sebuah pernyataan pada Rabu (26/2/2025), seperti dikutip AFP.

    Selain wilayah Krasnodar, yang dikenal dengan resor Laut Hitamnya, kementerian tersebut mengatakan serangan pesawat nirawak juga menargetkan wilayah Rusia Bryansk dan Kursk, yang berbatasan dengan Ukraina.

    Tidak ada kerusakan besar yang segera dilaporkan oleh media atau otoritas Rusia.

    Kyiv telah meningkatkan serangan udaranya terhadap fasilitas energi dan militer di wilayah Rusia dalam beberapa bulan terakhir. Ini merupakan sebuah kampanye sebagai tanggapan atas pemboman gencar Moskow terhadap kota-kota dan infrastruktur energinya.

    Perang antara Rusia dan Ukraina sendiri telah memasuki tahun ketiga. Dalam update lainnya, perdamaian antara kedua negara tetangga tersebut tengah bermasalah akibat Amerika Serikat (AS), yang sekarang dipimpin oleh Presiden Donald Trump, berubah haluan dengan mendukung Rusia di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Namun PBB menolak upaya AS untuk melemahkan sikap Majelis Umum terkait perang Rusia di Ukraina. Hal ini memberikan kemenangan diplomatik bagi Kyiv dan sekutu Eropa.

    Mengutip Reuters, AS terpaksa abstain dalam pemungutan suara atas resolusinya sendiri. Ini setelah negara-negara Eropa berhasil mengubah rancangan Washington dengan menambahkan dukungan eksplisit terhadap kedaulatan, kemerdekaan, persatuan, dan integritas wilayah Ukraina.

    Dalam pemungutan suara atas rancangan resolusi AS yang telah diamendemen, 93 negara mendukung, 73 abstain, dan 8 negara menolak, termasuk Rusia. Upaya Rusia untuk mengubah teks resolusi AS dengan memasukkan “akar penyebab” konflik juga gagal.

    Keputusan ini muncul di tengah upaya Presiden Donald Trump untuk menengahi perdamaian, yang justru menimbulkan ketegangan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky karena cenderung membela Presiden Rusia Vladimir Putin. Trump juga memicu kekhawatiran di antara negara-negara Eropa bahwa mereka akan disingkirkan dari proses perundingan damai.

    (sef/sef)

  • 2 Peneliti Prancis Jadi Tersangka Ledakan di Konsulat Rusia

    2 Peneliti Prancis Jadi Tersangka Ledakan di Konsulat Rusia

    Paris

    Dua peneliti Prancis menjadi tersangka dalam insiden ledakan yang mengguncang kompleks Konsulat Rusia di kota Marseille beberapa hari lalu. Kedua peneliti itu mengakui mereka melemparkan peledak rakitan ke Konsulat Rusia tersebut.

    Keterangan kantor kejaksaan setempat, seperti dilansir AFP, Rabu (26/2/2025), menyebut tiga botol plastik dilemparkan ke area taman di kompleks Konsulat Rusia pada Senin (24/2) waktu setempat. Namun hanya dua botol yang meledak.

    Disebutkan bahwa botol-botol itu berisi campuran nitrogen dan sejumlah zat kimia lainnya.

    Insiden itu terjadi tepat saat peringatan tiga tahun invasi militer Rusia ke Ukraina, yang dimulai sejak Februari 2022.

    Tidak ada korban luka dalam insiden tersebut. Tidak ada juga kerusakan yang dilaporkan di area kompleks Konsulat Rusia akibat ledakan itu.

    Identitas dua peneliti yang menjadi tersangka dalam insiden itu tidak diungkap ke publik. Namun menurut kantor kejaksaan Prancis, keduanya bekerja pada badan penelitian utama negara itu, Pusat Penelitian Ilmiah Nasional (CNRS).

    Salah satu tersangka merupakan seorang insinyur, sedangkan satu tersangka lainnya seorang ahli kimia.

    CNRS melakukan penelitian di berbagai bidang, termasuk biologi, matematika, dan kimia. Badan penelitian ini mempekerjakan peneliti dari negara-negara bekas Uni Soviet dan negara-negara lainnya.

    Lihat juga Video: Permukiman Mewah di Moskow Diguncang Ledakan,1 Tewas-4 Luka

    Surat kabar setempat, La Provence, melaporkan bahwa kedua tersangka diidentifikasi mengikuti aksi pro-Ukraina yang digelar di depan balai kota Marseille pada Senin (24/2) waktu setempat. Disebutkan oleh La Provence bahwa kedua tersangka yang berjenis kelamin laki-laki itu, berusia 40-an tahun dan 50-an tahun.

    Rusia mengecam ledakan yang melanda kompleks konsulatnya di Marseille itu sebagai “serangan teroris”. Moskow menuntut menuntut penyelidikan penuh oleh otoritas Paris terhadap ledakan tersebut,

    Sementara pemerintah Prancis mengutuknya sebagai “pelanggaran apa pun terhadap keamanan kompleks diplomatik”.

    Kedutaan Besar Rusia di Paris mengatakan pihaknya telah meminta otoritas Prancis, sebelum ledakan terjadi, untuk memperketat keamanan di sekitar misi-misi diplomatik Rusia yang ada di negara tersebut “mengingat kemungkinan provokasi”.

    “Namun demikian, serangan semacam itu telah terjadi,” sebut Kedutaan Besar Rusia dalam pernyataannya via Telegram.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Sebut Zelensky Akan Kunjungi AS untuk Urusan Penting

    Trump Sebut Zelensky Akan Kunjungi AS untuk Urusan Penting

    Jakarta

    Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa ia mengharapkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk mengunjungi Washington pada hari Jumat (28/02) untuk menandatangani “kesepakatan yang sangat besar.”

    Hal ini terjadi setelah beberapa sumber mengonfirmasi kepada beberapa kantor berita bahwa Ukraina dan Amerika Serikat telah menyetujui rancangan kesepakatan mineral yang luas, guna meredakan ketegangan baru-baru ini antara Trump dan Zelenskyy.

    Kesepakatan tersebut akan membuat AS bersama-sama Ukraina mengembangkan kekayaan mineral, dengan pendapatan yang masuk ke pendanaan baru yang dibagi oleh kedua negara, demikian menurut pejabat senior Ukraina, yang dikutip oleh beberapa kantor berita.

    Rancangan kesepakatan tidak memiliki jaminan keamanan AS untuk Ukraina

    Trump meminta tanah jarang dan mineral lainnya di Ukraina senilai $500 miliar sebagai imbalan atas bantuan yang diberikan AS kepada Kyiv. Namun, permintaan itu ditolak Zelensky.

    Permintaan Trump itu jauh melebihi bantuan militer AS senilai $60 miliar untuk Ukraina sejak invasi skala penuh Rusia. Permintaan tersebut tidak termasuk dalam rancangan perjanjian.

    Trump memang mengatakan, “Itu bisa menjadi kesepakatan senilai satu triliun dolar, bisa saja.”

    Namun, kesepakatan tersebut tidak memberikan jaminan keamanan yang diinginkan Ukraina. Meskipun rancangan tersebut menyebutkan “keamanan,” rancangan tersebut tidak menyebutkan peran AS. Seorang pejabat mengatakan bahwa kedua presiden akan membahas hal ini saat mereka bertemu.

    Trump menyebutkan bahwa “beberapa bentuk” pasukan penjaga perdamaian akan diperlukan untuk Ukraina.

    Beberapa negara Eropa bersedia mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina. Pada hari Senin (24/02), Trump mengatakan bahwa Moskow akan menyetujui pasukan penjaga perdamaian ini. Namun, Kremlin membantahnya pada hari Selasa (25/02).

    Hubungan AS-Ukraina yang menegangkan

    Ukraina pada hari Senin (24/02) menandai peringatan paling suram sejauh ini, karena negara itu berjuang untuk menangkis invasi Rusia, karena memasuki tahun keempatnya.

    Ukraina berharap kesepakatan mineral akan memperbaiki hubungan dengan pemerintahan Trump, yang telah memburuk dengan cepat sejak Presiden AS tersebut memulai masa jabatan kedua kalinya.

    Minggu lalu, Trump mencap Zelenskyy sebagai “diktator tanpa pemilu” yang telah kehilangan dukungan dari rakyat Ukraina. Ia juga mengatakan kepadanya bahwa ia “lebih baik bergerak cepat” untuk menegosiasikan diakhirinya invasi Rusia ke Ukraina atau ia mungkin tidak akan memiliki negara yang tersisa, di antara hal-hal lainnya.

    Zelenskyy sebelumnya menuduh Trump tinggal di “ruang disinformasi” Rusia. Seorang pejabat Ukraina mengatakan Kyiv berharap bahwa penandatanganan perjanjian tersebut akan memastikan aliran dukungan militer AS yang sangat dibutuhkan Ukraina.

    ap/yf (afp/rtr/ap)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Rusia Bantah Trump, Putin Tolak Pasukan Perdamaian Eropa terutama Anggota NATO di Ukraina – Halaman all

    Rusia Bantah Trump, Putin Tolak Pasukan Perdamaian Eropa terutama Anggota NATO di Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintahan Rusia di Kremlin menolak klaim Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin mengizinkan penempatan pasukan perdamaian Eropa di Ukraina jika Rusia dan Ukraina sepakat mengakhiri perang.

    “Ada posisi mengenai masalah ini yang diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Lavrov. Saya tidak perlu menambahkan apa pun mengenai hal ini dan tidak perlu mengomentarinya. Saya tidak akan mengomentarinya,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov kepada wartawan pada Selasa (25/2/2025).

    Ia menegaskan Rusia dengan tegas menolak pasukan perdamaian dari negara-negara Eropa, terutama anggota NATO untuk ditempatkan di Ukraina.

    Pada awal bulan ini, utusan Moskow untuk PBB, Vassily Nebenzia, mengatakan Rusia hanya akan menerima pengerahan pasukan asing ke Ukraina sebagai bagian dari mandat PBB.

    “‘Pasukan penjaga perdamaian’ tidak dapat beroperasi tanpa mandat dari Dewan Keamanan PBB,” kata Vassily Nebenzia saat itu kepada RIA Novosti.

    Ia menegaskan bahwa kontingen militer lainnya di lapangan akan diperlakukan sebagai kombatan reguler.

    “Kehadiran pasukan bersenjata dari negara-negara NATO, bahkan di bawah bendera Uni Eropa atau sebagai bagian dari kontingen nasional sama sekali tidak dapat diterima oleh Moskow,” tegasnya.

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan ia telah menghubungi Putin dan Rusia menerima penempatan pasukan perdamaian di Ukraina.

    “Dia akan menerimanya. Saya telah menanyakan pertanyaan itu kepadanya,” kata Trump kepada wartawan dalam konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Washington pada hari Senin (24/2/2025).

    Donald Trump dan Putin berbicara melalui telepon selama lebih dari satu jam pada 12 Februari 2025. 

    Menurut keduanya, pembicaraan tersebut mencakup berbagai topik, termasuk perang Ukraina.

    Panggilan telepon tersebut terjadi setelah Donald Trump mengatakan ia akan menjadi penengah dalam perundingan antara Rusia dan Ukraina yang bertujuan untuk mengakhiri perang yang berlangsung sejak tahun 2022.

    Beberapa pemimpin negara Eropa, terutama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, telah mengungkapkan gagasan untuk mengirim personel militer ke Ukraina.

    Menurut laporan Wall Street Journal, kedua negara mempertimbangkan untuk mengerahkan hingga 30.000 “pasukan penjaga perdamaian” ke Ukraina, jika Rusia dan Ukraina mencapai kesepakatan damai.

    Rencana tersebut juga bergantung pada apakah AS akan setuju untuk berkontribusi pada upaya tersebut dalam kapasitas militer yang terbatas.

    Pemerintahan Trump telah berulang kali menyatakan bahwa anggota NATO Eropa harus menanggung beban jaminan keamanan bagi Ukraina.

    Sementara AS mengesampingkan pengerahan pasukannya ke Ukraina sebagai bagian dari perjanjian apa pun mengenai jaminan keamanan, menurut pernyataan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth pada awal bulan ini.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Pakar Militer Rusia Peringatkan Moskow Harus Siap Perang dengan NATO – Halaman all

    Pakar Militer Rusia Peringatkan Moskow Harus Siap Perang dengan NATO – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rusia mungkin harus bersiap untuk berperang dengan NATO dalam dekade mendatang, menurut Igor Korotchenko, pakar militer Rusia dan Direktur Pusat Analisis Perdagangan Senjata Dunia yang berbasis di Moskow.

    Mengutip Newsweek, Korotchenko, yang sering membuat pernyataan kontroversial di media milik negara Rusia, meramalkan konflik masa depan antara Rusia dan Barat.

    Dalam opini yang diterbitkan di surat kabar Moskovsky Komsomolets, pada malam peringatan tiga tahun invasi Rusia ke Ukraina, Korotchenko menyatakan bahwa Rusia harus bersiap menghadapi kemungkinan konfrontasi militer dengan NATO.

    “Tentara Rusia harus siap menghadapi setiap perkembangan situasi dalam jangka menengah, termasuk potensi konflik militer dengan NATO di Eropa dalam dekade mendatang,” tulisnya.

    Korotchenko menambahkan bahwa meskipun hubungan Rusia dengan Presiden AS Donald Trump saat ini stabil, ada kemungkinan perubahan besar setelah empat tahun, saat pemimpin baru AS terpilih.

    “Oleh karena itu, penilaian Rusia tentang tujuan strategis musuh geopolitiknya tidak boleh didasarkan hanya pada niat elit Barat saat ini, melainkan pada evaluasi kekuatan militer kolektif Barat secara keseluruhan,” tambahnya.

    Apa yang Melatarbelakangi Peringatan Korotchenko?

    Ketegangan antara Rusia dan Barat meningkat pesat sejak invasi yang dilakukan Vladimir Putin ke Ukraina pada 24 Februari 2022.

    Saat AS dan Rusia berusaha melakukan pembicaraan rahasia untuk mengakhiri perang, anggota NATO mulai mengkhawatirkan keamanan negara-negara Eropa.

    NATO memperingatkan perlunya meningkatkan pertahanan untuk menghadapi potensi agresi Rusia yang bisa melampaui batas Ukraina.

    Rusia, di sisi lain, menuduh NATO terlibat dalam konfrontasi langsung dengan memberikan bantuan militer kepada Ukraina selama konflik berlangsung.

    Pejabat Rusia sering kali mengancam akan menyerang negara-negara anggota NATO karena mengirim peralatan dan senjata ke Ukraina.

    Pada saat yang sama, AS dan Rusia terus bernegosiasi untuk menjadi penengah dalam kesepakatan damai, meskipun Ukraina tidak dilibatkan dalam diskusi ini.

    Starmer Peringatkan Keamanan Eropa

    Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer, dalam artikelnya untuk The Telegraph yang diterbitkan pada 16 Februari, menyatakan bahwa Eropa menghadapi momen penting untuk keamanan kolektif.

    “Kita menghadapi momen yang hanya terjadi sekali dalam satu generasi untuk keamanan kolektif benua kita,” ujar Starmer.

    “Ini bukan hanya masalah masa depan Ukraina, tapi juga masalah eksistensial bagi Eropa.”

    Starmer menyatakan kesiapannya untuk mengerahkan pasukan Inggris di Ukraina sebagai bagian dari kesepakatan damai potensial, dengan tujuan menjamin perdamaian jangka panjang yang akan mencegah agresi lebih lanjut dari Putin.

    Ancaman Keamanan dari Rusia

    Sementara itu, dinas keamanan Latvia (SAB) memperingatkan bahwa jeda dalam konflik di Ukraina dapat memungkinkan Rusia membangun kembali kekuatan militernya.

    SAB melaporkan pada 17 Februari bahwa badan intelijen Rusia sedang mempersiapkan kemungkinan sabotase di Eropa sebagai bagian dari persiapan untuk konfrontasi jangka panjang dengan NATO.

    “Jika perang di Ukraina membeku, Moskow akan dapat meningkatkan kekuatan militernya di dekat perbatasan timur laut NATO, termasuk negara-negara Baltik, dalam lima tahun ke depan,” kata laporan tersebut.

    Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

    AS dan Rusia saat ini berdiskusi untuk mencapai kesepakatan damai, tetapi tanpa melibatkan Ukraina.

    Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan pada 22 Februari bahwa Trump optimis bahwa kesepakatan tersebut dapat segera tercapai.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • 7 Update Ukraina! Siaga Perang Rusia-NATO, Utusan Putin ke Prabowo

    7 Update Ukraina! Siaga Perang Rusia-NATO, Utusan Putin ke Prabowo

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perang antara Rusia dan Ukraina telah memasuki tahun ketiga. Dalam update terbaru, Amerika Serikat (AS), yang sekarang dipimpin oleh Presiden Donald Trump, telah berubah haluan dengan mendukung Rusia di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Di sisi lain, pakar mengkhawatirkan perang pecah antara Rusia dan NATO. Utusan Presiden Valdimir Putin juga dilaporkan datang ke RI, bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto.

    Berikut update terbaru perang antara Rusia dan Ukraina, seperti dihimpun CNBC Indonesia dari berbagai sumber pada Selasa (25/2/2025).

    1.PBB Tolak Resolusi Perang Rusia-Ukraina Versi AS

    PBB menolak upaya AS untuk melemahkan sikap Majelis Umum terkait perang Rusia di Ukraina. Hal ini memberikan kemenangan diplomatik bagi Kyiv dan sekutu Eropa.

    Mengutip Reuters, AS terpaksa abstain dalam pemungutan suara atas resolusinya sendiri. Ini setelah negara-negara Eropa berhasil mengubah rancangan Washington dengan menambahkan dukungan eksplisit terhadap kedaulatan, kemerdekaan, persatuan, dan integritas wilayah Ukraina.

    “Perang ini bukan hanya tentang Ukraina. Ini tentang hak fundamental setiap negara untuk ada, menentukan jalannya sendiri, dan hidup bebas dari agresi,” tegas Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina, Mariana Betsa, sebelum pemungutan suara berlangsung, Senin malam.

    Dalam pemungutan suara atas rancangan resolusi AS yang telah diamendemen, 93 negara mendukung, 73 abstain, dan 8 negara menolak, termasuk Rusia. Upaya Rusia untuk mengubah teks resolusi AS dengan memasukkan “akar penyebab” konflik juga gagal.

    Keputusan ini muncul di tengah upaya Presiden Donald Trump untuk menengahi perdamaian, yang justru menimbulkan ketegangan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky karena cenderung membela Presiden Rusia Vladimir Putin. Trump juga memicu kekhawatiran di antara negara-negara Eropa bahwa mereka akan disingkirkan dari proses perundingan damai.

    2.Pakar Sebut Perang Rusia Vs NATO di Depan Mata

    Pakar militer Rusia, Igor Korotchenko, memperingatkan bahwa Moskow bisa berperang dengan aliansi pertahanan Barat, NATO, dalam dekade berikutnya. Hal ini terjadi saat hubungan kedua pihak itu masih dalam posisi yang panas karena serangan Rusia ke Ukraina.

    Dalam sebuah pernyataan di kolom opini surat kabar Rusia Moskovsky Komsomolets, Korotchenko meramalkan konflik masa depan antara Rusia dan Barat. Ia mengatakan bahwa hubungan antara kedua pihak ini tidak menentu.

    “Tentara Rusia harus siap menghadapi setiap perkembangan situasi dalam jangka menengah, termasuk kemungkinan konflik militer dengan NATO di Eropa pada dekade berikutnya,” tulisnya dalam kolom itu yang juga dikutip Newsweek.

    “Bahkan jika Kremlin menjalin hubungan yang stabil dengan Presiden AS Donald Trump, dalam empat tahun, seorang pemimpin baru akan menjabat. Oleh karena itu, penilaian Rusia terhadap tujuan strategis musuh geopolitik dan militernya tidak boleh didasarkan pada niat terkini dari elit Barat tertentu, melainkan pada evaluasi kekuatan dan kemampuan militer kolektif Barat.”

    Kremlin menuduh NATO terlibat dalam ‘konfrontasi langsung’ dengan Rusia dengan memberikan bantuan militer kepada Ukraina selama perang. Pejabat dan propagandis Rusia sering mengancam akan menyerang negara-negara anggota aliansi militer tersebut karena mengirim peralatan dan senjata ke lawan mereka.

    Saat AS dan Rusia terlibat dalam pembicaraan untuk kemungkinan menjadi penengah kesepakatan damai, Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer mengatakan dalam sebuah artikel untuk The Telegraph, yang diterbitkan pada 16 Februari, bahwa Eropa “menghadapi momen sekali dalam satu generasi untuk keamanan kolektif benua kita.”

    3.Inggris Jatuhkan Sanksi Terbesar ke Rusia

    Pemerintah Inggris mengumumkan paket sanksi terbesar terhadap Moskow sejak 2022. Ini menjadi upaya baru melemahkan kemampuan Rusia untuk terus berperang.

    Dilansir Newsweek, paket sanksi ini mencakup 107 sanksi baru, menargetkan “armada bayangan” Rusia, rantai pasokan militer, serta individu dan institusi keuangan yang mendukung ekonomi Rusia dalam membiayai perang. Inggris juga akan memberikan tekanan lebih lanjut terhadap pendapatan energi Rusia guna mengurangi dana yang dapat digunakan  Putin untuk melanjutkan invasi ke Ukraina.

    Langkah ini muncul setelah pertemuan pejabat Rusia dan AS di Arab Saudi untuk membahas negosiasi perdamaian. Namun, pertemuan tersebut justru memicu ketegangan antara AS dan sekutu Eropa, karena dianggap menyingkirkan Ukraina dari diskusi perdamaian.

    Secara rinci, sanksi tersebut menyasar 40 kapal dalam “armada bayangan” Rusia yang digunakan untuk menghindari sanksi perdagangan minyak. Dengan langkah ini, Inggris kini menjadi negara Eropa dengan jumlah sanksi terbanyak terhadap kapal-kapal Rusia, yakni 133 kapal.

    Selain itu, Inggris juga menyasar rantai pasokan militer, termasuk pejabat pertahanan Korea Utara yang terlibat dalam pengiriman pasukan dan senjata ke Rusia. Sanksi juga diberikan kepada 14 individu Rusia yang mendanai sektor ekonomi yang berkontribusi pada perang dan juga lembaga keuangan asing yang mendukung Moskow.

    “Tindakan ini dirancang untuk mengeringkan dana perang Putin serta membongkar sistem korupsi yang menopang pemerintahan Rusia,” kata Inggris.

    4.Eropa Masih Beli Minyak Rusia

    Sebuah laporan Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih menyebut 27 negara anggota Uni Eropa telah menghabiskan lebih banyak uang untuk mengimpor bahan bakar fosil Rusia daripada bantuan keuangan ke Ukraina. Organisasi yang berpusat di Helsinki tersebut mengatakan dalam sebuah laporan untuk menandai ulang tahun ketiga perang tersebut, bahwa UE membeli bahan bakar fosil Rusia senilai sekitar 21,9 miliar euro pada tahun 2024, sambil mengalokasikan sekitar 18,7 miliar euro dalam bentuk bantuan keuangan ke Ukraina.

    Laporan tersebut mengatakan pendapatan bahan bakar fosil global Rusia selama tahun ketiga perang mencapai 242 miliar euro. Ini tidak jauh di belakang pendapatan Rusia sebelum dimulainya invasi.

    5.Ukraina Butuh Dana Rp8.564 Triliun 

    Ukraina butuh US$524 miliar atau sekitar Rp8.564 triliun untuk membangun kembali setelah tiga tahun serangan Rusia. Menurut sebuah studi baru oleh World Bank (Bank Dunia), PBB, Komisi Eropa, dan pemerintah Ukraina, perkiraan biaya untuk membangun kembali ekonomi Ukraina setara dengan hampir tiga kali lipat dari perkiraan output ekonomi 2024.

    Temuan tersebut mencakup data dari invasi Rusia tiga tahun lalu hingga 31 Desember 2024. Ini termasuk peningkatan kerusakan infrastruktur energi Ukraina sebesar 70% akibat serangan Rusia.

    Lembaga tersebut menemukan peningkatan lebih dari 7% dari perkiraan terakhir sebesar US$486 miliar satu tahun lalu, dengan perumahan, transportasi, energi, perdagangan, dan pendidikan menjadi sektor yang paling terdampak. Studi tersebut mengukur kerusakan fisik langsung pada bangunan dan infrastruktur lainnya, dampak pada kehidupan dan mata pencaharian masyarakat, serta biaya untuk membangun kembali dengan lebih baik.

    6. Deal Antara Trump-Putin

    Trump mengatakan Putin telah deal, menerima gagasan Eropa untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina. Ini sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata Moskow dan Kyiv.

    Ini ditegaskan Trump saat bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Senin malam waktu setempat. Ia mengatakan Eropa siap membantu.

    Mengutip Reuters, Trump dan Macron menguraikan upaya untuk menegosiasikan akhir perang Ukraina dalam pembicaraan di Ruang Oval setelah mereka mengikuti konferensi video dengan para pemimpin G7 lainnya. Macron sendiri menjadi pemimpin Eropa pertama yang mengunjungi Trump sejak ia kembali berkuasa sebulan lalu.

    “Ya, dia akan menerimanya,” kata Trump tentang penerimaan Putin atas pasukan penjaga perdamaian.

    “Saya secara khusus menanyakan pertanyaan itu kepadanya. Dia tidak keberatan dengan itu,” tambahnya.

    Macron sendiri mengatakan Eropa memiliki peran untuk dimainkan dalam memberikan jaminan keamanan. Ia mengatakan pertama-tama gencatan senjata perlu dinegosiasikan dan kemudian perjanjian damai yang didukung oleh jaminan keamanan.

    “Kami siap dan bersedia memberikan jaminan keamanan tersebut, yang mungkin dapat mencakup pasukan, tetapi mereka akan berada di sana untuk menjaga perdamaian,” kata Macron saat ia dan Trump menjawab pertanyaan dari wartawan.

    “Mereka tidak akan berada di garis depan. Mereka tidak akan menjadi bagian dari konflik apa pun. Mereka akan berada di sana untuk memastikan bahwa perdamaian dihormati,” katanya lagi.

    7.Tangan Kanan Putin Bertemu Prabowo

    Sejumlah media asing menyoroti kedatangan tangan kanan Presiden Rusia Vladimir Putin, pejabat tinggi keamanan Kremlin, Sergei Shoigu, ke Indonesia, Selasa. Ini pun dilakukan media Rusia, The Moskow Times.

    Dikatakan bagaimana Shoigu melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin untuk berunding. Kedua negara dikatakan berupaya memperkuat kerja sama pertahanan.

    “Pejabat tinggi keamanan Rusia, Sergei Shoigu, mengunjungi Indonesia pada hari Selasa untuk berunding dengan Presiden Prabowo Subianto dan menteri pertahanannya saat Moskow dan Jakarta berupaya memperkuat kerja sama pertahanan,” tulis laman yang mengaku media independen Rusia itu dilihat CNBC Indonesia.

    “Ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini mempertahankan kebijakan luar negeri yang netral, menolak untuk memihak dalam perang Ukraina atau persaingan kekuatan besar antara Amerika Serikat dan China,” tulisnya soal RI.

    “Shoigu, mantan menteri pertahanan Rusia dan sekarang sekretaris Dewan Keamanannya, dianggap sebagai tokoh kunci dalam keputusan untuk mengirim pasukan Rusia keUkraina pada tahun 2022 dan tetap menjadi sekutu setia Presiden VladimirPutin,” tambah laman tersebut dalam artikel berjudul “Russia’s Shoigu Visits Indonesia for Defense Talks”

    Mengutip media Rusia lain, RIA Novosti, diingatkan pula bagaimana Prabowo mengunjungi Moskow Juli 2024 lalu untuk berunding ke Putin. Prabowo sendiri disebut laman itu telah berjanji mengambil peran yang lebih tegas di panggung dunia.

    “Pada bulan November, Indonesia dan Rusia melakukan latihan angkatan laut gabungan pertama mereka. Rusia mengerahkan tiga kapal perang kelas korvet, sebuah kapal tanker berukuran sedang, sebuah helikopter militer, dan sebuah kapal tunda untuk latihan di lepas pantai pulau utama Indonesia, Jawa,” muatnya.

    “Jakarta telah mempertahankan hubungan dagang bernilai miliaran dolar dengan Moskow, tetapi impor senjata utama telah terhenti dalam beberapa tahun terakhir setelah Rusia mencaplok Krimea pada tahun 2014 dan invasi besar-besarannya ke Ukraina,” tulis laman itu.

    “Meski begitu, sejak menjabat sebagai menteri pertahanan Indonesia pada tahun 2019, Prabowo tetap mempertahankan kesepakatan senilai US$1,1 miliar untuk jet tempur Rusia yang disepakati setahun sebelumnya, meskipun ada laporan ancaman sanksi AS,” lapor media tersebut lagi.

    (sef/sef)

  • Turki Terbuka untuk Bertindak Sebagai Penjamin Keamanan dalam Perjanjian Damai Ukraina dan Rusia – Halaman all

    Turki Terbuka untuk Bertindak Sebagai Penjamin Keamanan dalam Perjanjian Damai Ukraina dan Rusia – Halaman all

    Turki Terbuka untuk Bertindak Sebagai Penjamin Keamanan dalam Perjanjian Damai Ukraina dan Rusia

    TRIBUNNEWS.COM- Turki terbuka untuk memberikan jaminan keamanan bagi Ukraina sebagai bagian dari kesepakatan akhir dengan Rusia untuk mengakhiri perang, kata menteri luar negeri Turki pada hari Senin selama jumpa pers dengan mitranya dari Rusia.

    Hakan Fidan mengatakan bahwa Turki, pada prinsipnya, siap mengambil langkah apa pun yang dapat berkontribusi pada perdamaian saat perang Rusia-Ukraina memasuki tahun ketiga minggu ini. Namun, ia menambahkan bahwa Ankara perlu melihat bagaimana pembicaraan berlangsung sebelum membuat komitmen akhir.

    “Setelah kami melakukan persiapan teknis yang diperlukan terkait masalah ini, [Presiden Recep Tayyip Erdogan] akan membuat keputusan yang diperlukan,” katanya. “Namun untuk saat ini, kami mengikuti dengan saksama diskusi dan pertemuan tersebut.”

    Fidan juga mengungkapkan bahwa Ankara mendukung inisiatif perdamaian baru Presiden AS Donald Trump untuk mengadakan pembicaraan langsung dengan pimpinan Rusia, yang mengecualikan Ukraina selama putaran pertama minggu lalu di Riyadh.

    Menteri luar negeri Turki mengatakan Ankara memandang inisiatif Amerika memiliki pendekatan “berorientasi pada hasil” dan percaya bahwa solusi hanya dapat dicapai melalui negosiasi yang melibatkan kedua belah pihak.

    “Kami siap memberikan segala bentuk dukungan bagi terciptanya perdamaian melalui dialog,” ujarnya.

    Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, di sisi lain, mengklaim bahwa Ukraina menolak menandatangani rancangan perjanjian damai di Istanbul pada Maret 2022 menyusul tekanan dari Inggris dan sekutu Barat lainnya. Ia menambahkan bahwa kesepakatan tersebut juga mencakup jaminan keamanan dari anggota Dewan Keamanan PBB, Jerman, dan Turki.

    “Telah dijelaskan bagaimana hal ini akan berjalan. Faktanya, pihak Ukraina sendiri yang merumuskan jaminan ini,” kata Lavrov. “Namun, Barat melarangnya.”

    Menurut rancangan perjanjian damai, Rusia saat itu tidak setuju Turki menjadi penjamin.

    Pernyataan Lavrov pada hari Senin mengindikasikan bahwa Moskow terbuka terhadap Ankara sebagai salah satu penjamin keamanan.

    Meskipun ada kekhawatiran di ibu kota Eropa atas sikap agresif Trump terhadap Ukraina dan presidennya, Volodymyr Zelensky, pejabat Turki yakin negosiasi tersebut pada akhirnya dapat mengarah pada diskusi serius. Ankara telah lama menganjurkan perundingan langsung yang melibatkan semua pihak.

    Komentar Trump telah mendorong beberapa pemimpin Eropa untuk mempertimbangkan kembali hubungan mereka dengan Washington. Awal bulan ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengadakan pertemuan puncak Eropa untuk membahas krisis tersebut – kecuali Ankara.

    Sejak awal perang, Turki telah menjaga keseimbangan yang baik antara kedua belah pihak, menolak untuk bergabung dengan sanksi internasional sambil mengizinkan pengunjung Rusia untuk bepergian ke negara tersebut. Perdagangan bilateral sebagian besar terus berlanjut, meskipun ada beberapa kesulitan transaksi keuangan karena sanksi Barat.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST EYE

  • Jadi Mata-mata Ukraina, Pria Rusia Divonis 16 Tahun Bui

    Jadi Mata-mata Ukraina, Pria Rusia Divonis 16 Tahun Bui

    Moskow

    Pengadilan militer Rusia menjatuhkan vonis hukuman 16 tahun penjara terhadap seorang pria yang dituduh menjadi mata-mata Ukraina. Pria Rusia ini dituduh memberikan data soal situs militer di dekat Moskow kepada Ukraina dan mempersiapkan serangan di negara tersebut.

    Komite Investigasi Rusia dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Selasa (25/2/2025), menyebut pria yang tidak disebut identitasnya itu memfilmkan sistem pertahanan udara di area Podolsk, yang berjarak sekitar 40 kilometer sebelah selatan Moskow, pada April tahun lalu.

    Pria itu kemudian mengirimkan gambar-gambar sistem pertahanan udara itu, yang disertai data geografis, sebut Komite Investigasi Rusia, kepada “mentornya di Ukraina untuk memandu serangan drone terhadap situs militer ini”.

    Komite Investigasi Rusia mengatakan bahwa pria yang diadili itu juga membawa senjata dari Ukraina ke wilayah Rusia tahun 2017 lalu, untuk mempersiapkan serangan di beberapa wilayah, termasuk Bryansk, Kursk, dan Belgorod, yang semuanya berbatasan dengan Ukraina.

    Pengadilan militer Rusia juga memutuskan pria itu bersalah atas dakwaan mempersiapkan serangan, penyelundupan senjata, dan keterlibatan dalam aktivitas teroris.

    Lihat juga Video ‘Intelijen Militer Ukraina: 50% Amunisi Rusia Dipasok oleh Korut’:

    Rusia telah melancarkan tindakan keras terhadap pihak-pihak yang mengkritik apa yang mereka sebut sebagai operasi militer khusus Moskow di Ukraina sejak Februari 2022 lalu.

    Para pengkritik itu disidang atas berbagai tuduhan, mulai dari pengkhianatan, terorisme, ekstremisme, sabotase, hingga spionase. Semakin hari, persidangan terhadap para pengkritik operasi militer atau invasi Rusia ke Ukraina itu semakin meningkat.

    Sejak tahun 2022, ribuan orang telah dijatuhi sanksi, diancam atau dijebloskan ke penjara di berbagai wilayah Rusia karena menunjukkan perlawanan mereka terhadap invasi yang dipicu Moskow di Ukraina.

    Lihat juga Video ‘Intelijen Militer Ukraina: 50% Amunisi Rusia Dipasok oleh Korut’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu